Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik
1.2 Kapasitas Rancangan
Dalam menentukan kapasitas rancangan suatu pabrik yang akan didirikan harus
memperhatikan beberapa hal, seperti kapasitas minimum pabrik sejenis, kebutuhan
produk dalam negeri, serta ketersediaan bahan baku. Di Indonesia terdapat enam pabrik
pupuk yang sudah berdiri dengan kapasitasnya masing-masing. Kapasitas minimum
pabrik yang sudah ada adalah PT. Pupuk Sriwidjaja III yang didirikan pada tahun 1976
dengan kapasitas 270.000 ton/tahun.
1.2.1 Prediksi Kebutuhan Urea dan Produksi Urea di dalam Negeri
Kebutuhan pasar bisa dilihat dari besarnya import dan eksport. Kapasitas pabrik
yang dibuat harus menyesuaikan kebutuhan pasar dari produk yang akan dihasilkan.
Tabel 2 di bawah ini menggambarkan nilai eksport pupuk urea di Indonesia.
Tabel 2. Nilai Eksport Urea di Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai eksport urea pada tahun 2005-2013. Pabrik
dirancang untuk didirikan pada tahun 2017, sehingga dapat diperkirakan kebutuhan
eksport dengan menggunakan persamaan regresi linier.
Tahun Eksport
2009 504191,599
2010 889264,01
2011 778318,703
2012 1098417,91
2013 1431888,302

Jika pabrik dirancang untuk dibangun pada tahun 2017, maka nilai eksportnya menjadi
2179191800 kg/tahun.
Tabel 3. Nilai Import Urea di Indonesia
Tahun Import
2009 28689,574
2010 39072,441
2011 53992,366
2012 145240,653
2013 64744,925
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai import urea pada tahun 2009-2013. Pabrik
dirancang untuk didirikan pada tahun 2017, sehingga dapat diperkirakan kebutuhan
import dengan menggunakan persamaan regresi linier.
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
2
0
0
9
2
0
1
0
2
0
1
1
2
0
1
2
2
0
1
3
2
0
1
4
2
0
1
5
2
0
1
6
2
0
1
7
2
0
1
8
Grafik 1.1 Eksport Urea per Tahun
Eksport
Linear (Eksport)

Jika pabrik dirancang untuk dibangun pada tahun 2017, maka nilai importnya menjadi
173315343,8 kg/tahun
1.2.2 Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan urea adalah ammonia
cair dan gas karbon dioksida. Penentuan kapasitas berdasarkan ketersediaan bahan baku
dari bahan yang akan dibuat. Ammonia diproduksi oleh beberapa pabrik diantaranya
PT. Pupuk Sriwidjaja, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Kalimantan Timur, PT. Pupuk
Kujang, dan PT. Pupuk Iskandar Muda. Pada tabel 4 di bawah ini dapat dilihat
kapasitas produksi ammonia dari beberapa pabrik sebagai bahan baku pembuatan urea.
Tabel 4. Kapasitas Produksi Ammonia
No. Perusahaan Kapasitas Produksi
1 PT. Pupuk Sriwidjaja 1.499.500
2 PT. Petrokimia Gresik 445.000
3 PT. Pupuk Kalimantan Timur 1.850.000
4 PT. Pupuk Kujang 660.000
5 PT. Pupuk Iskandar Muda 782.000
Sumber: Pupuk Indonesia Holding Company, 2013
Selain ammonia, dalam pembuatan urea dibutuhkan pula karbon dioksida. Karbon
dioksida diperoleh dari PT. Samator Gas yang memproduksi karbon dioksida sebanyak
64.000 ton.
0
50000
100000
150000
200000
250000
2
0
0
9
2
0
1
0
2
0
1
1
2
0
1
2
2
0
1
3
2
0
1
4
2
0
1
5
2
0
1
6
2
0
1
7
2
0
1
8
Grafik 1.2 Import Urea per Tahun
Import
Linear (Import)

1.2.3 Kapasitas Minimum
Pemilihan kapasitas ditentukan dari kapasitas minimum pabrik yang sudah ada
dan beroperasi secara ekonomis. Di Indonesia terdapat enam pabrik pupuk urea yang
masih beroperasi yaitu PT. Pupuk Sriwidjaja, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk
Kalimantan Timur, PT. Pupuk Kujang, PT. Pupuk Iskandar Muda, dan PT. ASEAN
Aceh Fertilizer. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan kapasitas per tahun dari masing-
masing pabrik urea yang ada di Indonesia.
Tabel 1. Kapasitas Produksi Pabrik Pupuk Nasional
No. Perusahaan KAP (Ton/Th) Operasi Umur
1 PT. Pupuk Sriwidjaja
Pusri II 552.000 1974 30
Pusri III 270.000 1976 28
Pusri IV 570.000 1977 27
Pusri 1B 570.000 1994 10
Sub Total (1) 2.262.000
2 PT. Petrokimia Gresik 462.000 1995 9
3 PT. Pupuk Kalimantan Timur
Kaltim 1 700.000 1984 20
Kaltim 2 570.000 1984 20
Kaltim 3 570.000 1989 15
Kaltim 4 570.000 2002 2
POPKA 570.000 1999 5
Sub Total (3) 2.980.000
4 PT. Pupuk Kujang
Kujang 1A 587.000 1987 25
Kujang 1B 570.000 2005 9
Sub Total (4) 1.157.000
5 PT. Pupuk Iskandar Muda
PIM 1 627.000 1984 19
PIM 2 570.000 2004 10
Sub Total (5) 1.197.000
6 PT. ASEAN Aceh Fertilizer 627.000 1983 20
TOTAL 8.685.000
Sumber: Media Industri dan Perdagangan, 2004
Berdasarikan pertimbangan diatas pabrik urea yang akan didirikan pada tahun 2017
dirancang dengan kapasitas sebesar 700.000 ton/tahun. Kapasitas tersebut diharapkan dapat
memenuhi:
1. Kebutuhan pupuk urea dalam negeri pada tahun 2017 yang diperkirakan sebesar
173315343,8 kg/tahun dan sisanya diproyeksikan untuk kebutuhan eksport.
2. Meningkatkan nilai ekonomi karena mampu memenuhi 25% kebutuhan eksport pada
tahun 2017 yang diperkirakan seluruhnya sebesar 2179191800 kg/tahun.

1.3 Pemilihan Lokasi Pabrik
1.4 Tinjauan Pustaka
Urea pertama kali ditemukan oleh Rouelle pada tahun 1773 dan pertama kali dihasilkan
dari ammonia dan asam sianida oleh Woehler pada tahun 1828. Urea adalah produk organik
pertama yang berasal dari komponen anorganik. Pada tahun 1878 urea diproduksi dengan
memanaskan ammonium karbamat dalam tabung tertutup. Namun pada saat ini pembuatan
urea pada umumnya menggunakan proses dehidrasi yang ditemukan oleh Bassarow pada
tahun 1870.
1.4.1 Macam-macam Proses
1. Solution Recycle Process
NH
3
dan gas CO
2
direcovery dari campuran keluaran reaktor pada beberapa tekanan.
Kemudian pada bagian dekomposisi diserap oleh air dan direcycle kembali ke reaktor sebagai
larutan ammonium dalam bentuk ammonium karbamat. Plant ini menyediakan sendiri bagian
neutralizer. Sebagian besar dari peroduksi urea di dunia didasarkan pada tipe proses ini.
2. Mitsui Toatsu Total Recycle C-Improved Process
Reaktor dioperasikan pada 25 Mpa atau 246 atm dan 195
o
C dengan rasio mol NH
3
:
CO
2
adalah 4:1. Konversi dari karbamat menjadi urea tinggi yaitu sekitar 67-70%. Karbamat
yang tidak terkonversi dan ammonia berlebih direcovery dari keluaran reaktor dalam bentuk
gas dialirkan ke dalam High Pressure Decomposer pada tekanan 17 Mpa dan suhu 155
o
C
kemudian dialirkan ke Low Pressure Decomposer pada tekanan 300 kPa dan suhu 130
o
C.
Gas dengan tekanan rendah dikondensasikan di Low Pressure Absorber sedangkan
cairannya dipompa ke High Pressure Absorber untuk mengabsorbsi gas dari High Pressure
Decomposer. Ammonia berlebih yang tidak terserap oleh High Pressure Absorber
dikondensasikan di Ammonia Condenser dan direcycle kembali ke reaktor. Urea yang
diperoleh dari Low Pressure Absorber mengandung 72-74%w kemudian dikristalisasi
dengan keadaan vakum. Produk kristal disentrifuge, dicuci, dikeringkan, dan didistribusikan
ke bagian atas dari prilling tower untuk dilelehkan kembali. Lelehan produk urea ini dibagi
ke beberapa droplet oleh spray system sehingga membentuk kristal-kristal urea dengan
kandungan kurang dari 0,5%w biuret. Pembentukan kristal urea didasarkan pada kontak antar
fasa dimana lelehan urea yang disemprotkan oleh spray system kontak dengan udara yang
berasal dari bagian bawah prilling tower yang dihisap oleh fan yang berada di puncak prilling
tower. Kontak tersebut berlangsung secara counter current yang menyebabkan terbentuknya
kristal-kristal urea.
Panas direcovery melalui sirkulasi kondensat panas yang digunakan untuk
mengkondensasikan gas dari High Pressure Decomposer dalam High Pressure Absorber,
selain itu juga digunakan untuk proses endotermis pada vacum crystalizer.
Reaktor dilapisi dengan titanium sebagai pelindung mencegah korosi. Selain itu alat-
alat lain dibuat dari bahan stainless steel karena tekanan dan temperatur yang tinggi. Steam
yang digunakan sebesar 0,9 ton/ton produk urea. Plant urea dengan kapasitas yang lebih dari
1800 ton/hari menggunakan proses ini.
3. Montedison Urea Process
Reaktor dioperasikan pada 20-22 Mpa atau 197-217 atm dengan perbandingan mol NH
3

dan CO
2
sebesar 3,5 : 1. Konversi karbamat menjadi urea lebih dari 60% yaitu sekitar 62-
63%. Keluaran reaktor tekanannya dikurangi menjadi 7,5 MPa dan steam dipanaskan untuk
merecovery NH
3
dan CO
2
yang tidak terkonversi pada produk urea. Ammonia sisa dan gas
CO
2
direcovery ke dalam dua bagian dekomposer dengan perbedaan tekanan yang
dioperasikan pada 1,2 MPa (12 atm) dan 200 KPa (2 atm).
Larutan urea 75%w dari karbamat dekomposer ketiga ditingkatkan konsentrasinya
menjadi 99,5%w menggunakan dua stage vacuum evaporator system yang dioperasikan pada
29 KPa (0,29 atm) dan 3,4 KPa (0,034 atm). Gas dari karbamat dekomposer ketiga
dikondensasikan pada cooling water dan dipompakan ke absorber untuk mengabsorbsi gas
dari karbamat dekomposer kedua. Larutan karbamat dari absorber dipompakan ke dalam
absorber pertama untuk mengabsorbsi karbamat dari karbamat dekomposer pertama. Panas
eksotermis yang dihasilkan dari pembentukan karbamat digunakan untuk memproduksi steam
bertekanan rendah pada absorber dengan tekan 300 KPa (3 atm) untuk menunjang kebutuhan
plant.
Keluaran reaktor distripper dengan menggunakan gas NH
3
dan gas CO
2
, tekanan
operasinya sebesar 18-21 MPa (180-210 atm).
4. UTI Heat Recycle Process
Pada pertengahan tahun 1970an, diperoleh cairan recycle karbamat baru yang diterima
oleh indusrti. Hal ini mendasarkan sebuah konsep baru:
a. sebuah reaktor isotermal dilengkapi dengan internal coil dengan sistem buka tutup untuk
mentrasfer panas secara counter current dari proses eksotermis pada pembentukan karbamat
ke proses endotermis pada pembentukan urea. Hal tersebut dapat meningkatkan konversi
reaktor.
b. dengan adanya fresh makeup umpan CO
2
, secara stoikiometri diperlukan untuk
memproduksi urea, 40-50% diinjeksikan ke dalam seksi carbamat decomposition pada
tekanan 2,4 MPa atau (24 atm) untuk merecovery panas dan recycle.
c. lebih dari 70% panas eksotermis pada pembentukan karbamat di tekanan medium sistem
absorbsi ditukar dengan arus yang lebih dingin sehingga mengurangi konsumsi steam yang
hanya digunakan pada dekomposer pertama.
Reaktor dioperasikan pada tekanan 20 MPa (200 atm) dan mol rasio NH3 : CO2 adalah
4,1 : 1. Konversi karbamat menjadi urea sebesar 72-74%. Ammonia berlebih dipisahkan dari
keluaran reaktor dengan mengurangi tekanan menjadi 2,2 MPa (22 atm). Produk gas
dipreheater pada predecomposer sebelum dekomposer pertama, 30% dari panas diperlukan
untuk mendekomposisi karbamat yang tidak terkonversi yang disupply ke dalam
predecomposer pertama oleh kondensasi dari gas campuran dekomposer pertama.
Tekanan dari larutan urea pada dekomposer pertama dikurangi menjadi 200 KPa (2
atm) dan dipanaskan pada dekomposer kedua untuk merecovery sisa NH
3
dan CO
2
dari
larutan urea. Panas diperlukan pada dekomposer kedua dan pada konsentrator urea yang
diperoleh dari dekomposer pertama. Urea konsentrator dioperasikan pada keadaan vakum
untuk memproduksi 86-88% urea. Gas dari dekomposer pertama dan kedua dikondensasi dan
direcycle.
5. Stripping
a. Stamicarbon CO
2
Stripping Process
Pada proses stamicarbon CO
2
stripping reaktor karbamat dekomposer (stripping) dan
karbamat kondenser masing-masing dioperasikan pada tekanan 14 MPa. Proses stripping
merupakan salah satu proses yang dikembangkan dalam pembuatan urea secara komersial.
Stamicarbon CO
2
dengan stripping process menggunakan CO
2
sebagai umpan dalam kolom
stripping untuk memisahkan urea dan komponen lain. Ammonia sebagai bahan baku
dialirkan ke reaktor yang dioperasikan pada tekanan 140 atm dan suhu 190
o
C dengan
perbandingan mol NH
3
dan CO
2
adalah 2,8 : 1.
Liquid outlet dari reaktor distripping dengan gas CO
2
yang bertujuan untuk
menurunkan tekanan parsial gas ammonia sehingga terjadi perubahan kesetimbangan dimana
ammonia fasa liquid akan berubah menjadi gas, sedangkan gas CO
2
yang terlarut dalam
ammonia liquid dalam bentuk ammonium karbamat akan ikut keluar menjadi fasa gas. Liquid
outlet di bottom stripper yang mengandung urea sebesar 63% diturunkan tekanannya dan
dipanaskan kemudian dikirim ke dekomposer yang selanjutnya dipekatkan dalam vacum
konsentrator. Urea yang diperoleh mempunyai kadar 99,8%. Gas NH
3
dan CO
2
yang keluar
dari bagian atas stripper masuk ke kondensor yang dioperasikan pada tekanan yang sama
dengan reaktor untuk dikondensasikan lalu dipompakan kembali ke reaktor sebagai arus
recycle.
Reaktor berisi tray untuk proses pencampuran yang baik dari NH3 cair, karbamat cair
dari arus recycle Low Pressure Absorber dan campuran gas cair dari High Pressure
Condensor. Bagian atas dari reaktor menghasilkan gas untuk memisahkan komponen yang
tidak terkondensasi dari produk urea cair. Komponen tidak terkondensasi seperti udara
passivating discrub oleh larutan karbamat dari Low Pressure Absorber dan dibuang melalui
saluran pembuangan. Cairan dari saluran pembuangan ini diumpankan ke karbamat
kondensor melalui ejector yang dioperasikan pada tekanan tinggi. Produk urea cair overflow
masuk ke downpipe dan diumpankan ke bagian atas High Pressure Stripper.
Gas CO2 berlebih dalam bentuk karbamat didekomposisi menjadi NH
3
dan CO
2
dan
dipisahkan dari larutannya. Tekanan dikurangi pada produk urea yang mengandung karbamat
tidak terkonversi dan ammonia serta CO
2.
Konsentrasi produk meningkat menjadi 99,7%
menggunakan High Vacuum Consentrator.
Reaktor dan stripper menggunakan stainless steel yang mengandung 26% Chrom.
Banyak plant urea dengan kapasitas 1200 ton/hari dengan proses ini. Urea yang dihasilkan
berupa produk padatan yang berbentuk prill.
b. Snamprogetti NH
3
Stripping Process
Proses ini dikembangkan pada akhir tahun 1960an. Sintesis loop dioperasikan pada
tekanan 15 MPa dan perbandingan mol NH
3
dan CO
2
adalah 3,8 : 1. Konversi karbamat
menjadi urea 65-67%. Keluaran reaktor diumpankan ke High Pressure Decomposer untuk
mendekomposisi karbamat yang tidak terdekomposisi pada tekanan reaktor. Gas berlebih dari
High Pressure Decomposer dikondensasikan dan direcycle kembali ke reaktor itu berarti
cairan ammonia ditambahkan dan dioperasikan pada tekanan tinggi sebagai umpan pada
reaktor. Steam tekanan rendah diproduksi di kondensor tekanan tinggi.
Ammonia sisa dalam produk cair urea dari High Pressure Decomposer relatif tinggi
sehingga diperlukan dua stage pada proses dekomposisi dan recycle sehingga menghasilkan
downstream pada sintesis loop. Udara passivating dimasukkan ke dalam reaktor dan
dikeluarkan dari High Pressure Condensor ke medium Pressure Absorber untuk merecovery
sisa NH
3
dan CO
2
pada tekanan 1,5 sampai 1,8 MPa. Kelebihan ammonia yang tidak
terkondensasi dari medium Pressure Absorber dikondensasikan dicampur dengan arus dari
cairan NH
3
murni sebagai aliran tambahan dan dialirkan ke reaktor menggunakan karbon
ejector dengan pompa ammonia cair tekanan tinggi.
Produk urea cair dikonsentrasikan dengan tekanan vakum sampai 99,7%w urea dan
proses memadatkan urea menggunakan prilling atau granulasi. Plant urea dengan kapasitas
lebih dari 1800 ton/hari banyak menggunakan proses ini.
Pada tabel 2 di bawah ini dijelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan masing-
masing proses.


Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing Proses
Jenis Proses Kelebihan Kekurangan
Stamicarbon CO2 Stripping
Process
Penanganan operasi lebih
mudah
Memungkinkan proses
pendinginan yang relatif
tinggi pada cooling-water
tanpa meningkatkan
konsumsi utilitas
Rasio N/C adalah 3 : 1,
sehingga korosi lebih
cepat terjadi
Material alat yang
digunakan harus bagus
sehingga membutuhkan
biaya lebih banyak.
Snamprogetti Ammonia and
Self Stripping Process
Proses memiliki semua
keuntungan dari sebuah
proses stripping
Konsumsi utilitas relatif
rendah, sebagian besar
katup kontrol kritis yang
biasanya digunakan
dalam pabrik
konvensional dihapuskan
Sistem recovery amonia
bertekanan rendah
menggunakan lebih
banyak tahap operasi
daripada proses
Stamicarbon
Limbah reaktor berupa
amonia yang tidak
terkonversi relatif tinggi
karena rasio yang cukup
tinggi

1.4.2 Kegunaan Urea

1.4.3 Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku dan Produk
1.4.4 Tinjauan Proses Secara Umum

Anda mungkin juga menyukai