Anda di halaman 1dari 7

Daging adalah bagian

hewan yang disembelih


(sapi, kerbau, kambing,
domba) yang dapat
dimakan dan berasal dari
otot rangka atau yang
terdapat di lidah,
diafragma, jantung dan
oesophagus dengan atau
tidak mengandung lemak

PILIH-PILIH DAGING ASUH

Penulis : Fifi Afiati




rogram kecukupan daging
(PKD) 2010 merupakan program
yang dicanangkan pemerintah agar
Indonesia mampu mencukupi
kebutuhan daging dari produksi
dalam negeri dan memproduksi
daging dari berbagai jenis ternak
dimana usaha budidayanya
dilakukan di tanah air. Pangan asal
ternak sangat dibutuhkan bagi
pertumbuhan, kesehatan dan
kecerdasan masyarakat Indonesia.
Permintaan pangan asal ternak
saat ini cenderung terus
meningkat, seirama dengan
pertambahan penduduk,
perkembangan ekonomi
masyarakat, perbaikan tingkat
pendidikan, serta perubahan
gaya hidup sebagai akibat arus
globalisasi dan urbanisasi
sehingga mengandalkan kepada
pasokan impor, baik dalam
bentuk sapi hidup atau daging.
Daging merupakan salah satu
bahan pangan yang sangat
penting dalam mencukupi
kebutuhan gizi masyarakat, serta
merupakan komoditas ekonomi
yang mempunyai nilai stategis,
apalagi rata-rata konsumsi
protein hewani penduduk
Indonesi masih sangat rendah,
yaitu kurang dari 4g/kapita/hari.
Sementara itu, elastisitas
pendapatan terhadap permintaan
produk peternakan relatif cukup
tinggi (Soedjana et al. 1994).
Dengan demikian, peningkatan
populasi, perbaikan kesejahteraan
penduduk, penurunan harga pasar,
perubahan gaya hidup yang
dibarengi dengan perkembangan
perdagangan dan komunikasi global,
secara otomatis akan mendorong
peningkatan permintaan produk
peternakan. Kondisi ini merupakan
peluang yang sangat baik untuk
mengembangkan industri
peternakan, seirama dengan
antisipasi kemungkinan terjadinya
Revolusi Peternakan tahun 2020,
seperti yang diramalkan Delgado et
al. (1999). Menurut Diwyanto
(2008), impor daging sapi bakalan
yang cenderung terus meningkat
antara lain karena gap permintaan
dan produksi di dalam negeri
semakin tinggi. Bila kecenderungan
ini terus berlanjut, Indonesia akan
menjadi Negara importir sapi
bakalan terbesar di dunia. Hal ini
dapat terjadi karena beberapa
kemungkinan, antara lain : (1)
permintaan daging meningkat lebih
pesat dibandingkan dengan
peningkatan produksi; (2)
permintaan daging meningkat
sementara produksi tetap; atau (3)
permintaan meningkat sebaliknya
produksi daging justru mengalami
penurunan. Namun, terdapat
indikasi yang jelas bahwa peluang
pasar daging di dalam negeri sangat
besar dan cenderung terus
meningkat. Kecenderungan impor
daging (termasuk jeroan/offal) dan
sapi bakalan maupun sapi potong
bukan semata-mata disebabkan
karena senjang permintaan dan
penawaran, tetapi juga karena
adanya kemudahan produk impor
(volume, kredit, transportasi) serta
harga produk yang relatif murah
(Diwyanto et al., 2005). Saat ini
rata-rata konsumsi daging sapi
penduduk Indonesia masih sangat
kecil (<2 kg/kapita/tahun), jauh di
bawah rata-rata konsumsi daging di
negara berkembang
(5kg/kapita/tahun) maupun negara
maju (25kg/kapita/tahun) (Delgado
et al., 1999). Menurut Diwyanto et
al. (2005) salah satu kebijakan
pemerintah untuk mendorong
pengembangan usaha
peternakan adalah menjamin
agar produk yang dihasilkan
mempunyai daya saing, sesuai
dengan kebutuhan pasar. Pasar
yang menghendaki produk yang
Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH), ramah lingkungan dan
mampu menjamin keberlanjutan
usaha serta melindungi dari
serbuan produk dumping, illegal
atau yang tidak ASUH melalui
kebijakan maupun perlindungan
tarif dan non-tarif. Kebijakan
dalam hal mempromosikan
produk peternakan yang ASUH,
mengingat konsumsi produk
peternakan yang belum merata
di kalangan penduduk, sehingga
diperlukan suatu promosi dalam
kerangka keamanan pangan serta
peningkatan konsumsi.

Apa itu Daging ?

Daging adalah bagian
hewan yang disembelih (sapi,
kerbau, kambing, domba) yang
dapat dimakan dan berasal dari otot
rangka atau yang terdapat di lidah,
diafragma, jantung dan oesophagus
dengan atau tidak mengandung
lemak. Daging merupakan otot
hewan yang tersusun dari serat-
serat yang sangat kecil yang
masing-masing serat berupa sel
19 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
memanjang, terdiri dari tiga
komponen utama, yaitu jaringan otot
(muscle tissue), jaringan lemak
(adipose tissue) dan jaringan ikat
(connective tissue). Sel serat otot
mengandung dua macam protein
yang tidak larut, yaitu kolagen dan
elastin yang terdapat pada jaringan
ikat. Banyaknya jaringan ikat yang
terkandung di dalam daging akan
menentukan tingkat
kealotan/kekerasan daging. Istilah
daging dibedakan dengan karkas,
karena daging merupakan bagian
yang tidak mengandung tulang,
sedangkan karkas berupa daging
yang belum dipisahkan dari tulang
atau kerangkanya (Foxit PDF, 2009).

http://www.perindagtangerangkab.org/files/daging%20sapi.jpg
Astawan (2004)
menjelaskan bahwa berdasarkan
keadaan fisik, daging dapat
dikelompokkan menjadi: (1) daging
segar yang dilayukan atau tanpa
pelayuan, (2) daging segar yang
dilayukan dan didinginkan (daging
dingin), (3) daging segar yang
dilayukan, didinginkan, kemudian
dibekukan (daging beku), (4) daging
masak, (5) daging asap dan (6)
daging olahan. Komposisi kimia
daging terdiri dari 56-72%% air, 15-
22% protein, 5-34% lemak dan 3,5%
substansi bukan protein terlarut,
meliputi karbohidrta, garam organik,
substansi nitrogen terlarut, mineral
dan vitamin. Protein dalam daging
tinggi akan kandungan asam amino
essensial lengkap dan seimbang
yang dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan dan
pemeliharaan kesehatan. Selain itu
daging juga mengandung energi
dari lemak intraselular di dalam
serabut-serabut otot serta
mengandung kolesterol relatif lebih
rendah dibanding pada bagian otak
dan jeroan. Namun secara umum
daging merupakan sumber mineral
seperti kalsium, fosfor dan zat besi
serta vitamin B kompleks, tetapi
rendah vitamin C (Foxit PDF, 2009).

Kriteria Kualitas Daging

Usaha untuk meningkatkan
kualitas daging dilakukan melalui
pengolahan atau penanganan yang
lebih baik sehingga dapat
mengurangi kerusakan atau
kebusukan selama penyimpanan
dan pemasaran. Kualitas daging
dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik pada waktu hewan masih hidup
maupun setelah dipotong. Faktor
penentu kualitas daging pada waktu
hewan hidup adalah cara
pemeliharaan meliputi pemberian
pakan, tata laksana pemeliharaan,
dan perawatan kesehatan. Kualitas
daging juga dipengaruhi oleh
pengeluaran darah pada waktu
hewan dipotong dan kontaminasi
sesudah hewan dipotong. Usaha
penyediaan daging memerlukan
perhatian khusus karena daging
mudah dan cepat tercemar oleh
pertumbuhan mikroorganisme yang
dapat menurunkan kualitas daging.
Standar Nasional Indonesia (SNI)
No. 01-6366-2000
merekomendasikan batas maksimal
cemaran bakteri pada daging segar
yaitu 1x10
4
CFU/gram. American
Meat Institute Foundation (dalam
Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
merekomendasikan kadar air daging
sapi adalah 66% dan kadar protein
18,8%. Derajat keasaman (pH) juga
dapat mempengaruhi kualitas
daging. Buckle et al. (1987)
mengutarakan bahwa pH rendah
(5,6-6,1) menyebabkan daging
mempunyai struktur terbuka
sehingga sangat baik untuk
pengasinan, berwarna merah muda
cerah, mempunyai flavor yang lebih
disukai dan mempunyai stabilitas
yang lebih baik terhadap kerusakan
oleh mikroorganisme. Selain itu pH
dan kadar air juga mempengaruhi
pertumbuhan bakteri (Soeparno,
1994). Penurunan kualitas daging
diindikasikan melalui perubahan
warna, rasa, aroma bahkan
pembusukan.
Daging Normal
Kriteria yang dipakai sebagai
pedoman untuk menentukan
kualitas daging yang layak konsumsi
adalah :
1. Keempukan daging
ditentukan oleh kandungan
jaringan ikat. Semakin tua
usia hewan susunan
jaringan ikat semakin
banyak sehingga daging
yang dihasilkan semakin
liat. J ika ditekan dengan
jari daging yang sehat akan
memiliki konsistensi kenyal.
2. Kandungan lemak
(marbling) adalah lemak
yang terdapat diantara
serabut otot (intramuscular).
Lemak berfungsi sebagai
pembungkus otot dan
mempertahankan keutuhan
daging pada wkatu
dipanaskan. Marbling
berpengaruh terhadap cita
rasa.
3. Warna daging bervariasi
tergantung dari jenis
hewan secara genetik dan
usia, misalkan daging sapi
potong lebih gelap
daripada daging sapi perah,
daging sapi muda lebih

BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
20
pucat daripada daging sapi
dewasa. Warna daging
yang baru diiris biasanya
merah ungu gelap dan
akan berubah menjadi
terang bila dibiarkan
terkena udara dan bersifat
reversible (dapat balik).
Namun bila dibiarkan
terlalu lama diudara akan
berubah menjadi cokelat.
4. Rasa dan Aroma
dipengaruhi oleh jenis
pakan. Daging berkualitas
baik mempunyai rasa gurih
dan aroma yang sedap.
5. Kelembaban daging secara
normal dapat dilihat pada
bagian permukaan. Bila
permukaan daging relatif
kering, daging tersebut
dapat menahan
pertumbuhan
mikroorganisme dari luar,
sehingga mempengaruhi
daya simpan.
Karakteristik daging yang
berasal dari berbagai hewan ternak
ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik daging dari berbagai ternak
Parameter J enis
daging Warna Komposisi Konsistensi Lainnya Bau dan rasa
Sapi muda agak pucat, kelabu
putih sampai merah
pucat-tua
Terdiri dari serabut
serabut halus
agak lembek berbeda
dengan daging
sapi dewasa
Sapi
dewasa
merah terang Berserabut halus
dengan sedikit lemak
liat / kenyal Bersih tidak
ada darah
dan
mengkilat
aromatis
Kambing merah muda pucat Lemak menyerupai
lemak domba warna
putih
Bau daging
kambing jantan
lebih
menyengat
dari bau
daging
kambing betina
Domba merah muda serabut halus, Lemak
berwarna putih
cukup tinggi Banyak
lemak di otot
khas
Babi pucat (merah muda)
Pada umur tua
daging berwarna
lebih tua, sedikit
lemak dan serabut
kasar
Serabut halus Otot
pungung berlemak
umumnya kelihatan
kelabu putih
padat spesifik
Babi hutan merah gelap Serabut otot besar berminyak apek
Kuda merah kehitaman
hingga kecoklatan
pengaruh udara
berubah menjadi
biru
Serabut otot besar dan
panjang diantara
serabut tidak ditemukan
lemak
padat Lemak
berwarna
kuning
emas,
lembek
sedikit manis
Kerbau merah tua / gelap Serabut otot kasar umumnya
liat
lemaknya
putih
hampir sama
dengan daging
sapi
Ayam putih pucat otot dada dan
otot paha
kenyal
agak amis
sampai tidak
berbau
Sumber : Wagino (2008)

Daging Abnormal
1. Bau dan rasa daging tidak
normal akan segera
tercium sesudah hewan
dipotong. Hal tersebut
dapat disebabkan karena
adanya kelainan, seperti
hewan sakit. Bila hewan
menderita radang yang
bersifat akut pada organ
dalam dapat menghasilkan
daging berbau seperti
mentega tengik.
Sedangkan bila hewan
dalam pengobatan,
terutama pengobatan
antibiotik, dapat

21 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
menghasilkan daging yang
berbau obat obatan.
2. Warna daging tidak normal
tidak selalu
membahayakan kesehatan,
namun akan mengurangi
selera konsumen.
3. Konsistensi daging tidak
normal ditandai dengan
kekenyalan daging rendah
(jika ditekan dengan jari
akan terasa lunak), kondisi
seperti ini mengindikasikan
bahwa daging tidak sehat.
Apabila disertai dengan
perubahan warna yang
tidak normal maka daging
tersebut tidak layak
dikonsumsi.
4. Daging busuk dapat
mengganggu kesehatan
konsumen karena
menyebabkan gangguan
saluran pencernaan.
Pembusukan dapat terjadi
karena penanganan yang
kurang baik pada waktu
pendinginan, sehingga
aktivitas bakteri pembusuk
meningkat, atau karena
terlalu lama dibiarkan
ditempat terbuka dalam
waktu relatif lama pada
suhu kamar, sehingga
terjadi proses pemecahan
protein oleh enzim enzim
dalam daging yang
menghasilkan amoniak dan
asam sulfide.


Berikut adalah ciri-ciri daging
busuk dilihat dari aktivitas
bakteri pembusuknya, seperti
terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Ciri-ciri daging busuk sebagai aktivitas bakteri antara lain :
Kondisi daging Penyebab
Kusam dan berlendir Bakteri Genus Pseudomonas, Achromobacter,
Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan
Micrococcus
Berwarna kehijaua-hijauan
(seperti isi usus)
Bakteri Genus Lactobacillus dan Leuconostoc
Tengik akibat penguraian lemak Bakteri Genus Pseudomonas dan
Achromobacter
Bersinar kehijau-hijauan Bakteri Genus Photobacterium dan
Pseudomonas
Berwarna kebiru-biruan Bakteri Pseudomonas sincinea

Ada lendir ragi, kehilangan warna, bau dan rasa
tidak enak, dekomposisi lemak

Ragi (yeast)
Permukaan lengket, berbulu, kehilangan warna,
berbau dan tercemar, dekomposisi lemak

Fungi (mould)
Sumber : Wagino, 2008
Daging ASUH
Akhirakhir ini banyak
pemberitaan di media massa
mengenai berbagai
penyimpangan dalam
penyediaan dan peredaran
daging seperti daging
glonggongan, daging ayam
berformalin, daging ayam mati
kemarin (tiren), daging sapi yang
dicampur dengan daging celeng
dan daging sampah. Pemalsuan
daging dapat diindentifikasi
seperti terlihat pada Tabel 3.


Tabel 3. Identifikasi pemalsuan daging

Parameter J enis pemalsuan
Warna Konsistensi Bau Lainnya
Ayam berformalin putih mengkilat sangat kenyal khas
formalin
kulit tegang Biasanya tidak
dihinggapi lalat
Ayam tiren kulit kasar terdapat
bercak bercak darah
pada bagian kepala,
ekor, punggung,
sayap, dan dada.
kebiruan dalam proses
pembusukan
otot dada dan
paha lembek
agak anyir Serabut otot berwarna
kemerahan. Pembuluh darah
di daerah leher dan sayap
penuh darah. Warna hati
merah kehitaman setelah di
cabuti bulunya jika
dimasukkan plastik akan
keluar cairan memerah
dalam plastik
Daging sapi
gelonggongan
merah pucat lembek Permukaan daging basah.
Biasanya penjual tidak
BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009 22
menggantung daging
tersebut karena jika
digantung akan banyak
mengeluarkan air sehingga
berat daging berkurang
Ayam mati sebelum
disembelih
kehitaman ( 3 5 jam
setelah kematian),
Usus berwarna
kebiruan Paru, jantung
dan organ lain masih
ada darah
daging lama
sekali bahkan
sampai
berlubang
khas
bangkai
Irisan leher / bekas
pemotongan rapi Adanya
darah yang membeku pada
arteri/ pembuluh darah dan
vena jugularis. Darah
terkumpul sesuai saat
terajtuh
Daging segar yang
diawetkan dengan
es batu
agak pucat Bau khas
daging
berkurang
Organ dalam agak mengeras
Permukaan daging agak
basah

Sumber : http://www.yumse.blogspot.com.2009

Kondisi ini membuat
masyarakat atau konsumen menjadi
resah terhadap aspek keamanan
dan kehalalan daging tersebut.
Untuk melindungi dan meningkatkan
kesehatan masyarakat serta
menjamin ketentraman bathin
masyarakat, pemerintah dalam hal
ini Departemen Pertanian telah
menetapkan kebijakan penyediaan
pangan asal hewan yang "Aman,
Sehat, Utuh dan Halal (ASUH)".
Upaya tersebut diwujudkan dalam
bentuk Peraturan Pemerintah No.
22 tahun 1983 tentang kesehatan
masyarakat veteriner. J aminan
keamanan pangan atau bahan
pangan telah menjadi tuntutan
seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan
kesehatan. J aminan keamanan
pangan juga telah menjadi tuntutan
dalam perdagangan nasional
maupun internasional. Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang
berkaitan dengan keamanan
pangan asal ternak diharapkan
dapat memberikan jaminan
keamanan produk pangan asal
ternak,
Aman. daging tidak
tercemar bahaya biologi
(mikroorkanisme, serangga, tikus),
kimiawi (pestisida dan gas beracun)
dan fisik (kemasan tidak sempurna
bentuknya karena benturan) serta
tidak tercemar benda lain yang
mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia.
Sehat. daging memiliki zat-
zat yang dibutuhkan, berguna bagi
kesehatan dan pertumbuhan tubuh
manusia. Zat gizi meliputi unsur
makro seperti karbohidrat, protein
dan lemak serta unsur mikro seperti
vitamin dan mineral.
Utuh. daging tidak di
campur dengan bagian lain dari
hewan tersebut atau bagian dari
hewan lain.
Halal. hewan maupun
dagingnya disembelih dan ditangani
sesuai syariat agama Islam.
Kehalalan menjadi Hak Asasi
Manusia yang diakui
keberadaannya sehingga harus
dijamin dan dilindungi oleh semua
pihak secara bertanggung jawab.
Sertifikasi halal mutlak dibutuhkan
untuk menghilangkan keraguan
masyarakat akan kemungkinan
adanya bahan baku, bahan
tambahan atau bahan penolong
yang tidak halal dalam suatu produk
yang dijual (Widowati, et al. 2003
dan Apriyatono, 2003).
Untuk mendapatkan daging
ASUH diperlukan kerjasama antara
RPH/RPU, pedagang dan pengguna
dengan memperhatikan langkah-
langkah sebagai berikut
(http://www.yumse.blogspot.com.20
09).

1. Rumah Pemotongan
Hewan/Unggas (RPH/RPU)
Pemeriksaan kesehatan
ternak/unggas sebelum
dipotong (ante mortem) meliputi
pemeriksaan dokumen Surat
Keterangan Kesehatan Hewan
(SKKH) dan pemeriksaan klinis
hewan.
Penyembelihan Hewan/unggas
harus dilakukan secara halal
menurut syariat agama Islam,
dengan memutus/memotong 3
(tiga) saluran, yaitu (a) saluran
nafas (trakea/hulqum) (b)
saluran makanan
(esofagus/mari'i) (c) pembuluh
darah (wadajain) dan membaca
Basmallah ketika menyembelih.
Pemeriksaan kembali
ternak/unggas di RPH/RPU
apabila menerapkan metode
pemingsanan (stunning)
sebelum penyembelihan.
Pemeriksaan kesehatan karkas
dan daging hewan/unggas
setelah dipotong (post mortem)
oleh petugas yang berwenang
baik Dokter hewan maupun
paramedik dibawah supervisi
dokter hewan di RPH/RPU.
Pembersihan dan desinfeksi
secara teratur bangunan dan
peralatan di RPH/RPU yang
secara langsung kontak dengan
hewan/unggas maupun
produknya. Penerapan sistem
sanitasi dan higenis RPH/RPU
dapat mengurangi tingkat
pencemaran bakteri .
Pemeriksaan kesehatan
pekerja di RPH/RPU secara
teratur terutama yang
berhubungan langsung dengan
hewan/unggas maupun
produknya.
Penerapan jaminan keamanan
dan kehalalan ditandai dengan
Sertifikasi dan labelisasi Nomor
Kontrol Veteriner (NKV) dan
kehalalan.
23 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
2. Tempat Penjajaan (Kios
Daging)
Pemeriksaan Surat Kesehatan
daging/Cap dari RPH/RPU asal
daging oleh petugas teknis.
Pembersihan peralatan (pisau,
telenan, apron) dan sarana
penjajaan dilakukan dengan
menggunakan sanitizer untuk
pangan (food grade) secara
rutin sebelum dan sesudah
digunakan.
Pemisahan lokasi antara
penjajaan daging halal (sapi,
kambing, domba, unggas) dan
daging non-halal (babi).
Menutup atau mengemas
daging sebagai upaya untuk
meningkatkan daya tahan
daging dan mengurangi
kontaminasi serta terhindar dari
kebiasaan konsumen dalam
memilih daging.
Mencegah kebiasaan
memegang atau menyentuh
rambut, anggota tubuh yang
lain, muka, bersin dan batuk
(yang ditutup tangan) di depan
daging.
Pengendalian insekta (lalat,
semut, kecoa) dan rodensia
(tikus) pada tempat penjajaan
Membuang kotoran atau sisa-
sisa daging ke dalam tempat
sampah yang berpenutup.
3. Penerapan Penanganan Daging
yang Hiegenis di Rumah tangga.
Daging yang telah dibeli
sebaiknya segera
diolah/dimasak atau disimpan
dalam lemari pendingin
(refrigerator) atau freezer.
Pemilahan daging dengan cara
memisahkan kemasan wadah
daging mentah dengan daging
dan makanan lain yang telah
dimasak serta memisahkan
penyimpanan daging dan
jeroan.
J ika daging hendak dibekukan,
sebaiknya daging dipotong-
potong terlebih dahulu sesuai
kebutuhan, lalu dimasukan ke
dalam kemasan atau wadah
tertutup yang bersih dan diberi
catatan tanggal pembelian
daging sebelum dimasukan ke
dalam freezer (di bawah -l8C).
J ika daging hendak diolah atau
dimasak kemudian (lebih dari 4
jam) dianjurkan daging
disimpan pada suhu dingin (di
bawah 4C). Pemanasan
daging hendaknya dilakukan
dengan sempurna, yaitu
sekurang-kurangnya pada suhu
75C selama 2 menit.
Pemasakan dengan
menggunakan panas sangat
bermanfaat untuk mematikan
mikroba dan meningkatkan
citarasa. Proses pemasakan
daging tidak terlalu
berpengaruh terhadap kadar
protein serta beberapa jenis
vitamin seperti thiamin,
riboplavin, niasin dan asam
pantotenat.
Menghindarkan daging dari
potensi pencemaraan dengan
menjaga kebersihan telapak
dan sela-sela jari tangan
menggunakan air bersih dan
sabun serta menjaga
kebersihan peralatan sebelum
atau sesudah digunakan.
Mencuci tangan dilakukan
sebelum dan setelah
menangani, mempersiapkan
dan mengolah atau memasak
daging dan gunakan pakaian
yang bersih.
Tutuplah luka pada tangan
dengan plester kedap air.
Hindari bersin dan batuk di
depan daging.
Usahakan ruang atau tempat
mengolah atau memasak
daging (dapur) bebas dari
insekta (lalat, kecoa, dan
semut) dan rodensia (tikus).
Gunakan peralatan yang bersih
untuk menyimpan,
mempersiapkan, mengolah dan
memasak makanan.
Adakalanya dengan berbagai
alasan konsumen merencanakan
pengolahan daging beberapa waktu
kemudian. Untuk menjaga kondisi
daging tetap ASUH dan menekan
pertumbuhan bakteri, maka
konsumen harus memperhatikan
tempat penyimpanan daging, karena
bakteri akan tumbuh optimal pada
suhu ruang ( 37
o
C). Berikut adalah
saran tempat dan masa
penyimpanan daging, Tabel 4.

Tabel 4. Tempat penyimpanan dan masa penyimpanan daging
Tempat penyimpanan dan masa simpan J enis daging
Refrigerator Freezer
Daging ayam 1-2 hari 6 bulan
Daging sapi segar 3-7 hsri 3-6 bulan
Daging giling segar 1-2 hari 3-6 bulan

Rendahnya kualitas dan
keamanan produk yang terjadi di
Indonesia disebabkan antara lain
oleh :
1. Pengetahuan masyarakat yang
rendah, tidak diperhatikannya
penyediaan daging yang
menjamin kesehatannya, yang
penting daging tersebut murah
2. Fasilitas Rumah Potong Hewan
yang kurang memenuhi syarat
lingkungan higenis dan sanitasi
3. Tindakan curang/kriminal
bermotif ekonomi, seperti
beredarnya daging impor ilegal,
mencampur daging sapi
dengan daging lain, seperti
domba/kambing, kerbau, babi
4. Perubahan tata pemerintahan
dan lemahnya perangkat dan
penegakan hukum. Tumpang
tindihnya kewenangan tanpa
koordinasi lapangan atau saling
melempar tanggung jawab.



BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009 24
Kesimpulan
Usaha konsumen untuk
memperoleh daging yang Aman,
Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) akan
berhasil bila seluruh rangkaian
penyediaan dan penanganan daging
tersebut mengikuti standar dari
pemerintah melalui peraturan SNI
No. 01.6366.2000, sertifikasi halal
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-
obatan dan Kosmetika-Majelis
Ulama Indonesia (LPPOM-MUI)
Undang-undang nomor 7 tahun
1996 tentang pangan dan Undang-
undang nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen. Usaha
tersebut dimulai dari kondisi ternak
dan petugas (sebelum pemotongan,
saat pemotongan dan setelah
pemotongan) sampai pada tatacara
penjualan dan tatacara konsumen
dalam menangani daging tersebut.

Daftar Pustaka

.Apriyatono, A. 2003. Alternatif
pengembangan Sistem
sertifikasi Halal. Indo
halal.com.

Astawan. 2004. Mengapa kita perlu
makan daging.
http://www.gizi.net/cgi-bin/.
28 J anuari 2009

Buckle, K.A., edward R.A., Fleet
G.H., Wooton M. 1987. Ilmu
pangan. Purnomo A., Adiono.
Penerjemah. J akarta. UI
Press. Terjemahan dari Food
Science

Wagino. 2008. Tips memilih daging
selama puasa dan lebaran.
http://cilacapmedia.com/index
.php

Delgado, C., M. Rosegrant, H.
Steinfeld, S. Ehui & C.
Courbois. 1999. Livestock to
2020. The next food
revolution. International Food
Policy Research Institute,
washington DC.

Diwyanto, K., A. Priyanti & Ismeth
Inounu. 2005. Prospek dan
arah pengembangan
komoditas peternakan :
Unggas, sapi dan kambing-
domba. Wartazoa. Vol. 16 No.
1. hal 11-25

Diwyanto, K. 2008. Pemanfaatan
sumber daya lokal dan
inovasi teknologi dalam
mendukung pengembangan
sapi potong di Indonesia.
Pengembangan Inovasi
Pertanian. 1(3):173-188

Foxit PDF Creator. 2009. Laporan
Koasistensi Laboratorium
Kesmavet Fakultas
Kedokteran Hewan
Universitas Syah Kuala.
http://foxitsoftware.com. 18
Maret 2009

http://www.yumse.blogspot.com.200
9. J aminan keamanan dan
kehalalan daging. 18 Maret 2009

Muchtadi, T.R. & Sugiyono. 1992.
Ilmu pengetahuan bahan
pangan. Bogor. IPB

Setia, N. 2009. Cara mengenali
daging sehat.
http://www.google.co.id/searc
h. 18 Maret 2009

Soedjana, T.D., T. Sudayanto & R.
Sayuti. 1994. Estimasi
parameter permintaan
beberapa komoditas
peternakan di jawa. J urnal
Penelitian Peternakan
Indonesia No. 1:13-23

Soeparno. 1994. Ilmu dan teknologi
daging. Yogyakarta. UGM
Press.

Standar Nasional Indonesia. 2000.
Daging segar. J akarta. Badan
Standarisasi Nasional
|SNI01-6366-2000]

Yanti, H., Hidayati & Elfawati. 2008.
Kualitas daging sapi dengan
kemasan plastik PE
(Polyethylen) dan plastik PP
(Polypropylen) di Pasar
Arengka Kota Pekanbaru.
J urnal Petermakan 5(1):22-
27

Widowati, S., Y. Fitrial, E. Aritonang,
Z. Lubis & Razali. 2003.
Aspek halal produk pangan
dalam menjaga ketentraman
bathin masyarakat. Makalah
Pengantar Falsafah Sains.
Program Pasca Sarjana. IPB


*Fifi Afiati
Staf Peneliti Pusat
Penelitian Bioteknologi-
LIPI



If minds are
truly alive they
will seek out
books, for
books are the
human race
recounting its
memorable
experiences,
confronting its
problems,
searching for
solutions,
drawing the
blueprints of it
futures.

(Harry A. Overstreet)

25 BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009

Anda mungkin juga menyukai