Anda di halaman 1dari 18

PERGERAKAN NASIONAL PADA ERA KOOMPERATIF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Indonesia Masa


Pergerakan Nasional
Dosen Pengampu : Drs. Suwarno M.Si










Oleh :
Imam Hidayat (1101020036)





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2013


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Pergerakan Nasional sebagai fenomena historis merupakan hasil dari
perkembangan faktor ekonomi, sosial, politik, kultural dan religius dan di antara faktor-faktor
itu saling terjadi interaksi. Kata - pergerakan mencakup semua macam aksi yang dilakukan
dengan organisasi moden ke arah kemerdekaan Indonesia. Nasionalisme sendiri mengacu
pada faham yang mementingkan perbaikan dan kesejahteraan nasional atau bangsanya.
Penyebutan nama Indonesia yang berfungsi simbolis dalam Sejarah Pergerakan
Nasional tidak dengan sendirinya terjadi tetapi melalui proses panjang dan dengan makin
majunya pergerakan nasional sebutan indonesia meripakan keharusan. Sejarah Pergerakan
Nasional mempunyai pengertian dan menunjuk pada seluruh proses terjadinya dan
berkembangnya nasionalisme Indonesia dalam segala perwujudannya., berdasarkan
kesadaran, sentimen bersama dan keinginan berjuang untuk kebebasan rakyat dalam wadah
negara kesatuan.
Nasionalisme Indonesia yang dalam perkembangannya mencapai titik puncak setelah
Perang Dunia II yaitu dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia berarti bahwa
pembentukan nasion Indonesia berlangsung melalui proses sejarah yang panjang. Timbulnya
nasionalisme Indonesia khususnya nasionalisme Asia umumnya berbeda dengan timbulnya
nasionalisme di Eropa. Jelas bahwa nasionalisme Indonesia mempunyai kaitan erat dengan
kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad lamanya berkuasa di Indonesia. Usaha untuk
menolak kolonialisme inilah yang merupakan manifestasi dari penderitaan dan tekanan-
tekanan yang disebut Nasionalisme.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pergerakan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia?
2. Bagaimana terbentuk nya Negara Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pergerakan Nasional dan Terbentuknya Bangsa Indonesia
Kata nasionalisme berasal dari kata Nation yang berati bangsa. Dalam bahasa Latin
kata Nation berati kelahiran kembali, suku kemudian bangsa. Bangsa adalah sekelompok
manusia yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat untuk bersatu karena adanya
persamaan nasib, cita-cita dan kepentingan bersama. Menurut Han Kohn adalah suatu paham
yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserakan kepada negara dan bangsa.
Bangkitnya nasionalisme Indonesia didorong oleh faktor intern dan ekstern.
1. Faktor Intern
Faktor-faktor intern yang menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia
adalah sebagai berikut.
a. Kejayaan Bangsa Indonesia
Sebelum kedatangan bangsa Barat, di wilayah Nusantara sudah berdiri kerajaan-
kerajaan besar, seperti Sriwijaya, Mataram dan Majapahit. Kejayaan masa lampau itu
menjadi sumber inspirasi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
b. Penderitaan Rakyat akibat Politik Drainage (Pengerukan Kekayaan)
Politik drainage itu mencapai puncaknya ketika diterapkan sistem tanam paksa yang
dilanjutkan dengan sistem ekonomi liberal.
c. Adanya Diskriminasi Rasial
Diskriminasi merupakan hal menonjol yang diterapkan oleh pemerintah kolonial
Belanda dalam kehidupan sosial pada awal abad ke-20. Dalam bidang pemerintahan, tidak
semua jabatantersedia bagi kaum pribumi.
d. Munculnya Golongan Terpelajar
Pada awal ke-20, pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah
kolonial. Hal itu sejalan dengan diterapkannya politik etis. Melalui penguasaan bahasa asing
yang diajarkan di sekolah-sekolah modern, mereka dapat mempelajari berbagai ide-ide dan
paham-paham baru yang berkembang di Barat, seperti ide tentang HAM, liberalisme,
nasionalisme, dan demokrasi.
2. Faktor Ekstern
Lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia juga didorong oleh faktor-faktor
ekstern, antara lain berikut ini.
a. Kemenangan Jepang terhadap Rusia (1904-1905)
Kemenangan Jepang dalam Perang Rusia-Jepang telah berhasil mengguncangkan
dunia. Kemenangan Jepang tersebut berhasil menggugah kesadaran bangsa-bangsa Asia dan
Afrika untuk melawan penjajahan bangsa-bangsa kulit putih.
b. Kebangkitan Nasionalisme Negara-Negara Asia-Afrika
Kebangkitan nasional bangsa-bangsa Asia-Afrika memberikan dorongan kuat bagi
bangsa Indonesia untuk bangkit melawan penindasan pemerintahan kolonial. Revolusi
Tiongkok (1911) dan pementukan partai Kuomintang oleh Sun Yan Set yang berhasil
menjadikan Cina sebagai negara mereka pada tahun (1912).
b. Masuknya Paham-Paham Baru
Paham-paham baru seperti liberalisme, demokrasi dan nasionalisme muncul setelah
terjadinya Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Hubungan antara Asia dan Eropa
menyebabkan paham-paham itu menyebar dari Eropa ke Asia, termasuk ke Indonesia.
1. Boedi Oetomo
Dengan semangat hendak meningkatkan semangat masyarakat, Mas Ngabehi Wahidin
Soediro Husodo, seorang doktor jawa dan termasuk seorang priayi, tahun 1906-1907
melakukan kempanye di kalangan priayi di Pulau Jawa.
Pada akhir 1907, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia.
Pertemuan tersebut berhasil mendorong didirikannya organisasi yang diberi nama Boedi
Oetomo pada hari rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Soetomo kemudian ditunjuk sebagai
ketuanya. Tanggal berdirinya Boedi Oetomo hingga saat ini diperingati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional.
2. Sarekat Islam
Pada akhir 1911, Haji Samanhudi di Solo menghimpun para pengusaha batik di
dalam sebuah organisasi yang bercorak agama dan ekonomi, yaitu Sarekat Dagang
Islam (SDI). Setahun kemudian pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi
Sarekat Islam (SI) dengan ketuanya Haji Oemar Said Cokroaminoto, sedangkan Samanhudi
sebagai ketua kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya
menjadi luas, bukan hanya dari kalangan pedagang. Apabila dilihat dari anggaran dasarnya,
tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan jiwa dagang.
b. Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang kesulitan.
c. Memajukan pengajaran dan semua.
d.Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Aktivitas SI lebih mengutamakan politik tidak disetujui oleh sebagian besar
anggotanya. Mereka menginginkan SI memperhatikan masalah-masalah keagamaan. Dalam
kondisi itu SI memutuskan untuk bekerja sama dengan pemerintahan kolonial dan berganti
nama menjadi Partai Sarikat Islam. Sehubungan dengan meluasnya semangat persatuan
dan Sumpah Pemuda, nama tersebut diubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII)
pada tahun 1930 dengan ketuanya Haji Agus Salim.
3. Indische Partij
Indische Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini
juga dimaksudkan sebagai pengganti Indische Bond. Sebagai organisasi kaum Indonesia dan
Eropa yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh pendiri Indische Partij dikenal dengan
Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan
Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Indische Partij merupakan pergerakan nasional
yang bersifat politik murni dengan semangat nasionalisme modern. Indische Partij berdiri
atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Indonesia.

4. Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia didirikan pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang
berada di Belanda, antara lain Sutan Kasayangan dan R.N Noto Suroto. Mula-mula
organisasi itu bernama Indische Vereeniging. Akan tetapi sejak berakhirnya Perang Dunia I
perasaan anti kolonialisme dan imperialisme di kalangan pemimpin-pemimpin Indische
Vereeniging semakin menonjol. Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah menjadi
Indonesische Vereeniging. Sejak tahun 1925, selain nama dalam bahasa Belanda juga
digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu Perhimpunan Indonesia. Oleh karena itu, semakin
tegas bahwa PI bergerak dalam bidang politik.
Dalam kalangan pergerakan nasional di Indonesia, pengaruh PI cukup besar.
Beberapa organisasi pergerakan nasional mulai lahir karena mendapatkan inspirasi dari PI,
seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional Indonesia
(PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) tahun 1927.
5. Partai Komunis Indonesia
Ketika Sosial Democratische Arbeiderspartij (SDAP) di Belanda pada tahun 1918
mengumumkan dirinya menjadi Partai Komunis Belanda (CPN), para anggota ISDV dari
golongan Eropa mengusulkan mengikuti jejak itu. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Mei 1920
diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Di dalam susunan pengurus baru
terbentuk tertera antara lain Semaun sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma
sebagai sekretaris, Dekker sebagai bendahara, serta Baars dan Sugono sebagai anggota
pengurus. PKI tumbuh menjadi partai politik dengah jumlah yang sangat besar. Akan tetapi
karena jumlah anggotanya intinya kecil, partai itu kurang dapat mengontrol dan menanamkan
disiplin kepada anggotanya.
Setelah berhasil menempatkan dirinya sebagai partai besar, PKI merasa sudah kuat
untuk melakukan pemberontakan pada tahun 1926. Hampir sepuluh tahun kemudian,
Komitern mengirimkan seorang tokoh komunis kembali ke Indonesia. Tokoh tersebut ialah
Musso yang pada bulan April 1935 mendarat di Surabaya. Dengan bantuan Joko Sujono,
Pamuji, dan Achmad Sumadi, ia membentuk yang diberi nama PKI Ilegal. Kegiatan utama
kaum komunis kemudian disalurkan melalui Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) dengan
tokoh utamanya Amir Syarifudin.

6. Partai Nasional Indonesia
Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 dengan
tokoh-tokohnya Ir. Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto Mangunkusumo, Tilaar, Soedjadi, dan
Soenaryo. Dalam pengurus besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Iskaq sebagai
sekretaris/bendahara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris. Sementara itu dalam perekrutan
anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan menjadi anggota PNI,
juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-mata pemerintah kolonial.
Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di
dalam masyarakat, yaitu:
a. Usaha ke dalam: Usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain mengadakan
kursus kursus, mendirikan sekolah-sekolah dan bank-bank.
b. Usaha ke luar: Dengan memeperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara lain
melalui
c. Rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Benteng Priangan di Bandung dan
Persatuan Indonesia di Batavia.
Peningkatan kegiatan rapat-rapat umum di cabang-cabang sejak bulan Mei 1929
menimbulkan suasana yang tegang. Pemerintah kolonial Belanda lebih banyak melakukan
pengawasan secara tegas terhadap kegiata-kegiatan PNI yang dianggap membahayakan
keamanan dan ketertiban. Sering kali polisi menghentikan pidato karena dianggap telah
menghasut rakyat.
Akhirnya pemerintah Hindia Belanda beranggapan bahwa tiba saatnya untuk
melakukan tindakan terhadap PNI. Bahkan Gubernur Jenderal de Graef telah mendapatkan
tekanan dari konservatif Belanda yang tergabung dalam Vanderlansche Club untuk bertindak
tegas karena mereka berkeyakinan bahwa PNI melanjutkan taktik PKI.




C. Upaya-Upaya Menggalang Persatuan
1. Pembentukan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI) Di kalangan pemimpin pergerakan nasional muncul gagasan untuk
membentuk gabungan (fusi) dari partai-partai politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat
dan mempersatukan tindakan-tindakan dalam menghadapi pemerintah kolonial. Usaha itu
dirintis oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan, Persatuan
Minahasa, Sarekat Ambon dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil
dibentuk Komite Persatuan Indonesia. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil dengan baik
sehingga tidak satu pun organisasi gabungan (fusi) yang dihasilkan.
Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan sidang di Bandung yang dihadiri oleh
wakil-wakil dari PNI, Algemeene Studieclub, PSI (Partai sarekat Islam), Boedi Oetomo,
Pasundan, Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indinesische studieclib. Sidang tersebut
memutuskan untuk membentuk (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut.
Sebagai suatu alat organisasi yang tetap dari federasi itu, dibentuklah dewan
pertimbangan yang terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil partai-partai
yang bergabung. Dr. Soetomo dari Studieclub sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan Ir.
Anwari dari PNI sebagai sekretaris.
2. Gerakan Pemuda
1. Gerakan Pemuda Kedaerahan
Trikoro Dharmo merupakan organisasi pemuda kedaerahaan pertama di Indonesia.
Trikoro Dharmo didirikan di Gedung Stovia pada tanggal 7 Maret 1915 oleh pemuda-pemuda
Jawa, seperti Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan
Mawardi. Trikoro Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi dan Bhakti.
Kenggotaan Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa
dan Madura. Akan tetapi, diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang meliputi Jawa,
Sunda, Bali, dan Lombok. Pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta berdiri organisasi Jong
Sumatranen Bond.
Tokoh-tokoh nasional yang pernah menjadi anggota Jong Sumatranen Bond, antara
lain Moh.Hatta, Moh.Yamin, M. Tasil, Bahder Djohan, dan Abu Hanifah. Jong Minahasa
berdiri pada tanggal 5 Januari 1918 di Manado dengan tokohnya A.J.H.W.Kawilarang dan
V.Adam. Jong Celebes dengan tokoh-tokohnya Arnold Monomutu, Waworuntu, dan
Magdalena Mokoginta. Jong Ambon berdiri pula pada tanggal 1 Juni 1923 di Jakarta. Dengan
semangat kedaerahaannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo tanggal 12 Juni 1918
nama trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java masih tetap bergerak
dalam bidang sosial budaya. Pada kongres kelima bulan Mei 1922 di Solo dan kongres luar
biasa Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri masalah politik.
Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia politik setelah mereka tamat
belajar.
2. Kongres Pemuda Indonesia
1. Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan
Indonesia (PI) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam dalam
sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta
diadakan kongres pemuda Indonesia yang pertama.
Dalam kongres itu dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia
bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus
tumbuh di atas kepentingan golongan, bangsa dan agama. Selanjutnya juga dibicarakan
tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak dikemudian hari.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya
mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabumgan (fusi).
Walaupun pembicaraan mengenai fusi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres itu
telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu.

2. Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama,
tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari
perkumpulan-perkumpulan pemuda ketika itu diantara lain Pemuda Sumatera, Pemuda
Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond,
Jong Java, Jong Ambon dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja
mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. persidangan
yang dilaksanakan sebanyak tiga kali di antaranya membahas persatuan dan kebangsaan
Indonesia, pendidikan, serta pergerakan kepanduan. Kongres tersebut berhasil mengambil
keputusan yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda sebagai berikut.
Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin dan dibacakan oleh
ketua kongres, Sugondo Joyopuspito, secara hikmat di depan kongres. Selanjutnya
diperdengarkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh W.R. Supratman
dengan gesekan biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja keras para pemuda
pelajar Indonesia. Dengan tiga butir Sumpah Pemuda itu, setiap organisasi pemuda
kedaerahan secara konsekuen meleburkan diri kedalam satu wadah yang telah disepakati
bersama, yaitu Indonesia Muda.
D. Berkembangnya Taktik Moderat dan Kooperatif dalam Perkembangan Nasional
Berkembangnya taktik moderat dan kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada akhir
tahun1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi itu tidak kunjung reda.
2. Kebijakan keras pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge menyebabkan kaum
pergerakan, terutama golongan nonkooperatif, sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal
atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggung jawab
atas keadaan di Hindia Belanda.
3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakan nasional terutama yang berada di Eropa
menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme dan Naziisme mengancam kedudukan
negara-negara demokrasi. Demikian pula Jepang sebagai negara fasis di Asia telah
melakukan ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis
dengan penguasa kolonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme.
Kesadaran itu muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indoesia yang terlebih dahulu
telah melakukan taktik kooperatif.



a. Partindo (1931)
Pada kongres luar biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil keputusan
untuk membubarkan PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan
pendukung PNI. Sartono dan pendukungnya membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada
tanggal 30 April 1931.
Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo.
Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang tercerai-cerai
sehingga pada tahun 1931 berhasih dibentuk 12 cabang. Kemudian berkembang menjadi 24
cabang dengan anggota sebanyak 7.000 orang.
Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan
Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934. karena alasan kesehatan,
Bung Karno kemudihan dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942
dipindahkan kepadang karena adanya serbuan Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno,
Partindo mengalami kemunduran. Partindo keluar dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang
geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat. Dalam menghadapi keadaan yang
sulit itu, untuk kedua kalinya Sartono membubarkan Partindo juga tanpa dukungan penuh
dari anggotanya.
b. PNI Baru (1931)
Ada bulan Desember 1931, membentuk Pendidikan Nasional Indonesia(PNI Baru).
Mula-mula Sutan Syahir dipilih sebagai ketuanya. Moh. Hatta kemudian dipilih sebagai ketua
pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda. Organisasi-organisasi tersebut tetap sama-
sama menggunakan taktik perjuangan non-kooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik.
Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai berikut:
- PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai persatean bukan persatuan karena anggota-
anggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap
PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
- Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik
dan sosial. Partindo lebih mengandalkan organisasi masa dengan aksi-aksi masa untuk
mencapai kemerdekaan.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan
masyarakat dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk
rakyat dan penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan
sikapnya yang non-kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial membahayakan. Oleh
karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin,
Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai
Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada tahun 1936 dan akhirnya ke
Sukabumi pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif
saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial Belanda.
c. Parindra (1935)
Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan
penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan
Partai Indonesia Raya (Parindra). R. Soetomo terpilih sebagai ketua Parindra dengan
Surabaya sebagai pusatnya. Tujuannya adalah mencapai Indonesia raya dan mulia. Tokoh-
tokoh terkemuka Parindra lainnya ialah Moh. Husni Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto.
Parindra berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan
Rukun Tani, membentuk serikat-serikat pekerja, menganjurkan Swadesi, dan mendirikan
Bank Nasional Indonesia. Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir
penjajahan Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan Moh. Husni Thamrin dengan
membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil memaksa pemerintah kolonial
melakukan beberapa perubahan, seperti memakai bahasa Indonesia dalam siding Volksraad
dan mengganti istilah Inlander menjadi Indonesier.
d. Gerindo
Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah
perjuangan. Sementara itu, Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai. Oleh
karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).
Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K.Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sarino
Mangunsarkoro, Nyono, Prawoto, Sartono, dan Wilopo.
Gerindo bertujuan mencapai Indonesia merdeka, tetapi dengan asas-asas yang
kooperatif. Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen yang bertanggung
jawab kepada rakyat dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia
(Peri) yang bertujuan mengumpulkan modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani
berdasarkan asas nasional-demokrasi-koperasi. Dalam bidang sosial diperjungkan persamaan
hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu, Gerindo menerima anggota dari
kalangan orang Indo, peranakan Cina, dan Arab.
e. Petisi Sutardjo
Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutardjo Kartohadikusumo selaku Persatuan Pegawai
Bestuur (PPB) dalam Volkstraad mengajukan usul yang kemudian dikenal dengan petisi
Sutardjo. Petisi tersebut berisi permintaan kepada pemerintah kolonial agar diselenggarakan
musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu perubahan
dalam waktu 10 tahun mendatang, yaitu pemberian status otonom kepada rakyat Indonesia
meskipun tetap dalam lingkungan kerajaan Belanda.
Sebelum Indonesia dapat berdiri sendiri, Sutardjo mengusulkan untuk mengambil
langkah-langkah memperbaiki keadaan Indonesia, antara lain sebagai berikut:
a. Volksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya
b. Direktur departemen diberikan tanggung jawab
c. Dibentuk Dewan Kerajaan (rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan
Indonesia yang anggota-anggotanya merupakan wakil-wakil kedua belah pihak.
Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul dan cita -citanya
memihak Indonesia.
Petisi itu juga ditandatangani oleh I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung
dan Kwo Kwat Tiong. Sebagian besar dari partai-partai dan tokoh-tokoh pergerakan juga
mendukung Petisi Sutardjo. Setelah mendapatkan dukungan mayoritas anggota Volksraad,
petisi itu kemudian disampaikan kepada pemerintah kerajaan dan Parlemen Belanda.
Golongan yang tidak setuju adalah golongan konservatif dan para pengusaha perkebunan,
termasuk kelompok Vanderlandche Club (VC) menganggap petisi itu terlalu prematur dan
menganggap bahwa secara ekonomi dan sosial Hindia Belanda (Indonesia) belum cukup
untuk dapat berdiri sendiri. Selain itu dipermasalahkan pula tentang dapat dipertahankannya
kesatuan wilayah Nusantara dalam lingkungan Pax Nederlandica karena pada kenyataannya
kondisi politik Hindia Belanda belum mantap.
Pada tanggal 16 November 1938, pemerintah Belanda memberikan jawaban bahwa
petisi itu ditolak dengan alasan-alasan sebagai berikut.
- Perkembangan politik Indonesia belum cukup matang untuk memerintah sendiri
sehingga petisi itu dipandang masih terlalu prematur.
- Dipertanyakan juga tentang kependudukan golongan minoritas dalam struktur politik
yang baru nanti.
- Tuntutan otonomi dipandang sebagai hal yang tidak alamiah karena pertumbuhan
ekonomi, sosial dan politik belum memadai.
Meskipun petisi tersebut ditolak, pemerintah kolonial mulai melaksanakan perubahan
pemerintah pada tahun 1938. Pemerintah membentuk provinsi-provinsi di luar Jawa dengan
gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat, sedangkan Dewan Provinsi bertugas mengatur
rumah tangga daerah.
f. Perjuangan GAPI Indonesia Berparlemen
Penolakan petisi Sutardjo mendorong munculnya gerakan menuju kesatuan nasional,
kesatuan aksi dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Gerakan itu kemudian menjelma
menjadi Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Pembentukan GAPI dipelopori oleh M.H.
Thamrin dari Parindra.
Pelaksanaan program GAPI secara kongret mulai terwujud dalam rapatnya pada
tanggal 4 Juli 1939. Dalam rapat itu diputuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat
Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib sendiri serta persatuan dan kesatuan
Indonesia. Namun, sebelum aksi dapat dilancarkan secara besar-besaran, pada tanggal 9
Septamber 1939 terdengar kabar bahwa Perang Dunia II telah berkobar. Oleh karena itu,
dalam pernyataan pada tanggal 19 September 1939, GAPI menyerukan agar dalam keadaan
penuh bahaya dapat dibina hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya antara Belanda dan
Indonesia.
Aksi pertama GAPI terselenggara dengan mengadakan rapat umum di Jakarta pada
tanggal 1 Oktober 1939. Pada pertengahan Desember 1939 diselenggarakan rapat umum di
beberapa tempat. Dengan semboyan Indonesia Berparlemen dalam setiap aksinya GAPI
mendesak pemerintah agar membentuk parlemen yang dipilih dan dari rakyat sebagai
pengganti Volksraad dan dengan pemerimtahan yang bertanggung jawab kepada parlemen
tersebut. Untuk itu, kepala-kepala departemen harus digantikan menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada parlemen.
Tanggapan pemerintah kolonial Belanda baru dikeluarkan pada tanggal 10 Februari
1940 melalui menteri jajahan Welter yang menyatakan bahwa perkembangan dalam bidang
jasmani dan rohani akan memerlukan tanggung jawab dalam bidang ketatanegaraan. Sudah
barang tentu hak-hak ketatanegaraan memerlukan tanggung jawab dari para pemimpin.
Tanggung jawab ini hanya dapat dipikul apabila rakyat telah memahami kebijaksanaan
politik. Selama pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kebijakan politik di Hindia
Belanda, tidak mungkin didirikan parlemen Indonesia yang mengambilalih tanggung jawab
tersebut.
Tentu saja penolakan itu menimbulkan kekecewaan, tetapi GAPI masih meneruskan
perjuangannya. Dalam rapat tanggal 23 Februari 1940, GAPI menganjurkan pendirian Panitia
Parlemen Indonesia sebagai tindak lanjut aksi Indonesia Berparlemen. Akan tetapi,
kesempatan bergerak bagi GAPI sudah tidak ada lagi. Pada awal Mei 1940, Belanda
diduduki oleh Jerman sehingga Perang Dunia II telah berkobar di Negeri Belanda. Meskipun
negerinya sudah diduduki oleh Jerman, tetapi Belanda tidak mau mundur setapak pun dari
bumi Indonesia.
Sikap pemerintah Belanda yang konservatif itu tidak mengurangi loyalitas rakyat
Indonesia terhadap Belanda, bahkan ada keinginan umum untuk bekerja sama dalam
menghadapi perang itu. Sebagai imbalan dari kesetiaan bangsa Indonesia tersebut, Gubernur
Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menjanjikan perubahan dalam berbagai segi
kehidupan masyarakat. Akan tetapi, gagasan mengenai perubahan itu harus disimpan dahulu
hingga perang selesai. Pada tanggal 10 Mei 1941 dalam pidatonya, Ratu Wilhelmina
menyatakan kesediaannya untuk mempertimbangkan suatu penyesuaian ketatanegaraan
Belanda terhadap keadaan yang berubah serta menentukan kedudukan daerah seberangdalam
struktur Kerajaan Belanda. Akan tetapi, masalah itu pun ditunda hingga Perang Dunia II
selesai.
Usulan pembentukan milisi pribumi yang berdasarkan kewajiban warga negara untuk
mempertahankan negerinya juga ditolak oleh pemerintah kolonial dengan alasan bahwa
perang modern lebih memerlukan angkatan perang yang professional. Sikap menunda itu pun
diperlihatkan Belanda pada saat dilontarkan Piagam Atlantik (Atlantic Charter) oleh
Perdana Menteri Inggris Woodrow Wilson dan Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt
yang menjamin hak setiap bangsa untuk memilh bentuk pemerintahannya sendiri.
Satu-satunya hasil dari berbagai upaya kaum pergerakan melalui Dewan Rakyat
adalah pembentuka Komisi Vismen (Commissie-Visman) pada bulan Maret 1941. Komisi
tersebut bertugas meneliti keinginan, cita-cita, serta pendapat yang ada pada berbagai
golongan masyarakat mengenai perbaikan pemerintahan. Hasilnya diumumkan pada bulan
Desember 1941 yang menyatakan bahwa penduduk sangat puas dengan pemerintah Belanda.

















BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Sejarah Pergerakan Nasional adalah bagian dari Sejarah Indonesia yang meliputi
periode sekitar empat puluh tahun, yang dimulai sejak lahirnya Budi Utomo (BU) sebagai
organisasi nasional yang pertama tahun 1908 sampai terbentuknya bangsa Indonesia pada
tahun 1945 yang ditandai oleh proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sejarah Pergerakan
Nasional sebagai fenomena historis merupakan hasil dari perkembangan faktor ekonomi,
sosial, politik, kultural dan religius dan di antara faktor-faktor itu saling terjadi interaksi.
Ada dua factor yang mendorong segi-segi integrasi dari nasionalisme
Indonesia. Pertamafaktor internal yang menunjukkan persamaan perasaan karena tekanan-
tekanan kolonial sehingga menciptakan perasaan senang-tidak senang, setia-melawan, setuju-
tidak setuju, dan lain sebagainya. Adapun yang kedua adalah factor eksternal berupa faham-
faham nasionalisme yang membuahkan nasionalisme itu sendri. Faktor-faktor eksternal
maupun internal itu tidak akan banyak berpengaruh jika sekiranya kaum intlektualis tidak
muncul dalam panggung organisasi politik dan organisasi pergerakan nasional. Sebagai elit
baru kaum intelektualis ini tentu saja menghendaki amsyarakat yang bebas dari pengawasan
kolonial, yang dengan sadar ingin mengubah kedudukan bangsanya.









DAFTAR PUSTAKA
Dimjati, M. (1951). Sedjarah Perdjuangan Indonesia. Djakarta: Widjaja.
Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N. (1981). Sejarah Nasional Indonesia . Jilid V.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M.C. (1991). Sejarah Indonesia Modern. Terj. Dharmono Hardjowidjono.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai