Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Komposisi Minyak Bumi


Minyak bumi mengandung 50-98% komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon.
Kandungannya bervariasi tergantung pada sumber minyak. Minyak bumi
mengandung senyawa karbon 83,9-86,8%, hidrogen 11,4-14%, belerang 0,06-8,0%,
nitrogen 0,11-1,7% dan oksigen 0,5% dan logam (Fe, Cu, Ni), 0,03%. Terdapat empat
seri hidrokarbon minimal yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-
paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH
4
), aspal yang memiliki atom karbon
(C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya
sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen
kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik. Komposisi senyawa hidrokarbon
pada minyak bumi berbeda bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut
(Pertamina, 2009).


2.2 Komposisi Kimia Minyak Solar

Minyak solar merupakan salah satu fraksi dari minyak bumi yang diperoleh dengan
cara destilasi, berwarna kuning kecoklatan yang jernih, berupa cairan dalam suhu
rendah, biasa disebut Gas Oil, Automotive Diesel Oil atau High Speed Diesel
(Pertamina, 2009). Minyak solar mengandung 38% n-alkana, 38% alkana rantai
cabang dan sikloalkana, 3% isoprenoid, 20% senyawa aromatik dan 1% senyawa
polar (Gaylarde et al., 1999). Jumlah atom permolekulnya 15-18 dan selang titik
didihnya 300-400
o
C. Kegunaan minyak solar pada umumnya adalah sebagai bahan
bakar bagi mesin diesel dengan rotasi medium atau rendah (300-1000 rpm) dan juga
digunakan untuk pembakaran secara langsung pada dapur kecil (Pertamina, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Fraksi-Fraksi Minyak Bumi
Minyak bumi dipisahkan menjadi fraksi-fraksi dengan cara destilasi yang dipisahkan
berdasarkan titik didih. Fraksi dengan titik didih lebih rendah akan naik lebih cepat
dan lebih tinggi. Sedangkan fraksi dengan titik didih lebih tinggi akan naik lebih lama
dan lebih rendah (Hart, 1991). Fraksi-fraksi umum minyak bumi yang dipisahkan
berdasarkan titik didih diterangkan pada Tabel 2.3 sebagai berikut:
Tabel 2.3 Fraksi-Fraksi Minyak Bumi
Selang titik didihC Nama Selang atom
carbon
Per molekul
Penggunaan
Di bawah 20 Gas, nafta C
1
-C
4
Pemanasan, masak,
dan bahan baku kimia
20-200 Bensin C
4
-C
12
Bahan bakar, fraksi-
fraksi ringan seperti
eter, Pelarut di
laboratorium
200-300 Minyak tanah C
12
-C
15
Bahan bakar
300-400 Minyak bakar C
15
-C
18
Pemanasan di
perumahan minyak
diesel
Di atas 400 Di atas C
18
Minyak,pelumas,
oli,lilin, parafin dan
aspal


2.4. Pencemaran Minyak Bumi Di Lautan


Pencemaran minyak di laut bukan hanya akibat dari kecelakaan kapal, tetapi juga
bersumber dari transportasi minyak di laut oleh kapal-kapal, pencucian dan juga
kegiatan-kegiatan pemuatan dan pembongkaran di pelabuhan. Di laut terdapat
mikroorganisme yang mampu mendegradasi tumpahan minyak (Fahruddin, 2004).
Pencemaran minyak bumi yang terjadi pada ekosistem perairan selain dapat merusak
lingkungan biota air di bawahnya, dapat juga mengganggu kesehatan manusia. Bahan
Universitas Sumatera Utara
pencemar tersebut sangat sulit untuk diatasi, apabila sudah menempel pada partikel
padat seperti tanah, pasir, sedimen dan tumbuh-tumbuhan. Beberapa cara telah
dilakukan untuk menanggulangi pencemaran ini, diantaranya dengan fotooksidasi,
penguapan, dan penggunaan surfaktan kimia (Van Dyke et al., 1991). Pemakaian
beberapa surfaktan kimia juga dapat menyebabkan masalah bagi lingkungan, karena
sifatnya yang resisten untuk dapat dipecah secara biologi dan sangat toksik saat
terakumulasi dalam suatu ekosistem alam (Fiechter, 1992). Salah satu cara
penanggulangan pencemaran minyak bumi yang aman adalah dengan menggunakan
biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba pendegradasi minyak bumi. Selain dapat
membantu peningkatan degradasi minyak bumi juga tidak toksik terhadap lingkungan,
sehingga keberadaan biosurfaktan dapat menjadi alternatif pengganti senyawa-
senyawa surfaktan kimia pengaktif permukaan. Pada dasarnya laut secara alamiah
mempunyai kemampuan untuk menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya,
akan tetapi jika zat pencemar tersebut berlebihan sehingga melampaui batas
kemampuan air laut untuk menetralisir zat tersebut dan melampaui batas ambang
cemas, maka kondisi ini mengakibatkan pencemaran lingkungan laut (Van Dyke et
al., 1991).


2.5. Faktor Pembatas Biodegradasi

Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh faktor sehingga proses biodegradasi juga
dipengaruhi oleh faktor yang sama. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
biodegradasi antara lain suhu, pH, keadaan nutrisi, ketersediaan O
2
(Plohl et al.,
2001). Kondisi lingkungan yang terutama adalah:
a) Suhu
Pada temperatur rendah maka viskositas minyak meningkat dan volatilitas senyawa
toksik menurun sehingga akan menghambat proses bioremediasi (Atlas, 1995).
Hidrokarbon rantai pendek alkana lebih mudah larut pada temperature rendah. Pada
temperatur tinggi, aromatik lebih mudah larut (Foght and Westlake, 1987). Laju tinggi
Universitas Sumatera Utara
biodegradasi minyak di laut dapat dicapai pada temperatur 15-20C (Bossert and
Bartha, 1984).
b) pH
Berbagai studi menghasilkan fakta bahwa biodegradasi minyak akan lebih cepat
dengan peningkatan pH dan kecepatan optimum pada pH alkalin (Foght and Westlake,
1987). Perubahan salinitas dapat mempengaruhi biodegradasi melalui perubahan
populasi mikroba dan laju metabolisme hidrokarbon akan menurun 3.3-28.4% dengan
peningkatan salinitas.
c) Nutrisi
Bila terjadi tumpahan minyak ke laut, maka suplai karbon ke dalam air laut akan
meningkat. Pada saat ini komposisi nutrient dalam air laut menjadi tidak seimbang (C
meningkat sehingga C/N/P menjadi meningkat melebihi komposisi normal bagi
kebutuhan mikroba). Untuk meningkatkan jumlah mikroba maka diperlukan
penambahan nutrient N dan P pada tingkat proporsi C/N/P sebelum tertumpah
minyak. Petroleum dapat didegradasi oleh sejumlah mikroba dengan penambahan
jumlah nutrisi organik seperti nitrogen, karbon dan fosfor (Odu, 1978). Saat minyak
tumpah ke laut, suplai karbon ke dalam air laut meningkat. Pada saat itu air laut
terdapat ketimpangan komposisi nutrient (C meningkat tajam sehingga C/N/P menjadi
membesar melebihi komposisi normal bagi kebutuhan mikroba).
d) Oksigen
Ketersediaan oksigen sangat penting dalam proses biodegrasi hidrokarbon jenuh dan
aromatic (Cerniglia, 1992). Benzena, toluena, etilbenzena dan xylena dapat
didegradasi tanpa O
2
di air tanah yang terkontaminasi (Johnson et al., 2003).
Metabolisme hidrokarbon secara anaerobik dapat berhasil baik untuk hidrokarbon
aromatic (BTEX). PAH dan alkana dapat didegradasi dalam kondisi anaerobik
(Caldwell et al., 1998). Biodegradasi hidrokarbon minyak bumi membutuhkan
oksigen sebagai akseptor elektron karena dasar proses biodegradasi adalah
oksidasi (Cooney, 1984).

Universitas Sumatera Utara
2.6 Mikroorganisme
Penggunaan mikroba baik dalam (Microbial Enhanced Oil Recovery) MEOR maupun
bioremediasi minyak bumi, melibatkan pengetahuan yang mendasar tentang
perubahan minyak bumi yang diperankan oleh mikroba. Mikroba yang telah dikenal
memiliki kemampuan yang tinggi dalam mendegradasi minyak bumi adalah dari jenis
bakteri. Bakteri pendegradasi minyak bumi diisolasi dari lingkungan yang
terkontaminasi minyak bumi, misalnya tanah dan laut yang tercemar (Fedorak et al.,
1983, Harayama et al., 1995).
Bakteri pendegradasi fraksi minyak yang lebih sulit didegradasi, akan tumbuh
lebih lambat dan jumlahnya lebih sedikit karena kalah bersaing dengan bakteri
pendegradasi substrat alkana yang merupakan fraksi dalam jumlah yang lebih besar,
sehingga bakteri ini sulit terisolasi. Peran bakteri ini sebenarnya penting dalam
melaksanakan degradasi fraksi minyak lain yang sulit didegradasi (Horowitz et al.,
2005).
Dalam ekosistem terdapat mikroba yang mampu melakukan biodegradasi
sehingga kondisi lingkungan akan lebih baik (Capelli et al., 2001). Hidrokarbon
petroleum dapat didegradasikan oleh mikroba seperti bakteri, jamur, yeast, dan alga
mikro (Bundy et al., 2004). Mikroorganisme tersebut diisolasi berdasarkan
kemampuan mereka untuk memetabolisme berbagai sumber karbon, seperti
komponen alifatik dan aromatik. Dari sejumlah besar penelitian dilaporkan bahwa
alkana dengan berat molekul rendah lebih cepat didegradasi oleh kultur campuran
lebih cepat melakukan degradasi daripada biakan murni (Ghazali et al., 2004).
Beberapa jenis bakteri yang merupakan pendegradasi hidrokarbon yang efektif
di lingkungan alami telah diisolasi antara lain Psedomonas aeruginose, P. putida,
Bacillus subtilis, B. cereus, B. laterospor (Cybulkski et al., 2003). Ada beberapa
keuntungan yang didapat dari mikroorganisme pendegradasi minyak, antara lain
populasi alami sudah beradaptasi dan berkembang dengan baik di lingkungannya dan
kemampuan untuk menggunakan hidrokarbon telah disebarkan dalam populasi
mikroba, populasi ini terbentuk secara alamiah dan di daerah tercemar yang jumlah
mikroorganisme cukup tidak perlu lagi ditambahkan mikroorganisme untuk
mendegradasi (Ghazali et al., 2004). Genus Pseudomonas telah dikenal luas sebagai
Universitas Sumatera Utara
salah satu kelompok mikroba yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam
mendegradasi minyak bumi. Bakteri ini memiliki kemampuan mendegradasi fraksi
alifatik, aromatik dan resin (Harayama et al., 1995). Pertumbuhan P. aeruginosa pada
temperatur tinggi ini disebabkan bakteri ini memiliki kisaran toleransi temperatur
yang luas, selain itu pertumbuhan P. aeruginosa yang baik pada minyak bumi dalam
lingkungan bertemperatur tinggi menunjukkan bahwa bakteri ini telah sangat lama
teradaptasi dalam lingkungan tersebut. Hal ini juga membuktikan bahwa P.
aeruginosa yang biasanya tumbuh pada temperatur sedang benar-benar terisolasi dari
minyak mentah.
2.7 Degradasi Aerob
Mikroorganisme yang menggunakan petroleum sebagai sumber karbon dan energi ada
yang bersifat aerob dan ada yang bersifat anaerob. Mikroorganisme aerob cepat dan
paling efisien dalam mendegradasi karena reaksi aerob memerlukan lebih sedikit
energi bebas untuk inisiasi dan menghasilkan lebih banyak energi. Hidrokarbon akan
didegradasi secara beruntun oleh sejumlah enzim, oksigen bertindak sebagai akseptor
eksternal. Adapun tahap degradasi alkana melibatkan pembentukan alkohol, aldehid
dan asam lemak. Asam lemak dipecah, CO
2
dilepaskan dan membentuk asam lemak
baru yang merupakan 2 unit karbon yang lebih pendek dari molekul induk, proses ini
dikenal sebagai beta oksidasi (Hamme et al., 2003).









Universitas Sumatera Utara
Degradasi aerob alkana oleh Acinetobacter menggunakan alkana
monooksigenase untuk merubah hidrkarbon menjadi alkohol (Gambar 1)


Gambar 1. Degradasi alkana oleh Acinetobacter sp. (Hamme et al., 2003).
Strain Pseudomonas mampu mendegradasikan hidrokarbon secara aerob antara lain:
Pseudomonas putida ATCC 17484, P. boreopolis, P. denitrificans, P. mira. P.
resinovorans CA 10, Pseudomonas sp. Strain PP2 (Pieper et al., 2004). Dari hasil
penelitian dapat diketahui bahwa degradasi petroleum lebih cepat dalam kondisi
aerob, penggunaan mikroorganisme ini membutuhkan biaya yang ekonomis.

Universitas Sumatera Utara
2.8 Degradasi Anaerob
Ditemukan mikroorganisme yang mampu mendegradasikan hidrokarbon pada kondisi
anaerob (Gambar 2) pada tahun 1980, yang mekanisme biokimianya berbeda dari
metabolisme hidrokarbon aerob (Riser-Robert, 1992).


Gambar 2. Degradasi senyawa hidrokarbon dalam kondisi anaerob
(Townsend et al., 2004).

Universitas Sumatera Utara
Biodegradasi anaerob lebih mudah didapatkan, karena mikroorganisme ini
bersifat insitu yang dapat digunakan untuk dekontaminasi tanah, sedimen dan air
tanah yang terkontaminasi hidrokarbon petroleum. Proses pemecahan senyawa
hidrokarbon secara aerob belum sepenuhnya diteliti. Diketahui bahwa benzena,
toluene, etil benzena, dan xylen (BTEX) dapat didegradasi tanpa O
2
di air tanah yang
terkontaminasi (Johnson et al., 2003). Senyawa ini bersifat karsinogenik dan
mutagenik pada manusia sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan. Senyawa
hidrokarbon ini juga dapat menganggu fungsi organ organ tubuh manusia seperti otak,
sistem saraf, hati dan jantung. Senyawa ini juga bersifat rekalsitran, artinya sulit untuk
mengalami perombakan di alam, baik di darat maupun di air, sehingga dapat
membahayakan biota laut (Fahruddin, 2004).


2.9. Biosurfaktan
Bakteri perombak senyawa hidrokarbon merupakan bakteri yang mampu
menghasilkan biosurfaktan dan menggunakan hidrokarbon petroleum sebagai satu-
satunya sumber karbon dan energi (Cerniglia, 1992). Biosurfaktan dapat dipergunakan
untuk mempercepat remediasi lingkungan yang tercemar oleh tumpahan minyak bumi,
yaitu dengan meningkatkan daya kelarutan minyak bumi. Selanjutnya minyak bumi
dedegradasi oleh sel-sel mikroorganisme, melalui pembentukan butiran-butiran
minyak bumi (misel) yang terdispersi dalam air (Duvnjak et al., 1983).
Selain untuk remediasi, biosurfaktan juga dapat dimanfaatkan dalam teknologi
MEOR untuk meningkatkan perolehan minyak bumi. Beberapa surfaktan kimia
sintetik yang sering digunakan seperti sulfonat atau lignosulfonat memiliki beberapa
kelemahan seperti harganya mahal dan tidak mempunyai kemampuan degradasi
(Fiechter, 1992) Peningkatan produksi biosurfaktan memerlukan nutrisi yang
optimum. Menurut Cooper (1984), bahwa substrat hidrokarbon sangat diperlukan
untuk meningkatkan produksi biosurfaktan ekstraseluler, dibandingkan dengan
substrat yang lainnya seperti glukosa. Selain itu jumlah biosurfaktan yang dibentuk
dipengaruhi pula oleh jenis sumber karbon, temperatur, pH dan aerasi. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Rahman et al.,(1989), sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen yang utama
salam suatu media kultur, karena sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi
sebagian besar terdiri dari unsur karbon dan nitrogen.
Tabel 2.9 Mikroba penghasil biosurfaktan dan jenis biosurfaktan yang
dihasilkan.
No Spesies mikroba Jenis Biosurfaktan
1. Pseudomonas aeroginosa Glikolipid (rhamnosa lipid)
2. Pseudomonas sp. DSM 2874 Glikolipid (rhamnosa lipid)
3. Arthrobacter paraffineus Sukrosa dan fruktosa glikolipid
4. Pseudomonas flourescens Rhamnosa lipid
5. Pseudomonas sp. MUB Rhamnolipid
6. Acinetobacter sp. HO1-N Asam lemak, mono dan gliserida
7. Bacillus subtilis Lipoprotein
8. Nocardia erythropolis Lemak netral
2.10 Dampak Pencemaran Minyak Bumi
Pencemaran minyak bumi yang terjadi pada ekosistem perairan selain dapat merusak
lingkungan biota air di bawahnya, dapat juga mengganggu kesehatan manusia. Bahan
pencemar tersebut sangat sulit untuk diatasi, apabila sudah menempel pada partikel
padat seperti tanah, pasir, sedimen dan tumbuh-tumbuhan. Beberapa cara telah
dilakukan untuk menanggulangi pencemaran ini, diantaranya dengan fotooksidasi,
penguapan, dan penggunaan surfaktan kimia (Van Dyke et al., 1991). Pemakaian
beberapa surfaktan kimia dapat menyebabkan masalah bagi lingkungan, karena
sifatnya yang resisten untuk dapat dipecah secara biologi dan sangat toksik saat
terakumulasi dalam suatu ekosistem alam (Fiechter, 1992). Salah satu cara
penanggulangan pencemaran minyak bumi yang aman dan ramah lingkungan adalah
dengan menggunakan biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba pendegradasi
minyak bumi. Selain dapat membantu peningkatan degradasi minyak bumi juga tidak
toksik terhadap lingkungan, sehingga keberadaan biosurfaktan dapat menjadi
alternatif pengganti senyawa senyawa surfaktan kimia yang berfungsi pengaktif
permukaan air (Van Dyke et al., 1991).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai