Anda di halaman 1dari 1

Mikroalga memiliki berbagai keunggulan diantaranya dapat dipanen dalam waktu yang

singkat, budidaya yang mudah dan ramah lingkungan. Peneliti dari University of California
Museum of Paleontology (2006) membagi mikroalga menjadi empat kelompok berdasarkan
pigmen yang dimilikinya yakni jenis Chlorophyceae (alga hijau air tawar), Phaeophytae (alga
coklat), Rhodophytae (alga merah), dan Chrysophytae (alga emas). Namun demikian alga
yang banyak mendominasi adalah alga hijau.
Mikroalga memperoleh makanannya dengan mengikat CO2 dan melakukan fotosintesis.
Hasil fotosintesis ini dikonversi menjadi energi dan berbagai bahan kimia. Mikroalga laut
biasanya dimanfaatkan sebagai komponen dasar produk kimia dalam industri makanan dan
farmasi, serta menjadi biomarker untuk mengidentifikasi komponen organik dalam sedimen
laut. Selain hal diatas, mikroalga berpotensi menjadi bahan baku pembuatan biodiesel dari
kandungan lipid yang dihasilkannya.
Kandungan mikroalga yang dapat digunakan untuk biofuel adalah lipid dan asam lemak,
khususnya polyunsaturated fatty acid (PUFA) dengan empat atau lebih ikatan ganda (double
bonds) dan fatty acid methyl ester (FAME) (Belarbi et al., 2000 dalam Prabowo 2009).
Komponen yang diekstrak dari mikroalga untuk bahan biofuel adalah molekul trigliserida
atau lebih dikenal sebagai triasilgliserol (triacylglycerol/TAG) yaitu gliserol yang
teresterifikasi dengan tiga asam lemak. Trigliserida dicirikan oleh tiga karbon alkohol
(gliserol) dan tiga rantai 18 karbon atau 16 karbon asam lemak. Rantai karbon tersebut adalah
asam linoleat, asam stearat, dan asam oleat.
Proses selanjutnya adalah analisis komposisi asam lemak dari mikroalga. Pada proses ini
asam lemak yang menjadi perhatian adalah asam lemak jenis C16:0 dan C18:0. Kedua
komposisi asam lemak inilah yang akan berpengaruh pada daya bakar (bilangan setana) suatu
bahan bakar (Patmawati 2013). Selain itu, asam lemak ini memiliki karakteristik yang hampir

Anda mungkin juga menyukai