Anda di halaman 1dari 3

Apresiasi Puisi Goenawan Muhamad

Z
Karya Goenawan Mohamad
Judul puisi "Z" Goenawan Mohamad merupakan simbol dari isi puisinya. Menilik dari KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia) huruf "Z" merupakan huruf abjad terakhir, maksudnya adalah,
huruf terakhir tersebut dilambangkan sebagai simbol dari akhir kisah cinta penyair kepada sosok
yang dicintainya. Dengan begitu, penyair seolah tidak lagi dapat berkata apa-apa lagi, seperti
halnya seseorang yang tidak bisa menyebutkan huruf abjad setelah huruf "Z".

Dalam puisi Z bait pertama berisi gambaran dari seseorang yang termenung di bawah pohon
musim panas, ia hanya duduk dan memandang bulan Marly. Penggambaran dalam bait ini begitu
padat, tetapi, mampu menyampaikan imajinasi dan perasaan penyair saat itu dengan baik. Belum
dapat dipastikan lebih jauh keberadaan penyair melalui bait ini, sehingga pembaca perlu untuk
mencari jawabannya pada baris-baris setelahnya.

Pada baris ke tiga dan empat bait pertama yang berbunyi "Ada seribu kereta-api, menjemputmu
pada batas." Memberikan gambaran yang lebih jelas lagi. Dapat diketahui bahwa posisi atau
keberadaan penyair saat itu berada di sebuah stasiun. Menurut Wikipedia.com Stasiun Marly
(dalam puisi tersebut) adalah sebuah stasiun kereta api di Marly-le-Roi, Yvelines, Prancis.
Letaknya berada di jalur L jaringan Transilien Ile-de-France. Jalur tersebut dimulai dan diakhiri
di stasiun utama Paris. Dengan demikian, puisi menjadi lebih detail dengan kepadatan makna
yang masih konsisten. Kesimpulan dari keseluruhan bait pertama ini menceritakan seseorang
yang duduk termenung tersebut (penyair) bukan hanya menikmati bulan di atas stasiun, ada hal
lain yang menjadi alasan mengapa ia di sana. Pembaca bisa menebak kejadian yang dituliskan
penyair jika betul-betul membayangkan situasi saat itu, bahwa ada seseorang yang tengah
ditunggu kepastiannya.
berharap agar seribu kereta gugur menjemputnya. Terdapat sebuah gambaran tentang perasaan
yang amat sedih dari penyair kala detik-detik penantian hanya untuk sebuah perpisahan cinta dari
seorang wanita yang dicintainya.

Bait ke dua, menjelaskan keadaan di mana penyair meyakini bahwa apa yang dipandang dan
dirasakan saat itu, bukanlah sekedar mimpi-mimpi seperti yang banyak dikatakan orang lain. Ia
yakin, bahwa saat ini adalah waktu dari sepenuh-penuhnya penantian dalam dirinya. Ia juga tidak
tahu jalan pintas apa yang diperlukannya, semua itu tergambar dengan cepat sehingga membuat
penyair tahu bahwa kali ini, ia harus bergegas.

Bait terakhir dalam puisi berisi lagi tentang ketidak pahaman tentang air matanya yang panas
(tangis). Ia tidak tahu mengapa daun murbei itu jatuh di pelupuknya saat memandang indah dan
cantiknya bulan itu. Seolah-olah daun yang jatuh tersebut memberi tanda bahwa sosok yang
dinantinya tidak akan datang. Gugurnya daun murbei itu seperti gugurnya penantian penyair dari
seseorang yang telah diharapkan kehadirannya, namun daun murbei telah lepas dari tangkai
tanpa sepengetahuan penyair, seperti lepasnya cinta dari sosok yang ditunggu tanpa
sepengetahuan penyair kala itu.

Di bawah bulan Marly

dan pohon musim panas

Ada seribu kereta-api

menjemputmu pada batas

Mengapa mustahil mimpi

mengapa waktu memintas

Seketika berakhir berahi

begitu bergegas
Lalu jatuh daun murbei

dan air mata panas

Lalu jatuh daun murbei

dan engkau terlepas

1971

Anda mungkin juga menyukai