2 /
) 20 (min . 2
T d or
mm imum t d
d 3 1
(2)
3 /
) 10 (min
T d or
mm imum t d
2 /
) 20 (min 2
T d or
mm imum t d
d 2 1
(3)
) 10 (min 2 / mm imum T d
) 20 (min mm imum T d
1 = T
(4)
) 10 (min 2 / mm imum T d
) 20 (min mm imum T d
d 2 1
l
l
l
d
T
T
T
d t
( 1 ) ( 2 )
( 3 ) ( 4 )
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
8
4. Penentuan Tambahan Penyusutan.
Logam cair menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan, maka perlu
disediakan toleransi untuk mengantisipasinya sehingga diperoleh benda kerja
coran dengan dimensi dan geometri tetap. Tambahan ukuran penyusutan ini
dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Tambahan penyusutan yang disarankan ( 1 )
Tambahan
Penyusutan
Bahan
8/1000 Besi cor, baja cor tipis
9/1000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusul
10/1000 Sama dengan atas dan aluminium
12/1000 Paduan aluminum, Brons, baja cor (tebal 5-7 mm)
14/1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor
16/1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm)
20/1000 Coran baja yang besar
25/1000 Coran baja besar dan tebal
5. Penentuan penambahan untuk proses permesinan dimana diperlukan
penyelesaian akhir dengan mesin setelah pengecoran, harus dibuat dengan
kelebihan ukuran seperlunya. Pengerjaan ini biasa berupa pembubutan,
penggerindaan, boring dan lain lain.
II. 3. Pola Cetakan
Pola sangat diperlukan dalam pengecoran, dapat digolongkan menjadi
pola logam maupun dan pola kayu (termasuk pola plastik). Pola logam
dipergunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran terutama dalam
masa produksi sehingga pola bisa lebih lama dan produktivitas produksi lebih
tinggi.
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
9
Hal pertama yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah
mengubah gambar perencanaan menjadi gambar untuk pengecoran. Dalam hal
ini dipertimbangkan bagaimana membuat coran yang baik, bagaimana
menurunkan biaya pembuatan cetakan, bagaimana membuat pola yang mudah,
bagaimana menstabilkan inti inti, dan bagaimana cara mempermudah
pembongkaran cetakan, kemudian menetapkan arah kup dan drag, posisi
permukaan pisah, bagian yang dibuat oleh cetakan utama dan bagian yang
dibuat oleh inti. Selanjutnya menetapkan tambahan penyusutan, tambahan
untuk penyelesaian dengan mesin, kemiringan pola, dan seterusnya; dan dibuat
gambar untuk pengecoran yang kemudian diserahkan pada pembuat pola.
II. 4. Gating System yang Vertikal
Sebenarnya banyak sekali model dari gating system dari yang seharusnya
salah satunya penuangan dengan posisi vertikal. Biasanya gating system jenis ini
digunakan untuk step gating dan bottom gating.
II. 4. 1. Step Gating
Step gating system didesain untuk membuat aliran yang uniform, tanpa
adanya aliran turbulensi dari aliran yang masuk kedalam rongga cetak. Prinsip
dari aliran fluida yang telah dibahas sebelumnya dapat diterapkan disini seperti
pada horizontal gating, dan akan digunakan pada desain vertical gating system
yang optimum.
Berdasarkan hukum aliran fluida, kecepatan aliran logam cair dalam sprue
secara aktual menyebabkan adanya aliran balik (back flow). Oleh karena itu
harus direncanakan sprue dengan luas penampang yang disesuaikan dengan
dimensi benda cor dan waktu penuangan. Berdasarkan bentuknya, sprue
dibedakan menjadi dua jenis yaitu straight sprue dan tapered sprue. Taper sprue
memiliki bentuk rumit tetapi efektif untuk meminimalkan turbulensi aliran logam
sebaliknya straight sprue mudah dibuat tetapi menyebabkan turbulensi aliran
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
10
semakin besar. Pemilihan bentuk sprue disesuaikan dengan ketersediaan
perkakas dan biaya. Bila dipilih bentuk straight sprue, maka dibuat sprue base
untuk meminimalkan turbulensi.
II. 4. 2. Bottom Gating
Tipe lain dari vertical gating seperti yang diketahui adalah bottom gating,
dimana logam cair masuk kedalam rongga cetak dari bawah. Desain dari bottom
gating ini, biasanya digunakan untuk besi tuang untuk mengurangi mold and core
erossion.
Desain dari bottom gate menghubungkan runner dengan bagian bawah
dari rongga cetak sehingga dapat mereduksi turbulensi.
Gambar 2.1 Contoh gating system
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
11
II. 5. Rencana Pengecoran
II. 5. 1. Sistem saluran
Sistem saluran adalah jalan masuk bagi logam cair yang dituangkan ke
dalam rongga cetakan.
Bagian - bagian dari sistem saluran antara lain:
1. Cawang Tuang (Pouring Basin)
Cawang tuang merupakan bagian yang menerima cairan logam langsung dari
ladel. Biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun
dibawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi seperti corong,
sehingga kotoran yang terbawa pada logam cair akan tertahan. Selain itu,
cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal sebab dapat menimbulkan pusaran
sehingga timbul terak.
2. Saluran Turun (Sprue)
Adalah saluran masuk pertama bagi logam cair. Saluran turun dibuat tegak
lurus dengan irisan berupa lingkaran. Irisan dapat berbentuk simetris atau
tirus kebawah.
3. Pengalir (Runner)
Adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun kebagain -
bagian dari cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium
atau setengah lingkaran sebab irisan yang demikian mudah dibuat pada
permukaan pemisah (parting line).
4. Saluran Masuk (Ingate)
Adalah saluran untuk mengisikan logam cair dari saluran pengalir kedalam
rongga cetakan. Saluran ini dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada
irisan pengalir agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan.
Saluran ini dapat terdiri dari satu atau lebih saluran masuk dalam sistem
saluran yang direncanakan.
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
12
II. 5. 2. Saluran Penambah (Riser)
Fungsi dari saluran penambah (Riser) adalah sebagai penampung logam
cair yang akan menambah logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam
proses pembekuan logam dari coran, sehingga logam cair dalam riser harus
membeku lebih lambat dari logam coran.
II. 5. 3. Perencanaan Pasir Cetak.
Untuk bisa menghasilkan suatu cetakan yang kuat dan kokoh, pasir cetak
memerlukan sifat persyaratan sebagai berikut :
1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan
dengan kekuatan yang lebih baik.
2. Permeabilitas yang baik. Hasil coran akan mengalami cacat atau kropos
apabila gas - gas yang terdapat dalam rongga cetak, tidak dapat keluar pada
saat pembekuan logam cair berlangsung. Sehingga untuk menghindari gas -
gas tersebut harus dapat disalurkan melalui rongga - rongga diantara butiran
pasir dan keluar dari cetakan dengan bebas.
3. Distribusi besar butiran yang sesuai. Permukaan hasil coran menjadi lebih
halus kalau cetakan dibuat dari butiran pasir yang lebih halus, akan tetapi bila
butiran halus, permeabilitas dari cetakan menjadi turun yang mengakibatkan
gas dalam rongga cetakan terhambat keluar dan menimbulkan cacat atau
keropos.
4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. Butir pasir bersentuhan
dengan logam yang dituang sehingga dapat menimbukan reaksi kimia dan
fisika karena logam cair mempunyai temperatur yang tinggi.
5. Komposisi yang cocok. Komposisi campuran antara pasir cor dengan
beberapa penambahan atau aditive harus sesuai, agar mendapatkan cetakan
yang bagus.
6. Mampu dipakai secara berulang - ulang sehingga memenuhi syarat ekonomis.
7. Harga pasir yang murah. Agar pasir cetakan yang digunakan cukup kuat perlu
ditambahkan bahan - bahan pengikat lain seperti halnya bentonit dan air,
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
13
sehingga butiran-butiran pasir melekat dengan baik. Kadang kadang dalam
pasir cetakan juga ditambahkan bubuk arang, tepung, jelaga kokas agar
permukan coran menjadi lebih halus, pembongkarannya lebih mudah dan
mencegah permukaan kasar. Namun harus tetap diperhatikan seberapa
besar jumlah yang sesuai harus diberikan agar tidak terjadi cacat pada cor
coran.
II. 5. 4. Pembuatan Inti
Inti adalah suatu bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetakan
untuk mencegah pengisian logam yang seharusnya berbentuk lubang atau
rongga dalam suatu coran.
Hal hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan inti :
1. Padatan pasir inti kedalam cetakan inti secara merata.
2. Ukuran, kedudukan pasir inti serta diameter dan tempat lubang angin harus
diperhatikan. Perlakuan terhadap inti yang telah dicor perlu hati - hati agar
tidak menyebabkan terjadinya deformasi atau patah.
II. 6. Cacat-cacat pada Produk Pengecoran
Adalah ketidaksempurnaan produk coran yang disebabkan oleh
banyak faktor; material coran, material cetakan, penuangan, kontur cetakan,
kepresisian cetakan dan lainnya.
Jenis-jenis cacat pengecoran:
Gambar 2.2 Cacat-cacat pada pengecoran
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
14
Gambar 2.3 Cacat retak panas pada pengecoran
Gambar 2.4 Cacat porositas pada pengecoran
Dalam pencegahan cacat pengecoran, maka semua faktor penyebab cacat
pengecoran harus diatasi, contoh cacat penyusutan dalam bisa ditimbulkan oleh
temperatur penuangan yang rendah, sehingga logam cair pada penambah
membeku lebih cepat akibatnya rongga penyusutan tidak tertutupi.
Pencegahannya: meningkatkan temperatur penuangan atau
mengisi bagian rongga cetakan bertemperatur rendah lebih dulu dan riser
ditempatkan pada bagian temperatur tinggi.
II. 7. Pemeriksaan Cacat pada Pengecoran
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
15
BAB III
PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN
III.1. Perancangan Sistem Saluran
(gambar autocad)
III.2. Perhitungan Sistem Saluran
Langkah pertama dalam proses pengecoran adalah merancang sistem
saluran. Dalam merancang, perlu ditentukan bentuk dan ukuran sistem saluran.
Karena sistem saluran merupakan faktor utama yang menentukan kualitas benda
hasil coran. Data - data dari coran yang digunakan :
Material Cor :
- Jenis material logam = Alumunium (Al )
- Density () = 0.085 lb/in
3
- T melt = 650
o
C
- T tuang = 700
o
C
Bentuk dan ukuran material cor :
- Total volume = 24 in
3
- Berat coran ( Wc ) = Density x Volume + Berat Gating System
= 0.085 x 24 + 0.3 (0.085 x 24)
= 2.652 lb
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
16
Berikut ini langkah - langkah perencanaan sistem saluran:
1. Menentukan tinggi efektif sprue ( H ),
Gambar 3.3 Tinggi efektif sprue
Cor hanya berada pada daerah drag maka tinggi efektif sprue, H =
dimana
h = 4.375 in
p = 1.375 in
C = 2.75 in
H =
H = 4.03125 in
2. Menentukan pouring time ( t ) dari material cor ( aluminium ) :
Pouring Time :
T=f
=0.9
=1.465 detik
3. Choke Area (Ab ) dan top spure area (A
T
) dari coran :
A
B
=
gh c t d
Wc
2 . . .
H
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
17
Dimana : c = 0,88
g = 386,4 in/sec
2
A
B
=
7 , 3 4 , 386 2 88 , 0 37 41 . 2
5 . 1712
x x x x x
A
B
= 0.4 in
2
1 cm
2
atau dengan d= 1,12 cm
Karena menggunakan model Square Tapered Sprue, maka luas top sprue
area (A
T
) adalah:
A
T
=
b
h1
Ab
Dimana : A
B
= 1 cm
2
H
1
= 3,7 cm
b = 2 cm
A
T
=
2
7 , 3
. 1
A
T
= 1.36 cm
2
Dengan diameter 1,3 cm pada hitungan dan 2 cm pada kenyataan. Hal ini
dilakukan berkaitan dengan kemudahan pambuatan pola
Menentukan luasan runner
Dengan menggunakan perbandingan antara sprue, runner, dan ingate area
sebesar 1 : 4 : 4 untuk penuangan tanpa tekanan, maka dapat ditentukan
luasan runer dan ingate sebagai berikut :
A
sprue
: A
runner
: A
ingate
= 1 : 4 : 4 (penuangan tanpa tekan )
Maka : A
sprue
= 1 cm
2
A
runner
= 4 x A
sprue
= 4 x 1 cm
2
= 4 cm
2
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
18
A
ingate
= 4 x A
sprue
= 4 x 1 cm
2
= 4 cm
2
Pembuatan Sprue base
Enlargement depth = runner depth = 1.6 cm (setengah diameter dari luasan
runner = 2.257 cm)
Enlargement diameter = 2 x 0.5 x (1.6)= 0,4 cm. Untuk pembuatan dibuat
diameter 1.4 cm agar mudah membuat.
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
19
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENGECORAN
IV. 1. Cara Membuat Cetakan Pasir
Untuk mendapatkan hasil cor yang baik, maka salah satu faktor yang penting
adalah proses pembuatan cetakan pasir. Proses pembuatan cetakan yang sudah
memenuhi syarat akan menghasilkan kualitas cor yang baik. Komposisi pasir yang
dipakai adalah 10 : 1 dimana dengan pasir 10 kali (mengisi dengan menggunakan
tempat berukuran 2 liter ) dan bentonit 1 kali dengan campuran air 1 liter.
Diaduk hingga rata dan campuran menjadi homogen.
Setelah itu ada beberapa tahapan yang akan di lakukan untuk membuat cetakan
pasir yaitu sebagai berikut:
1. Papan cetak diletakkan pada lantai yang rata.
2. Rangka cetak diletakkan di atas permukaan tanah yang datar, lalu diisi
dengan pasir cetak hingga penuh.
3. Pola awal dan sprue base lalu dipasang secara hati-hati sambil dipukul
dengan penumbuk, hingga tenggelam dan permukaan pola datar dengan
permukaan pasir cetak pada drag.
4. Lalu rangka cetak cup diletakkan tepat di atas rangka drag. Pola untuk sprue
dan sprue dipasang tegak lurus, dan kemudian dikubur dengan pasir cetak.
Dilakukan penumbukan secara hati-hati di sekitar posisi pola sprue,
selanjutnya rangka cup sepenuhnya ditimbuni dengan pasir cetak. Setalah
dirasa cukup padat, pola untuk sprue diangkat secara hati-hati, setelah itu
dirapikan dengan menggunakan spatula.
5. Cetakan cup dibalik dan diletakkan di permukaan tanah dengan hati-hati. Lalu
pola kayu yang terletak di drag dan cup diangkat secara hati-hati, kemudian
dirapikan. Pembuatan pola dari pasir ini memerlukan waktu 2 Minggu untuk
membuat cetakan pasir kering dan keras.
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
20
6. Selanjutnya setelah cetakan mengeras adalah pembuatan runner dan ingate
pada drag. Bagian tepi dari rongga cetak digaruk dengan spatula, lalu pola
runner dan ingate yang terbuat dari kayu lalu dipasang dengan hati-hati.
Permukaan pasir cetak kembali dirapikan dengan spatula.
7. Pada pelaksanaan pengecoran, tidak digunakan system riser dan ventilasi,
karena dianggap benda cor cukup sederhana dan mudah untuk dibuat.
8. Setelah rangka cup kembali dipasang di atas drag dan rongga sprue juga
ditaburi tepung, maka pembuatan rongga cetakan telah selesai.
9. Pembuatan inti dengan campuran pasir 2 liter dan campuran air dengan
water glass 0,3 L (air 0,7 L dan water glass 0,3 L) yang dimasukkan kedalam
paralon kemudian diberi inti berupa elektroda las.Setelah itu disemprotkan
CO selama 10 menit kemudian di keluarkan dari cetakan dan di pasangkan
kedalam pola.
IV. 2. Proses Pengecoran
IV. 3. Hasil Coran
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
21
BAB V
ANALISA CACAT CORAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengecoran didapatkan ada lima cacat yang terjadi,yaitu:
1.Cacat karena erosi
2.Cacat inklusi
3.Cacat sirip
4.Cacat penyusutan
5.Cacat porositas
V.1. Cacat Erosi
Cacat ini terjadi karena permukaan rongga cetak tergerus oleh aliran
logam cair, sehingga terjadi ukuran atau ketepatan bentuk yang tidak sesuai. Hal
ini dikarenakan campuran pasir cetak tidak tercapai homogenitas yang bagus
sehingga cetakan pasir tidak terbentuk suatu ikatan yang baik dan bisa terjadi
erosi oleh logam cair. Tanda-tanda terjadi erosi sudah tampak pada saat proses
pembuatan pola cetak pada cetakan pasir. Pada saat pembuatan pola cetakan,
pasir mudah sekali ambruk.
Selain itu bisa juga terjadi dari faktor waktu penuangan yang terlalu
cepat. Dari waktu yang di tentukan yaitu 37 detik, dalam kenyataannya waktu
tuang yang terjadi adalah 22.5 detik. Dari aliran logam cair yang terlalu cepat ini
bisa menghasilkan sebuah gaya gesek yang besar antara logam cair dan dinding
cetakan, akibatnya dinding cetakan tergerus dan terjadi erosi.
Akibat dari cacat erosi, permukaan coran menjadi kasar dan bentuk
benda tidak simetris.
V.2. Cacat Inklusi
Cacat inklusi ini disebabkan oleh benda asing yang ikut masuk kedalam
hasil coran. Cacat ini terjadi karena hasil dari pasir yang tererosi atau benda asing
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
22
yang ikut tercampur dan terjebak di dalam logam cair pada saat penuangan
berlangsung. Dalam benda kerja kami, cacat inklusi terjadi karena ada pasir yang
ikut masuk kedalam benda coran pada saat proses penuangan dan akibatnya ada
pasir terjebak di dalam benda hasil coran. Pasir tersebut berasal dari pasir
dinding cetakan yang tererosi oleh aliran logam cair. Hal ini banyak ditemui pada
daerah yang menyerupai sirip dari benda. Pada saat awal pembongkaran
terdapat pasir yang tertanam didalam hasil coran sehingga pada saat
pembersihan terjadi lubang yang bisa disebut cacat. Selain itu pada daerah yang
bersiku terjadi juga cacat inklusi.
V.3. Cacat Sirip
Cacat sirip pada permukaan pisah kup dan drag adalah cacat yang berupa
adanya logam coran yang menyerupai lempengan yang menempel pada tepi
benda coran. Cacat ini terjadi akibat kurang rekatnya permukaan kup dan drag
cetakan. Sehinga logam cair, pada saat dituang dapat memenuhi ruang di antara
permukaan kup dan drag, dan membentuk lapisan sirip pada tepi benda coran.
V.4. Cacat Penyusutan
Cacat penyusutan ini terjadi karena pada saat logam membeku akan
membuat ikatan yang lebih padat. Hal ini sudah diatasi dengan penambahan
ukuran pada pola sehingga bisa di antisipasi.
Selain itu dapat juga terjadi karena ada penyusutan yang terjadi karena
logam pengisi tidak membeku dengan dengan merata, sehingga terjadi
cekungan. Cacat ini dapat di antisipasi dengan pemakaian riser, tetapi pada
percobaan kali ini tidak menggunakan riser sehinga memungkinkan terjadinya
cacat penyusutan
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
23
IV.5. Cacat Porositas
Cacat porositas terjadi karena adanya udara yang terjebak dalam coran.
Dalam percobaan kali ini cacat porositas terjadi pada daerah yang berongga
dimana disitu terdapat inti.Selain itu terjadi juga beberapa pada daerah siku.
Cacat ini bisa terjadi karena tidak adanya ventilasi dan buruknya
permeabilitas pasir sehingga udara dan gas tidak bisa keluar dan terjebak
didalam hasil coran
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
24
BAB IV
KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
1. Pada proses pengecoran yang dilakukan pada praktikum ini terdapat
cacat yang dapat dilihat dengan tanpa bantuan alat bantu yaitu :
1.Cacat karena erosi
2.Cacat inklusi
3.Cacat sirip
4.Cacat penyusutan
5.Cacat porositas
2. Proses perancangan dan pembuatan cetakan merupakan hal yang paling
penting untuk diperhatikan
3. Proses pencampuran pasir, bentonit, dan air yang tidak seimbang dan
juga ditambah pencampuran yang tidak merata menjadikan resiko
kegagalan dalam pembuatan cetakan menjadi lebih besar.
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
25
DAFTAR PUSTAKA
1.Prof. Ir. Surdia, Tata, M. S Met. E dan Prof. Dr. Chijiiwa, Kenji. (2006) Teknik
Pengecoran Logam (cetakan ke-9). PT Pradnya Paramita. Jakarta
Praktikum Teknik Cor
Bidang Studi Mettalurgi
26
LAMPIRAN