Anda di halaman 1dari 8

Bentuk diagram pancaran dari antenna tersebut tergantung dari karakteristik pancaran

dari titik catu antenanya dan kedudukan satelitnya pada orbit.


Letak satelit yang optimal ditinjau dari segi daerah lingkupnya meliputi negara
tresebut diatas adalah pada 80 Bujur Timur.
Masing masing transponder menggunakan tabung TTT yang mempunyai daya
pancar jenuh sebesar 9W (7 dBW) dan mempunyai EIRP sebesar 33 dbW dan G/T (figure of
merit) sebesar 7dB/K.
Frekwensi kerja untuk lintasan ke atas adalah 6 GHz dan untuk lintasan ke bawah
adalah 4 GHz.
3. PERSYARATAN PERFORMANCE DAN DASAR DASAR
PERHITUNGANNYA
Kapasitas saluran maksimum dari satu transponder ditentukan oleh kualitas sinyal dan
karakteristik dari lintasan/ hubungan antara satelit dan setesiun bumi.
Seperti diketahui kualitas hubungan dinilai dari besarnya derau atau disingkat S/N.
Misalnya untuk telepon, rekomendasi CCIR No. 353 2 menyatakan bahwa nilai
maksimum dari derau yang diperbolehkan adalah 10000 pwp tersebut identic dengan S/N=
50dB.
Derau sebesar 10000 pwp tersebut dianggap terdiri dari komponen sebagai berikut:
1. Derau pada peralatan dari setasiun bumi = 1500 pwp
2. Derau karena interferensi = 500 pwp
3. Derau satelit = 8000 pwp
Adapun persyaratan untuk TV, rekomendasi CCIR No. 421 2 menyatakan bahwa
S/N yang disyaratkan adalah 52 dB (peak to peak signal to weighted continuous random
noise ratio).
Persyaratan persyaratan tersebut di atas merupakan standar internasional yang
dianjurkan untuk dipenuhi, namun demikian kadan kadang persyaratan persyaratan
tersebut karena pertimbangan tertentu tak dapat/ perlu selalu dipenuhi.
Sebagai standar yang diperlunak dapat dipergunakan nilai nilai sebagai berikut:
a. Telepon dengan S/N = 45 dB (minimum)
b. Televisi dengan S/N = 45 dB (minimum)
Jelaslah bahwa persyaratan kualitas tersebut ditetapkan dapatlah selanjutnya
parameter parameter dari sistim hubungannya dihitung, guna memenuhi persyaratan
persyaratan kualitas tersebut diatas.
Parameter parameter pertama yang penting adalah perbandingan gelombang
pembawa terhadap derau (S/N). Besar C/N ini ditentukan oleh besar S/N (up) untuk lintasan
ke atas (stasiun bumi ke satelit) dan S/N (dn) untuk lintasan ke bawah (satelit ke stasiun
bumi).
Disamping itu penentuan S/N tersebut di atas harus dipertimbangkan dari segi:
a. Implementasi peralatan
b. Ketersdiaan yang dikehendaki
c. Margin threshold
dimana dicari kombinasi yang optimum antara ketiga factor tersebut diatas.
Kemudian bila harga S/N telah ditetapkan maka dapat dihitung selanjutnya besar
parameter dari komponen hubungan ke atas, misalnya harga (C/N)
(dB)
yang disyaratkan untuk
memperoleh EIRP satelit yang maksimum, dimana selanjutnya akan menentukan besar EIRP
Jari stasiun buminya untuk lokasi tertentu (sudut elevasi dan peredaran lintasan dapat
dihitung).
Demikian pula halnya dilakukan untuk komponen komponen ke bawahnya,
sehingga akhirnya dapat dihitung besar figure of merit, G/T dari stasiun bumi yang
diperlukan.
Dengan demikian dapatlah dicari hubungan antara jumlah yang dapat ditampung oleh
satu transponder sebagai fungsi G/T dari stasiun bumi.
Dari hubungan di atas dapatlah disampaikan bahwa untuk harga C/T yang lebih
rendah dari harga tertentu, terdapat pembatasan pembatasan dari segi daya (EIRP terbatas)
karena tidak seluruh lebar ban dapat dimanfaatkan. Untuk harga G/T yang lebih besar, maka
diperoleh pembatasan dari segi lebar ban (lebar ban yang diperlukan lebih besar daripada
yang tersedia walupun daya masih cakup tersedia).
4. PERHITUNGAN SISTIM TELEKOMUNIKASI SATELIT
Dibawah ini akan diberikan cara perhitungan:
a. Televisi link performance
b. Trunk telephony performance
c. Demand assigned telephony performance
4.1. RUMUS RUMUS YANG DIPERGUNAKAN DAN BEBERAPA PENGERTIAN
DASAR
4.1.1. Figure Of Merit (G/T).
G - T
s
()= C/N
dn
+ 10 log B
c
+ K EIRP + B0
c
+ L
sp
+ L
FS
() + L
ATM
()
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (V. 1)
G = gain dari antenna stasiun bumi
T
s
() = temperature system penerima
= sudut elevasi dari antenna stasiun bumi
C/N
dn
= perbandingan daya gelombang pembawa terhadap daya derau untuk
hubungan ke bawah
B
c
= lebar ban gelombang pembawa
K = konstanta Boltzman
EIRP = EIRP jenuh satelit
B0
c
= output backoft relative terhadap kejenuhan gelombang pembawa tunggal
L
sp
= kesalahan pengarah satelit (satellite pointing error)
L
GS
= kesalahan pengarah antenna stasiun bumi (ground station pointing error)
L
FS
() = redaman ruang beban (free space loss)
L
ATM
() = absorbsi atmosfer (lihat grafik terlampir) harga harga dari peredam/ losses
untuk sudut elevasi > 20 dapat dilihat pada Tabel V.1 dibawah ini:
PARAMETER
Sudut Elevasi > 20
4 GHz 6GHz
Redaman lintas tambahan pada sudut
elevasi
< 0,9dB < 0,9dB
Redaman cuaca cerah pada sudut elevasi < 0,2dB < 0,2dB
Antenna pointing losses Satellite altitude
error:
0,17 N S
0,10 E S
0,6dB 0,6dB
Satellite position error
(
+
0,10)
Ground antenna misalignment
(
+
0,50)
1,0dB 1,5dB
Fading (0,1% of worst month)
Precipitation altenuation (water)
2,0dB 4,0dB
Ionosphere scintillation (plasma)

5,0dB 3,0dB
Tropospheric (air) < 1,0dB < 1,0dB

Dari persamaan tersebut dapatlah disimpulkan hal hal sebagai berikut: Untuk harga
C/N
dn
yang tetap akan di peroleh harga G/T yang lebih kecil bila EIRP satelit diperbesar, atau
sebaliknya bila EIRP satelit diperkecil maka harga G/T harus diperbesar.
Oleh karena EIRP satelit akan menentukan besar harga G/T sehingga perlu ditinjau
faktor faktor apa yang menentukan harga EIRP satelit factor factor tersebut antara lain
adalah:
1. Ruang lingkup antenna satelit (satelit antenna coverage)
2. Kedudukan satellite terhadap daerah lingkungannya (satellite longitude)
Bila factor factor tersebut telah ditetapkan, maka EIRP satelit dapat dihitung;
sehingga G/T dapat ditentukan sebagai fungsi dari (C/N)
dn
yang disyaratkan untuk jumlah dan
besar gelombang gelombang pembawa yang akan disalurkan lewat satu transponder yang
sama.
4.1.2. EIRP HUBUNGAN KE ATAS YANG DISYARATKAN
Selanjutnya untuk menentukan transmit performance dari stasiun bumi yang
disyaratkan dipergunakan rumus tersebut di bawah ini:
EIRP
C
= P
r
- BO
el
- G
s
+ L
SP
() + L
ATM
() + L
GS
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (V. 2)
EIRP
C
= EIRP stasiun bumi
P
r
= Daya output dari antenna satelit (penerima) yang disyaratkan untuk
menjenuhkan TWT (-91 dBW)
BO
el
= input backoff
G = Gain dari antenna satelit (penerima)
L
SP
= Kesalahan dari pengarahan satelit
L
FS
() = Redaman ruang bebas (free space loss)
L
ATM
() = Absorbsi atmosfer
= Sudut elevasi dari antenna stasiun bumi
L
GS
= Kesalahan pengarahan dari antenna stasiun bumi
Dari persamaan tersebut di atas dapat dihitung besar EIRP dari stasiun bumi yang
diperlukan untuk menjenuhkan TWT, yang dalam hal ini mempunyai harga sebesar ca 82
dBW.
EIRP sebesar 82 dBW tersebut dapat dicapai dengan sebuah pemancar 1 kW yang
mencatu antenna dengan diameter 32 kaki atau ca 9,9 meter.
Dalam hal system gelombang ganda maka harga EIRP harus dikurangi sedemikian
sehingga pengaruh intermodulasi yang ditimbulkan oleh gelombang pembawa ganda ini
dapat diperkecil. Pengurangan daya pancar tersebut adalah apa yang disebut dengan istilah
input backoff (BO
ci
) yang besarnya ditenteukan oleh jumlah dari besarnya gelombang
pembawa yang akan disalurkan melalui transponder yang sama.
4.1.3. RAPAT FLUKSI JENUH
Besarnya daya yang diperlukan untuk menjenuhkan TWT dari satelit juga disebut
dengan istilah saturation drive yang dalam hal ini mempunyai harga sebesar 91 dBW
(diukur pada output dari antenna satelit untuk frekwensi penerimaannya sebesar 6GHz).
Perlu ditegaskan bahwa masalah penjenuhan tersebut di atas dapat juga dinyatakan
dengan parameter lain, yakni kerapatan fluksi (), dimana:
() = EIRP 10 log (4 II D
2
)dBW/m
2
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (V. 3)
D = jarak antara stasiun bumi terhadap satelit dinyatakan dalam meter
4 II D
2
= luas permukaan bola dengan jari jari D, dengan titik pusat yang dirupakan
oleh stasiun bumi
Untuk satelit yang jaraknya 35900 km terhadap stasiun bumi, maka juga komponen
10 log (4 II D
2
) menjadi 162 sehingga rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi:
() = EIRP 162 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (V. 4)
Bila EIRP diperlukan untuk menjenuhkan TWT seperti dihitung di atas adalah 82
dBW maka kerapatan fluksi jenuh yang diperlukan adalah:
()= 82 162 = 80 dBW/m
2

Dengan menggunakan rumus rumus tersebut di atas dapatlah selanjutnya dilakukan
perhitungan perhitungan sistim performance yang dikehendaki yang akan dipergunakan
untuk mendasari pengadaan hardware dari sistim komunikasi satelit.

4.1.4. INPUT & OUTPUT BACKOFF
Dalam sistim gelombang pembawa ganda maka akan terjadi nilai modulasi yang
selanjutnya membentuk derau intermodulasi N
IM
.
Hal ini disebabkan karena ketidak linear an dari TWT satelit.
Dengan demikian harga C/N untuk keseluruhan hubungan akan menurun yang dalam
hal ini menjadi:


Dengan:
C = daya gelombang pembawa yang diterima
N
up
= daya derau (hubungan ke atas)
N
down
= daya derau (hubungan ke bawah)
N
IM
= daya derau (intermodulasi)
Besar daya derau intermodulasi N
IM
tergantung dari karakteristik TWT yang
digunakan jumlah gelombang pembawa yang disalurkan.
Untuk operasi gelombang pembawa tunggal maka TWT tersebut dapat dikemukakan
sampai jenuh outputnya, sehingga harga (C/N)
up
dan (C/N)
down
nya mencapai harga yang
maksimal.
Pada operasi gelombang pembawa ganda maka derau intermodulasi akan menjadi
maksimum pada titik jenuh dari TWT, sehingga atsa dasar ini titik kerja TWT perlu digeser
ke daerah yang linear guna memperkecil derau intermodulasi.
Penggeseran titik kerja dari TWT ke daerah yang linear tersebut diatas disebut dengan
Input Backoff.
Input backoff dari TWT akan mengakibatkan output backoff dari TWT tersebut.
Karakteristik perpindahan dari TWT dapat digambarkan seperti tersebut pada table VI
2 di bawah ini:
TABEL V 2
TWT KARAKTERISTIK PERPINDAHAN
Input
Backoff
(dB)
Jumlah gelombang permbawa yang disalurkan
4 Gelombang
pembawa
6 gelombang
pembawa
8 gelombang
pembawa
8 gelombang
pembawa
Output
backoff
C/ N
IM

Output
backoff
C/ N
IM

Output
backoff
C/ N
IM

Output
backoff
C/ N
IM

0 1,8 10,9 1,9 10,3 1,9 10,0 2,1 9,3
-2 1,8 12,4 1,9 11,8 2,0 11,6 2,1 11,0
-4 2,3 14,0 2,4 13,4 2,5 13,1 2,6 12,5
-6 3,1 15,6 3,2 14,9 3,3 14,6 3,4 13,9
-8 4,3 17,4 4,4 16,6 4,4 16,3 4,5 15,5
-10 5,8 19,7 5,8 18,7 5,8 18,3 5,9 17,3

Amplitudo dari masing masing pembawa dianggap semua sama.
Contoh:
Bila daya input yang diperlukan untuk menjenuhkan TWT adalah -91 dBW pada
operasi gelombang pembawa tunggal, maka bilamana untuk transponder tersebut digunakan
untuk sistem gelombang pembawa ganda, maka daya input dayanya harus dikurangi misalnya
dengan 4 buah gelombang pembawa. Dengan amplitude yang sama besarnya (-101 dBW)
maka daya input total yang dihasilkan adalah -95 dBW, dalam hal ini harga input backoff
adalah sebesar 4 dB.
Dari table V 2 dapar dilihat bahwa untuk input backoff

Anda mungkin juga menyukai