Anda di halaman 1dari 18

OPERATOR ROTASI UNTUK PARTIKEL SPIN 1/2

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Matakuliah Fisika Kuantum Lanjut
Program Studi Fisika






Disusun oleh :
Agus Faizal 1104927
Endriana 0902190
Iqbal Ali Mustofa 1103629
Kholidah 1103103
Maya Afrilia 1000160
Prasika Dharma Yoga 0905805


JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIK DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014






ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat-Nya kepada kita.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penyusun dapat menyusun makalah ini dengan judul Operator Rotasi untuk Partikel Spin 1/2
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisika Zat Padat Lanjut. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan dan mendukung yang terbaik.
2. Dosen mata kuliah Fisika Kuantum Lanjut yang telah membimbing selama penulisan makalah
ini.
3. Dosen Pembimbing akademik.
4. Teman teman dan pihak lain yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis sadar dalam penulisan makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya, oleh
karena itu penulis masih perlu bimbingan dosen mata kuliah serta teman-teman agar penulisan
yang akan datang lebih baik lagi.




Bandung, Maret 2014


Penulis






ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI .. ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah . 1
1.2 Rumusan Masalah ...2
1.3 Tujuan penulisan Makalah .. 2
1.4 Manfaat Penulisan Makalah ... 2
BAB II : ISI
2.1 Operator Rotasi dalam Ruang
2.1.1 Momentum Sudut Total ...3
2.1.2 Hamburan Operator Rotasi dalam Produk tensor.4
2.2 Keadaan Spin dari Rotasi
2.2.1 Perhitungan Eksplisit Operator Rotasi dalam
S
6

2.2.2 Operator dihubungkan dengan Rotasi dengan susut 2 .8
2.2.3 Hubungan antara Vektor Alamiah S dan Perilaku
...dari Keadaan Spin dalam Berotasi.. 9
2.3 Rotasi dari Dua Komponen Spinor ....11
BAB III : PENUTUP
Simpulan ..14

DAFTAR PUSTAKA









ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pada umumnya gerak yang terjadi di alam adalah gerak 3 dimensi sehingga kita
harus menerapkan pokok-pokok metode fisika kuantum dalam gerak 3 dimensi. Besaran
dinamis yag memegang peranan penting dalam analisis gerak dimensi adalah momentum
anguler ( momentum sudut ).
Secara umum partikel di alam ini dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu Fermion
dan Boson. Partikel-partikel tersebut mempunyai sifat yang disebut spin. Spin ini sangat
penting dan mendasar untuk menetapkan bagaimana elektron-elektron mengatur dirinya
didalam suatu atom atau partikel. Spin pada partikel sama sekali berbeda dengan spin pada
gasing yang berputar pada porosnya. Spin pada elektron hanya memiliki dua orientasi saja
yaitu "searah dengan medan magnet disebut spin atas/spin up " atau " tidak searah dengan
medan magnet disebut spin bawah/spin down".
Kelompok partikel pertama yaitu partikel fermion yaitu partikel yang berspin
setengah bilangan bulat ( setengah bilangan bulat yang dimaksud disini adalah 1/2 kali
bilangan ganjil, yaitu 1/2, 3/2, 5/2 dst ) mematuhi pada suatu aturan statistik yang disebut
statistik Fermi-Dirac. Wolfgang Pauli memadukan perumusan statistik fermi-dirac dengan spin
kemudian mendapatkan apa yang saat ini dikenal dengan Prinsip Eksklusi Pauli. Prinsip ini
menyatakan bahwa 2 partikel fermion yang serupa tidak dapat berada dalam keadaan (state)
yang sama. Artinya partikel-partikel tersebut tidak dapat memiliki posisi dan kecepatan yang
sama berdasarkan limit yang diberikan oleh prinsip ketidakpastian Heissenberg. Kelompok
partikel kedua yaitu Boson ( partikel berspin bulat 0, 1, 2, 3, 4, dst ) atau partikel pembawa
gaya. Partikel boson tunduk pada aturan statistik yang dinamakan statistik Bose-Einstein.
Boson tidak tunduk pada statistik Fermi-Dirac, sehingga boson bisa berkumpul dalam keadaan
yang sama secara beramai-ramai.







ii

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana menentukan momentum sudut total dari partikel berspin ?
2. Apa yang mempengaruhi keadaan spin dari suatu partikel ?
3. Bagaimana pernyataan eksplisit Rotasi dari dua komponen spinor ?

1.3 Tujuan penulisan makalah
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan :
1. Untuk dapat menentukan momentum sudut total dari partikel berspin .
2. Untuk mengetahui factor apa yang mempengaruhi keadaan spin dari suatu partikel .
3. Untuk mengetahui pernyataan eksplisit rotasi dari dua komponen spinor.

1.4 Manfaat penulisan makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan bagi Penulis maupun pembaca
yaitu :
1. Dapat menentukan momentum sudut total dari partikel berspin .
2. Dapat mengetahui factor yang mempegaruhi keadaan spin dari suatu partikel.
3. Dapat mengetahui pernyataan eksplisit rotasi dari dua komponen spinor.













ii

BAB II
ISI

2.1 Operator Rotasi dalam Ruang
2.1.1 Momentum Sudut Total
Partikel berspin ( Elektron ) dalam sebuah atom selalu memiliki dua momentum
sudut yaitu :
1. Momentum sudut orbital L tertentu.
2. Momentum sudut spin S tertentu.
Kedua momentum sudut ini memberikan sumbangan pada momentum sudut total J
dari atom tersebut . Setiap momentum sudut total J harus terkuantisasi yang besarnya :
J = ( ) 1 + J J ( 2.1 )
Dan besarnya momentum sudut dalam komponen z adalah:
J
z
= M
j
( 2.2 )
dengan M
j
merupakan bilangan kuantum yang mengatur J dan J
z
.
Elektron memiliki momentum sudut orbital L yang mencirikan gerak elektron
mengeliligi inti atom. Besar momentum sudut orbital untuk sebuah elektron atomik
sangat ditentukan oleh bilangan kuantum orbital .
L = ( ) 1 + ( 2.3 )
dengan l disebut bilangan kuantum orbital. Nilai bilangan kuantum orbital l adalah l = 0,
1, 2, 3, (n 1). Dan besarnya momentum sudut dlam komponen z adalah :
L
z
=

m ( 2.4 )
Selain memiliki momentum sudut orbital, elektron juga memiliki momentum
sudut Spin S yang berprilaku seolah-olah elektron berputar ( Spinning ) pada sumbuya.





ii

Momentum sudut spin juga mempunyai dua orientasi yang berbeda, yaitu orientasi yang
searah dengan medan magnet ( dapat disebut spin atas/up ) dan orientasi yang tidak
searah dengan medan magnet ( dapat dsebut spin bawah/down ). Tiap orientasi spin
elektron memiliki energi yang berbeda tipis sehingga terlihat sebagai garis spektrum yang
terpisah.
Besar momentum sudut spin untuk sebuah elektron atomik sangat ditentukan oleh
bilangan kuantum spin s
S = ( ) 1 + s s ( 2.5 )
Spin elektron diwakili oleh bilangan kuantum tersendiri yang disebut bilangan
kuantum magnetik spin (atau biasa disebut spin ). Nilai bilangan kuantum spin hanya
boleh satu dari dua nilai + atau . jika m
s
adalah bilangan kuantum spin, komponen
momentum sudut arah sumbu-z dituliskan sebagai
S
z
=
s
m ( 2.6 )
Dimana

Spin ke atas dinyatakan dengan m
s =


sedangkan Spin ke bawah dinyatakan dengan
m
s =


Karena L dan S merupakan vector, keduanya harus dijumlahkan secara vector,
sehingga menghasilkan momentum sudut total J dari suatu atomik sebagai berikut:
S L J + = ( 2.7 )
2.1.2 Hamburan Operator Rotasi dalam Produk tensor
Dalam keadaan ruang partikel, operator rotasi
( ) o
u
R
dihubungkan dengan rotasi
geometrik
( ) o
u
9
dengan sudut o
dalam vektor satuan u :





ii

( )
u J
h
i
u
e R
. o
o

=

( 2.8 )

Dimana J adalah momentum sudut total.
Momentum sudut orbital L hanya berada dalam
r

dan momentum sudut spin S
hanya berada dalam
s

(yang mana komponen L bersifat komut dengan komponen S),


kita dapat menulis
( ) o
u
R
dalam bentuk produk tensor, sebagai berikut:
( ) ) ( ) (
) ( ) (
o o o
u
S
u
r
u
R R R =
(2.9)

Dimana:
( )
u L
h
i
u
r
e R
.
) (
o
o

=
( 2.10 )

dan
( )
u S
h
i
u
s
e R
.
) (
o
o

=
( 2.11 )

Operator rotasi dihubungkan dengan
( ) o
u
9
masing- masing dalam
r

dan
s


Jika bentuk rotasi
( ) o
u
9
pada partikel spin dalam suatu keadaan
direpresentasikan oleh ket yang mana itu adalah produk tensor:
_ =



Dimana:
r
e
dan
s
_ e





ii

Maka keadaan sistem rotasi akan menjadi:
| | | | _ o o o ) ( ) ( ) ( '
) ( ) (
u
s
u
r
u
R R R = =
( 2.12 )

Oleh karena itu keadaan spin dari suatu partikel dipengaruhi oleh rotasi.
2.2 Keadaan Spin dari Rotasi
2.2.1 Perhitungan Eksplisit Operator Rotasi dalam
s
Telah kita ketahui bahwa
o
2

= S
( 2.13 )
dimana
o
menandakan suatu set dari ketiga matriks Pauli.
=
x
o

\
|
1
0

|
|
.
|
0
1
=
y
o

\
|
1
0

|
|
.
|
0
i
=
z
o

\
|
0
1

|
|
.
|
1
0


Kita substitusi persamaan (2.13) ke persamaan (2.11)
( )
u i u S
h
i
u
s
e e R
.
2
.
) (
o
o
o
o

= =
(2.14)

Persamaaan (2.14) dapat didefinisikan dalam fungsi eksponensial dengan menggunakan
uraian deret Maclaurin:
........
! 3 ! 2
1
3 2
+ + + + =
x x
x e
x
(2.15)
Sehingga persamaan (2.12) menjadi:

( ) ( ) ( ) ... .
2 !
... .
2 ! 2
1
.
2
1
2
) (
+ |
.
|

\
|
+ + |
.
|

\
|
+ =
n
n
u
s
u i
n
i
u
i
u
i
R o
o
o
o
o
o
o ( 2.16 )
Sekarang, kita gunakan identitas





ii

( )( ) ( )
( )( ) ( ) 1 0 . . .
. . .
2
= + = + =
+ =
u u u i u u u u
B A i B A B A
o o o
o o o

Yang mana
1 jika n = genap
( ) =
n
u . o
u . o jika n = ganjil
Jika kita memisahkan antara n yang genap dan n yang ganjil, maka dapat ditulis :
( )
( )
( )
( )
(
(

+ |
.
|

\
|
+ + |
.
|

\
|
= ...
2 ! 2
1
...
2 ! 2
1
1
2 2 p
p
u
s
p
R
o o
o

( )
( )
(
(

+ |
.
|

\
|
+

+ + |
.
|

\
|

+
...
2 ! 1 2
1
...
2 ! 3
1
2
.
1 2 3 p
p
p
u i
o o o
o (2.17)
Persamaan (2.17) dapat kita ubah ke dalam bentuk sinus dan cosines dengan
menggunakan deret Maclaurin. Dimana menurut deret Maclaurin
...
! 6 ! 4 ! 2
1 cos
6 4 2
+ + =
x x x
x
...
! 7 ! 5 ! 3
1 sin
7 5 3
+ + =
x x x
x
Kita substitusi uraian deret Maclaurin ini ke dalam persamaan (2.17)

Maka persamaan akhirnya menjadi:
( )
( ) o
u
s
R = u i .
2
cos o
o

2
sin
o
( 2.18)





ii

Bentuk operator
( )
( ) o
u
s
R ini (pers.13) dapat memudahkan kita dalam menghitung
keadaan spin.
Dengan menggunakan persamaan akhir ini kita dapat menulis dalam bentuk
matriks rotasi
( )
( ) o
2
1
u
R secara eksplisit dalam basis { } + , kita telah mengetahui
representasi operator matriks
y x
o o , dan
z
o . Kita mendapatkan

2
sin
2
cos
o o
z
iu ( )
2
sin
o
y x
u iu +
( )
( ) o
2
1
u
R = ( 2.19)
( )
2
sin
o
y x
u iu +
2
sin
2
cos
o o
z
iu
Dimana
y x
u u , dan
z
u adalah komponen kartesian dari vektor u.

2.2.2 Operator dihubungkan dengan Rotasi dengan sudut 2
Jika kita mengambil t 2 untuk sudut rotasi , yang bertepatan dengan rotasi
geometri Ru ( 2 ), apapun vektor u yang mungkin, dengan identitas rotasi. Namun jika
kita menetapkan bahwa = 2 dalam persamaan ( 2.18 ) kita dapat melihat :




( 2.20 )
Sedangkan untuk = 0






ii



( 2.21 )
Operator terkait dengan rotasi sudut 2 bukan operator identitas , tetapi minus
dari operatornya. Oleh karenanya dalam teori group hanya ada korespondensi local
diantara geometri rotasi dan rotasi operator dalam ruang keadaan orbital (
s
). Hal ini
disebabkan nilai setengah integral dari spin momentum sudut partikel yang kita
pertimbangkan. Faktanya, bahwa perubahan keadaan spin yang bergabung selama rotasi
melalui sudut 2 tidak menggangu, karena dua vektor keadaan yang berbeda hanya
dengan faktor fase global yang memiliki sifat fisis yang sama.Hal ini penting untuk
mempelajari cara di mana sebuah A berubah selama rotasi. Kita dapat melihat :
( 2.22 )
Hasil ini cukup memuaskan karena rotasi melalui 2 tidak dapat memodifikasi alat ukur
yang terkait dengan A. Akibatnya, spektrum A harus tetap sama seperti A.
2.2.3 Hubungan antara Vektor Alamiah S dan Perilaku dari Keadaan Spin dalam Berotasi
Kita anggap sebuah keadaan spin yang berubah yaitu , _ > . Pada keadaan ini harus
memiliki sudut u dan . Sehingga , _ > dapat ditulis :
) , + +) , = ) ,


2
sin
2
cos
2 / 2 /
u u
_
i i
e e ( 2.23 )
Kemudian , _ > muncul sebagai vektor eigen yang dihubungkan dengan nilai eigen
2
h
+ dari komponen S. v dari spin S di sekitar vektor satuan v ditetapkan berdasarkan
sudut ruang u dan . Kita sebut v yaitu hasil transformasi dari v dengan rotasi yang
menjadi anggapan. Selama S adalah vektor yang tampak, keadaan , _ > setelah berotasi





ii

harus menjadi vektor eigen dengan nilai eigen
2
h
+ dari komposen S. v dari S dengan
vektor satuan v
'
'
v v
R +) , ) , = ) , +) , = ) , _ _ _ ( 2.24)
Dengan v = R. v
v adalah vektor satuan e
z
dari sumbu O
z
dan v adalah vektor satuan yang berubah-
ubah dengan sudut ruang u dan . v didapat dari v = e
z
dengan rotasi melalui sudut u
disekitar vektor satuan u yang ditentukan oleh sudut ruang:
2
2
t

t
u
+ =
=
u
u

Kita dapat tunjukkan
'
) (
) (
v u
s
R +) , +) , u ( 2.25 )





Komponen koordinat kartesian dari vektor u yaitu
0
cos
sin
=
=
=
z
y
x
u
u
u


v=e
z
Z


u

v






ii

Jadi operator ) (
) (
u
u
s
R dapat ditulis dengan menggunakan persamaan
2
sin
2
cos ) (
) (
u
o
u
u u i R
u
s
=

2
sin ) (
2
1
2
cos
2
sin ) cos sin (
2
cos
u
o o
u
u
o o
u
i i
y x
e e
i

+
=
+ =
( 2.26 )
dengan :
y x
io o o =


kini kita ketahui bahwa
) , = +) ,
= +) ,

+
2
0
o
o

Hasil transformasi dari ket +) , dengan operator ) (
) (
u
u
s
R adalah
) , + +) , =
2
sin
2
cos ) (
) (
u u
u
i
u
s
e R ( 2.27 )
Kita kenal di dalam faktor fase ket +) ,
v
'
2 / ) (
) (
v
i
u
s
e R +) , = +) ,

u ( 2.28)
2.3 Rotasi dari Dua Komponen Spinor
Kita pelajari kelakuan partikel spin secara umum ketika berotasi. Maka kini kita dapat
bagi kedalam dua derajat kebebasan yaitu eksternal dan internal.
Anggap sebuah partikel spin yang keadaannya direpresentasikan dengan ket ) , dari
keadaan ruang

. ket ) , dapat direpresentasikan dengan spinor ,


memiliki komponen :





ii


Jika kita tunjukkan pengukuran rotasi yang berubah-ubah R dalam partikel, keadaannya akan
menjadi :


Dimana :


merupakan operator assosiasi dari dengan rotasi geometri R. Bagaimana dengan spinor?,
yang sesuai dengan keadaan

, didapat dari ?

bentuk pertanyaan ini dapat kita tulis komponen

dari :


Kita dapat menemukan komponen dari dengan memasukkan hubungan klosur relatif
kepada {

} antara R dan :

( 2.29 )
Karena vektor dari basis { } adalah hasil tensor, elemen matrik dari operator R dalam
basis ini dapat diubah lagi dengan cara


Kita tahu bahwa:
|


Akibatnya jika kita memasukkan :







ii

Persamaan dapat ditulis:


Ini merupakan eksplisit :
(

) (

)(

) ( 2.30 )
Kemudian kita dapat hasil :
Masing-masing komponen dari spinor baru di titik r merupakan kombinasi yang linier dari
dua komponen spinor awal evaluasi dari titik

. nilai dari titik koefisien kombinasi


linier adalah elemen matrik 2x2 yang merepresentasikan
(s)
R dalam { }
















ii

BAB III
SIMPULAN

Berdasarkan penjelasna diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebuah partikel berspin
memiliki orbital momentum sudut orbital L dan momentum sudut spin S. Sehingga
momentum sudut total J yang dimiliki partikel berspin ( Elektron ) yaitu merupakan
penjumlahan dari dua momentum sudut tersebut yaitu :

J = L + S
Dalam keadaan ruang partikel, operator rotasi
( ) o
u
R
dihubungkan dengan rotasi
geometrik
( ) o
u
9
dengan sudut
o
dalam vektor satuan u :
( )
u J
h
i
u
e R
. o
o

=
Dimana J adalah momentum sudut total. Maka keadaan sistem rotasi akan menjadi:
| | | | _ o o o ) ( ) ( ) ( '
) ( ) (
u
s
u
r
u
R R R = =

Sehingga keadaan spin dari suatu partikel dipengaruhi oleh rotasi.
Pernyataan Eksplisit rotasi dari dua spinor yaitu
(

) (

)(

)
Masing-masing komponen dari spinor baru di titik r merupakan kombinasi yang linier dari
dua komponen spinor awal evaluasi dari titik

. nilai dari titik koefisien kombinasi


linier adalah elemen matrik 2x2 yang merepresentasikan
(s)
R dalam { }







ii

DAFTAR PUSTAKA
Aktifisika. 2009. Model Atom Mekanika Kuantum. ( http :// Model Atom Mekanika
Kuantum _ AktiFisika.htm )
Antoni. 2011. Inti Nuklir ( http:// prinsip-eksklusi-pauli.html )
Erdiansyah. 2014. Anguler Momentum. ( http://66927698-Angular-Momentum.htm )
Psi, Phi. 2013. Laser. ( http :// LASER #5.htm )
Putri, Nadya. 2011. Momentum Linear dan Anguler. ( http:// momentum-linier-dan-
anguler.html )
Tannoudji, Cohen. Quantum Mechanic. pdf

Anda mungkin juga menyukai