Anda di halaman 1dari 1

Farah Nabilla Rifat Hanan Bahasa Indonesia X-9 Ulfa Nur asyifa

Padamu Jua adalah puisi yang mengisahkan tentang pertemuan dua orang kekasih yang telah
lama terpisah, yaitu antara aku lirik dengan kekasihnya. Puisi ini banyak menggunakan bahasa
simbol dengan konotasi positif, seperti kandil, pelita, sabar, setia, dara. Selain itu banyak juga
digunakan kata-kata berkonotasi negatif, seperti kikis, hilang, cemburu, ganas, cakar, lepas, nanar,
sasar, sunyi. Kata-kata tersebut dapat membantu kita untuk memahami maksud dari puisi
tersebut. Oleh karena itu, saya menafsirkan pertemuan yang dimaksud adalah pertemuan yang
abadi, yaitu setelah kematian aku lirik. Sedangkan kekasih yang dimaksud adalah Tuhan aku lirik
yang selalu mencintainya walupun aku lirik telah berpaling dari-Nya.
Pada bait pertama, dapat kita ambil suatu kesimpulan bahwa aku lirik merasakan bahwa ia tidak
bisa menghindar dari kekasihnya, Tuhannya. Walaupun cinta itu sampai habis terkikis oleh masa
dan hilang terbang ke tempat yang antah-berantah, aku lirik tetap tidak bisa melepaskan diri dari
kekasihnya. Pulang kembali aku padamu, kata aku lirik dalam salah satu baris puisinya. Bahkan
untuk menguatkan keteguhan cinta kekasih aku lirik tersebut, Amir Hamzah menambahkan
Seperti dahulu. Ini menandakan bahwa memang cinta yang diberikan oleh kekasih aku lirik tidak
dapat berubah. Dan itu tetap dirasakan aku lirik ketika ia melakoni pulang kembali tersebut.
Pada bait kedua, aku lirik memperlihatkan bagaimana ketulusan cinta kasih yang diberikan
kekasihnya pada dirinya. Cinta yang diberikan kekasihnya diibaratkan sebagai kandil kemerlap dan
pelita jendela di malam gelap yang selalu sabar dan setia menanti kedatangan aku lirik dari
perginya yang lama.
Namun, di bait ketiga, aku lirik tetap tidak mau mepedulikan kekasihnya itu. Sebagai seorang
manusia, ia juga membutuhkan rasa cinta yang berbentuk (rindu rupa). Sedangkan kekasihnya ini
adalah sesuatu yang tidak nampak.
Pada bait keempat, aku lirik menumpahkan penasarannya itu dan bertanya, Di mana engkau
/rupa tiada/ suara sayup/ hanya kata merangkai hati. Karena yang dicintai adalah Tuhan, maka
mata manusia tidak mampu melihatnya. Sehingga rupa pun menjadi tiada. Tetapi bisikan kata-
kata selalu dirasakan aku lirik merangkai hatinya untuk meyakini bahwa ia memang tengah
mencintai kekasihnya dan kasih itu berbalas.
Pada bait kelima, aku lirik menjelaskan bahwa kekasihnya itu telah menjadi terbakar api cemburu
oleh kelakuan aku lirik, yaitu ketika aku lirik meningglkan kekasihnya, sebelum ia melakoni
pulang kembalinya. Hal ini, menurut aku lirik, mengakibatkan sang kekasih menjadi ganas. Aku
lirik melihat bahwa kekasihnya hanya ingin cintanya tak berbagi ke lain hati. Kekasih aku lirik ingin
memiliki aku lirik sepenuhnya. Kata mangsa ini menandakan pemaksaan kekasihnya tersebut.
Bait keenam menunjukkan kepasrahan aku lirik karena telah dimangsa oleh cakar kekasihnya.
Ia menjadi nanar dan gila sasar. Tak tahu hendak ke mana. Ia telah buta arah. Dalam bahasa
Sasak, biasa dikatakan kebebeng. Karena, biar bagaimanapun, ia menyadari bahwa ia akan
berulang (kembali) lagi kepada kekasihnya. ditandaskan lagi, cinta yang diberikan kekasihnya
diibaratkan Serupa dara di balik tirai yang seakan-akan pelik menusuk ingin, benar-benar
membuat penasaran dan ingin tahu.
Pada bait terakhir merupakan puncak pertemuan aku lirik dengan kekasihnya. ternyata aku lirik
mendapatkan bahwa kasih yang diberikan kekasihnya itu sunyi. Sepi, karena ia hanya menunggu
seorang diri. Itu dirasakan aku lirik setelah waktu bukan lagi menjadi haknya. Dan matahari bukan
lagi menjadi kawannya. Saat aku lirik melakukan pulang kembali-nya itu, yaitu ketika aku lirik
mengalami kematian.

Anda mungkin juga menyukai