Anda di halaman 1dari 28

SYARIAT ISLAM SEBAGAI SUMBER

HUKUM DI INDOENESIA
Makalah dipersiapkan oleh:
Prof. Dr. Al Yasa` Abubakar

untuk
Pengajian Ramadhan
PP Muhammadiyah

Yogyakarta:
3 Ramadhan 1431 / 12 Agustus 2010
BEBERAPA PRINSIP TENTANG
AL-QURAN
Semua umat Islam sepakat bahwa Al-quran adalah:
-wahyu Allah yang kebenaran isinya bersifat mutlak;
-kitab hidayah yang membimbing manusia dalam semua
aspek kehidupan;
-mengeluarkan umat Islam dari jahiliyah Arab masuk ke
dalam hidayah Islam;
Al-quran ketika akan dilaksanakan haruslah melalui
proses pemahaman dan penafsiran terlebih dahulu, tidak
mungkin secara literal, seperti yang terjadi pada masa
Rasulullah;

KETAATAN KEPADA HUKUM ISLAM
Abdul Qadir `Awdah menggunakan Al-maidah
44 (Siapa yang tidak berhukum [membuat
putusan] dengan apa yang diturunkan Allah
maka mereka termasuk orang yang kafir; Al-
maidah 45, yang menyebutnya sebagai orang
zhalim, dan Al-maidah 47 yang menyebutnya
sebagai orang fasiq;
Kelompok Khawarij ketika keluar dari kelompok
Ali menggunakan potongan ayat in-il hukm-u
illa lillah (Al-an`am 57 dan Yusuf 40 dan 60)
sebagai slogan.

KETAATAN KEPADA HUKUM ISLAM 2
Masih ada ketentuan dalam beberapa ayat lain yang
menyuruh umat Islam patuh pada tuntunan dan hidyah
Allah, termasuk dalam bidang hukum.
Ketaatan kepada Al-quran tidak dapat dilepaskan dari
ketaatan kepada Hadis Rasulullah, sehingga keduanya
dianggap sebagai satu kesatuan, menjadi dalil (sumber)
hukum Islam;
Ulama sepakat bahwa hukum Islam yang bersumber
kepada Al-qur`an dan Hadis yang harus dipatuhi
tersebut tidak secara mutlak bersifat ilahiyah (wahyu);
Artinya ketentuan dalam Al-quran dan hadis tidak dapat
dilaksanakan tanpa dipikirkan dan sampai batas tertentu
disesuaikan dengan keadaan lingkunan tempat
dilaksanakan.
Perbedaan antara masa Rasulullah dan masa Sahabat
saja sudah menyebabkan para Sahabat berijtihad dan
dalam beberapa hal meninggalkan praktek Rasuullah
dan mengubahnya dengan praktek yang baru.
Perubahan masa Rasulullah dengan keadaan kita
sekarang sudah terlalu jauh dan lebar, sehingga mau
tidak mau harus diadakan penyesuaian;

PENGERTIAN HUKUM DALAM ISLAM
Menurut para peneliti (ulama kontemporer) hukum yang
diperoleh dari Al-quran dan Hadis tersebut mempunyai
dua sifat atau ciri utama yant tidak dapat dipisahkan
yaitu ilahiyah dan insaniyah secara sekaligus dan terus
menerus;
Sifat atau ciri ini menjadikannya mengandung
ketegangan yang terus menerus di dalam dirinya dan
bahkan antinomi yaitu:
Ketegangan antara wahyu dan akal;
Ketegangan antara kesatuan dan keragaman;
Ketegangan antara otoritarianisme dan liberalisme;
Ketegangan antara hukum dan moral;
Ketegangan antara stabilitas dan perubahan.

PENGERTIAN HUKUM DALAM ISLAM 2
Ulama membedakan hukum dalam Islam
menjadi syari`ah dan fiqih;
Syari`ah adalah aturan yang ada dalam Al-
quran (dan sebagian Hadis) yang pada
umumnya merupakan prinsip-prinsip dan
bahkan nilai, di samping ada juga yang
merupakan norma (qath`I dilalah);
Sedang fiqih adalah hasil pemikiran dan
pemahaman manusia (ulama) atas syari`ah
dalam bentuk norma-norma (al-hukm al-syar`iy)
agar menjadi sistematis, kongkrit dan bahkan
praktis;
PENGERTIAN HUKUM DALAM ISLAM 3
Dengan demikian syari`ah bersifat, mutlak,
tunggal, abadi dan universal (wahyu);
Sebaliknya fiqih bersifat: nisbi, beragam,
sementara, dan lokal (ijtihad, pemikiran
manusia).
Ibnu Taymiyah menyatakan mengangkat
pemikiran manusia ke tingkat mutlak (tidak
mungkin salah) adalah syirik karena
menyamakannya dengan wahyu; sebaliknya
menganggap wahyu bersifat nisbi, juga
merupakan kemusyrikan karena menjadikannya
setingkat dengan pemikiran manusia.
PERUMUSAN HUKUM ISLAM
Dengan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa syari`at Islam dalam wajah praktisnya,
sejak masa Sahabat, mazhab dan lebih-lebih
lagi pada masa kita sekarang, adalah fiqih;
Syari`at tidak bisa diamalkan secara apa adanya
(dalam bentuk persis seperti pada masa
Rasulullah) pada masa sekarang ini, paling
kurang karena adanya perbedaan waktu dan
tempat (lingkunan alam), di samping karena
adanya perbedaan budaya, pengetahuan dan
adat istiadat, antara masa Rasulullah dengan
masa kita sekarang;
PERUMUSAN HUKUM ISLAM 2
Dengan demikian ketentuan dalam ayat mengenai
kaharusan taat kepada hukum Allah seperti dikutip Abdul
Qadir Awdah, Khawarij dan ulama lainnya, secara
prinsip disepakati oleh semua umat Islam ;
Tetapi ketika hukum tersebut diwujudkan dalam bentuk
kongkrit, dalam bentuk norma-norma, maka boleh jadi
tidak lagi disepakati, karena sudah bercampur dengan
pemikiran manusia;
Dalamkaitan ini, umat Islam diberi izin untuk berbeda
pendapat dan bahkan dalam beberapa hal Rasulullah
pun memberi izin untuk berbeda pendapat (at-tanawwu`
fi-l`ibadah, antum a`lamu bi umuri dunyakum)
PERUMUSAN HUKUM ISLAM 3
Dengan demikian ketika berada di dalam tataran fiqih
(pengamalan syari`ah), umat Islam dari kelompok
manapun mereka berasal, tidak boleh memonopoli
kebenaran, menganggap hanya dirinyalah yang benar
dan apa yang ada pada orang lain adalah salah.
Umat Islam harus bersifat toleran dan terbuka,
menerima perbedaan pendapat sebagai sesuatu yang
diajarkan oleh Rasulullah, bagian dari ajaran Islam itu
sendiri, bagian serta proses untuk mencari kebenaran
mutlak yang tidak akan pernah ditemukan.
Perbedaan pendapat yang dapat dan bahkan harus
ditolerir adalah perbedaan pendapat yang sesuai dan
memenuhi persyaratan metodologis, bukan pendapat
yang liar apalgi menyimpang.
MODEL ATAU CORAK HUKUM ISLAM
Berdasarkan metode dan orientasi waktu,
penulis membedakan fiqih menjadi tiga model,
pola atau corak:
Fiqh yang berpola dan berorientasi ke masa
Sahabat, yang penulis sebut sebagai bercorak
salafiyah;
Fiqh yang berpola dan berorientasi ke masa
imam mazhab , yang penulis sebut sebagai
bercorak mazhabiyah;
Fiqh yang berpola dan berorientasi ke masa
sekarang, yang penulis sebut sebagai bercorak
tajdidiyah;

POLA SALAFIYAH
Fiqih salafiyah merujuk kepada fiqih (ijtihad) yang
dihasilkan oleh para Sahabat;
Diantara ciri utamanya adalah:
- didasarkan atas pemahaman Sahabat melalui
internalisasi atas ajaran yang dia terima selama hidup
bersama Rasulullah;
- sampai batas tertentu terpengaruh dengan adat jahiliah
yang sebagiannya ingin ditinggalkan diubah oleh Islam;
- Sederhana, menyelesaikan kasus-kasus kongkrit,
juziyah dan tidak berorientasi ke depan;
- Terikat dengan masa Sahabat, budaya nomaden Arab
yang relatif sangat sederhana;
POLA MAZHABIYAH
Fiqh Mazhabiyah adalah fiqih yang dihasilkan oleh (merupakan
ijtihad) para imam mazhab;
Ciri utamanya:
- Merupakan sistematisasi atas fiqih Sahabat (model salafiyah);
hakikatnya fiqih mazhab relatif tidak keluar dari pendapatSahabat;
- Sudah mempunyai metode (ushul fiqh); masing-masing mazhab
mempunyai metode yang relatif jelas (ilmiah subjektif/juz`iyah);
- Dengan demikian tetap bersifat juz`iyah, walaupun sudah
membicarakan masa depan untuk diantisipasi (iftiradhiyah);
- Cenderung tertutup sehingga menimbulkan kultus yang berujung
pada taqlid dan jumud;

POLA TAJDIDIYAH
Fiqih tajdidiyah merupakan fiqih hasil ijtihad
ulama masa kini untuk menjawab persoalan dan
kebutuhan umat masa kini;
Ciri utamanya:
Tidak mempunyai preseden dari masa lalu;
Berupaya menggunakan logika dam metode
yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan modern,
bahkan hasil ilmu pengtahuan modern
seluruhnya;
Berupaya menyusun fiqih ilmiah sistematis
komprehensif;

PENERAPAN FIQIH DI INDONESIA
Berdasarkan uraian di atas kita dapat memilih
model atau corak fiqih yang mana yang akan
kita terapkan di Indonesia, baik dalam
kehidupan pribadi (keluarga), masyarakat dan
bahkan negara;
Kalau kita lihat kecenderungan yang ada, ketiga
model (corak) di atas mempunyai pengikut dan
sampai batas tertentu tetap diuapayakan untuk
dikembangka oleh para pengikutnya, baik
secara sadar atau tidak.
PENERAPAN FIQIH DI INDONESIA 2
Penerapan fiqih oleh negara, walaupun tidak
dinyatakans secara jelas dan tegas,kecenderungannya
adalah fiqih tajdidiyah;
Beberapa contoh dapat digunakan untuk itu seperti:
Penerimaan atas adanya harta bersama dalam
perkawinan;
Upaya mempersempit dan membatasi alasan
perceraian;
Menjadikan ketuturunan seluruhnya sebagai ahli waris;
dan menjadikan keturunan walaupun perempuan berhak
menghijab kerabat garis sisi;

PENERAPAN FIQIH DI INDONESIA
UUD dan tertib hukum di Indonesia relatif dapat memberi
tempat kepada hukum Islam untuk menjadi hukum
Indonesia, asalkan dituangkan ke dalam wadah
perundang-undangan sesuai dengan tertib hukum
Indoenesia;
Hukum Islam sendiri, sekiranya dipahami dalam arti
syari`ah yang kemudian dituangkan menjadi fiqih
tajdidiyah, dapat menerima sistem dan kerangka hukum
Indonesia sebagai kerangka fiqih baru;
Dengan kata lain syari`at akan masuk ke dalam sistem
hukum Indonesia, dan norma hukum Indonesia yang
berdasar syari`at tersebut akan menjadi bagian dari
fiqih, dalam hal ini Fiqih Indonesia.

FIQIH DI KALANGAN
MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah dalam berbagai dokumen, yang resmi
atau tidak resmi mengaku sebagai organisasi tajdid;
Tajdid sering disinonimkan dengan modern atau
pembaharuan; tetapi makna tajdid di kalangan
Muhammadiyah, khususnya di bidang pemikiran, lebih
khusus lagi di bidang fiqih masih belum jelas dan belum
dirumuskan;
Ada pendapat bahwa Muhammadiyah dalam bidang
aqidah dan ibadah memilih atau paling kurang
cenderung pada pola purifikasi (pemurnian, ishlah),
sedang dalam bidang selebihnya, terutama sekali
mu`amalah dan amal usaha cenderung pada tajdid atau
modern.

FIQIH DI KALANGAN
MUHAMMADIYAH 2

Saya merasa pernyataan ini tidak jelas dan sukar untuk
mempertanggungjawabkankannya.
Di atas telah penulis sebutkan bahwa melaksanakan
ajaran agama sesuai dengan praktek pada masa
Rasulullah adalah tidak mungkin lagi, karena adanya
berbagai perbedaan dan perubahan yang sudah terjadi.
Sekiranya ishlah (pemurnian) disamakan dengan
salafiyah, maka pola ini tidak dapat dipertahankan
karena, inti salafiyah adalah menarik jarum jam sejarah
mundur ke zaman badui, Tanah Arab abad ke tujuh
Masehi.

FIQIH DI KALANGAN
MUHAMMADIYAH 3
Penuis merasa pola fiqih yang dikembangkan di
kalangan Muhammadiyah khususunya Majelis
Tarjih belum mempunyai pola atau model yang
taat asas, sistematis dan komprehensif.
Satu hal yang relatif pasti, Muhammadiyah
mengaku tidak terikat dengan mazhab bahkan
cenderung menolaknya;
Tetapi Muhammadiyah juga tidak pernah
menyatakan diri secara tegas mengikuti pola
tajdidiyah;
FIQIH DI KALANGAN
MUHAMMADIYAH 4
Karena itu tidak terlalu berlebih-lebihan
sekiranya dinyatakan bahwa Muhammadiyah
masih ragu-ragu dalam memilih dan
menetapkan metode istinbath yang akan
digunakan;
Dalam buku HPT dan Himpunan Tanya Jawab
yang dikeluarkan PP Muhammadiyah, model
salafiyah dan tajdidiyah, bahkan mazhabiyah
dalam arti tarjih, secara sadar atau tidak telah
digunakan dalam berbagai aspek atau masalah
yang dibahas.

FIQIH DI KALANGAN
MUHAMMADIYAH 5
Untuk menetapkan awal Ramadhan dan
Syawal, Muhammadiyah relatif sudah sangat
modern, menerima penggunaan tata cara hisab
ilmu falak dan mempertahankannya dengan
berbagai argumen;
Dalam menentukan kayfiyat shalat tarawih,
Muhammadiyah cenderung mengikuti model
salafiyah, memegangi sebagian hadis dan
menolak sebagian yang lain, serta mengabaikan
kaidah ushuliyah yang ada dan tidak melahirkan
kaidah baru.
FIQIH DI KALANGAN
MUHAMMADIYAH 6
Untuk Shalat Jum`at, disadari atau tidak, juga masih
ragu-ragu antara salafiyah dan tajdidiyah;
Di satu segi berupaya melakukan tajdidiyah melepaskan
pelaksanaan shalat Jum`at dari campur tangan
pemerintah, sehingga siapapun yang merasa layak dan
mampu dapat mendirikan shalat Jum`at. Untuk
mendirikan shalat Jum`at tidak perlu bahkan cenderung
menolak izin Pemerintah;
Di segi lain, dalam pelaksanaan upacara shalat
Jum`atnya sendiri, cenderung sangat salafiyah,
sehingga di sebagian masjid, keberadaan protokol pun
cenderung ditolak.
FIQIH DI KALANGAN
MUHAMMADIYAH 7
Dalam masalah haji Muhammadiyah sudah meneliti
hadis-hadis dan sudah menghimpun hadis-hadis yang
memenuhi syarat untuk diikuti;
Kegiatan ini menurut penulis cenderung merupakan
langkah untuk keluar dari model salafiyah, karena
berupaya memisahkan praktek Rasulullah dengan
praktek Sahabat;
Tetapi kegiatan ini belum sampai ke tingkat tajdidiyah
karena apa substansi (hakikat) ibadah haji belumdapat
dirumuskan; sehingga praktek haji kita tetap merujuk
kepada mazhab dalam arti belum keluar dari pendapat
empat mazhab sunni yang ada.
PENUTUP
Penulis mengusulkan agar Muhammadiyah
secepatnya merumuskan makna tajdid yang
digunakan di kalangan Muhammadiyah
khususnya di bidang pemikiran, lebih khusus
lagi di bidang fiqih, merumuskan metodenya,
kalau perlu dengan contoh-contoh nyata;
Kalau hal ini tidak dilakukan maka
Muhammadiyah akan terjebak dan terbawa arus
kelompok yang berkecenderungan salafiyah,
sehingga akan ada kader Muhammadiyah yang
meninggalkan Muhammadiyah pindah ke
kelompok mereka;
PENUTUP 2
Menjadikan syari`at sebagai sumber hukum
dalam memperbaharui hukum Indonesia adalah
suatu hal yang mungkin bahkan niscaya, tetapi
tentunya harus diperjuangkan dengan sungguh-
sungguh dan berkesinambungan tanpa kenal
lelah.
Perlu ditegaskan, syari`at yang akan
diperjuangkan ini bukan dalam bentuk fiqih yang
sudah ada (salafiyah dan mazhabiyah), tetapi
dalam bentuk fiqih yang akan disusun, yang
mengikuti pola tajdidiyah, yang sampai batas
tertentu dapat kita sebut sebagai fiqih Indonesia;

PENUTUP 3
Untuk merumuskan metode tajdidiyah Muhamamdiyah
ini, baik untuk internal Muhammadiyah, atau juga untuk
eksternal, beberapa prinsip yang sudah dijelaskan di
atas, harus tetap dipegang yaitu: penegasan bahwa Al-
quran bersifat absolut sedangkan pemikiran manusia
untuk menafsirkannya bersifat relatif dan Al-quran
(bersama dengan Sunnah) tidak akan dapat dijalankan
tanpa melalui pemikiran dan penjelasan para ulama;
Wallahu a`lam bish-shawab;
Kepada Allah kita berserah diri,kepada Nya kita mohon
hidayah dan kepada Nya pula kita mempersembahkan
bakti.
Wassalamu `alaikum warahmatullah.

Anda mungkin juga menyukai