Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 2

Amirul Irdiansyah 1109045012


Reny Yulianti 1109045013
Dyah Catur Ratnasari 1109045014
Muhammad Bayu Adinegoro 1109045015
Lelinta Aryuwanti 1109045016
Marita Wulandari 1109045017
Rezkie Zulfikri 1109045018
Nanda Kusuma Wardani 1109045019
Khoirul Umam 1109045020
Divka Aryo Pratama 1109045021

BIOGAS

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan
organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga),
sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik.
Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida (Anonim, 2008).

Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan
menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana
merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan
dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer
oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah
jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil (Anonim,
2008).


Komposisi biogas yang dihasilkan dari hasil fermentasi kotoran hewan dapat dilihat pada Tabel
2.1
Tabel 2.1 Komposisi Biogas
Komponen %
Metana (CH4) 55-75
Karbon dioksida (CO2) 25-45
Nitrogen (N2) 0-0,3
Hidrogen (H2) 1-5
Hidrogen sulfida (H2S) 0-3
Oksigen (O2) 0,1-0,5

Tahapan Proses Pembentukan Biogas
Secara umum, tahapan proses pembentukan biogas terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Hidrolisis
Pada tahap hidrolisis, bahan organik di enzimatik secara eksternal oleh enzim ekstraselular
(selulose, amilase, protease dan lipase) mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang
karbohidrat komplek, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Sebagai contoh
polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan protein diubah menjadi peptida dan asam
amino (Amaru, 2004).

2. Asidifikasi
Pada tahap ini bakteri menghasilkan asam, mengubah senyawa rantai pendek hasil proses pada
tahap hidrolisis menjadi asam asetat (CH
3
COOH), hidrogen (H
2
) dan karbondioksida (CO
2
).
Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan
asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang
diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik
tersebut penting untuk pembentuk gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya.
Selain itu bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol,
asam organik, asam amino, karbondioksida, H
2
S, dan sedikit gas metana (Amaru, 2004).

3. Pembentukan Metana
Pada tahap ini bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul rendah
menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan
hidrogen, CO
2
dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO
2
. Bakteri penghasil asam dan
gas metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfir
yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk gas metana
menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik
tersebut, akan menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam (Amaru, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan biogas:
1. Lingkungan Anaerobik
Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerobik (tanpa kontak langsung dengan
Oksigen (O
2
). Udara (O
2
) yang memasuki biodigester menyebabkan penurunan produksi
metana, karena bakteri berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob.
2. Temperatur
Secara umum ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri yaitu:
a. Psicrophilic (suhu 4 - 20
o
C), biasanya untuk negara-negara subtropis.
b. Mesophilic (suhu 20 - 40
o
C) Thermophilic (40 - 60
o
C), hanya untuk mencerna material,
bukan untuk menghasilkan biogas.
c. Untuk negara tropis seperti Indonesia digunakan unheated-digester (digester tanpa
pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20 30
o
C.
3. Derajat keasaman (pH)
Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (pH antara 6,6 7,0) dan pH
tidak boleh di bawah 6,2. Oleh sebab itu kunci utama dalam kesuksesan operasional
biodigester adalah dengan menjaga temperatur konstan (tetap) dan input material sesuai.
4. Perbandingan C-N Bahan
Isian Rasio C-N adalah perbandingan kadar karbon(C) dan kadar Nitrogen (N) dalam satuan
bahan. Semua mahluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan Karbon (C) dan Nitrogen (N)
dalam jumlah kecil.Untuk menjamin semuanya berjalan lancar, unsur-unsur nutrisi yang
dibutuhkan mikroba harus tersedia secara seimbang. Ternak ruminansia seperti sapi, kambing
dan domba rata-rata lebih lama dalam menghasilkan biogas dibandingkan dengan ternak non
ruminansia. Lamanya produksi biogas disebabkan oleh mutu pakan yang lebih rendah,
sehingga rasio C-N-nya tinggi akibatnya perkembangan mikroba pembentuk gas lebih lama
dibandingkan yang bermutu tinggi. Tinggi rendahnya mutu ini tergantung pada nilai N
(nitrogen) di dalam ransum. Namun demikian nilai N juga tergantung pada C (karbon). Jadi,
perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya proses pembentukan biogas (Yunus,
1995).
5. Kandungan Bahan Kering
Kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan bahan kering yang berbeda-
beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung berbagai macam kotoran ternak akan
membuat penambahan air yang berlainan. Misalnya kotoran sapi, mempunyai kadar bahan
kering 18%. Agar diperoleh kandungan bahan isian sebesar 7-9% bahan kering, bahan baku
tersebut perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 : 1 atau 1 : 1,5. Adonan tersebut
lalu diaduk sampai tercampur rata.
6. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan ukuran
partikel yang kecil. Pengadukan selama proses fermentasi bertujuan mencegah adanya
benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen
dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam
biodigester.
7. Lama proses
Lama proses (Hydraulic Retention Time-HRT) adalah jumlah hari proses
pencernaan/digesting pada tangki anaerob terhitung mulai pemasukan bahan organik sampai
proses awal pembentukan biogas dalam digester anaerob. HRT meliputi 70-80% dari total
waktu pembentukan biogas secara keseluruhan. Lamanya waktu HRT sangat tergantung dari
jenis bahan organik dan perlakuan terhadap bahan organik (feedstoock substrate) sebelum
dilakukan proses pencernaan/digesting diproses.
8. Zat Racun (Toxic)
Beberapa zat racun dapat mengganggu kinerja biodigester antara lain: air sabun, detergen dan
juga logam-logam berat.
9. Pengaruh Starter
Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi
anaerob. Beberapa jenis starter antara lain:
a. Starter alami yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan
septic-tank, timbunan kotoran dan timbunan sampah organik.
b. Starter semi-buatan yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.
c. Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media buatan
(Erawati, T., 2009).

Reaksi yang terjadi pada proses pembentukan biogas
1. Proses Hidrolisis:
C
6
H
12
O
6
2CH
3
CH
2
COOH + O
2

C
6
H
12
O
6
CH
3
CH
2
CH
2
COOH + CH
3
COOH + O
2


2. Proses Asidogenesis
2CH
3
CH
2
CH
2
COOH + SO
4
2-
4CH
3
COOH + H
2
S
CH
3
CH
2
COOH + 3H
2
O CH
3
COOH + HCO
3
- + 2H
+
+ 6H
2

CH
3
CH
2
CH
2
COOH + 2H
2
O 2CH
3
COOH + 4H
+


3. Proses Metanogenesis
HCO
3
- + 4H
2
+ 2H+ 2CH
4
+ 6H
2
O
CH
3
COOH CH
4
+ CO
2

Anda mungkin juga menyukai