Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam tindakan yang dilakukan oleh seorang tenaga medis atau dokter
gigi harus sesuai dengan prosedur dan langkah langkah yang klinis ,
khususnya dalam pencabutan gigi, pasien yang belum tahu akan memberi
argumen atau pendapat sendiri, tindakan yang sesuai prosedur adalah suatu
kunci utama pada kesehatan atau kenyamanan pasien karena jika seorang
pasien sudah merasa nyaman dengan dokter maka akan terjadi suatu jalinan
saling percaya antara dokter dengan pasien hal ini harus di junjung tinggi dan
benar benar di perhatikan oleh dokter gigi. Sebagai seorang tenaga medis yang
ahli atau dokter gigi seorang pasien harus dan berhak mendapatkan penjelasan
secara lengkap tentang tindakan medis. ( Buku UU Praktik Kedokteran Edisi
2008)
1.2 Rumusan masalah
Apakah Pencabutan gigi rahang atas menyebabkan kebutaan mata?
1.3 Tujuan penulisan
1. Mahasiswa mengetahui efek dari pencabutan gigi.
2. Memberi ketrampilan pembelajaran secara sistematis berdasar sumber
yang valid serta penelitian terkini.
3. Mampu mengelola informasi secara kritis dan ilmiah.

2


1.4 Manfaat Penulisan
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan peserta didik mampu mengelola
dan memahami materi dengan berdasar sumber yang valid dan penelitian
terkini.
1.5 Hipotesis
Pencabutan gigi rahang atas tidak menyebabkan kebutaan jika dilakukan
oleh tenaga medis atau dokter gigi yang sesuai prosedur.
















3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Rahang Atas
Rahang atas atau biasa di sebut maxilla adalah salah satu pasangan alat
mulut yang berfungsi membantu mandibula pada arthropoda, jadi gigi
rahang atas adalah gigi yang terletak di bagian rahang atas atau bagian
maxilla (Iskandar:2008)
2.2 Pencabutan gigi
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari tulang
alveolus dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan
lagi. Banyak aspek yang penting sebelum melakukan pencabutan gigi , yaitu
(Geoffrey L.howe:2005)
1. Aspek Etiologis
Pencabutan gigi harus jelas memperhtikan penyebab utama
kondisi gigi yang tidak dapat dipertahankan tersebut.
2. Aspek Psikologis
Dalam hal ini dokter gigi harus mengetahui psikologis atau
kriteria yang dimiliki oleh seorang pasien tersebut.
Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi
utuh, atau akar gigi, dengan trauma minimal sehingga bekas pencabutan
gigi dapat sembuh tanpa adanya perawatan lagi. (Geoffrey L.howe:2005)

4

2.2.1 Indikasi Pencabutan Gigi
1. Gigi karies dan tidak dapat diselamatkan dengan perawatan
apapun.
2. Pulpitis atau gigi dengan pulpa non-vital yang harus dicabut
3. Periodontitis apical, gigi posterior non-vital dengan penyakit
periapikal sering harus dilakukan pencabutan.
4. Penyakit periodontal. Sebagai panduan, kehilangan setengah
dari kedalaman tulang alveolar yang normal atau ekstensi poket
ke bifurkasi akar gigi bagian posterior atau mobilitas yang
jelas berarti pencabutan gigi tidak bisa dihindari lagi.
5. Gigi pecah atau patah dimana garis pecah setengah mahkota
dari akar.
6. Pecah, jika garis gigi pecah mungkin harus dilakukan
pencabutan untuk mencegah infeksi tulang.
7. Untuk perawatan ortodonsi.
8. Supernumerary teeth.
9 Gigi yang merusak jaringan lunak, jika pengobatan atau terapi
lainnya Tidak mecegah trauma atau kerusakan.
10.Gigi impaksi dan gigi non erupsi (tidak semua gigi impaksi dan
non erupsi dicabut) posisi normal. (Parulian;2012)




5

2.2.2 Kontraindikasi Pencabutan Gigi
1. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.
2. Pendarahan yang tidak diinginkan.
3. Alergi pada anastesi lokal.
4. Hipertensi jika pendarahan tidak terkontrol.
5. Diabetes yang tidak terkontrol sangat mempengaruhi
penyembuhan luka.
6. Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahnkan dengan perawatan
konservasi, endodontic dan sebagainya.( (Parulian;2012)
2.3 Anestasi
Anestesi atau pembiusan adalah pengurangan atau penghilangan sensasi
untuk sementara, sehingga operasi atau prosedur lain yang memberikan efek
sakit pada pasien. Ada dua jenis anestesi. (Kamus Kesehatan:2010)
2.3.1 Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau
prosedur ketika pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia,
melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesi umum memungkinkan
pasien untuk menoleransi prosedur bedah yang dalam kondisi
normal akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan, berisiko
eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan
yang tidak menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan
agen intravena (injeksi) atau inhalasi, meskipun injeksi lebih
cepat yaitu memberikan hasil yang diinginkan dalam waktu 10
hingga 20 detik. Kombinasi dari agen anestesi yang digunakan
6

untuk anestesi umum membuat pasien tidak merespon
rangsangan yang menyakitkan, tidak dapat mengingat apa yang
terjadi (amnesia), tidak dapat mempertahankan proteksi jalan
napas yang memadai dan atau pernapasan spontan sebagai
akibat dari kelumpuhan otot dan perubahan kardiovaskuler.
(Kamus Kesehatan:2010)
2.3.2 Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau
mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Hal ini
memungkinkan pasien untuk menjalani prosedur pembedahan
dan gigi tanpa rasa sakit yang mengganggu. Ada kalangan medis
yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di
bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Mereka
menggunakan istilah anestesi regional untuk pembiusan bagian
yang lebih besar dari tubuh seperti kaki atau lengan. Namun,
banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa
pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum.(Kamus
Kesehatan:2010)
2.4 Kebutaan mata
Kebutaan mata menurut World Health Organization (WHO:2013)
adalah ketidak mampuan mata untuk melihat dalam jarak 3 meter atau kurang.
Pengertian kebutaan mata adalah suatu jenis penyakit yang menyerang mata
7

dan menyebabkan seorang tidak dapat melihat. Ada beberapa Faktor
kebutaan mata :
1. Adanya penyakit sistematik.
2. Penyakit turunan.
3. Tidak bekerjanya syaraf sebagai mana mestinya.
2.5 Keterkaitan Pencabutan gigi dengan Kebutaan Mata
Setelah injeksi anestesi, atau sebelum melakukan pencabutan gigi
komplikasi yang berhubungan dengan saraf selain trauma langsung dapat timbul .
Misalnya proses pasif difusi anestesi melalui orbit pada akhirnya dapat
mengakibatkan gejala okular pada mata, termasuk kelumpuhan otot-otot
ekstraokular, dengan diplopia terkait (penglihatan ganda) dan bahkan amaurosis
(kebutaan sementara). Selain itu kurangnya pemahaman atau detail anatomi saraf
pada gigi oleh seorang tenaga ahli medis dapat merugikan pasien, tindakan
anastesi sebelum melakukan rencana perawatan atau tindakan klinis yang lain
dalam injeksi harus benar benar tepat pada saraf yang akan dituju, Seperti halnya
yang dilakukan oleh seorang dokter gigi dalam ektraksi, dokter gigi melakukan
anastesi atau injeksi di saraf daerah mata , jika pemberian injeksi tidak tepat ke
saraf yang dituju atau bisa ke saraf lain yang berhubungan dengan mata maka
besar kemungkinan akan terjadi kebutaan mata, namun kebutaan mata yang
dimaksud adalah kebutaan mata sementara. (Nabieh Rahmat :2014)




8

2.6 Prosedur Pencabutan Gigi
Gigi yang erupsi bisa di ektraksi dengan salah satu tehnik yaitu tehnik
terbuka atau tertutup. Tehnik yang benar seharusnya menghasilkan ektraksi
yang atraumatik ada 3 syarat utama prosedur pencabutan yakni ;
1. Akses dan visualisasi pada daerah yang akan di ektraksi
2. Jalur yang tidak terhalang untuk mengektraksi gigi
3. Penggunaan gigi tenaga terkontrol
Langkah umum pada prosedur ektraksi tertutup :
1. Melonggarkan perlekatan jaringan lunak gigi
2. Luksasi gigi menggunakan elevator
3. Adaptasi forceps terhadap gigi
4. Luksasi gigi dengan forceps
5. Pencabutan gigi pada socketnya
Selain itu pencabutan gigi juga harus memiliki instrument yang di desain
khusus sesuai bentuk gigi . jika ektraksi gigi sesuai prosedur dan langkah
klinis maka akan meminimalisir kesalahan atau kekeliruan tindakan pada
pasien (Arina Hidayati;2009)
2.7 Saraf Kranial
Saraf kranial adalah salah satu dari 12 saraf berpasangan yang muncul
dari permukaan bawah otak yang bersisian melewati bukaan di tengkorak ke
periferi tubuh. Saraf tersebut adalah
1. Saraf Olfaktori berfungsi menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau.
9

2. Saraf Optik berfungsi menerima rangsang dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual.
3. Saraf Okulomotor berfungsi menggerakkan sebagian besar otot mata.
4. Saraf Troklearis berfungsi menggerakkan beberapa otot mata.
5. Saraf Trigeminus berfungsi menerima rangsangan dari wajah untuk
diproses di otak sebagai sentuhan dan menggerakkan rahang.
6. Saraf Abdusen berfungsi Abduksi mata.
7. Saraf Fasialis berfungsi menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa dan mengendalikan otot wajah
untuk menciptakan ekspresi wajah.
8. Saraf Vestibulokoklearis berfungsi sebagai sistem vestibular
mengendalikan keseimbangan sensori koklea dan menerima rangsang
untuk diproses di otak sebagai suara.
9. Saraf Glosofaringeus berfungsi menerima rangsang dari bagian posterior
lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa.
10. Saraf Vagus berfungsi menerima rangsang dari organ dalam.
11. Saraf Aksesorius berfungsi mengendalikan pergerakan kepala.
12. Saraf Hipoglossus berfungsi mengendalikan pergerakan lidah.
(Dian Husada;2010)
2.8 Saraf Pada Mata
1. Saraf Optik adalah salaf sesnsori yang berfungsi untuk menerima rangsang
dari mata dan menghantarkanya ke otak untuk di proses sebagai persepsi
visual.
10

2. Okulomutor adalah saraf motorik yang berfungsi menggerakkan
sebagaian otot mata.
3. Saraf Troklearis adalah saraf motorik yang mempunyai fungsi
menggerakkan beberapa otot pada mata.(Hardianto:2009)
2.9 Saraf Pada Gigi
1. Saraf-saraf yang terletak di gigi-gigi rahang atas, mucosa dan sekitarnya:
N. Maxillaris :N. Alveolaris superior
N. Palatinus : N. Spheno palatines
N. Palatinus majus
2. Saraf-saraf yang terletak di gigi-gigi rahang bahwa mucosa dan gingival
sekitarnya :
N. Mandibularis : N. alveolaris inferior
N. lingualis
N. Bucalis
(Mahar, M. dan Priguna S. 2008)












11

BAB III
CONCEPTUAL MAPPING























Pasien
Pendapat Masyarakat
Masalah Gigi Pasien
Pencabutan
Prosedur Pencabutan
Mengalami
Kebutaan
Sesuai Prosedur
Pencabutan
Menyebabkan
Kebutaan
Tidak Sesuai
Prosedur
Pencabutan

12

BAB IV
PEMBAHASAN


Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan
dengan tang, elevator, atau pendekatan transavolar. Pencabutan bersifat
irreversible atau menimbulkan komplikasi (Padlar ; 2006)

Gambar di atas merupakan ilustrasi persarafan kranio fasial oleh Nervus
Trigerminus. Nervus Trigerminus memiliki 3 cabang saraf, yaitu:
1. Nervus Ophtalmicus (V1); menginervasi daerah sekitar mata
2. Nervus Maxillaris (V2); menginervasi gigi- geligi rahang atas dan jaringan
sekitarnya
3. Nervus Mandibularis (V3); menginervasi gigi-geligi rahang bawah dan jaringan
sekitarnya.
Walaupun berasal dari induk saraf yang sama, kerusakan pada salah satu
cabang saraf tidak mempengaruhi fungsi cabang saraf yang lain karena daerah
13

yang diinervasi pun berbeda. Lain halnya dengan kasus parestesi pada tindakan
odontektomi (pencabutan gigi yang impaksi), di mana trauma pada cabang saraf
V3 dapat menyebabkan rasa kebas atau mati rasa (Yessi Margaretha : 2013)
Gigi-geligi rahang atas pun merupakan kesatuan dengan seluruh struktur
tengah wajah dan tengkorak. Tindakan pencabutan gigi dapat menimbulkan
tekanan yang dapat dirasakan seluruh bagian wajah dan kepala, yang berlanjut
menjadi stress. Kebanyakan pasien merasakan stress selama prosedur
pencabutan gigi, sehingga sangat mungkin tekanan darah mereka pun ikut naik
dan menyebabkan terjadinya retinal tear dan perdarahan pada cairan di dalam
bola mata . Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan informasi sebenar-
benarnya kepada dokter gigi yang merawat akan riwayat kesehatan Anda.
(Universitas Indonesia;2011)









BAB V
Penutup

14

5.1 Kesimpulan
Bahwasanya pencabutan gigi rahang atas atau gigi yang terdapat pada
maxilla tidak menimbulkan atau tidak menyebabkan kebutaan mata karena syaraf
yang meng inverse sudah berbeda. Pencabutan gigi bisa menyebabkan kebutaan
jika pencabutan atau ektraksi gigi tidak sesuai dengan prosedur.
5.2 Saran
1. Mahasiswa calon dokter gigi sebaiknya untuk mengaplikasikan hal hal
atau memberikan penjelesan terhadap pasien .
2. Mahasiswa calon dokter gigi sebaiknya melakukan tindakan sesuai
prosedur klinik.
3. Mahasiswa calon dokter gigi sebaiknya tahu secara mendalam anatomi
gigi maupun anatomi fasial yang berkaitan dengan syaraf syaraf.









DAFTAR PUSTAKA


15

Geoffrey L.howe.2005.Pencabutan Gigi Geligi. Harvard Educational Review,
Hakshaw,. www.medsci.org . 2005. 30 September 2014. Jam 23.05.
Padlar.2006.Pencabutan gigi rahang ata. swww.dentishmolary.com.2006.
30 September 2014.Jam 23.50
Yessi Margaretha .2013..Persarafan kranio fasial. www.bloggigi.com. 2013.
30 September 2014.Jam 23.50
Universitas Indonesia;2011.literatur ekstraksi gigi.www.doktersehat.com.2011.
1 oktober 2014.Jam 00.20
Fokusmedia dkk,. 2008. Buku Undang Undang Praktik Kedokteran ,Edisi 2008
. Bandumg :Fokusmedia.
Iskandar, P.2008. kesehehatan mulut Jember: Universitas Negri Jember.
Arina Hidayati.2009.Teknik ektraksi gigi permanen.www.scrib.com.2009.
1 oktober 2014 jam 20.30
Kamus Kesehatan.2010.Anatomi Tubuh Manusia.www.kamuskesehatan.com
8 oktober 2014 jam 23.30
Mahar, M. dan Priguna S. Neurologi Klinis Dasar . Dian Rakyat . Jakarta . 2008
Parulian.2012.indikasi dan kiontra indikasi pemberian anestesi. www.scribd.com
8 oktober 2014 jam 23.33
Dian Husada.2010.saraf facial. www.scribd.com .8 oktober 2014 jam 23.35
Nabieh Rahmat.2014.keterkaitan pencabutan gigi dengan penyakit lain.
www.scribd.com .8 oktober 2014 jam 23.40

Anda mungkin juga menyukai