Anda di halaman 1dari 7

Bab I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Definisi apotek menurut PP 51 Tahun 2009. Apotek merupakan suatu
tempatatau terminal distribusi obat perbekalan farmasi yang dikelola oleh apoteker
sesuai standar dan etika kefarmasian.

Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, fungsi apotek yaitu tempat pengabdian
profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, sarana
yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian, sarana yang digunakan untuk
memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat
tradisional, dan kosmetika, serta sebagai sarana pembuatan dan pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
















BAB II
PEMBAHASAN
Apotek rakyat dibentuk untuk memperluas akses obat murah dan terjamin
kepada masyarakat. Selain memperluas akses, apotek rakyat bertujuan untuk
menertibkan peredaran obat-obat palsu dan ilegal, serta memberikan kesempatan pada
apoteker untuk memberikan pelayanan kefarmasian. Dalam upaya usaha untuk
memajukan kesejahteraan umum yang berarti mewujudkan suatu tingkat kehidupan
secara optimal, yang memenuhi kebutuhan manusia termasuk kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya dari pembangunan
nasional yang diselenggarakan di semua bidang kehidupan. Pembangunan kesehatan
diarahkan guna terciptanya keadaan sehat. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Di dalam
mengoptimalisasikan derajat kesehatan masyarakat tersebut, pembangunan kesehatan
diimplementasikan dalam bentuk pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya pelayanan
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian dilakukan selain dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap farmasi dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan
derajat kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dari bahaya
penyalahgunaan farmasi atau penggunaan farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga ditujukan
pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan penggunaan farmasi
sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupan manusia.
Tugas dan Fungsi Apotek
Apotek memiliki tugas dan fungsi sebagai
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan
2. Sarana farmasi untuk melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam menyebarkan obat obatan yang
diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
Persyaratan Apotek
Syarat pendirian apotik menurut PP No. 51 Tahun 2010
1. Salinan / Fc SIK atau SP
2. Salinan /Fc KTP dan surat peryataan tempat tinggal secara nyata
3. Salinan / Fc denah baguna surat yang menyatakan status bangunan dalam
bentuk akte hak milik /sewa/ kontrak
4. Daftar AA mencantumkan nama, alamat, tahun lulus dan SIK
5. Asli dan salinan / FC daftar terperinci alat perlengkapan apotik
6. Surat pernyataan APA tidak bekerja pada perusahaan farmasi dan tidak menjadi
APA di apotik lain
7. Asli dan salinan / FC Surat Izin atas bagi PNS, Anggota ABRI dan pegawai
instansi pemerintah lainnya .
8. Akte perjanjian kerjsama APA dan PSA
9. Surat peryataan PSA tidak terlibat pelanggaran Per UU farmasi
10. NPWP
11. Rekomendasi ISFI
Menurut KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-
persyaratan apotek adalah sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang
lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan
farmasi.
d. Lokasi dan Tempat, Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun
sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan
kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar
lokasi apotek, kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau
masyarakat dengan kendaraan.
e. Bangunan dan Kelengkapan, Bangunan apotek harus mempunyai luas dan
memenuhi persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta
memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek
sekurang-kurangnya terdiri dari : ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang
kerja apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan obat,
tempat pencucian obat, kamar mandi dan toilet. Bangunan apotek juga harus
dilengkapi dengan : Sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan
yang baik, Alat pemadam kebakaran yang befungsi baik, Ventilasi dan sistem
sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, Papan nama yang memuat
nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor telepon apotek.
Perlengkapan Apotek, Apotek harus memiliki perlengkapan, antara lain: Alat
pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, gelas ukur
dll.
f. Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti lemari
obat dan lemari pendingin. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan
plastik pengemas. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan
bahan beracun. Buku standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, DPHO, serta
kumpulan peraturan per-UU yang berhubungan dengan apotek. Alat
administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan resep dan
lain-lain.
Personalia Apotek
a) Apoteker pengelola dan penangung jawab apotek
b) Asisten Apoteker
c) Asisten administrasi apotek
d) Pembantu asisten apoteker
e) Pembantu pembukuan administrasi
f) CS / cleaning service
Apotek aspek Bisnis
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa orientasi pelayanan
kefarmasian saat ini telah bergeser dari obat ke pasien yang mengacu pada
pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi
perubahan orientasi tersebut apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain melaksanakan pemberian informasi, monitoring
penggunaan obat untuk mengetahui agar takaran dan bentuknya atau tujuan akhirnya
sesuai harapan dokter yang memberi resep bersama-sama pasiennya dan
terdokumentasikannya resep dengan baik. Dengan tuntutan yang semakin luas terhadap
peran apoteker dalam konsep pharmaceutical care tersebut dan maraknya berbagai
pengaduan masyarakat mengenai peranan apoteker yang tidak optimal di apotek,
pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah menyusun draft Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian yang saat ini sedang dalam proses penetapan
Presiden menjadi Peraturan Pemerintah (PP).
Dalam draft RPP dinyatakan beberapa tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian, yaitu :
a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan atau
menetapkan yang berkaitan dengan jasa kefarmasian dan sediaan farmasi yang
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan.
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundangan-undangan;
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian.
Mengenai tenaga kefarmasian disebutkan terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian yang meliputi Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Asisten
Apoteker/Tenaga Menengah Farmasi dan Analis Farmasi. Kewenangan apoteker antara
lain melakukan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang
dimiliki. Sedangkan untuk kewenangan tenaga teknis kefarmasian dinyatakan bahwa
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian (STRTTK) mempunyai wewenang untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan apoteker yang telah memiliki STRA
sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya. Berdasarkan ketentuan
tersebut, secara yuridis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, asisten apoteker tetap
berada dalam bimbingan dan pengawasan apoteker. Hal inilah yang dinilai kalangan
profesi asisten apoteker sebagai ketentuan yang tidak mencerminkan rasa keadilan
masyarakat, karena pada kenyataannya asisten apoteker telah berperan sebagai apoteker
dalam melayani masyarakat di apotek, termasuk pemberian informasi tentang obat yang
harus dilakukan oleh apoteker.
Dengan demikian dalam draft RPP Pekerjaan Kefarmasian juga harus
memperhatikan unsur kebutuhan sosial guna menciptakan perubahan sosial ke arah
yang lebih baik dalam pelayanan kefarmasian. Disamping itu dalam menetapkan hukum
juga harus diperhatikan pola perilaku yang sesuai, artinya dalam pembuatan hukum
seharusnya terdapat pengkajian terlebih dahulu mengenai hal-hal yang terkait dengan
keberlakuan dan efektifitas aturan tersebut sehingga hukum tidak tertinggal karena tidak
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada suatu waktu dan tempat tertentu.

BAB III
Penutup
Konsep pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser dari obat ke pasien,
sehingga peranan apoteker juga diharapkan dapat menunjang praktik pelayanan
kefarmasian yang ditujukan untuk melindungi masyarakat terkait dengan penggunaan
farmasi. Dalam hal peranan apoteker sebagai penanggung jawab di apotek, apoteker
juga diharapkan dapat memenuhi hak konsumen akan pelayanan kefarmasian, antara
lain hak berkonsultasi dengan apoteker di apotek tersebut, selain menebus obat atau
membeli obat dalam rangka pengobatan sendiri, sehingga di tiap apotek yang buka
harus ada apoteker yang bertugas. Namun kenyataannya sepanjang jam buka apotek
jarang sekali ditemui seorang apoteker, dan yang ada hanyalah asisten apoteker,
sehingga dorongan untuk memperbaiki situasi pelayanan farmasi melalui pengaturan
yang holistik saat ini telah datang dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal tersebut,
pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mengeluarkan draft RPP tentang
Pekerjaan Kefarmasian yang salah satunya memberikan penegasan terhadap peranan
apoteker dalam mengelola apotek, termasuk didalamnya diatur juga mengenai
kewenangan asisten apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di bawah
bimbingan dan pengawasan apoteker.
Dari sudut pandang sosiologis, menyangkut ketidakpatuhan apoteker terhadap
ketentuan pengelolaan apotek, terjadi kegagalan internalisasi norma dari hukum ke
dalam sikap dan perilaku masyarakat, sehingga hukum seharusnya dapat memenuhi
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Terkait dengan ketentuan batasan
kewenangan dari asisten apoteker dalam RPP Pekerjaan Kefaramasian, hukum juga
harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Asisten apoteker dalam pelayanan di
apotek selama ini telah memenuhi kebutuhan masyarakat terkait dengan penggunaan
obat yang berhubungan dengan hidup manusia, sehingga terhadap draft RPP Pekerjaan
Kefarmasian perlu dibuat suatu ketentuan peralihan untuk menyesuaikan perubahan
yang ada, baik dari aspek hukum maupun dari aspek sosiologis.
Berangkat dari kajian di atas, maka dalam pembuatan peraturan diperlukan
kajian sosiologis demi berlakunya peraturan secara efektif, karena hukum akan hidup
dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah
masyarakat dan sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan sosial
tertentu. Dalam hal ini, RPP Pekerjaan Kefarmasian yang dibuat juga ditujukan untuk
pengaturan praktik pekerjaan kefarmasian yang lebih baik, demi kepastian hukum bagi
pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian.

Anda mungkin juga menyukai