SASTRAWAN
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan karuniah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Buku Pintar tentang
Biografi Sastrawan Indonesia.
Buku Pintar ini telah kami susun dengan maksimal dan hasil kerja sama dari kelompok kami.
Selain itu Buku Pintar ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi
pembacanya. Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen pengampuh
mata kuliah Sejarah Sastra Bapak Muhammad thobroni S.s MPd dalam pembuatan Buku
Pintar Biografi Sastrawan Indonesia ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat dan format penulisan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki Buku Pintar ini.
Akhir kata kami berharap semoga Buku Pintar tentang Biografi Sastrawan Indonesia ini
dapat bermanfaat bagi pembacanya dan mempermudah mengenal Sastrawan Sastrawan
yang ada di Indonesia. Kami dari kelompok || mengucapkan terimakasih.
KATA PENGANTAR................................................................................................................... I
DAFTAR ISI............................................................................................................................ II
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... IV
Pria romantis yang terpilih oleh majalah People sebagai "Penulis Terseksi" ini jatuh cinta pada
pandangan pertama dengan Cathy, yang dinikahinya pada tahun 1989, setahun setelah mereka
bertemu. Setelah menjual novelnya The Notebook, barang pertama yang dibelinya adalah cincin
kawin baru untuk istrinya.
Namanya semakin terangkat setelah Message in the Bottle difilmkan dengan bintang utama Kevin
Costner pada tahun 1999. A Walk to Remember yang oleh banyak kritikus dianggap sebagai karya
terbaiknya juga difilmkan dengan bintang utama Mandy Moore. Nicholas Sparks sekarang tinggal
New Bern, North Carolina, bersama seorang istri dan empat anak.
Untuk tahun 2016 ini beliau belum ada mengeluarkan buku baru. Mungkin kesibukannya sebagai
Ayah penghalangnya membuat novel baru.
Berikut adalah beberapa penghargaan yang sempat diterima oleh nicholas Spark selama karirnya:
Pengahargaan
Nicholas Sparks adalah penulis yang memiliki daya tarik besar untuk orang-orang dan novelnya juga
terjual sanagt laris dipasaran. Tetapi ia belum menerima penghargaan untuk sastra yang baik. Tapi
dia telah mencapai banyak hal dalam hidupnya sejauh ini.
Prestasi pribadi
Sampai saat ini Nicholas Sparks telah membuat banyak prestasi pribadi yang bisa dibanggakan.
Beberapa di antaranya adalah:
-Dalam Jajak pendapat dari Entertainment Weekly pembaca ia terpilih sebagai penulis favorit.
-Dia Menghabiskan empat tahun melatih atlet atletik di sekolah tinggi umum setempat. Pada tahun
2009, tim yang dilatih di New Bern SMA menetapkan World Junior Indoor Rekor di meteran 4 X400,
di New York. Rekor masih berdiri.
-Dia Adalah pencipta The Nicholas Sparks Foundation dan telah mengumpulkan $ 10 juta dolar, yang
telah didistribusikan ke badan amal layak, program beasiswa, dan proyek.
-Nicholas Bersama dengan bakatnya menulis adalah trek atlet yang sangat baik. Di sekolah tinggi,
dia berlari 1: 52,0 di 800m, 400m waktu itu 48,6 dan 1600m di 4: 08,7. Di perguruan tinggi ia sering
mengalami cedera dan sayangnya melewatkan dua seluruh musim indoor dan outdoor. Meskipun ia
memiliki tiga atau empat berjalan di 800m yang rata-rata 1: 49,3-1: 50,6.
-Nicholas Dan JK Rowling hanya penulis kontemporer untuk memiliki sebuah novel menghabiskan
lebih dari satu tahun pada kedua The New York Times daftar hardcover dan paperback terlaris
-Dia Mengatur catatan sekolah Notre Dame sebagai bagian dari tim estafet pada tahun 1985 sebagai
mahasiswa baru
Karya - Karya
Stephenie Meyer lulus dari Brigham Young University dengan satu gelar bujang dalam bahasa
Inggris. Dia tinggal bersama suami nya serta tiga anak-anaknya di Phoenix, Arizona. Setelah
publikasi dari bukStephenie Meyer lulus dari Brigham Young Universitas dengan satu gelar bujang
dalam bahasa Inggris. Dia tinggal bersama suami nya serta tiga anak-anaknya di Phoenix, Arizona.
Setelah publikasi dari buku novel pertama nya, Twilight , penjual bukunya memilih Stephenie Meyer
sebagai salah satu dari “sebagai pengarang baru yang menjanjikan 2005 (most promising new
authors of 2005) (Penerbit Mingguan).
Stephenie Meyer telah membuat beberapa novel dari seri twilight maupun bukan seri twilight. Awal
mula ia menulis cerita tentang twilight berdasarkan atas mimpinya tentang seorang gadis yang jatuh
cinta terhadap seorang vampire.
Karya-karya:
Gayle Forman memulai karir menulis untuk Seventeen Magazine di mana sebagian besar artikel
berfokus pada orang-orang muda dan kepedulian sosial. Kemudian ia menjadi wartawan lepas untuk
publikasi seperti Detail Magazine, Jane Magazine, Glamour Magazine, The Nation, Elle Magazine, dan
Majalah Cosmopolitan.
Pada tahun 2002, ia dan suaminya Nick melakukan perjalanan keliling Dunia. Dari perjalanan ini, dia
mengumpulkan pengalaman dan informasi yang kemudian menjadi dasar untuk buku bergenre traveler
pertamanya berjudul : You Can't Get There From Here: A Year On The Fringes Of A Shrinking
World (2005).
Pada tahun 2007 dia merilis novel bergenre Young Adult pertamanya yang berjudul: Sisters in
Sanityshe. Novel ini ditulis didasarkan pada sebuah artikel yang ditulisnya untuk Seventeen.
Pada tahun 2009, Forman merilis novel "If I Stay", tentang seorang gadis berusia 17 tahun bernama
Mia. Pada suatu hari Mia terlibat dalam kecelakaan mobil tragis. Akbiat kecelakaan itu Mia seketika
menjadi koma, namun dalam keadaan koma tersebut dia bisa menyadari apa yang terjadi disekitarnya.
Dia bisa mendengar apa yang orang lain katakan dan lakukan disekitarnya. Merasakan penderitaan
kehilangan orang-orang terdekat dengannya belum sadar akan cinta yang berlimpah dari orang-orang
yang tetap, dia harus membuat pilihan untuk bertahan atau melepaskan.
Forman memenangkan NAIBA Book of the Year Awards (2009) dan Indie Choice Honor Award
winner (2010) untuk novelnya yang berjudul "If I Stay" tersebut. Novel "If I Stay" ini juga telah
difilmkan. Film tersebut dibintangi Chloë Moretz, dirilis di Amerika Serikat pada tanggal 22 Agustus
2014.
Pada Januari 2013, Forman merilis "Just One Day". Forman juga membuat 2 Sekuel novel lainnya
yang teradaptasi dari novel "Just One Day"", berjudul "Just One Year" (dirilis pada bulan Oktober 2013.)
dan "Just One Night" (novel ini hanya berisi 50 halaman dan dirilis dalam format ebook pada tanggal
29 Mei 2014).
Gayle kini tinggal di Brooklyn, New York bersama suami dan dua anak perempuan, salah satunya
diadopsi.
Dari situs resminya gayleforman.com , saya menemukan sebuah tulisan berjudul "13 hal yang perlu anda
ketahui tentang Gayle Forman". Sepertinya tulisan ini dibuat langsung oleh Gayle Forman untuk
menjawab pertanyaan yang beredar seputar dirinya, berikut adalah isinya:
1. Saya seorang wanita. Tampaknya ada beberapa kebingungan tentang jenis kelamin saya, yang
saya temukan mengganggu jika Anda telah melihat penulis saya foto.
2. Aku digunakan untuk menjadi seorang jurnalis. Pekerjaan pertama saya adalah untuk majalah
Seventeen.
3. Ketika saya masih kecil saya ingin tumbuh menjadi matahari. Saya sangat terpukul untuk belajar ini
bukanlah pilihan karir.
4. Adam dari "If I Stay" terinspirasi oleh suami saya, Nick. Tidak, Anda tidak bisa bertemu
dengannya.
5. Willem dari "Just One Day/ Year" terinspirasi oleh beberapa orang Belanda yang mencampakkan
aku. (Willem adalah balas dendam.) Tidak, Anda tidak ingin bertemu dengannya.
6. Aku membom SAT saya. Saya masih baik-baik saya menjalani hidup.
7. Saya pernah menjadi pemain figuran di film Bollywood. (Dan ya, di situlah saya mendapat
beberapa bagian dari novel "Just One Year".)
8. Saya telah ke 64 negara. Aku digunakan untuk bepergian. Saya pernah menulis buku tentang itu.
Negara favorit dikunjungi: India. Negara paling favorit: Tonga. (Maaf, Tonga.)
10. Pekerjaan terburuk yang pernah saya miliki adalah sebagai petugas entri data. Menyebutkan
terhormat untuk pelayan hotel dan perjalanan bunga penjual gadis.
11. Saya telah belajar, dan dilupakan, tiga bahasa asing. Menyesal, Perancis tidak salah satu dari
mereka.
12. Aku mengambil tiga tahun off untuk perjalanan sebelum kuliah.
13. Sebagai remaja, saya sangat terobsesi dengan Molly Ringwald bahwa saya mulai menggigit bibir
saya seperti yang dia lakukan dan sekarang saya memiliki bekas luka permanen. Dan inilah mengapa
saya seorang penulis YA.
Rangkuman Karya
o You Can't Get There from Here: A Year on the Fringes of a Shrinking World (2005)
o Sisters in Sanity (2007)
o If I Stay (2009)
o Where She Went (2011)
o Just One Day (2013)
o Just One Year (2013)
o Just One Night (2014)
o I Was Here (2015 )
Rangkuman Penghargaan
Biografi Agnes Davonar - Agnes Davonar adalah nama pena dari dua orang kakak beradik yang
sukses menggapai puncak keemasan lewat dunia sastra. Karya-karya mereka yang fenomenal dan
selalu menjadi best-seller adalah bukti dari popularitasnya.
Bernama asli Agnes Li, perempuan yang lahir di Jakarta, 8 Oktober 1986 dan Teddy Li, sang adik
laki-laki yang lahir di Jakarta,7 Agustus 1989 merupakan anak dari pasangan mendiang Ng Bui Cui dan
Bong Nien Chin.
Mereka berdua hidup dalam ruang lingkup sastra, budaya, dan seni. Ayah mereka yang dulu berprofesi
sebagai penulis kaligrafi Cina adalah tulang punggung satu-satunya yang menopang Agnes, Teddy,
dan ibunya. Namun, miris, maut harus memisahkan ayahanda tercinta dari mereka karena sang ayah
menderita kanker. Ekonomi keluarga mereka pun merosot. Kemahiran sang ayah menulis kaligrafi Cina
ternyata tak menurun pada anak-anaknya, sehingga tiada yang bisa mewarisi usaha ayahnya.
Untuk dapat terus bertahan hidup di tengah perekonomian yang merosot, sang ibu akhirnya berusaha
menjajahkan kue. Agnes dan Teddy pun juga sudah biasa mengantarkan kue untuk dijajahkan
sebelum mereka berangkat sekolah. Keadaan ini pulalah yang membuat Agnes yang dulu berkuliah
di Universitas Bina Nusantara jurusan Sastra Cina berhenti dari bangku kuliahnya lantara biaya kuliah
yang mahal.
Karena tak kuasa terus hidup dalam keadaan pas-pasan, sang Ibu kemudian memutuskan untuk
menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Taiwan. Agnes dan adiknya pun harus merelakan niat ibunya
untuk merantau di Taiwan. Tiap bulannya, sang ibu selalu mengirimkan uang yang bisa digunakan
oleh Agnes dan adiknya untuk kebutuhan sehari-hari. Agnes yang ketika itu putus kuliah, dan Teddy
yang kala itu masih duduk di bangku SMA tak mau tinggal diam dan hanya menunggu uang dikirim
oleh ibunya. Lantas, mereka mencoba mencari pekerjaan. Dan lewat dunia sastralah mereka
menemukan jalan terangnya. Mereka mulai menulis novel dan menawarkan naskahnya kepada para
penerbit guna mendapatkan penghasilan tambahan. Namun, begitu miris rasanya, tulisan mereka
ditolak mentah-mentah oleh para penerbit. Tentu kegagalan ini membuahkan rasa kekecewaan yang
mendalam bagi mereka berdua. Mereka berdua kemudian berinisiatif menuliskan cerita-cerita mereka
di Friendster sebagai akun sejaring sosial yang sedang nge-trend kala itu pada tahun 2007.
Tulisan yang mereka masukkan ke akun Friendster ini diakui mereka merupakan pengalaman pribadi
mereka dan pengalaman orang lain. Semakin waktu bergulir, cerpen yang mereka post di Friendster
semakin banyak dengan diimbangi meledaknya jumlah pengujung Friendster mereka yang asyik
menikmati cerita mereka. Titik meledaknya ketenaran Agnes Davonar (nama yang diusung mereka
berdua) ini terjadi ketika mereka menuliskan novel online "Kisah Lirik Terakhir" yang diangkat dari
sebuah lirik lagu, yang menceritakan Gaby si penulis lagu yang mati bunuh diri.
Nama Agnes pada Agnes Davonar tentunya diambil dari nama Agnes sendiri. Sedangkan nama
Davonar, diambil dari inisial yang menggambarkan Teddy lewat orang terdekat Teddy. Cerita-cerita
yang mereka post di Friendster ini pun telah berhasil merebut predikat pertama situs yang paling
banyak dikunjungi dari sebuah web top100.com
Cerita yang menarik, lekat dengan kehidupan remaja, dan dikemas lewat bahasa yang santai dan
mudah dimengerti menjadi ciri khas dari Agnes Davonar. Ketenaran dan popularitas semakin mereka
raih ketika menerbitkan novel kedua mereka yang berjudul "Surat Kecil untuk Tuhan" yang diangkat
dari kisah nyata seorang perempuan penderita kanker jaringan lunak pada tahun 2008. Novel kedua
mereka itu berhasil menjadi novel best-seller di Indonesia, serta diterjemahkan ke dalam bahasa
Cina, serta dipasarkan dan laris pula di Taiwan.
Awalnya, mereka tak berniat membukukan kisah "Surat Kecil untuk Tuhan", namun melihat
banyaknya antusias pembaca online di web site mereka, alhasil kisah itu dibuat dalam bentuk buku.
Seperti halnya cerita online yang laris dibaca banyak orang, buku "Surat Kecil untuk Tuhan" ini
akhirnya menjadi best-seller, apalagi ketika Agnes Davonar diundang dalam acara talk show di
sebuah stasiun TV swasta, mereka menyebutkan bahwa mereka juga sempat menguras air mata
saat menuliskan cerita haru yang inspiratif itu. Apalagi, mereka juga teringat akan sang ayah tercinta
yang meninggal akibat penyakit ganas nan mematikan itu.
Tidak berhenti pada karya kedua mereka yang telah berhasil difilmkan, mereka juga terus berkarya
hingga menghasilkan beberapa buku novel dan biografi.
Berikut adalah karya-karya mereka:
Biografi Chairil Anwar - Chairil Anwar adalah salah satu penyair terkemuka di Indonesia. Ia lahir di Medan,
Sumatera Utara, pada tanggal 26 Juli 1922. Ia terkenal dengan julukan "Si Binatang Jalang". Julukan itu sendiri
didapat dari karya puisinya yang berjudul: Aku. Ia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi.
Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi
modern Indonesia.
Chairil lahir dan dibesarkan di Medan, sebelum pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan ibunya pada tahun
1940, dimana ia mulai menggeluti dunia sastra. Setelah mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942,
Chairil terus menulis. Pusinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme,
dan eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.
Chairil Anwar dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis. Orang tuanya bercerai, dan ayahnya
menikah lagi. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes (ayah) dan Saleha (ibu) , keduanya berasal
dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai bupati Inderagiri, Riau.
Ia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Sebagai anak
tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya. Namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin
kehilangan apa pun; sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya.
Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-
orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah. Chairil mengatakan bahwa sejak
usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.
Pada usia 19 tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta)
dimana ia berkenalan dengan dunia sastra; walau telah bercerai, ayahnya tetap menafkahinya dan ibunya.
Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris,
Belanda, dan Jerman. Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama,
seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du
Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan
kesusasteraan Indonesia.
Semasa kecil di Medan, Chairil Anwar sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi
kesan kepada hidup Chairil Anwar. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan
terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang
luar biasa pedih:
Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi
itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang
nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan
ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan
kecintaannya pada ibunya.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan,
pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia,
salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah
dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya.
Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap,
menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.
Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan
dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah.
Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan
Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke
dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.
Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak
berubah, Hapsah meminta pisah. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.
Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi
tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.
Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi
perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak
bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani
Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di
tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia
Chairil Anwar.”
Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan
Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:
- "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960)
- "Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de
Mallorca, 1962)
- Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963)
- "Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]:
Papua Pocket Poets, 1969)
- The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton
Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970)
- The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang,
dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)
- Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina:
Octopus Verlag, 1978)
- The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio:
Ohio University, Center for International Studies, 1993)
Berikut saya Kutip salah satu karyanya yang berjudul "AKU". Puisi ini tetap melegenda sampai saaat
ini.
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
Akira Toriyama dilahirkan pada tanggal 5 April 1955 di Prefektur Aichi, Jepang. Seperti yang telah kita
ketahui dari dulu Jepang adalah sumber mangaka/komikus ternama dunia. Termasuk sang Akira
Toriyama yang juga mangaka (penulis komik) legendaris hingga dunia.
Biografi Akira Toriyama
Benyak karya yang telah ditelurkan oleh Akira Toriyama selain Dragon Ball, diantaranya yaitu Fox Tale
dan Blue Dragon. Selain itu, Akira Toriyama juga menciptakan tokoh dalam video game yang
kemudian dibuatkan anime dan manga-nya yang bernama Dragon Quest.
Karya Akira Toriyama yang pertama berjudul Wonder Island yang diterbitkan oleh majalah mingguan
Shonen Jump. Namun karyanya yang berbentuk manga dan anime pertama kali adalah Dr. Slump yang
juga diterbitkan oleh Shonen Jump sekitar tahun 1980-1984-an.
Karyanya yang berjudul Dr. Slump ini kemudian keluar menjadi manga terbaik dalam kategori Shonen
and Shojo Manga Series of the Year.
Akira Toriyama sangat menggemari manga Astro Boy karya Osamu Tezuka , Dalmantians dan Walt
Disney dimana ketiga karya besar itulah yang menjadi sumber inspirasi Akira dalam mempengaruhi
kiprahnya di dunia manga.
Selain itu mangaka seperti Akira sensei, Yoshihiro Togashi (Hunter x Hunter), Eiichiro Oda (One
Piece), Masashi Kishimoto (Naruto), Hiro Mashima (Fairy Tail), Yoshio Sawai (Bobobo-bo Bobobo) dan
Tite Kubo (Bleach) juga turut mewarnai sumber inspirasinya.
Selain bangsa manga, Akira Toriyama juga sangat mengagumi film-film Jackie Chan yang juga sebagai
sumber inspiratornya.
Diantara semua karya-karya Akira Toriyama, Dragon Ball lah yang menjadikan namanya menjadi
terkenal. Selain itu Dragon Ball adalah roda penggerak bagi karya-karya Akira yang lain. Patutlah jika
melalui Dragon Ball, Akira mendapat penghargaan “Golden Age of Jump”.
Penghargaan demi peghargaan diraihnya. Ia pun menjadi bersemangat untuk melanjutka Dragon Ball
dari tahun 1984 hingga 1995 dimana selama 11 tahun tersebut ia berhasil menyelesaikan 519 bab yang
terkumpul dalam 42 volume dimana tiap volume memiliki rata-rata 200 halaman.
Dragon Ball pun sukses menuai penjualan terlaris di Jepang dengan omset lebih dari 35 juta copy atau
lebih dari 120 juta eksemplar. Selain di kandang sendiri, Dragon Ball juga menuai sukses di negara-
negara Eropa, Kanada, Amerika Utara dan lainnya. Dampak dari suksesnya manga inilah, kemudian
membuka usaha lain dengan karakter pada manga yang dihasilkan yaitu berupa tiga adaptasi anime,
film animasi, beberapa video game dan merchandise.
Setelah suksesnya Dragon Ball, Akira Toriyama berencana mengakhiri manga Dragon Ball. Ia
kemudian membuat langkah baru dalam hidupnya yaitu membuat Dragon Ball GT.
Akira juga merintis manga lainnya yaitu Cowa, Kajikai dan Sand Land dimana hanya berisis 100 hingga
200 halaman, tak sepanjang serial Dragon Ball. Akira juga membuat karya one shot yang bekerja sama
dengan pengarang One Piece Eiichiro Oda. Karya one shot nya ini disebut Cross Epoch dimana cerita
dari crossover pendek ini menyajikan karakter dari Dragon Ball dan One Piace.
Karakteristik dari Karya Akira Toriyama
Sense serta desain garis yang bersih dari karya Akira membuatnya dinobatkan sebagai desainer
Karakter fenomenal dan popular Dragon Quest dari RPG (sebelumnya disebut Dragon Warior di
Amerika Utara).
Selain itu ia juga mnejadi desainer karakter pada Super Famicom dalam RPG Chrono Trigger, the
Fighting Game Tobal no.1 untuk Playstation (serta sekuelnya Tobal 2, yang hanya dirilis di Jepang)
dan Mistwalker untuk X-Box360, Blue Dragon khusus RPG (dan Anime adaptasinya).
Akira Toriyama adalah seorang pekerja keras sekaligus perfeksionis. Ia sangat detail dalam
mengerjakan karyanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di studio miliknya yaitu “Bird Studio”
dimana segalanya sebagian besar ia yang melakukan dan asistennya hanya membuat latarnya saja.
Namun studionya saat ini tidak terlalu produktif karena hanya menghasilkan karya-karya pendek saja.
Pada tahun 2009, Akira Toriyama mendapat proyek untuk menggambar penyanyi Pop Ayumi Hamasaki
untuk dicetak pada CD Singlenya yang berjudul ‘Rule/Sparkle’. Akira juga masih berkolaborasi dengan
Shonen Jump dalam rangka pembuatan video tentang bencana gempa bumi dan tsunami di Tohoku
pada tanggal 11 Maret 2011 lalu. Video ini berisi pesan tentang pentingnya meningkatkan kesadaran
serta memberi dukungan bagi mereka yang terkena dampak bencana tersebut.
Biografi Mochtar Lubis - Mochtar Lubis lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922.
Ayahnya pegawai Binnenlands Bestuur (BB) Pemerintah Hindia Belanda yang pada tahun
1935 pensiun sebagai Demang Kepala Daerah Kerinci. Demang Pandapotan itu
digantikan oleh ayahnya, Demang Anwar Maharadja Soetan.
Mochtar sebentar jadi guru sekolah dasar di Pulau Nias, kemudian pindah ke Jakarta. Di
zaman Jepang dia bekerja sebagai anggota tim yang memonitor siaran radio sekutu di
luar negeri untuk keperluan Gunseikanbu, Kantor Pemerintah Bala Tentara Dai Nippon.
Tahun 1944 dia menikah dengan Halimah, gadis Sunda yang bekerja di sekretariat
redaksi harian Asia Raja.
Pada tahun 1945 dia bergabung dengan kantor berita Antara. Menjelang penyerahan
kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, dia menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar
Indonesia Raya. Tatkala pertengahan tahun 1950 pecah Perang Korea, Mochtar meliput
kegiatan itu sebagai koresponden perang.
Pada paruh pertama dasawarsa 1950-an pers di Jakarta dicirikan oleh personal
journalism dengan empat editor berteman dan berantem, yaitu Mochtar Lubis (Indonesia
Raya), BM Diah (Merdeka), S Tasrif (Abadi), dan Rosihan Anwar (Pedoman).
Yang paling militan di antara empat sekawan tadi ialah Mochtar Lubis. Tahun 1957 dia
dikenai tahanan rumah, kemudian dipenjarakan. Semuanya selama sembilan tahun
sampai tahun 1966.
Sebagai wartawan, dia bikin berita gempar pada berbagai afair. Pertama, afair pelecehan
seksual yang dialami Ny Yanti Sulaiman, ahli purbakala, pegawai Bagian Kebudayaan
Kementerian P & K. Bosnya tidak saja mencoba merayu Yanti, tetapi juga mengeluarkan
kata-kata seks serba "seram". Kedua, afair Hartini ketika terungkap hubungan Presiden
Soekarno dengan seorang wanita di Salatiga yang mengakibatkan Ny Fatmawati marah
dan meninggalkan istana. Ketiga, afair Roeslan Abdulgani. Menurut pengakuan Lie Hok
Thay, dia memberikan uang satu setengah juta rupiah kepada Roeslan yang berasal dari
ongkos mencetak kartu suara pemilu. Akibatnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Roeslan
Abdulgani yang hendak pergi menghadiri konferensi internasional mengenai Terusan
Suez mau ditahan oleh CPM tanggal 13 Agustus 1956, tetapi akhirnya urung berkat
intervensi Perdana Menteri (PM) Ali Sastroamidjojo.
Setelah Indonesia Raya tidak lagi terbit, tahun 1961 Mochtar dipenjarakan di Madiun
bersama mantan PM Sutan Sjahrir, Mohammad Roem, Anak Agung Gde Agung, Sultan
Hamid, Soebadio Sastrosatomo, dan lain-lain. Semuanya dinilai sebagai oposan Presiden
Soekarno.
Tahun 1968 Indonesia Raya terbit kembali. Mochtar melancarkan investigasi mengenai
korupsi di Pertamina yang dipimpin Letjen Dr Ibnu Sutowo. Utang yang dibikin Ibnu
Sutowo di luar negeri mencapai 2,3 miliar dollar AS. Ia diberhentikan oleh Presiden
Soeharto.
Ketika terjadi peristiwa Malari, Januari 1974, para mahasiswa mendemo PM Jepang
Tanaka, Pasar Senen dibakar, disulut oleh anak buah Kepala Opsus Ali Moertopo.
Soeharto jadi gelagapan. Ia instruksikan membredel sejumlah surat kabar, antara lain
Indonesia Raya, Pedoman, dan Abadi. Setelah bebas lagi bergerak pasca-G30S/PKI,
Mochtar banyak aktif di berbagai organisasi jurnalistik luar negeri, seperti Press
Foundation of Asia. Di dalam negeri dia mendirikan majalah sastra Horison. Ia menjadi
Direktur Yayasan Obor Indonesia yang menerbitkan buku-buku bermutu.
Selain sebagai wartawan, Mochtar juga dikenal sebagai sastrawan. Pada mulanya dia
menulis cerita pendek (cerpen) dengan menampilkan tokoh karikatural Si Djamal.
Kemudian dia menulis novel, seperti Harimau Harimau, Senja di Jakarta, Jalan Tak Ada
Ujung, dan Berkelana dalam Rimba. Dia memperoleh Magsaysay Award untuk jurnalistik
dan kesusastraan.
Sebagai orang yang memiliki banyak bakat, tidak heran bila Mochtar pandai melukis.
Ketika ditahan di penjara Madiun, dia menjadi perupa. Sebagai budayawan, dia aktif
dalam berbagai kegiatan di Taman Ismail Marzuki. Dia anggota Akademi Jakarta sedari
semula hingga sekarang.
Tak perlu ditambahkan bahwa dalam kehidupannya dia membuktikan berjiwa dan
berperan sebagai pahlawan, seperti pahlawan kebebasan pers, pahlawan berkreasi.
Sesungguhnya dia dapat disebut 5-wan, yakni wartawan, seniman, sastrawan,
budayawan, dan pahlawan.
Karena Mochtar dihargai sebagai pahlawan yang berjuang untuk cita-cita dan berani
memikul konsekuensinya, seperti mendekam dalam penjara bertahun-tahun lamanya,
paling tidak orang-orang di kampung halamannya, di Mandailing, memberikan sebutan
kehormatan kepadanya. Menurut putranya, Ade Armand Lubis, tatkala Mochtar beserta
istri dan anak-anaknya pulang kampung, di sana dia dinyatakan sebagai Raja Pandapotan
Sibarani Sojuangan. Adapun Raja Pandapotan itu gelar Mochtar. Sibarani dan Sojuangan
adalah orang yang berani dan berjuang.
Ketika tahun 1973 diusulkan oleh panitia yang diketuai Jenderal AH Nasution supaya
kepada tiga wartawan pejuang dianugerahkan Bintang Mahaputra, yaitu BM Diah,
Rosihan Anwar, dan Mochtar Lubis, kabarnya Presiden Soeharto bertanya kepada
Jenderal Soemitro: "Mit, coba beri saya alasan, mengapa Mochtar Lubis harus dapat
Bintang Mahaputra".
Karya-Karya
Karya jurnalistik
Hati Nurani Melawan Kezaliman: Surat-Surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno
(1986)
Barangkali bakat menulis itu memang diturunkan dari ibunya dan telah ada sejak kecil. Dapat
membaca sejak umur lima tahun nyatanya memudahkan Helvy dalam mengerti dan memaknai
arti dari sebuah tulisan. Ia mulai semangat membaca sejak ia bisa membaca dan tahu ada tempat
persewaan buku yang memajang banyak buku. Setiap harinya, ia sempatkan untuk mampir
walau hanya sekedar melihat-lihat jenis buku yang ada.
Maklum, kebutuhan finansial keluarga saat itu hanya cukup digunakan untuk membayar uang
sekolah. Namun, bukan Helvy namanya jika ia menyerah pada apa yang ia inginkan.
Menginjak kelas 3 SD, Helvy mulai mengumpulkan buku dari hasil tabungannya. Buku-buku
yang telah ia kumpulkan lalu disewakan kepada teman-teman sebayanya agar mereka bisa
dapat membaca dan mengerti akan luasnya pengetahuan.
Benar, ketika ada suatu ungkapan bahwa dengan membaca kita akan mengetahui isi dunia dan
dengan membaca pula kita bisa menuliskan betapa luas dan beragamnya dunia. Agaknya
ungkapan tersebut memang berlaku dalam hidup Helvy, hobi membacanya kerap kali
ditularkan pada adik-adiknya.
Tak hanya itu, ia juga mulai aktif menulis puisi dan cerpen lalu mengirimkan ke redaksi
majalah anak. Benar saja, tak ada perjuangan yang sia-sia, karya Helvy banyak dimuat di
majalah anak-anak yang kemudian semakin menyemangatinya untuk terus menulis dan
memberikan contoh bagi adik-adiknya.
Helvy kecil tak hanya pandai menulis puisi dan cerpen, ia juga pandai menulis syair lagu.
Ayahnya seorang musisi dan percaya bahwa suatu saat nanti Helvy dapat menjadi seorang
penulis kenamaan Indonesia. Selama membuat syair lagu, ayahnya selalu mempercayakan
Helvy untuk memeriksa syair-syair yang kurang pas kemudian digubah.
Di sekolah, Helvy pun sering mengikuti lomba membaca puisi yang mengantarkannya menjadi
seorang sastrawan terkemuka saat ini. Di samping selalu menulis puisi dan cerpen, Helvy juga
mulai belajar seni peran yang sering kali ia lihat dan pelajari saat ia berkunjung ke Taman
Ismail Marzuki (TIM) setiap minggunya.
Perlahan-lahan bakat istri Widanardi Satryatomo di dunia sastra mulai tampak. Berbagai
kejuaraan lomba puisi berhasil ia menangkan dan berbagai pementasan seni peran juga sering
ia perankan hingga pada tahun 1990 ibu dari Abdurahman Faiz dan Nadya Paramitha ini
mendirikan Teater Bening dan sering menuliskan naskah drama untuk dipentaskan saat dirinya
berkuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Tak hanya aktif kuliah dan berkecimpung dalam dunia sastra, Helvy membagi waktunya
dengan bekerja sebagai redaktur majalah Annida yang merupakan majalah pelopor anak muda
berbasis reliji yang ada saat itu. Sebagai redaktur, Helvy menjadi semakin keranjingan untuk
menulis dan menulis. Karyanya banyak dimuat di majalah Annida dan berhasil mengekskusi
dirinya untuk naik jabatan menjadi seorang redaktur pelaksana.
Banyak karya Helvy yang dimuat di berbagai majalah, cerpen-cerpennya dianggap sebagai
cerpen inspiratif anak muda jaman itu. Cerpennya yang sangat fenomenal dan mendobrak dunia
sastra saat itu adalah Ketika Mas Gagah Pergi yang diterbitkan di Annida pada tahun 1993.
Cerpen tersebut bersama dengan cerpen lain Helvy yang dibukukan Annida berhasil naik cetak
puluhan kali dan dicetak dalam jumlah yang sangat banyak.
Adanya fenomena tersebut banyak sastrawan menyebutnya sebagai pendobrak dunia sastra
modern. Rupanya bakat Helvy memang tak lagi bisa diragukan meski karyanya sempat
mengalami pembajakan oleh warga Malaysia yang mengumpulkan karya-karya Helvy di
berbagai media, nama Helvy tetap berkembang dan semakin dikenal.
Hingga akhirnya pada tahun 1997 bersama dengan adiknya, Asma Nadia, Helvy mendirikan
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan buku. Takut diklaim sebagai usaha
keluarga, Helvy mengajak cerpenis Annida lain untuk ikut bergabung dengan perusahaan yang
ia beri nama Forum Lingkar Pena (FLP). FLP adalah sebuah tempat bagi siapapun kaum muda
dari berbagai kalangan yang ingin menjadi penulis. Melalui FLP, nama Helvy semakin dikenal
di berbagai negara. Perusahaan yang bertujuan mencari para penulis muda yang ia dirikan
tersebut akhirnya menuai keberhasilan.
Didapatkan ratusan ribu penulis muda dari berbagai pelosok kota di Indonesia turut bergabung.
Bahkan, pada tahun 2008, FLP meraih Danamon Award, sebuah penghargaan tingkat nasional
yang diberikan kepada inspirator dan inisiator yang berhasil melakukan pemberdayaan
terhadap masyarakat sekitar secara signifikan. Sebelumnya, pada tahun 2002, FLP mendirikan
Rumah Cahaya yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas membaca masyarakat dan pada
tahun 2004 bergabung dengan Penerbit Mizan menjadi Lingkar Pena Publishing House. Di
sana, Helvy menjabat sebagai direktur utama PT. Lingkar Pena Kreativa tahun 2004-2011.
Kini, FLP sudah tersebar luas di pelosok Indonesia bahkan sudah sampai luar negeri seperti
Hongkong, Malaysia, dan banyak lagi.
Ditanya bagaimana mulanya ia meraih banyak kesuksesan, seperti meraih The 500 Most
Influential Muslims in The World (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia), Royal
Islamic Studies Centre, Jordan dan Georgetown University selama tiga tahun berturut-turut
(2009-2011), Helvy mengaku bahwa bakat adalah bonus yang diberikan oleh Allah, tinggal
bagaimana individu tersebut mengasah dan melatih bakatnya, kata dosen Fakultas Sastra
Universitas Negeri Jakarta yang tengah menyelesaikan studi doktoral di tempat yang sama ini.
PENDIDIKAN
KARIR
PENGHARGAAN
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan
(2014/2015)
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan
(2013/2014)
Anugerah Sastra Balai Pustaka dan Majalah Horison untuk Kategori Tokoh Sastra (2013)
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan
(2012)
Ibu Inspiratif Majalah Noor (2012)
Penulis dan Buku Puisi Terfavorit ("Mata Ketiga Cinta"), Anugerah Pembaca Indonesia, dari
Goodreads Indonesia (2012)
"Kartini Masa Kini" Pilihan Majalah Gatra (2012)
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan
(2011)
The World's Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan
(2010)
The World's Most 500 Influential Muslims (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di
Dunia), Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan & Georgetown University (2009)
Muslimah Inspirasi Indonesia versi Majalah Annisa (2012)
Kartini Award sebagai salah satu “The Most Inspiring Women in Indonesia” dari Majalah
Kartini (2009)
She CAN! Award dari Tupperware Indonesia (2009)
Nominator SK Trimurti Award, Aliansi Jurnalis Independen (2009)
Danamon Award mengusung FLP yang ia dirikan (2008)
Wanita Indonesia Inspiratif dari Tabloid Wanita Indonesia (2008)
100 Pemimpin Muda Nasional, PKS Award (2008)
Bukavu, 10 Buku Prosa Terbaik Khatulistiwa Literary Award (2008)
Dosen Berprestasi Universitas Negri Jakarta (2008)
Nominator Indonesia Berprestasi Awards (2007)
Ikon Perempuan Indonesia versi Majalah Gatra (2007)
Pemenang Utama Sayembara Esai AyahBunda-Prenagen berhadiah 100 juta rupiah (2007)
Tokoh Perbukuan Islam IBF Award, IKAPI (2006)
Tokoh Sastra Eramuslim Award (2006)
Muslimah Teladan Majalah Alia (2006)
Duta Baca Nasional Pos Wanita Keadilan, menaungi 1000 rumah baca di Indonesia, 2007.
Penghargaan Perempuan Indonesia Berprestasi dari Tabloid Nova dan Menteri
Pemberdayaan Perempuan RI (2004)
Ummi Award dari Majalah Ummi (2004)
Pena Award untuk buku: Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls and The Man of Mist (Syaamil,
2002)
“Ibuku Idolaku Award” dari Benadryl, dalam rangka Hari Ibu Tingkat Nasional (2002).
Muslimah Peduli Keu Nanggroe dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh (2001)
Cerpen Terbaik Majalah Sastra Horison Satu dekade (1990-2000), untuk “Jaring-Jaring
Merah”
Muslimah Indonesia Berprestasi dari Majalah Amanah (2000)
“Fisabillah” Juara Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional, Yayasan Iqra, dengan Dewan Juri:
HB Jassin, Sutardji Calzoum Bachi dan Hamid Jabbar (1992).
Juara II Lomba Baca Puisi Tingkat Nasional, HUT Taman Ismail Marzuki 1987 dengan
Dewan Juri Sutardji Calzoum Bachri, Leon Agusta dan Jose Rizal Manua
Asma Nadia adalah seorang penulis novel dan cerpen Indonesia yang lahir di Jakarta, 26
Maret 1972. Ia dikenal sebagai pendiri Forum Lingkar Pena dan manajer Asma Nadia
Publishing House.
Asma Nadia merupakan anak kedua dari pasangan Amin Usman yang berasal dari Aceh
dan Maria Eri Susanti yang merupakan mualaf keturunan Tionghoa dari Medan. Ia
memiliki seorang kakak bernama Helvy Tiana Rosa, dan seorang adik bernama Aeron
Tomino. Mereka bertiga menekuni minat mereka sebagai penulis.
Ia menikah dengan Isa Alamsyah yang juga seorang penulis. Dari pernikahan tersebut,
mereka dikaruniai dua anak yang bernama Eva Maria Putri Salsabila dan Adam Putra.
Anak mereka juga berminat menekuni karier sebagai penulis.
Setelah lulus dari SMA 1 Budi Utomo, Jakarta, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Teknologi
Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Ia tidak menyelesaikan kuliah yang dijalaninya,
karena ia harus beristirahat karena penyakit yang dideritanya. Ia mempunyai obsesi
untuk terus menulis. Ketika kesehatannya menurun, ia tetap bersemangat menulis. Di
samping itu, dorongan dan semangat yang diberikan keluarga dan orang yang
menyayanginya memotivasi untuk terus menulis. Asma tetap aktif mengirimkan
tulisannya ke majalah Islam. Sebuah cerpennya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong
pernah meraih juara pertama Lomba Menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat
nasional yang diadakan majalah Aninda pada tahun 1994 dan 1995.
Selain menulis cerita fiksi, ia juga aktif menulis lirik lagu. Sebagian lirik lagunya terdapat
di album Bestari I (1996), Bestari II (1997), dan Bestari III (2003), Snada The Prestation,
Air Mata Bosnia, Cinta Ilahi, dan Kaca Diri. Ia pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan
Nusantara XI di Brunei Darusalam, bengkel kerja kepenulisan novel yang diadakan
Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera). Dari hasil kegiatan kepenulisan Mastera, ia
menghasilkan novel yang berjudul Derai Sunyi. Sebagai anggota ICMI, Asma Nadia juga
pernah diundang untuk mengisi acara bengkel kerja kepenulisan yang diadakan ICMI,
orsat Kairo. Kesibukannya selain sebagai penulis fiksi, ia memimpin Forum Lingkar Pena,
sebuah forum kepenulisan bagi penulis muda yang anggotanya hampir ada di seluruh
provinsi di Indonesia. Asma juga sering menjadi pemandu acara pada acara yang
bernuansa keislaman. Kini, Asma juga aktif dengan pekerjaannya sebagai direktur
Yayasan Prakasa Insan Mandiri (Prima). Ia juga sibuk mengadakan berbagai paket
kegiatan anak melalui prime kids dan memberi kursus bahasa Inggris.
Sejak awal tahun 2009, ia merintis penerbitan sendiri dengan nama Asma Nadia
Publishing House. Beberapa bukunya yang telah diadaptasi menjadi film adalah Emak
Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela dan Assalamualaikum Beijing. Seluruh royalti dari
buku Emak Ingin Naik Haji disumbangkannya untuk sosial dan kemanusiaan, khususnya
membantu mewujudkan impian kaum Islam untuk menunaikan ibadah haji tapi kurang
mampu. Ia juga berprofesi sebagai penulis tetap di kolom resonansi Republika setiap
Sabtu.
Ia pernah menjadi satu dari 35 penulis dari 31 negara yang diundang untuk menjadi
penulis tamu dalam Iowa International Writing Program, di sana ia sempat berbagi
tentang Indonesia dan proses kreatifnya dalam menulis dengan pelajar dan mahasiswa
serta kaum tua di Amerika Serikat. Selain memenuhi undangan membaca cerpen yang
telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, karyanya terpilih untuk ditampilkan dalam
adaptasi ke pentas teater di Iowa, selain berkolaborasi dengan aktor tunarungu Amerika
Serikat dalam pementasan di State Department, Washington D.C.
Ia menggemari seni fotografi, dan telah menjelajah 59 negara dan 270 kota di dunia.
Melalui Yayasan Asma Nadia, ia merintis Rumah Baca Asma Nadia yang tersebar di
seluruh Indonesia, rumah baca sederhana yang beberapa di antaranya memiliki sekolah
dan kelas komputer serta tempat tinggal bagi anak yatim secara gratis untuk membaca
dan beraktivitas bagi anak-anak dan remaja yang kurang mampu. Saat ini, ada 140
perpustakaan yang dikelola bersama relawan untuk kaum yang kurang beruntung dan
tidak mampu.
KARYA
Buku - buku :
o Assalamualaikum, Beijing!
o Salon Kepribadian
o Derai Sunyi, novel yang mendapat penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara
(Mastera)
o Preh (A Waiting), naskah drama dua bahasa yang diterbitkan oleh Dewan
Kesenian Jakarta
o Cinta Tak Pernah Menari, kumpulan cerpen yang meraih Pena Award
o Rembulan di Mata Ibu (2001), novel yang memenangkan penghargaan Adikarya
IKAPI sebagai buku remaja terbaik nasional
o Dialog Dua Layar, novel yang memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI, 2002
o 101 Dating: Jo dan Kas, novel yang meraih penghargaan Adikarya IKAPI, 2005
o Jangan Jadi Muslimah Nyebelin!, nonfiksi, best seller.
o Emak Ingin Naik Haji: Cinta Hingga Tanah Suci yang diadaptasi menjadi film Emak
Ingin Naik Haji dan sinetron Emak Ijah Pengen ke Mekah
o Jilbab Traveler
o Muhasabah Cinta Seorang Istri
o Catatan Hati Bunda
o Jendela Rara telah diadaptasi menjadi film yang berjudul Rumah Tanpa Jendela
o Catatan Hati Seorang Istri, karya nonfiksi yang diadaptasi menjadi sinetron
Catatan Hati Seorang Istri yang ditayangkan RCTI
o Serial Aisyah Putri yang diadaptasi menjadi sinetron Aisyah Putri The Series:
Jilbab In Love:
- Aisyah Putri: Operasi Milenia
- Aisyah Putri: Chat On-Line!
- Aisyah Putri: Mr. Penyair
- Aisyah Putri: Teror Jelangkung Keren
- Aisyah Putri: Hidayah Buat Sang Bodyguard
- Aisyah Putri: My Pinky Moments
Raditya Dika adalah seorang penulis, pelawak, aktor, pemeran, model dan sutradara
yang berasal dari Indonesia. Raditya Dika dikenal sebagai penulis buku-buku jenaka. Ia
menuliskan pengalamannya sehari-hari, tulisan-tulisan tersebut berasal dari blog
pribadinya yang kemudian dibukukan. Buku pertamanya ia tulis pada tahun 2005 yang
berjudul "Kambing Jantan" masuk kategori best seller. Buku tersebut menampilkan
kehidupan Raditya Dika saat kuliah di Australia.
Tulisan Raditya bisa digolongkan sebagai genre baru. Kala ia merilis buku pertamanya
tersebut, memang belum banyak yang masuk ke dunia tulisan komedi. Apalagi bergaya
diari pribadi (personal essay). Ia memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan
penulis lainnya, yaitu pada setiap judul karya tulisan yang dibuatnya selalu mengangkat
nama-nama hewan salah satunya adalah "Kambing Jantan".
Tidak hanya saat SD (Sekolah Dasar), saat memasuki SMP (Sekolah Menengah
Pertama) ia menuliskan nama Raditya Dika mengikuti ijazah SD, bukan mengikuti nama
akte kelahiran. Ia pun terdaftar di SMP Tarakanita I dengan nama Raditya Dika. Sejak
saat itu namanya dalam kehidupan pendidikannya menjadi Raditya Dika. Ia juga akrab
dipanggil teman-temannya dengan nama Radith. Tidak hanya ijazah saja yang salah
dalam penulisan namanya. KTP (Kartu Tanda Penduduk), SIM (Surat Izin Mengemudi),
juga menggunakan nama Raditya Dika.
Pendidikan
1. SMP Tarakanita I
2. SMU 70 Bulungan
3. University of Adelaide
4. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Menurutnya, sebagai penulis tetap harus memiliki inovasi. Sebenarnya, pada bulan-bulan
pertama, buku pertamanya tidak terlalu laku. Ini, menurut Raditya, adalah risiko masuk
dalam genre baru. Raditya kemudian gencar berpromosi di blog yang ia kelola. Selain itu
ia juga gencar promosi dari mulut ke mulut. Raditya meminta pembacanya untuk berfoto
dengan buku pertamanya itu kemudian dikirim ke Raditya. Jadilah ini sebuah strategi
pemasaran yang bisa mengelola pembaca sebagai target pasarnya.
Menjadi penulis sukses bukan berarti tidak ada hambatan. Menurutnya, hambatan bukan
hanya dari industri buku, melainkan juga dari hal-hal yang sifatnya diagonal. Artinya,
lawan dari industri buku bisa jadi bukan industri buku lain tapi industri lain yang
sebenarnya tidak berhubungan sama sekali seperti dunia hiburan, makanan, dan lain-
lain.
Bagi Raditya hal ini memang sudah lazim. Yang perlu dilakukan adalah terus berkreasi
dan bertindak kreatif. Baginya, kompetisi yang ada adalah kunci untuk berinovasi.
Tekanan kompetitor bisa menjadi motivasi untuk terus memberikan ide-ide baru dan
menggali kemampuan.
Setahun kemudian, yaitu pada tahun 2006, ia menerbitkan buku keduanya yang berjudul
"Cinta Brontosaurus". Buku keduanya ini hampir sama dengan buku sebelumnya, cerita-
cerita yang ada dalam buku ini berasal dari kisah keseharian Raditya. Namun, buku kedua
ini menggunakan format cerita pendek (cerpen) yang bercerita mengenai pengalaman
cinta Raditya yang sepertinya selalu tidak beruntung. Isi dari buku ini meliputi kisah dari
sewaktu Raditya mengirim surat cinta pertama ke teman saat SD, hingga pengalaman
Raditya memerhatikan kucing Persia-nya yang jatuh cinta dengan kucing kampung
tetangganya.
Novelnya yang laku dan mengundang banyak perhatian masyarakat Indonesia membuat
para produser tertarik untuk mengajaknya bermain film. Film pertama yang ia mainkan
adalah "Kambing Jantan: The Movie" sebuah film yang diangkat dari adaptasi novel
pertamanya yang berjudul "Kambing Jantan". Film tersebut diproduksi pada tahun 2009,
dalam film tersebut ia bermain sebagai pemeran utama sebagai Dika, dan beradu akting
dengan Herfiza Novianti serta Edric Tjandra.
Sukses dengan film pertamanya, Raditya kembali mengangkat novelnya ke layar lebar.
Tercatat ada 3 filmnya yang berjudul "Cinta Brontosaurus", "Manusia Setengah Salmon"
dan "Marmut Merah Jambu" diambil dari judul buku yang sama. Ketiga film ini rata-rata
memiliki tema tentang kisah percintaan Raditya yang selalu gagal.
Karya Tulisnya
1. Kambing Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh - Tahun 2005
2. Cinta Brontosaurus - Tahun 2006
3. Radikus Makankakus: Bukan Binatang Biasa - Tahun 2007
4. Babi Ngesot: Datang Tak Diundang Pulang Tak Berkutang - Tahun 2008
5. Marmut Merah Jambu - Tahun 2010
6. Manusia Setengah Salmon - Tahun 2011
7. Koala Kumal - Tahun 2015
Filmografi
1. Film :
a. Kambing Jantan The Movie - Tahun 2009
b. Cinta Brontosaurus - Tahun 2013
c. Cinta Dalam Kardus - Tahun 2013
d. Manusia Setengah Salmon - Tahun 2013
e. Marmut Merah Jambu - Tahun 2014
f. Malam Minggu Miko - Tahun 2014
2. Penulis Skenario :
a. Maling Kutang - Tahun 2009
b. Cinta Brontosaurus - Tahun 2013
c. Manusia Setengah Salmon - Tahun 2013
d. Marmut Merah Jambu - Tahun 2014
3. Sutradara :
a. Marmut Merah Jambu - Tahun 2014
b. Malam Minggu Miko The Movie - Tahun 2014
c. Marmut Merah Jambu The Series - Tahun 2015
Raditya dikenal sebagai orang yang cukup terbuka. Ia pernah berpacaran dengan sederet
artis seperti Herfiza Novianti, Sherina dan Anissa Aziza. Setiap perempuan yang hadir di
dalam hidup Raditya selalu dijadikan sebuah cerita romantis dalam novelnya. Contohnya
dengan Sherina yang pernah muncul dalam novel "Marmut Merah Jambu". Kini ia
berkarier di penerbit buku Bukune, Raditya bertindak sebagai direktur juga sebagai
direktur dan pemimpin redaksi.
Biografi Mochtar Lubis - Mochtar Lubis lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922.
Ayahnya pegawai Binnenlands Bestuur (BB) Pemerintah Hindia Belanda yang pada tahun
1935 pensiun sebagai Demang Kepala Daerah Kerinci. Demang Pandapotan itu
digantikan oleh ayahnya, Demang Anwar Maharadja Soetan.
Biografi Mochtar Lubis
Setelah tamat HIS Sungai Penuh, Mochtar masuk sekolah ekonomi di Kayutanam
pimpinan SM Latif. Seperti halnya dengan sekolah INS pimpinan M Syafei, juga di
Kayutanam, murid-muridnya diajar mengembangkan bakat melukis, mematung,
bermusik, dan sebagainya.
Mochtar sebentar jadi guru sekolah dasar di Pulau Nias, kemudian pindah ke Jakarta. Di
zaman Jepang dia bekerja sebagai anggota tim yang memonitor siaran radio sekutu di
luar negeri untuk keperluan Gunseikanbu, Kantor Pemerintah Bala Tentara Dai Nippon.
Tahun 1944 dia menikah dengan Halimah, gadis Sunda yang bekerja di sekretariat
redaksi harian Asia Raja.
Pada tahun 1945 dia bergabung dengan kantor berita Antara. Menjelang penyerahan
kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, dia menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar
Indonesia Raya. Tatkala pertengahan tahun 1950 pecah Perang Korea, Mochtar meliput
kegiatan itu sebagai koresponden perang.
Pada paruh pertama dasawarsa 1950-an pers di Jakarta dicirikan oleh personal
journalism dengan empat editor berteman dan berantem, yaitu Mochtar Lubis (Indonesia
Raya), BM Diah (Merdeka), S Tasrif (Abadi), dan Rosihan Anwar (Pedoman).
Yang paling militan di antara empat sekawan tadi ialah Mochtar Lubis. Tahun 1957 dia
dikenai tahanan rumah, kemudian dipenjarakan. Semuanya selama sembilan tahun
sampai tahun 1966.
Sebagai wartawan, dia bikin berita gempar pada berbagai afair. Pertama, afair pelecehan
seksual yang dialami Ny Yanti Sulaiman, ahli purbakala, pegawai Bagian Kebudayaan
Kementerian P & K. Bosnya tidak saja mencoba merayu Yanti, tetapi juga mengeluarkan
kata-kata seks serba "seram". Kedua, afair Hartini ketika terungkap hubungan Presiden
Soekarno dengan seorang wanita di Salatiga yang mengakibatkan Ny Fatmawati marah
dan meninggalkan istana. Ketiga, afair Roeslan Abdulgani. Menurut pengakuan Lie Hok
Thay, dia memberikan uang satu setengah juta rupiah kepada Roeslan yang berasal dari
ongkos mencetak kartu suara pemilu. Akibatnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Roeslan
Abdulgani yang hendak pergi menghadiri konferensi internasional mengenai Terusan
Suez mau ditahan oleh CPM tanggal 13 Agustus 1956, tetapi akhirnya urung berkat
intervensi Perdana Menteri (PM) Ali Sastroamidjojo.
Setelah Indonesia Raya tidak lagi terbit, tahun 1961 Mochtar dipenjarakan di Madiun
bersama mantan PM Sutan Sjahrir, Mohammad Roem, Anak Agung Gde Agung, Sultan
Hamid, Soebadio Sastrosatomo, dan lain-lain. Semuanya dinilai sebagai oposan Presiden
Soekarno.
Tahun 1968 Indonesia Raya terbit kembali. Mochtar melancarkan investigasi mengenai
korupsi di Pertamina yang dipimpin Letjen Dr Ibnu Sutowo. Utang yang dibikin Ibnu
Sutowo di luar negeri mencapai 2,3 miliar dollar AS. Ia diberhentikan oleh Presiden
Soeharto.
Ketika terjadi peristiwa Malari, Januari 1974, para mahasiswa mendemo PM Jepang
Tanaka, Pasar Senen dibakar, disulut oleh anak buah Kepala Opsus Ali Moertopo.
Soeharto jadi gelagapan. Ia instruksikan membredel sejumlah surat kabar, antara lain
Indonesia Raya, Pedoman, dan Abadi. Setelah bebas lagi bergerak pasca-G30S/PKI,
Mochtar banyak aktif di berbagai organisasi jurnalistik luar negeri, seperti Press
Foundation of Asia. Di dalam negeri dia mendirikan majalah sastra Horison. Ia menjadi
Direktur Yayasan Obor Indonesia yang menerbitkan buku-buku bermutu.
Selain sebagai wartawan, Mochtar juga dikenal sebagai sastrawan. Pada mulanya dia
menulis cerita pendek (cerpen) dengan menampilkan tokoh karikatural Si Djamal.
Kemudian dia menulis novel, seperti Harimau Harimau, Senja di Jakarta, Jalan Tak Ada
Ujung, dan Berkelana dalam Rimba. Dia memperoleh Magsaysay Award untuk jurnalistik
dan kesusastraan.
Sebagai orang yang memiliki banyak bakat, tidak heran bila Mochtar pandai melukis.
Ketika ditahan di penjara Madiun, dia menjadi perupa. Sebagai budayawan, dia aktif
dalam berbagai kegiatan di Taman Ismail Marzuki. Dia anggota Akademi Jakarta sedari
semula hingga sekarang.
Tak perlu ditambahkan bahwa dalam kehidupannya dia membuktikan berjiwa dan
berperan sebagai pahlawan, seperti pahlawan kebebasan pers, pahlawan berkreasi.
Sesungguhnya dia dapat disebut 5-wan, yakni wartawan, seniman, sastrawan,
budayawan, dan pahlawan.
Karena Mochtar dihargai sebagai pahlawan yang berjuang untuk cita-cita dan berani
memikul konsekuensinya, seperti mendekam dalam penjara bertahun-tahun lamanya,
paling tidak orang-orang di kampung halamannya, di Mandailing, memberikan sebutan
kehormatan kepadanya. Menurut putranya, Ade Armand Lubis, tatkala Mochtar beserta
istri dan anak-anaknya pulang kampung, di sana dia dinyatakan sebagai Raja Pandapotan
Sibarani Sojuangan. Adapun Raja Pandapotan itu gelar Mochtar. Sibarani dan Sojuangan
adalah orang yang berani dan berjuang.
Penamaan lain diberikan oleh Dr Mochtar Pabottingi, peneliti Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Ketika Mochtar merayakan hari ulang tahun ke-80, seorang
pembicara, yaitu Mochtar Pabottingi, menamakan Mochtar Lubis person of character,
insan yang berwatak. Di negeri kita sekarang makin langka person of character itu. Bung
Hatta di zaman pendidikan nasional Indonesia awal tahun 1930-an suka menyerukan
agar tampil manusia-manusia yang punya karakter.
Ketika tahun 1973 diusulkan oleh panitia yang diketuai Jenderal AH Nasution supaya
kepada tiga wartawan pejuang dianugerahkan Bintang Mahaputra, yaitu BM Diah,
Rosihan Anwar, dan Mochtar Lubis, kabarnya Presiden Soeharto bertanya kepada
Jenderal Soemitro: "Mit, coba beri saya alasan, mengapa Mochtar Lubis harus dapat
Bintang Mahaputra".
Karya-Karya
Karya jurnalistik
Hati Nurani Melawan Kezaliman: Surat-Surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno
(1986)
Biografi Danarto - Penulis dan Sastrawan Indonesia
muhamad nurdin fathurrohman Wednesday, March 29, 2017 Sastrawan angkatan 1966-1970
Danarto adalah penulis dan sastrawan Indonesia. Karyanya yang terkenal di antaranya adalah
kumpulan cerpen, Godlob. Kumpulan cerpennya yang lain, Adam Ma'rifat, memenangkan
Hadiah Sastra 1982 Dewan Kesenian Jakarta, dan Hadiah Buku Utama 1982. Tahun 2009
Danarto menerima Ahmad Bakrie Award untuk bidang kesusasteraan.
Riwayat
Danarto lahir di Sragen, Jawa Tengah, pada 27 Juni 1941. Ia merupakan anak keempat dari lima
bersaudara dari pasangan Djakio Hardjosoewarno, seorang buruh pabrik gula Modjo dan Siti
Aminah, seorang pedagang eceran batik di pasar kabupaten. Danarto menikah dengan Siti
Zainab Luxfiati, seorang psikolog.
Selama kuliah di ASRI Yogyakarta, dia aktif dalam Sanggar Bambu pimpinan pelukis Sunarto Pr,
dan ikut mendirikan Sanggar Bambu Jakarta. Tahun 1979-1985 bekerja di majalah Zaman,
tahun 1976 mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika
Serikat. Tahun 1983 menghadiri Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda.
Ia pernah bergabung dengan Teater Sardono, yang melawat ke Eropa Barat dan Asia, 1974. Di
samping berpameran Kanvas Kosong (1973) ia juga berpameran puisi konkret (1978). Pada 1
Januari 1986, Danarto mengakhiri masa bujangannya dengan menikahi Siti Zainab Luxfiati, yang
biasa dipanggil Dunuk. Sayangnya, rumah tangga Danarto tidak berlangsung lama. Danarto dan
Zainab bercerai setelah lebih kurang 15 tahun berumah tangga.
Perjalanan hidup Danarto kaya dengan pengalaman baik di dalam negeri dan di luar negeri.
Selain sebagai sastrawan, ia dikenal juga sebagai pelukis, yang memang ditekuni sejak masa
muda. Sebagai pelukis ia pernah mengadakan pameran di beberapa kota. Sebagai budayawan
dan penyair ia pernah mengikuti program menulis di luar negeri diantaranya di Kyoto, Jepang.
Karya
Novel
Asmaraloka (1999)
Kumpulan Cerpen
Godlob (1975)
Adam Ma’rifat (1982)
Berhala (1987)
Orang Jawa Naik Haji, catatan perjalanan ibadah haji (1984)
Gergasi (1993)
Setangkai Melati di Sayap Jibril, kumpulan cerpen, (2000)
Setangkai Melati di Sayap Zibril (2001)
Kacapiring, (2008)
Drama
Penghargaan
Ayu Utami
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lompat ke: navigasi, cari
Ayu Utami
Ayu Utami pada acara International Conference on
Feminism, 2016
Pekerjaan jurnalis, novelis
Kewarganegaraan Indonesia
Aliran sastra roman
Penghargaan Sayembara roman Dewan
Kesenian Jakarta
Kusala Sastra Khatulistiwa
Prince Claus Award
Dipengaruhi[tampilkan]
Justina Ayu Utami atau hanya Ayu Utami (lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968;
umur 49 tahun) adalah aktivis jurnalis dan sastrawan berkebangsaan Indonesia. Ia besar di
Jakarta dan menamatkan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Ia pernah menjadi wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak lama
setelah penutupan Tempo, Editor dan Detik pada masa Orde Baru, ia ikut mendirikan Aliansi
Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. Kini ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam
dan di Teater Utan Kayu. Novelnya yang pertama, Saman, mendapatkan sambutan dari
berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru dalam sastra Indonesia.
Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman memenangi sayembara penulisan roman
Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga tahun Saman terjual 55 ribu eksemplar. Berkat
Saman pula, Ayu mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan
yang bermarkas di Den Haag, Belanda yang mempunyai misi mendukung dan memajukan
kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Pada akhir tahun 2001, ia meluncurkan novel
Larung.
Daftar isi
[sembunyikan]
Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau lebih dikenal dengan nama NH Dini adalah sastrawan,
novelis, dan feminis Indonesia.
Sejarah hidup
NH Dini lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada tahun Kabisat yakni 29 Februari 1936 dari
pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya
dirayakan empat tahun sekali.
NH Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh
dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui
bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita
padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar
Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu
mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan
lingkungan.
Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan
ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi sopir
lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak
menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.
Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan
kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya
dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia
memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.
Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa
penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin
terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan
sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di
RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran
nasional di RRISemarang dalam acara Tunas Mekar.
Karya-karya yang telah ditelurkan oleh perempuan yang konon berdarah Bugis ini antara lain
adalah puisi, kumpulan cerpen, novel, dan biografi.
Dini telah menjadi pengarang selama hampir 60 tahun, akan tetapi ia baru menerima royalti
honorarium yang bisa menutupi biaya hidup sehari-hari baru-baru ini. Tahun-tahun sebelumnya
ia mengaku masih menjadi parasit dan sering dibantu oleh teman-temannya untuk menutupi
biaya makan dan pengobatan. Dini pernah sakit keras, hepatitis-B, selama 14 hari. Gubernur
Jawa tengah saat itu, Mardiyanto, membantu biaya pengobatan Dini.
Dini sempat menikah dengan Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, pada 1960 dan
beberapa kali berpindah tempat tinggal dari negara satu ke negara yang lain. Dari pernikahan itu
ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang dan Pierre Louis Padang. Setelah bercerai, Dini
kembali ke Indonesia dan tidak berhenti berkarya. Anak sulung Dini kini menetap di Kanada, dan
anak bungsunya menetap di Prancis. Sementara Dini tinggal di Panti Wredha Langen
Wedharsih, Ungaran.
Masa senja
Berdasarkan wawancara CNN Indonesia dengan keluarga NH Dini, sang novelis tidak sama
dengan orang tua lain yang tinggal di panti. Kalau lainnya dititipkan, ia menitipkan diri sendiri.
Alasannya, tak ingin merepotkan orang lain. Bahkan soal keuangan, NH Dini masih sangat
mandiri.
Ia masih membimbing skripsi, mengisi acara seminar, bahkan bolak-balik ke Jakarta jika ada
undangan seni di Taman Ismail Marzuki. Usia senja tak menghalanginya naik pesawat dan
bepergian sendiri. Jika butuh bantuan, ia sendiri yang menghubungi maskapai untuk meminta
kursi roda.
NH Dini juga masih menulis. Namun, keluarga tak tahu detail apa yang sedang digarapnya.
Yang jelas pada 2003 ia masih menelurkan buku Dari Parangakik ke Kampuchea yang masih
diminati.
Karya
Pendidikan
SD di Semarang, 1950
SMP di Semarang. 1953 -SMA di Semarang, 1956
Kursus Pramugari GIA di Jakarta, 1956
Kursus B 1, Sejarah, 1957-1959
Karir
Penghargaan
Sajingga
Skip to content
Beranda
Artikel
Cerita
Muhammadiyanist
Puisi
Cari untuk:
Diposkan pada 17 April 2016
Pada tahun 1920, Marah Rusli diangkat sebagai asisten dosen Dokter Hewan
Wittkamp di Bogor. Karena berselisih dengan atasannya, orang Belanda, ia
diskors selama setahun. Selama menjalani skorsing itulah ia menulis novel Siti
Nurbaya pada tahun 1921. Karirnya sebagai dokter hewan membawanya
berpindah-pindah ke berbagai daerah. Tahun 1921-1924 ia bertugas di Jakarta,
kemudian di Balige antara tahun 1925-1929 dan Semarang antara tahun 1929-
1945. Tahun 1945, Marah Rusli bergabung dengan Angkatan Laut di Tegal
dengan pangkat terakhir Mayor. Ia mengajar di Sekolah Tinggi Dokter Hewan di
Klaten tahun 1948 dan sejak tahun 1951 ia menjalani masa pensiun.
Kesukaanya dalam dunia kesusastraan sudah tumbuh sejak kecil. Dia sangat
senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba (tukang dongeng di
Sumatra Barat yang berkeliling kampong menjual ceritanya, dan membaca buku-
buku sastra. Marah Rusli meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung
dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.
Dalam sejarah sastra Indonesia. Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman
yang pertama dan diberi gelar oleh H.B Jassin sebagai Bapak Roman Modern
Indonesia. Sebelum muncul bentuk roman Indonesia, bentuk prosa yang
biasanya digunakan adalah hikayat.
Marah Rusli berpendidikan sangat tinggi dan buku-buku bacaannya banyak yang
berasal dari luar negeri yang menggambarkan kemajuan zaman. Kemudian dia
melihat bahwa adat yang melingkupinya tidak sesuai dengan perkembangan
zaman. Hal itu melahirkan pemberontakan dalam hatinya yang dituangkan
kedalam karyanya, Siti Nurbaya. Dia ingin melepaskan masyarakat dari belenggu
adat yang tidak memberi kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan
pendapat atau keingginannya.
Dalam cerita Siti Nurbaya, telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah
pada emansipasi wanita. Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan akn hak-
haknya, apakah ia hanya menyerah karena tuntutan adat (dan tekanan orang
tua) ataukah ia harus mempertahankan yang diinginkannya. Cerita ini
menggugah dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembacanya. Kesan
itulah yang terus melekat hingga sampai sekarang.
Selain Siti Nurbaya, Marah Rusli juga menulis beberapa roman lainnya. Akan
tetapi, Siti Nurbaya yang terbaik. Roman itu mendapat hadiah tahunan dalam
bidan sastra dari pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1969 dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.
Kumpulan sajak yang terbit, ialah Tebaran Mega (1955) dan Lagu Pemacu
Ombak (1979). Selain itu, dia juga seorang penulis esai berbagai masalah dalam
bidang bahasa sastra, kebudayaan dan filsafat.
Sebagai penulis
Sebagai editor
Sebagai penerjemah
PE N GHAR GAAN
2. Si Sabariah. (1928)
50. Pribadi,1950.
Taufiq Ismail
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatra barat, 25 Juni 1935, adalah seorang
penyair dan sastrawan Indonesia. Sejak masih di SMA, dia sudah bercita-cita
akan menjadi seorang sastrawan. Untuk menbiayai mimpi sastranya itu, dia
menjadi dokter hewan dan ahli peternakan, agar bisa memiliki bisnis
peternakannya sendiri (tapi ini gagal, dan tidak terlaksana).
Oleh H.B. Jassin, Taufiq Ismail disebut sebagai penyair Angkatan 66. Tapi Taufiq
Ismail merisaukannya karena takut merasa puas dan membuatnya malas
menulis lagi. Karya-karyanya antara lain Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani
dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang
Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya: Kilas Balik
Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawan-Antologi Sastra
Aceh, dan masih banyka lagi.
W.S. Rendra
Willibrordus Surendra Broto Rendra atau yang lebih dikenal dengan nama W.S.
Rendra lahir di Solo, Hindia Belanda, 7 November 1935, adalah sastrawan besar
Indonesia.
Sejak muda, dia telah memulai karir sastrawannya dengan menulis banyak puisi,
naskah drama, cerpen, dan esai sastra di banyka media massa. Puisinya pertama
kali dipublikasikan pada tahun 1952 di majalah Siasat. Dari situ, puisi-puisinya
terus dipublikasikan di berbagai majalah pada masa itu seperti malajalah Kisah,
Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Dan terus berlanjut pada decade 60-an
sampai 70-an.
Dalam bukunya yang berjudul Sastra Indonesia Modern II (1989), A. Teeuw
mengatakan bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern, Rendra tidak
termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45,
Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia
mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri. Karya-karyanya antara lain
Ballada Orang-orang Tercinta (Kumpulan sajak, Blues untuk Bonnie, Empat
Kumpulan Sajak, Sajak-sajak Sepatu Tua, Mencari Bapak, Perjalanan Bu Aminah,
Nyanyian Orang Urakan, Pamphleten van een Dichter, Potret Pembangunan
Dalam Puisi, Disebabkan Oleh Angin, Orang Orang Rangkasbitung, Rendra:
Ballads and Blues Poem, State of Emergency, dan Do’a Untuk Anak-Cucu.
Sapardi Djoko Damono
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, lahir di Surakarta, 20 maret 1940, adalah
seorang penyair Indonesia. Akrab disebut SDD, dikenal melalui puisi-puisinya
yang menggunakan kata-kata sederhana dan romantis. Beberapa puisinya sangat
populer dan dikenal oleh banyak lapisan masyarakat, misalnya puisinya yang
berjudul Aku Ingin, Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga,
dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Sebagian besar kepopuleran puisinya
ini disebabkan karena puisi-puisi sapardi dibuat musikalisasinya.
Mustofa Bisri
K.H. Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Mus, lahir di
Rembang, Jawa tengah, 10 Agustus 1944, adalah seorang penyair dan penulis
kolom yang sangat dikenal dikalangan sastrawan. Selain itu, dia juga adalah
pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin di Leteh, Rembang, Salah
seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa, dan sekaligus perancang logo
PKB yang digunakan hingga sekarang ini.
Karya-karyanya antara lain Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda
Temanggung), Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta,
1991,1994), Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993), Pahlawan dan Tikus
(kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996), Al-Muna (Syair Asmaul Husna,
Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997), dan lain-lain
Ajip Rosidi
Ajib Rosidi, lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938, adalah
sastrawan, penulis, budayawan, dosen, pendiri dan redaktur beberapa penerbit,
serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage.
Menurut Dr. Ulrich Kratz, Ajip Rosidi adalah pengarang sajak dan cerita pendek
yang paling produktif sampai tahun 1983, dengan 326 judul karyanya yang
dimuat dalam 22 majalah. Buku pertamanya yang berjudul Tahun-tahun
Kematian terbit ketika dia berusia 17 tahun. Dia juga menulis kumpulan sajak,
kumpulan cerpen, roman, drama, esai dan kritik, hasil penelitian, dan lain-lain.
Muhammad Ainun Nadjib
Muhammad Ainun Nadjib atau yang lebih dikenal dengan nama Emha Ainun
Nadjib atau Cak Nun, lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953, adalah seorang
tokoh intelektual yang mengusung tema islami. Dia juga dikenal sebagai seniman,
budayawan, dan penyair. Karya-karya puisinya antara lain “M” Frustasi (1976),
Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978), Sajak-Sajak Cinta (1978), Nyanyian
Gelandangan (1982), 102 Untuk Tuhanku (1983), Suluk Pesisiran (1989), Lautan
Jilbab (1989), Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990), Cahaya Maha Cahaya
(1991), Sesobek Buku Harian Indonesia (1993), Abacadabra (1994), dan Syair-
syair Asmaul Husna (1994).
ASRUL SANI
Ø Lahir
Rao, Pasaman, 10 Juni 1927
Ø Meninggal
Jakarta. 11 Januari 2004, Pukul 22.15 WIB
Ø Istri
(1) Siti Nurani dan (2) Mutiara Sarumpaet
Ø Anak
Tiga putra, tiga putri, enam cucu
Ø Ayah
Sultan Marah Sani Syair Alamsyah, gelar Yang Dipertuan Rao Mapattunggal
Mapatcancang
Ø Pendidikan:
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Indonesia (IPB)
Dramaturgi dan sinematografi di University of Southern California,Amerika Serikat
tahun 1955-1957
Sekolah Seni Drama di Negeri Belanda tahun 1951-1952
SLTP hingga SLTA di Jakarta
SD di Rao, Sumatera Barat
Ø Karir Politik :
Anggota DPR GR 1966-1971 mewakili Partai Nahdhatul Ulama
Anggota DPR RI 1972-1982 mewakili PPP
Ø Pendiri
“Gelanggang Seniman Merdeka”
Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI)
Ø Kegiatan Pergerakan
Lasjkaer Rakjat Djakarta, Tentara Pelajar di Bogo
Ø Kegiatan Penerbitan
Menerbitkan "Suara Bogor", redaktur majalah kebudayaan "Gema Suasana",
anggota redaksi "Gelanggang", ruang kebudayaan Majalah' Siasat", dan wartawan
Majalah "Zenith"
Konsep Kebudayaan :
"Surat Kepercayaan Gelanggang"
Ø Penghargaan
Tokoh Angkatan 45
Bintang Mahaputra Utama, tahun 2000
Enam buah Piala Citra pada Festifal Film Indonesia (FFI)
Film Terbaik pada Festival Film Asia tahun 1970
Ø Karya Puisi
"Tiga Menguak Takdir" bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, "Surat dari Ibu",
"Anak Laut", 19 buah puisi dan lima buah cerpen sebelum penerbitan antologi "Tiga
Menguak Takdir" tahun 1950, lalu sesudahnya tujuh buah puisi, enam buah cerpen,
enam terjemahan puisi, tiga terjemahan drama, dan puisi-puisi lain yang dimuat
antara lain di yang dimuat di majalah "Siasat", "Mimbar Indonesia", dan "Zenith".
Ø Karya Film
"Titian Serambut Dibelah Tudjuh", "Apa yang Kau Cari Palupi" "Monumen", "Kejarlah
Daku Kau Kutangkap", "Naga Bonar",. "Pagar Kawat Berduri", "Salah Asuhan",
"Para Perintis Kemerdekaan", "Kemelut Hidup"
Ø Alamat rumah
Kompleks Warga Indah, Jalan Attahiriyah No. 4E, Peiaten. Kalibata. Jakarta Selatan
Ø Nama
H. Rosihan Anwar
Ø Lahir
Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, 10 Mei 1922
Ø Agama
Islam
Ø Istri
Siti Zuraida Sanawi
Ø Anak
Tiga orang
Ø Pendidikan
- Sekolah Rakyat (HIS)
- SMP (MULO) di Padang
- Algemeene Middlebare School (AMS) Bagian A II tahun 1942 di. Yogyakarta
- Berbagai workshop di Yale University dan School of Journalism di Columbia
University, New York, Amerika Serikat.
Ø Pekerjaan
Wartawan Senior
Ø Karir
- Reporter Asia Raya di masa pendudukan Jepang (1943)
- Redaktur harian Merdeka (1945)
- Pemimpin Redaksi Siasat (1947-1957)
- Pemimpin Redaksi Pedoman (1948-1961).
- Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia/PWI (1968-1974)
- Salah satu pendiri Perusahaan Film Nasional (Perfini) tahun 1950 bersama (alm)
Usmar Ismail.
Kritikus film sampai sekarang.
Ø Penghargaan
- Bintang Mahaputra III (1974)
- Anugerah Kesetiaan Berkarya sebagai Wartawan (2005)
Ø Alamat Rumah
Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat
SANUSI PANE
Sastrawan Sanusi Pane dilahirkan Muara Sipongi, Sumetra Utara ,14 November
1905 . Ia menempuh pendidikan formal di HIS dan ELS di padang Sidempuan,
Tanjungbalai, Simbolga, Sumantra Utara. Kemudian melanjutkan ke Mulo di Padang
dan Jakarta, tamat 1922. Setamat kweekschool Gunung Sahari tahun 1925 , ia
diminta mengajar di sekolah itu juga yang kemudian dipindahkan ke Lembang dan
jadi HIK. Selanjutnya ia mendapatkan kesempatan mengikuti kulia Othnologi di
Rechtshogeschool.
Pada tahun 1929-1930 ia mengunjungi india.Sekembalinya dari sana, ia duduk
dalam redaksimajalah TIMBUL(dalam bahasa Belanda,kemudianpakai lampiran
indonesia), ia menulis karangan-karangan kesusastraan, filsafa dan politik,sambil
bekerja sebagai guru. Tahun 1934, ia dipecat sebagai guru karena keanggotaannya
dalam PNI.Kemudian iaq menjadi pemimpin sekola-sekolah Perguruan Rakyat di
Bandung dan menjadi guru pada sekolah menengah Perguruan Rakyat di Jakarta.
Tahun 1936, ia menjadi pemimpin surat kabar Tionghoa-Melayu KEBANGUNAN di
Jakarta dan tahun 1941, ia menjadi redektur Balai Pustaka.
Dalam banyak hal Sanusi Pane adalah antipode dari Sutan Takdir Alisjahbana.
Berbeda dengan Takdir yang menghendaki coretan yang hitam dan teba"dibawah
pra-indonesia,yang • dianggapnya telah menyebabkan bangsa Indonesia tela
menjadi nista. Sanusi sebaliknya malah mencari ke jamanindonesia purba dan
kearah nirwana kebudayaan Hindu.Perkembangan filsafat hidupnya sampai pada
sintesa Timur dan Barat. Persatuan rohani dan jasmani,akhirat dan dunia, idealisme
dan materialism. Puncak periode itu ialah deramanya Manusia Baru. PB/PR 1940
Sanusi Pane banyak mengarang buku, diantaranya : Pancaran Cinta dan Perosa
Berirama ditahun 1926,Puspa Mega dan kumpulan Sajak ditahun 1927,
Airlangga"drama dalam bahasa Belanda, pada tahun 1928, Eenzame
Caroedalueh,drama dalam bahasa Belanda ditahun 1929, Madah Kelana dan
kumpulan sajak yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Pada tahun 1931, naskah
drama Kertajaya ditahun 1932,naskah drama Sandhyakala Ning Majahpahit pada
tahun 1933,naskah drama Manusia Baru yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun
1940.Selain itu,iajuga menterjemahkan dari bahasa jawa kuno kekawin Mpu Kanwa
dan Arjuna Wiwaha yang diterbitkanoleh Balai Pustaka tahun 1940.
AMIR HAMZAH
Nama lengkap Amir Hamzah adalah Tengku Amir Hamzah tetapi biasa dipanggil
Amir Hamzah, ia dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat Sumatra Utara. Pada 28
februari 1911. Amir Hamzah tumbuh dalam lingkungan bangsawan Langkat yang
taat pada agama Islam Pamannya Machmud adalah Sultan Langkat yang
berkedudukan di Ibu Kota Tanjung Pura yang memerintah tahun 1927 – 1941.
Ayahmya Tengku Muhammad Adila yang tidak lain adalah saudara Sultan
Machmud, sendirinya menjadi wakil Sultan untuk Lubak Langkat Bengkulu dan
berkedudukan di Binjai Sumatra Timur
Mula-mula Amir menempuh pendidikan di Langkatsche School di Tanjung Pura pada
tahun 1916 Lalu. di tahun 1924 ia masuk sekolah MILO (Sekolah Menengah
Pertama)di Medan Setahun kemudian dia hijrah ke Jakarta hingga menyelesaikan
sekolah menengah pertamanya pada tahun 1927 Amir. kemudian melanjutkan
sekolah di AMS.(sekolah menengah atas)Solo Jawa Tengah. Jurusan Sastra Timur,
hingga tamat. Lalu. ia kembali lagi ke Jakarta dan masuk Sekolah Hakim Tinggi
hinggah meraih Sarjana Muda Hukum.
Amir Hamzah tidak dapat dipisahkan dari kesastraan Melayu. Oleh karena itu. tidak
heran jika dalam dirinya mengalir bakat kepenyairan yang kuat. Buah Rindu adalah
kumpulan puisi pertamanya yang menandai awal kariernya sebagai penyair. Puncak
kematangannya sebagai penyair terlihat daki kumpulan puisi Nyanyi Sunyi dan
Setanggi Timur. Selain menulis puisi. Amir Hamzah juga menerjemahkan buku
Bagawat Gita.
Riwayat hidup penyair yang juga pengikut tarekat Naqsabandiyah ini ternyata
berakhir tragis. 29 Oktober 1945, Amir diangkat menjadi Wakil Pemerintah Republik
Indonesia untuk Langkat yang berkedudukan di Binjai. Ketika itu Amir adalah juga
Pangeran Langkat Hulu di Binjai.
Ketika Sekutu datang dan berusaha merebut hati para sultan, kesadaran rakyat
terhadap revolusi menggelombang. Mereka mendesak Sultan Langkat segera
mengakui Republik Indonesia. Lalu. Revolusi Sosial pun pecah pada 3 Maret 1946.
Sasarannya'adalah keluarga bangsawan yang dianggapi kurang memihak kepda
rakyat, termasuk Amir Hamzah. Pada dini hari 20 Maret 1946 mereka dihukum
pancung
TAUFIQ ISMAIL
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah
dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia
berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia
masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun
1956-1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School
guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan
pertama dari Indonesia.
Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan,
Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun 1963. Pada tahun
1971-1972 dan 1991-1992 ia mengikuti International Writing Program, University of
lowa, lowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and
Literature, , American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah
Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.
Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah
menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960-1961) dan Wakil Ketua Dewan
Mahasiswa (196.0-1962). Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina
Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul
Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas
Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena
menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden
Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida,
la kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.
Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq
bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan
Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai
sekarang ini ia memimpin majalah itu.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman
Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di
ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana
DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968-1978). Setelah berhenti dari tugas itu,
Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever
Indonesia (1978-1990).
Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar
negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia
Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim
Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.
KH. A. Mustofa Bisri, kini Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Leteh
Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Dilahirkan di Rembang, 10 Agustus
1944. Belajar di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Al-Munawwir Krapyak
Yogyakarta, dan Universitas Al-Azhar Kairo disamping di pesantren ayahnya sendiri,
Raudlatuth Tholibin Rembang.
Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair. Karya-karyanya yang telah
diterbitkan, antara lain, Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra
Kendal, 1401 H), Ensklopedi Ijma' (terjemahan bersama KH. M .A. Sahal Mahfudh,
Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987), Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia
(gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979), Kimiya-us Sa'aadah
(terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya), Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa,
Penerbit Al-Huda Temanggung), Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus,
Jakarta, 1991,1994), Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993), Mutiara-
mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994), Rubaiyat Angin dan
Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995), Pahlawan
dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996), Mahakiai Hasyim Asy
'ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996), Metode Tasawuf Al-Ghazali
(tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996), Saleh Ritual Saleh Sosial
(Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995), Pesan Islam Sehari-hari (Risalah
Gusti, Surabaya, 1997), Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan
Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997). dan juga l'ikih Keseharian (Yayasan
Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997).
Karya-karya lain yang insya Allah akan terbit, adalah Fikih Keseharian II (Al-Miftah
Surabaya). Sementara itu, dia produktif menulis di media massa ibukota dan media
massa daerah.
Ikuti juga risalah-risalah yang dibawakan oleh KH. A. Mustofa Bisri dengan Fikih
Kesehariannya melalui email anda, tanpa susah-susah lagi membuka web site ini.
Caranya! Masukkan email anda di text-box, lalu klik tombol berikut. Email anda:
Halaman Yang" Berhubungan
Fikih Keseharian Terbaru
M.H. AINUN NAJIB
Ø Lahir :
Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953
Ø Agama :
Islam
Ø Isteri:
Novia Kolopaking
Ø Pendidikan :
- SD, Jombang (1965)
- SMP Muhammadiyah, Yogyakarta (1968)
- SMA Muhammadiyah, Yogyakarta (1971)
- Pondok Pesantren Modern Gontor
- FE di Fakultas Filsafat UGM (tidak tamat)
Ø Karir:
- Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)
- Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976)
- Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
- Pemimpin Grup musik Kyai Kanjeng
- Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media
Ø Karya Seni Teater:
- Geger WongNgoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto)
- Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan)
- Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern)
- Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
- Santri-Santri Khidhir (1990, bersama Teater Salahudin di lapangan Gontor dengan.
Seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun)
- Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan
Makassar)
- Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993). Perahu Retak (1992).
Ø Buku Puisi:
- "M"Frustasi(1976),
- Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
- Sajak-Sajak Cinta (1978),
- Nyanyian Gelandangan (1982),
- 99 Untuk Tuhanku (1983),
- Suluk Pesisiran(1989),
- Lautan Jilbab (1989),
- Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990),
- Cahaya Maha Cahaya (1991),
- Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
- Abacadabra(1994),
- Syair Asmaul Husna (1994)
Ø Buku Essai:
- Dari Pojok Sejarah (1985),
- Sastra Yang Membebaskan (1985),
- Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
- Markesot Bertutur (1993),
- Markesot Bertutur Lagi (1994),
- Opini Plesetan (1996),
- Gerakan Punakawan (1994),
- Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
- Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
- Slilit Sang Kiai (1991),
- Sudrun Gugat (1994),
- Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
- Bola- Bola Kultural (1996),
- Budaya Tanding (1995),
- Titik Nadir Demokrasi (1995),
- Tuhanpun Berpuasa (1996),
- Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997)
- Kita Pilih Barakah atau Azab Allah (1997)
Abdul Hadi WM dilahirkan di Sumenep, Madura, 24 Juni 1946. Antara 1967-83 pernah
menjadi redaktur Gema Mahasiswa, Mahasiswa Indonesia, Budaya Jaya, Berita Buana, dan
penerbit Balai Pustaka. Pada 1973-74 mengikuti International Writing Program di Iowa
University, Amerika Serikat. Karya-karyanya: Riwayat (1967) Laut Belum Pasang (1971),
Cermin (1975), Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976;
meraih hadiah Buku Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta 1976-77), Tergantung Pada
Angin (1977), Anak Laut Anak Angin (1983; mengantarnya menerima penghargaan SEA
Write Award 1985). Sejumlah sajaknya diterjemahkan Harry Aveling dan disertakan dalam
antologi Arjuna in Meditation (1976). Karya-karya terjemahannya: Faus (Goethe), Rumi:
Sufi dan Penyair (1985), Pesan dari Timur (1985; Mohammad Iqbal), Iqbal: Pemikir Sosial
Islam dan Sajak-sajaknya (1986; bersama Djohan Effendi), Kumpulan Sajak Iqbal: Pesan
kepada Bangsa-bangsa Timur (1985), Kehancuran dan Kebangunan: Kumpulan Puisi Jepang
(1987). Kumpulan esainya, Kembali ke Akar Kembali ke Sumber diluncurkan pada 1999,
dua puluh tahun setelah ia menerima Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Abdul Muis dilahirkan di Solok, Sumatera Barat, 1886, dan meninggal di Bandung, 17 Juli
1959. Menulis novel Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Surapati (1950), Robert
Anak Surapati (1953), dan menerjemahkan antara lain: Don Quixote de la Mancha (1928;
Carventes), Tom Sawyer Anak Amerika (1928; Mark Twain); Sebatang Kara (1932; Hector
Malot), Tanah Airku (1950; C. Swann Koopman).
Abrar Yusra dilahirkan di Agam, Sumatera Barat, 26 Maret 1943. Karya-karya mantan
redaktur pelaksana harian Singgalang yang kini banyak menulis buku biografi ini, antara lain:
Ke Rumah-rumah Kekasih (1975), Siul (1975), Aku Menyusuri Sungai Waktu (1976), Amir
Hamzah 1911-1946 sebagai Manusia dan Penyair (1996).
Achdiat K. Mihardja dilahirkan di Garut, Jawa Barat, 6 Maret 1911. Sebelum menjadi
dosen Universitas Nasional Australia dari 1961 hingga pensiun, ia pernah bekerja sebagai
guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta
Raya, dan dosen Fakultas Sastra Indonesia. Karyanya antara lain: Polemik Kebudayaan
(1948; [ed].), drama Bentrokan dalam Asmara (1952), Pak Dullah in Extremis (1977), dan
novel Debu Cinta Bertebaran (1973) serta Atheis (1949). Yang terakhir ini adalah karyanya
yang paling terkenal dan memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah RI pada 1969. Tiga tahun
kemudian novel tersebut diterjemahkan R.J. Maguire ke dalam bahasa Inggris.
Ahmad Tohari
dilahirkan di Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948. Pernah bekerja sebagai redaktur
majalah Keluarga dan Amanah. Karya-karyanya: Kubah (1980; memenangkan hadiah
Yayasan Buku Utama 1980), Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari
(1985), Jantera Bianglala (1986; meraih hadiah Yayasan Buku Utama 1986), Di Kaki Bukit
Cibalak (1986; pemenang salah satu hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian
Jakarta 1979), Senyum Karyamin (1989), Bekisar Merah (1993), Kiai Sadrun Gugat (1995),
Lingkar Tanah Lingkar Air (1995), Nyanyian Malam (2000).
Novelis yang karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing ini adalah
salah seorang alumnus International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat,
dan pada 1985 dianugerahi SEA Write Award.
Ajip Rosidi dilahirkan di Jatiwangi, Jawa Barat, 31 Januari 1938. Karya-karya Profesor
Gaidai University of Foreign Studies Jepang ini antara lain: Tahun-tahun Kematian (1955),
Pesta (1956; bersama Sobron Aidit dan S.M. Ardan), Di Tengah Keluarga (1956), Sebuah
Rumah Buat Hari Tua (1957; meraih Hadiah Sastra Nasional BMKN), Perjalanan Penganten
(1958), Surat Cinta Enday Rasidin (1960), Jeram (1970), Jakarta dalam Puisi Indonesia
(1972; [ed.]), Laut Biru Langit Biru (1977; [ed.]), Syafruddin Prawiranegara Lebih Takut
kepada Allah Swt. (1986; [ed.]), Nama dan Makna (1988), Terkenang Topeng Cirebon
(1992), Sastra dan Budaya Kedaerahan dalam Keindonesiaan (1995). Bersama Matsuoka
Kunio, ia juga menerjemahkan novel-novel Kawabata Yasunari Penari-penari Jepang (1985;
Izu no odoriko) dan Daerah Salju (1987; Yukiguni).
Akhudiat dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur, 5 Mei 1946. Peserta International Writing
Program di Iowa University, Amerika Serikat, pada 1975. Sejumlah naskah dramanya
memenangkan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Dewan Kesenian Jakarta. Karya-
karyanya antara lain: Gerbong-gerbong Tua Pasar Senen (1971), Grafito (1972), Rumah Tak
Beratap Rumah Tak Berasap dan Langit Dekat dan Langit Jauh (1974), Jaka Tarub (1974),
Bui (1975), Re (1977), Suminten dan Kang Lajim (1982), dan Memo Putih (2000).
Ali Hasjmy dilahirkan Seulimeum, Aceh, 28 Maret 1914, dan meninggal di Banda Aceh, 18
Januari 1998. Pernah menjabat Gubernur Aceh dan Rektor IAIN Jami`ah Ar-Raniry
Darussalam, Banda Aceh. Tulisan-tulisannya berupa puisi dan novel. Karya-karyanya antara
lain: Kisah Seorang Pengembara (1936), Sayap Terkulai (1936), Bermandi Cahaya Bulan
(1938), Melalui Jalan Raya Dunia (1939), Suara Azan dan Lonceng Gereja (1948), Dewan
Sajak (1940), Dewi Fajar (1940), Jalan Kembali (1964), Tanah Merah (1980).
Amir Hamzah dilahirkan di Tanjungpura, Sumatera Utara, 28 Februari 1911 dan meninggal
di Kuala Begumit, di provinsi yang sama, 20 Maret 1946, sebagai korban dari suatu “revolusi
sosial”. Ia merupakan pendiri majalah Pujangga Baru (1933) bersama-sama Sutan Takdir
Alisjahbana dan Armijn Pane. Dua kumpulan puisinya, Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu
(1941) tak henti-henti menjadi bahan pembicaraan dan kajian para kritikus sastra di dalam
dan luar negeri serta diajarkan di sekolah-sekolah hingga saat ini. Selain itu ia pun
melahirkan karya-karya terjemahan: Setanggi Timur (1939), Bagawat Gita (1933), Syirul
Asyar (tt.).
Arifin C. Noer dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat, 10 Maret 1941, dan meninggal di Jakarta,
28 Mei 1995. Pendiri Teater Kecil ini menulis puisi, drama, dan menyutradarai sejumlah
film. Karya-karyanya anatara lain: Nurul Aini (1963), Mega-mega (1967), Kapai-kapai
(1967; diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris), Prita Istri Kita, Umang-
umang, Selamat Pagi Jajang (1979).
Armijn Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 18 Agustus 1908, dan meninggal
di Jakarta, 16 Februari 1970. Antara 1933-55 pernah menjadi redaktur majalah Pujangga
Baru, Balai Pustaka, dan majalah Indonesia. Novelnya, Belenggu (1940), hingga saat ini
dipandang sebagai peretas penulisan novel Indonesia modern. Karya-karyanya yang lain:
Jiwa Berjiwa (1939), Kort overzicht van de Moderne Indonesische Literatuur (1949), Kisah
Antara Manusia (1953), Jinak-jinak Merpati (1953), Gamelan Jiwa (1960), Tiongkok Zaman
Baru, Sejarahnya: Abad ke-19 Sekarang (1953). Ia pun menerjemahkan dan menyadur novel
dan drama, yaitu: Membangun Hari Kedua (1956; Ilya Ehtenburg) dan Ratna (1943; Hendrik
Ibsen).
Asrul Sani dilahirkan di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1926. Lulusan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Indonesia (1955) ini pernah menjadi redaktur Pujangga Baru, Gema
Suasana, Gelanggang, dan Citra Film. Karya-karya aslinya adalah: Tiga Menguak Takdir
(1950; bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin), Dari Suatu Masa Dari Suatu Tempat (1972),
Mantera (1975), Mahkamah (1988). Selain banyak menulis skenario dan menyutradarai film,
ia dikenal sebagai penerjemah andal dan produktif. Karya-karya terjemahannya, antara lain:
Laut Membisu (1949; Vercors), Pangeran Muda (1952; Antoine de Saint Exupery), Enam
Pelajaran bagi Calon Aktor (1960; Richard Bolslavsky), Rumah Perawan (1977; Kawabata
Yasunari), Villa des Roses (Willem Elschot), Puteri Pulau (1977; Maria Dermout), Kuil
Kencana (1978; Yukio Mishima), Pintu Tertutup (1979; Jean Paul Sartre), Julius Caesar
(1979; William Shakespeare), Sang Anak (1979; Rabindranath Tagore); Catatan dari Bawah
Tanah (1979; Dostoyevsky), Keindahan dan Kepiluan (1986; Nikolai Gogol).
Budi Darma dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah, 25 April 1937. Meraih M.A. dan Ph.D di
Indiana University, Bloomington, Amerika Serikat. Novelis yang pernah menjadi Rektor
IKIP Surabaya ini meraih SEA Write Award pada 1984. Karya-karyanya: Orang-orang
Bloomington (1980), Solilokui (1983), Olenka (1983; pemenang pertama Sayembara
Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1980 dan Hadiah Sastra DKJ 1983), Sejumlah
Esai Sastra (1984), Rafilus (1988), Harmonium (1995), Ny Talis (1996). Sebuah cerpennya,
“Derabat”, terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1999 dan dipublikasikan pada buku
berjudul sama.
Bur Rasuanto dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan, 6 April 1937. Karya-karya salah
seorang penanda tangan utama Manifes Kebudayaan dan doktor dalam bidang filsafat ini
adalah: Bumi yang Berpeluh (1963), Mereka Akan Bangkit (1963; meraih Hadiah Sastra
Yamin, namun ditolak pengarangnya), Mereka Telah Bangkit (1966), Sang Ayah (1969),
Manusia Tanah Air (1969), Tuyet (1978; mendapat hadiah utama Yayasan Buku Utama
Departemen P & K 1978).
Chairul Harun dilahirkan Kayutanam, Sumatera Barat, Agustus 1940, dan meninggal di
Padang, 19 Februari 1998. Karya-karyanya antara lain: Monumen Safari (1966) dan Warisan
(1979; novel penerima hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K 1979)
D. Zawawi Imron dilahirkan di Sumenep, Madura, 1946. Karya-karya penyair yang meraih
Hadiah Utama dalam lomba penulisan puisi AN-Teve pada 1995 ini, antara lain: Semerbak
Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Celurit Emas (1980), Bulan Tertusuk
Ilalang (1982), Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama
Departemen P & K, 1985), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Lautmu Tak Habis
Gelombang (1996), Madura Akulah Darahmu (1999).
Damiri Mahmud dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, 1945. Karya-karyanya: Tiga Muda
(1980), Aku Senantiasa Mencari (1982), Sajak-sajak Kamar (1983), Kuala (1975), Puisi
(1977), Rantau (1984). Puisi-puisinya dimuat pula di Horison, Basis, Republika, dan lain-
lain.
Danarto dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah, 27 Juni 1940. Karya-karya penerima SEA Write
Award 1988 ini adalah: Godlob (1975), Adam Ma`rifat (1982; meraih Hadiah Sastra Dewan
Kesenian Jakarta dan Yayasan Buku Utama pada tahun yang sama), Berhala (1987;
memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K 1987), Orang Jawa Naik
Haji (1984), Obrok Owok-owok, Ebrek Ewek-ewek (1976), Bel Geduwel Beh (1976),
Gergasi (1993), Gerak-gerak Allah (1996), dan Asmaraloka (1999).
Djamil Suherman dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur, 24 April 1924, dan meninggal di
Bandung, 30 November 1985. Karya-karyanya berupa puisi, novel dan cerita pendek: Muara
(1958; bersama Kaswanda Saleh), Manifestasi (1963), Perjalanan ke Akhirat (1963;
memenangkan hadiah kedua Majalah Sastra 1962), Umi Kulsum (1983), Pejuang-pejuang
Kali Pepe (1984), Sarip Tambakoso (1985), Sakerah (1985).
Frans Nadjira dilahirkan di Makassar, 3 September 1942. Sastrawan yang juga pelukis ini
pada 1979 mengikuti Iowa International Writing Program, di Iowa City, Amerika Serikat.
Puisi dan cerpennya tersebar di berbagai media publikasi, antara lain di Horison, Sinar
Harapan, Bali Post, AIA News (Australia), termasuk di beberapa antologi bersama Laut Biru
Langit Biru, Puisi Asean, Tonggak, The Spirit That Moves Us (USA), On Foreign Shores,
Teh Ginseng, A Bonsai’s Morning, dan Ketika Kata Ketika Warna. Kumpulan puisinya:
Jendela dan Springs of Fire Springs of Tears, dan kumpulan cerpennya Bercakap-cakap di
Bawah Guguran Daun.
Gerson Poyk dilahirkan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 1931. Peserta
angkatan pertama dari Indonesia pada International Writing Program di Iowa University
Amerika Serikat ini, memenangkan Hadiah Adinegoro pada 1985 dan 1986, dan SEA Write
Award pada 1989. Novel dan kumpulan cerita pendeknya, antara lain: Hari-hari Pertama
(1968), Sang Guru (1971), Matias Ankari (1975), Oleng-kemoleng & Surat-surat Cinta
Rajaguguk (1975), Nostalgia Nusatenggara (1976), Jerat (1978), Cumbuan Sabana (1979),
Seutas Benang Cinta (1982), Giring-giring (1982), Di Bawah Matahari Bali (1982), Requiem
untuk Seorang Perempuan (1983), Anak Karang (1985), Doa Perkabungan (1987), Impian
Nyoman Sulastri dan Hanibal (1988), Poti Wolo (1988).
Goenawan Mohamad
dilahirkan di Batang, Jawa Tengah, 29 Juli 1941. Pemimpin redaksi majalah Tempo selama
23 tahun yang juga mantan wartawan harian Kami ini dikenal luas sebagai penyair dan
penulis esai yang sangat cerdas.
Karya-karyanya antara lain: Pariksit (1971), Potret Penyair Muda sebagai Si Malin Kundang
(1972), Interlude (1973), Seks, Sastra, Kita (1980), Catatan Pinggir (1982-91; empat jilid),
Asmaradana (1992), Misalkan Kita di Sarajevo (1998). Salah seorang penanda tangan
Manifes Kebudayaan ini, pada 1973 mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah RI, dan
delapan tahun kemudian meraih SEA Write Award.
Hamid Jabbar dilahirkan di Kotagadang, Sumatera Barat, 27 Juli 1949. Karya-karya penyair
yang pernah menjadi wartawan Indonesia Express, Singgalang, dan redaktur Balai Pustaka
ini antara lain: Paco-Paco (1974), Dua Warna (1975; bersama Upita Agustine), Wajah Kita
(1981), Siapa Mau Jadi Raja, Raja Berak Menangis, Zikrullah. Cerpennya, “Engku Datuk
Yth. Di Jakarta” terpilih masuk ke dalam antologi Cerita Pendek Indonesia IV (1986;
Satyagraha Hoerip [ed.]). Kumpulan puisinya terakhir: Super Hilang, Segerobak Sajak (1998;
memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama).
Hartoyo Andangjaya dilahirkan di Solo, Jawa Tengah, 4 Juli 1930, dan meninggal di kota
kelahirannya, 30 Agustus 1991. Karya-karya aslinya: Simphoni Puisi (1954; bersama D.S.
Moeljanto), Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, et. al.), Buku Puisi (1973),
Dari Sunyi ke Bunyi (1991; kumpulan esai peraih hadiah Yayasan Buku Utama Depdikbud
1993). Karya-karya terjemahannya: Tukang Kebun (1976; Rabindranath Tagore), Kubur
Terhormat bagi Pelaut (1977; Slauerhoff), Rahasia Hati (1978; Natsume Soseki),
Musyawarah Burung (1983; Farid al-Din Attar), Puisi Arab Modern (1984), Kasidah Cinta
(tt.; Jalal al-Din Rumi).
HS Djurtatap dilahirkan di Payakumbuh, Sumatera Barat, 2 Juni 1947. Sejak 1974 menjadi
redaktur harian Pelita Jakarta. Karya-karyanya dimuat antara lain di Horison. Dua sajaknya
dimuat dalam antologi Sajak-sajak Perjuangan dan Tanah Air (1995; Oyon Sofyan [ed.]).
Ibrahim Sattah dilahirkan di Pulau Tujuh, Riau Kepulauan, 1943, dan meninggal di
Pekanbaru, 19 Januari 1988. Karya-karya penyair berpendidikan terakhir kelas 1 SMA dan
pernah menjadi dosen Universitas Islam Riau serta Wakil Kepala Pusat Penerangan Angkatan
Bersenjata RI Riau/Sumatera Barat itu terkumpul dalam: Dandandid (1975), Ibrahim (1980),
dan Hai Ti (1981).
Idrus dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, 21 September 1921, dan meninggal di kota yang
sama, 18 Mei 1979. Tahun 1965–79, mengajar di Universitas Monash, Australia. Penutur
fasih yang pernah menjadi redaktur majalah Kisah dan Indonesia ini dikenal sebagai pelopor
penulisan prosa dalam kesusastraan Indonesia modern. Karya-karya drama, cerita pendek,
novel dan terjemahannya adalah: Dokter Bisma (1945); Kejahatan Membalas Dendam
(1945), Jibaku Aceh (1945), Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948), Keluarga Surono
(1948), Aki (1949), Perempuan dan Kebangsaan (1949), Dua Episode Masa Kecil (1952),
Dengan Mata Terbuka (1961), Hati Nurani Manusia (1963), Hikayat Puteri Penelope (1973),
Kereta Api Baja (1948; Vsevold Ivanov), Acoka (1948; G. Gonggrijp), Keju (1948; Willem
Elschot), Perkenalan (1949; Anton Chekov, Luigi Pirandello, Guy de Maupassant, dan
Jeroslav Hasek).
Idrus Tintin dilahirkan di Rengat, Riau, 10 November 1932. Ia pernah menjadi guru di
SMAN II Pekanbaru dan mengasuh Sanggar Teater Bahana. Tiga kumpulan puisinya: Luput,
Burung Waktu, dan Nyanyian di Lautan, Tarian di Tengah Hutan dikumpulkan kembali
dalam Idrus Tintin: Seniman dari Riau Kumpulan Puisi dan Telaah (1996).
Ike Soepomo dilahirkan di Serang, Banten, 28 Agustus 1946. Menulis sejak duduk di
Sekolah Menengah Pertama. Hampir seluruh novelnya telah difilmkan. Selain novel, ia
menulis cerita pendek, novelet, artikel, skenario film. Karya-karyanya antara lain: Untaian
yang Terberai, Anyelir Merah Jambu, Putihnya Harapan, Permata, Lembah Hijau, Malam
Hening Kasih Bening, Mawar Jingga, Kembang Padang Kelabu, Kabut Sutra Ungu. Film
yang didasarkan pada karyanya yang paling populer, Kabut Sutra Ungu, meraih beberapa
piala “Citra” serta penghargaan Festival Film Asia di Bali. Sedangkan beberapa skenario film
yang ditulisnya adalah: Hati Selembut Salju, Mawar Jingga, Hilangnya Sebuah Mahkota.
Iwan Simatupang dilahirkan di Sibolga, Sumatera Utara, 18 Januari 1928, dan meninggal di
Jakarta, 4 Agustus 1970. Sastrawan yang pernah memperdalam antropologi dan filsafat di
Belanda dan Perancis serta sempat meredakturi Siasat dan Warta Harian. Ia dikenal dengan
novel-novelnya yang mengusung semangat eksistensialisme: Merahnya Merah (1968),
Kooong (1975; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K, 1975), Ziarah
(1969), Kering (1972). Dua novel yang disebut terakhir diterjemahkan Harry Aveling ke
dalam bahasa Inggris. Cerpen-cerpennya dikumpulkan dalam Tegak Lurus dengan Langit
(1982), sedangkan puisi-puisinya dalam Ziarah Malam (1993).
Leon Agusta dilahirkan di Sangiran, Maninjau, Sumatera Barat, 5 Agustus 1938. Karya-
karyanya: Monumen Safari (1966), Catatan Putih (1976), Di Bawah Bayangan Sang Kekasih
(1978), Hukla (1979), Berkemah dengan Putri Bangau (1981), Hedona dan Masochi (1984).
LK Ara lahir di Takengon, Aceh, 1937. Karya-karyanya: Angin Laut Tawar (1969),
Saefuddin Kadir Tokoh Drama Gayo (1971), Serangkum Saer Gayo (1980), Namaku Bunga
(1980), Anggrek Berbunga (1982), dan lain-lain. Bersama Taufiq Ismail menyunting
Antologi Sastra Aceh, Seulawah (1995).
M. Fudoli Zaini dilahirkan di Sumenep, Madura, 8 Juni 1942. Meraih M.A. dan Ph. D. di
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Karya-karyanya: Lagu dari Jalanan (1982), Potret
Manusia (1983), Kota Kelahiran (1985; memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama
Departemen P & K, 1985), Arafah (1985), Batu-batu Setan (1994). Cerita pendeknya terdapat
pula dalam Antologi Angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968; H.B. Jassin [ed.]), Laut Biru Langit
Biru (1977; Ajip Rosidi [ed.]).
M. Saribi Afn dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah, 15 Desember 1936. Ia pernah menjadi
redaktur majalah Konfrontasi, Gema Islam, Panji Masyarakat, harian Abadi. Sajaknya, “Hari
Ini adalah Hari yang Penuh dengan Rahmat dan Ampunan”, meraih hadiah majalah Sastra
(1962). Karya-karyanya terkumpul dalam Gema Lembah Cahaya (1962), Manifestasi (1963;
[ed.]), dan diangkat pula ke dalam Angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968; H.B. Jassin [ed.]) dan
Tonggak 2 (1987; Linus Suryadi AG [ed.]).
Mansur Samin dilahirkan di Batangtoru, Sumatera Utara, 29 April 1930. Ia banyak menulis
drama dan cerita anak-anak. Karya-karyanya: Perlawanan (1966), Kebinasaan Negeri Senja
(1968), Tanah Air (1969), Dendang Kabut Senja (1988), Sajak-sajak Putih (1996),
Sontanglelo (1996), Srabara (1996). Ia juga banyak menulis cerita anak-anak, yaitu: Hadiah
Alam, Hidup adalah Kerja, Kesukaran Terkalahkan, Percik Air Batang Toru, Warna dan
Kasih, dan Urip yang Tabah.
Marah Rusli dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, 7 Agustus 1889, dan meningal di
Bandung, 17 Januari 1968. Novelnya yang masyhur, Sitti Nurbaya hingga 1996 telah 22 kali
dicetak ulang. Karya-karyanya yang lain: La Hami (1952), Anak dan Kemenakan (1956),
otobiografi Memang Jodoh, dan novel terjemahan Gadis yang Malang (1922; Charles
Dickens).
Muhammad Ali dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur, 23 April 1927, dan meninggal di kota
itu juga, 2 Juni 1998. Menulis sejak 1942. Tulisan-tulisannya terdiri dari novel, cerita pendek,
puisi, drama. Karya-karyanya yang telah diterbitkan antara lain: 5 Tragedi (1952), Kubur Tak
Bertanda (1953), Siksa dan Bayangan (1954), Di Bawah Naungan Al-Qur`an (1957), Hitam
Atas Putih (1959), Si Gila (1969), Kembali kepada Fitrah (1969), Qiamat (1971), Bintang
Dini (1975), Buku Harian Seorang Penganggur (1976), Nyanyian Burdah (1980), Teknik
Penghayatan Puisi (1983).
N. Riantiarno dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni 1949. Peserta International Writing
Program di Iowa University, Amerika Serikat, pada 1978 yang dikenal pula sebagai pendiri
dan pemimpin Teater Koma ini, membidani kelahiran majalah Zaman dan terakhir memimpin
majalah Matra. Karya-karyanya antara lain Opera Kecoa, Ranjang Bayi dan Percintaan Senja
(kedua novel yang disebut terakhir masing-masing memenangkan sayembara majalah Femina
dan Kartini), Semar Gugat (1995), Cinta Yang Serakah (1978).
Nugroho Notosusanto dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah 15 Juli 1931, dan meninggal di
Jakarta, 2 Juni 1985. Karya-karya sastrawan dan sejarawan yang pernah menjabat Rektor
Universitas Indonesia (1982-85) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1983-85) ini
antara lain: Hujan Kepagian (1958), Tiga Kota (1959), Rasa Sayang (1961), Hijau Tanahku
Hijau Bajuku (1963), Norma-norma dasar Penelitian Sejarah Kontemporer (1978), Tentara
Peta pada Zaman Pendudukan Jepang (1979), Sejarah dan Sejarawan, Tercapainya Konsesus
Nasional 1966-1969 (1985), Sejarah Nasional Indonesa I-IV (bersama Marwati Djoened
Poesponegoro), dan sejumlah karya terjemahan.
Nur Sutan Iskandar dilahirkan di Maninjau, Sumatera Barat, 3 November 1893, dan
meninggal di Jakarta, 28 November 1975. Menulis novel Apa Dayaku karena Aku
Perempuan (1922), Karam dalam Gelombang Percintaan (1924; ditulis bersama Abd. Ager).
Cinta yang Membawa Maut (1926; ditulis bersama Abd. Ager), Salah Pilih (1928), Karena
Mentua (1932), Tuba Dibalas dengan Air Susu (1933; ditulis bersama Asmaradewi);
Hulubalang Raja (1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (1935), Dewi Rimba (1935; ditulis
bersama M. Dahlan), Neraka Dunia (1937), Cinta dan Kewajiban (1940; ditulis bersama L.
Wairata), Cinta Tanah Air (1944), Mutiara (1946), Cobaan (1946), Jangir Bali (1946),
Pengalaman Masa Kecil (1949), dan Turun ke Desa (1949). Ia pun menerjemahkan sejumlah
karya sastra dunia, yaitu: Tiga Panglima Perang (1925; Alexander Dumas), Belut Kena
Ranjau (1925; Baronese Orczy), Anjing Setan (1928; A. Conan Doyle), Graaf de Monte
Cristo (1929; 6 jilid, Alexander Dumas), Anak Perawan di Jalan Sunyi dan Rahasia Seorang
Gadis (1929; A. Conan Doyle, diterjemahkan bersama K. St. Pamoentjak), Gudang Intan
Nabi Sulaiman (1929; H. Rider Haggard), Memperebutkan Pusaka Lama (1932; Edward
Keyzer), Iman dan Pengasihan (1933; Henryk Sienkiewicz), dan Cinta dan Mata (tt;
Rabindranath Tagore).
Piek Ardijanto Soeprijadi dilahirkan di Magetan, Jawa Timur, 12 Agustus 1929. Karya-
karya penyair yang mengabdikan sebagian besar usianya sebagai seorang guru ini antara lain:
Burung-burung di Ladang (1983), Percakapan Cucu dengan Neneknya (1983), Desaku
Sayang (1983), Lagu Bening dari Rawa Pening (1984; mendapat Hadiah Yayasan Buku
Utama Departemen P & K 1984), Menyambut Hari Sumpah Pemuda (1984), Lelaki di
Pinggang Bukit (1984), Nelayan dan Laut (1995), Biarkan Angin Itu (1996). Selain itu,
dimuat pula dalam antologi Angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968; H.B. Jassin [ed.]), Tonggak
2 (1987; Linus Suryadi AG [ed.]).
Pramudya Ananta Toer dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925. Novelis
Indonesia paling produktif dan terkemuka yang pernah meredakturi ruang kebudayaan
“Lentera” Harian Rakyat (1962-65) dan dosen di Universitas Res Publica Jakarta ini, setelah
peristiwa G30S/PKI ditahan di Jakarta dan Pulau Buru sebelum akhirnya dibebaskan pada
1979.
Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, antara lain: Inggris, Perancis,
Jerman, Rusia, Jepang. Novel-novelnya yang telah diterbitkan: Kranji-Bekasi Jatuh (1947),
Perburuan (1950; pemenang Hadiah Pertama Sayembara Balai Pustaka 1949), Keluarga
Gerilya (1950), Mereka yang Dilumpuhkan (1951), Bukan Pasar Malam (1951), Di Tepi Kali
Bekasi (1951), Gulat di Jakarta (1953), Maidah, Si Manis Bergigi Emas (1954), Korupsi
(1954), Suatu Peristiwa di Banten Selatan (1958; menerima Hadiah Sastra Yayasan Yamin
1964, dan ditolak pengarangnya), Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak
Langkah (1985), Gadis Pantai (1985), Rumah Kaca (1987), Arus Balik (1995), Arok Dedes
(1999). Cerita-cerita pendeknya dikumpulkan dalam: Subuh (1950), Percikan Revolusi
(1950), Cerita dari Blora (1952; memperoleh Hadiah Sastra Nasional BMKN 1952), Cerita
dari Jakarta (1957; meraih Hadiah Sastra Nasional BMKN 1957-58, dan ditolak oleh
penulisnya). Sedangkan karya-karya terjemahannya antara lain: Tikus dan Manusia (1950;
John Steinbeck), Kembali kepada Cinta Kasihmu (1950; Leo Tolstoy), Perjalanan Ziarah
yang Aneh (1956; Leo Tolstoy), Kisah Seorang Prajurit Soviet (1956; Mikhail Solokhov), Ibu
(1956; Maxim Gorky), Asmara dari Rusia (1959; Alexander Kuprin), Manusia Sejati (1959;
Boris Pasternak). Selain itu, ia juga menulis memoar, esai, dan biografi.
Putu Wijaya dilahirkan di Tabanan, Bali, 11 April 1944. Karya-karya dramawan dan penulis
cerita pendek paling produktif di Indonesia yang atas undangan Fulbright pernah mengajar di
Amerika Serikat antara 1985-89 antara lain: Telegram (1972; novel yang memenangkan
hadiah Sayembara Mengarang Roman DKJ 1971), Stasiun (1977; novel pemenang hadiah
Sayembara Mengarang Roman DKJ 1971), Dar-Der-Dor (1996), Aus (1996), Zigzag (1996),
Tidak (1999). Sejumlah karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda,
Rusia, Perancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand. Pada tahun 1991, atas prestasi dan
pencapaiannya dalam bidang kebudayaan, ia menerima Anugerah Seni dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Rahim Qahhar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, 29 Juni 1943. Menulis puisi, cerita
pendek, drama, novel, dan skenario televisi. Karya-karyanya: Mabukku pada Bali (1983),
Abraham ya Abraham (1984), Langit Kirmizi (1987; terbit di Malaysia), Melati Merah (1988;
terbit di Malaysia), Sajak Buat Saddam Husein (1991). Selain itu, karyanya dimuat pula
dalam sejumlah antologi penting, antara lain: Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991;
Suratman Markasan [ed.]).
Ramadhan KH dilahirkan di Bandung, Jawa Barat, 16 Maret 1927. Mantan redaktur majalah
Kisah, Siasat Baru, dan Budaya Jaya yang banyak menulis buku biografi dan pernah lama
mukim di luar negeri ini adalah penulis kumpulan puisi Priangan si Jelita (1958;
memenangkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1957-58), dan novel-novel Kemelut Hidup
(1976; pemenang Sayembara Mengarang Roman DKJ 1974), Keluarga Permana (1978;
pemenang Sayembara Mengarang Roman DKJ 1976). Novelnya yang lain, Ladang Perminus,
membawa pengarang ini ke Thailand, menerima SEA Write Award 1993.
Rusli Marzuki Saria dilahirkan di Bukittinggi, Sumatera Barat, 26 Februari 1936. Karya-
karyanya: Pada Hari Ini pada Jantung Hari (1966), Monumen Safari (1966; dengan Leon
Agusta), Ada Ratap Ada Nyanyi (1976), Sendiri-sendiri Sebaris-sebaris dan Sajak-sajak
Bulan Februari (1976), Tema-tema Kecil (1979), Sembilu Darah (1995), Parewa, Sajak
dalam Lima Kumpulan (1988). Manuskrip esainya: Monolog dalam Renungan.
Rustam Effendi dilahirkan di Padang, 13 Mei 1903, dan meninggal di Jakarta, 24 Mei 1979.
Bebasari yang ditulisnya pada 1926 merupakan drama bentuk baru dalam sastra Indonesia.
Selain itu ia menulis kumpulan puisi Percik Permenungan (1926) dan Van Moskow naar
Tiflis (tt.)
Saini K.M. dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat, 16 Juni 1938. Penyair yang bertahun-tahun
mengasuh rubrik “Pertemuan Kecil” di Pikiran Rakyat Bandung ini terakhir menjabat
Direktur Jenderal Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sejumlah penyair
yang lahir dan berkembang dari kelembutan dan ketajaman kritiknya di “Pertemuan Kecil”
antara lain: Sanento Yuliman, Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Soni Farid Maulana,
Beni Setia, Cecep Syamsul Hari. Karya-karyanya meliputi puisi, karya sastra drama, dan esai,
di antaranya: Pangeran Sunten Jaya (1973), Ben Go Tun (1977), Egon (1978), Serikat Kaca
Mata Hitam (1979), Sang Prabu (1981), Kerajaan Burung (1980; pemenang Sayembara
Direktorat Kesenian Depdikbud), Sebuah Rumah di Argentina (1980), Pangeran Geusan Ulun
(1963), Nyanyian Tanah Air (1968), Puragabaya (1976), Siapa Bilang Saya Godot (1977),
Restoran Anjing (1979), Rumah Cermin (1979), Beberapa Gagasan Teater (1981), Panji
Koming (1984), Beberapa Dramawan dan Karyanya (1985), Ken Arok (185), Apresiasi
Kesusastraan (1986; bersama Jakob Sumardjo [ed.]), Protes Sosial dalam Sastra (1986),
Teater Modern Indonesia dan Beberapa Masalahnya (1987), Sepuluh Orang Utusan (1989),
Puisi dan Beberapa Masalahnya (1993; Agus R. Sarjono [ed.]). Buku terakhirnya yang
merupakan seleksi dari seluruh kumpulan puisinya yang sudah maupun yang belum
dipublikasikan adalah Nyanyian Tanah Air (2000).
Sanento Yuliman dilahirkan di Banyumas, Jawa Tengah, 14 Juli 1941, dan meninggal di
Bandung, 14 Juli 1992. Pada 1981 menyelesaikan program doktoralnya di Ecole de Hautes
Etudes en Science Sociale, Paris, Perancis. Penyair yang juga dikenal sebagai penulis esai
dan kritikus seni rupa yang disegani ini pernah menjadi redaktur Mahasiswa Indonesia,
majalah sastra Horison (1971-73), dan Aktuil, khususnya untuk ruang “Puisi Mbeling”. Puisi-
puisinya diangkat Ajip Rosidi ke dalam Laut Biru Langit Baru (1977). Karya-karyanya antara
lain: Seni Rupa Indonesia (1976), G. Sidharta di Tengah Seni Rupa Indonesia (1981; bersama
Jim Supangkat).
Sanusi Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 14 November 1905, dan
meninggal di Jakarta, 2 Januari 1968. Antara tahun 1931-41, pernah menjadi redaktur di
majalah Timbul, harian Kebangunan, dan Balai Pustaka. Karya-karyanya meliputi puisi,
drama, sejarah, dan terjemahan: Pancaran Cinta (1926), Puspa Mega (1927), Airlangga
(1928), Burung Garuda Terbang Sendiri (1929), Madah Kelana (1931), Kertajaya (1932),
Sandyakalaning Majapahit (1933), Manusia Baru (1940), Sejarah Indonesia (1942), Indonesia
Sepanjang Masa (1952), Bunga Rampai dari Hikayat Lama (1946; terjemahan dari bahasa
Kawi), Arjuna Wiwaha (1940; Mpu Kanwa, diterjemahkan dari bahasa Kawi), Gamelan Jiwa
(1960).
Sapardi Djoko Damono dilahirkan di Solo, Jawa Tengah, 20 Maret 1940. Puisi-puisi
pengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia sejak 1975 dan pernah aktif sebagai
redaktur majalah sastra-budaya Basis, Horison, Kalam, Tenggara (Malaysia) ini adalah:
Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983; mendapat Hadiah sastra
DKJ 1983), Sihir Hujan (1984; pemenang hadiah pertama Puisi Putera II Malaysia 1983),
Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-ayat Api (2000). Sedangkan karya-karya sastra
dunia yang diterjemahkannya: Lelaki Tua dan Laut (1973; Ernest Hemingway), Sepilihan
Sajak George Seferis (1975), Puisi Klasik Cina (1976), Lirik Klasik Parsi (1977), Afrika yang
Resah (1988; Okot p’Bitek).
Satyagraha Hoerip dilahirkan di Lamongan, Jawa Timur, 7 April 1934, dan meninggal di
Jakarta, 14 Oktober 1998. Tahun 1972-73, ia mengikuti International Writing Program di
Iowa University, Amerika Serikat, dan pernah menjadi dosen tamu di universitas-universitas
di Amerika dan Jepang. Karya-karyanya antara lain: Bisma Baneng Mayapada (1960),
Sepasang Suami Isteri (1964), Antologi Esai tentang Persoalan Sastra (1969), Cerita Pendek
Indonesia 1-3 (1979), Jakarta: 30 Cerita Pendek Indonesia 1-3 (1982), Palupi (1970),
Keperluan Hidup Manusia (1963; terjemahan dari Leo Tolstoy), Tentang Delapan Orang
(1980), Sesudah Bersih Desa (1990), Sarinah Kembang Cikembang (1993).
Selasih dilahirkan di Talu, Sumatera Barat, 31 Juli 1909, dam meninggal pada usia 86 tahun.
Sastrawan yang pernah menjadi Ketua Jong Islamieten Bond Bukittingi (1928-30) dikenal
pula sebagai Sariamin atau Seleguri. Karya-karyanya: Kalau Tak Untung (1933), Pengaruh
Keadaan (1937), Rangkaian Sastra (1952), Panca Juara (1981), Nakhoda Lancang (1982),
Cerita Kak Mursi, Kembali ke Pangkuan Ayah (1986), dan dimuat pula dalam Puisi Baru
(1946; Sutan Takdir Alisjahbana [ed.]), Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979; Toeti Heraty
[ed.]), Ungu: Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia (Korrie Layun Rampan [ed.]).
Slamet Sukirnanto dilahirkan di Solo, Jawa Tengah, 3 Maret 1941. Karya-karya penyair
yang mantan Ketua Presidium KAMI pusat ini adalah: Jaket Kuning (1967), Kidung Putih
(1967), Sumur Tanpa Dasar (1971), Kasir Kita (1972), Pemberang (1972), Tengul (1973),
Orkes Madun (1974), Gema Otak Terbanting (1974), Bunga Batu (1979), Catatan Suasana
(1982), dan Luka Bunga (1993).
SN Ratmana dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat, 6 Maret 1936. Tulisan-tulisannya dimuat
di Sastra, Horison, Kompas, dan lain-lain. Karya-karyanya yang sudah dibukukan: Sungai,
Suara, dan Luka (1981), Asap itu Masih Mengepul (1977). Karyanya dimuat pula dalam
antologi cerpen pemenang Sayembara Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep, Dari
Jodoh sampai Supiyah (1975).
Subagio Sastrowardoyo dilahirkan di Madiun, Jawa Timur, 1 Februari 1924, dan meninggal
di Jakarta, 18 Juli 1995. Peraih M.A. dari Departement of Comparative Literature, Yale
University, Amerika Serikat ini pernah mengajar di beberapa sekolah menengah di
Yogyakarta, Fakultas Sastra UGM, SESKOAD Bandung, Salisbury Teachers College, dan
Flinders University, Australia. Cerpennya, “Kejantanan di Sumbing” dan puisinya, “Dan
Kematian Makin Akrab”, masing-masing meraih penghargaan majalah Kisah dan Horison.
Kumpulan puisinya, Daerah Perbatasan membawanya menerima Anugerah Seni dari
Pemerintah RI (1971), sementara Sastra Hindia Belanda dan Kita mendapat Hadiah Sastra
dari Dewan Kesenian Jakarta, dan bukunya yang lain, Simfoni Dua, mengantarkannya ke
Kerajaan Thailand, menerima Anugerah SEA Write Award. Karya-karyanya yang berupa
puisi, esai, dan kritik, diterbitkan dalam: Simphoni (1957), Kejantanan di Sumbing (1965),
Daerah Perbatasan (1970), Bakat Alam dan Intelektualisme (1972), Keroncong Motinggo
(1975), Buku Harian (1979), Sosok Pribadi dalam Sajak (1980), Hari dan Hara (1979), Sastra
Hindia Belanda dan Kita (1983), Pengarang Modern sebagai Manusia Perbatasan (1992), Dan
Kematian Makin Akrab (1995).
Sutan Takdir Alisjahbana dilahirkan di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, dan
meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994. Penerima gelar doktor kehormatan dari Universitas
Indonesia dan Universitas Sains Penang (Malaysia) ini pernah menjadi redaktur Panji Pustaka
dan Balai Pustaka. Ia pendiri serta pengelola majalah Pujangga Baru. Karya-karya guru besar
dan anggota berbagai organisasi keilmuan di dalam dan luar negeri ini antara lain: Tak Putus
Dirundung Malang (1929), Dian yang Tak Kunjung Padam (1932), Tebaran Mega (1935),
Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (1936), Layar Terkembang (1936), Anak Perawan di
Sarang Penyamun (1940), Puisi Lama (1941), Puisi Baru (1946), The Indonesian Language
and Literature (1962), Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (1969), Grotta Azzura (1970-71),
The Failure of Modern Linguistics (1976), Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam
Kesusastraan (1977), Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa
Malaysia sebagai Bahasa Modern (1977), Lagu Pemacu Ombak (1978), Kalah dan Menang
(1978).
Sutardji Calzoum Bachri dilahirkan di Rengat, Riau, 24 Juni 1941. Pada 1974-75 mengikuti
International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat, dan sejak 1979 hingga
sekarang menjabat redaktur majalah sastra Horison. Karya-karyanya: O (1973), Amuk (1977;
mendapat Hadiah Puisi DKJ 1976-77), Kapak (1979), O Amuk Kapak (1981).
Sejumlah puisinya diterjemahkan Harry Aveling dan dimuat dalam antologi berbahasa
Inggris: Arjuna in Meditation (1976; Calcutta). Pada 1979 ia menerima anugerah SEA Write
Award dan sembilan tahun kemudian dilimpahi Penghargaan Sastra Chairil Anwar.
Sebelumnya, peraih penghargaan tertinggi dalam bidang kesusastraan di Indonesia itu adalah
Mochtar Lubis.
Taufiq Ismail dilahirkan di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935. Penerima American
Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di
Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57), dan lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Indonesia, Bogor (1963). Karya-karya penyair penerima Anugerah Seni
Pemerintah RI pada 1970 yang juga salah seorang pendiri majalah sastra Horison (1966) dan
Dewan Kesenian Jakarta (1968) ini, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Inggris,
Jepang, Jerman, dan Perancis. Buku kumpulan puisinya yang telah diterbitkan: Manifestasi
(1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al.), Benteng (1966;
mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970), Tirani (1966), Puisi-puisi Sepi (1971), Kota,
Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), Buku Tamu Museum Perjuangan (1972),
Sajak Ladang Jagung (1973), Puisi-puisi Langit (1990), Tirani dan Benteng (1993), dan Malu
(Aku) Jadi Orang Indonesia (1999). Bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad, penyair
yang tinggi sekali perhatiannya pada upaya mengantarkan sastra ke sekolah-sekolah
menengah dan perguruan tinggi itu menerjemahkan karya penting Muhammad Iqbal,
Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. Sedangkan bersama D.S. Moeljanto, salah
seorang seorang penanda tangan Manifes Kebudayaan ini menyunting Prahara Budaya
(1994).
Titie Said lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, 11 Juli 1935. Lulus sarjana muda Arkeologi
Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1959). Pernah menjadi redaktur majalah Kartini dan
memimpin majalah Famili. Novel-novelnya yang telah diterbitkan antara lain: Jangan Ambil
Nyawaku (1977), Reinkarnasi, Fatima, Ke Ujung Dunia. Kumpulan cerita pendeknya:
Perjuangan dan Hati Perempuan (1962).
Titis Basino dilahirkan di Magelang, Jawa Tengah, 17 Januari 1939. Karya-karya novelis
yang cukup produktif ini antara lain: Pelabuhan Hati (1978), Dataran Terjal, Di Bumi Kita
Bertemu, di Langit Kita Bersua (1983), Bukan Rumahku (1986), Dari Lembah ke Coolibah
(1997), Welas Asih Merengkuh Tajali (1997), Menyucikan Perselingkuhan (1998),
Tersenyum Pun Tidak Untukku Lagi (1998), Rumah K. Seribu (1998), Aku Kendalikan Air,
Api, Angin, dan Tanah (1998), Mawar Hitam Milik Laras (1999), Garis Lurus, Garis
Lengkung (2000).
Toeti Heraty Noerhadi dilahirkan di Bandung, Jawa Barat, 27 November 1933. Sarjana
Filsafat dari Rijk Universiteit Leiden ini meraih doktor filsafatnya di Univeristas Indonesia.
Karya-karyanya: Sajak-sajak 33 (1973), Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979; [ed.]), Mimpi
dan Pretensi (1982), Aku dan Budaya (1984), Manifestasi Puisi Indonesia-Belanda (1986;
dengan Teeuw [ed.]), Wanita Multidimensional (1990), Nostalgi = Transendensi (1995).
Puisi-puisinya dimuat pula dalam Antologi Puisi Indonesia 1997 dan Sembilan Kilap Cermin
(2000).
Toha Mochtar dilahirkan di Kediri, Jawa Timur, 17 September 1926, dan meninggal di
Jakarta, 17 Mei 1992. Pengarang yang di tahun 1971 bersama Julius R. Siyaranamual dan
Asmara Nababan mendirikan majalah Kawanku ini, telah melahirkan sejumlah novel: Pulang
(1958; mendapat Hadiah Sastra BMKN 1957-58), Daerah Tak Bertuan (1963; meraih Hadiah
Sastra Yamin 1964), Kabut Rendah (1968), Bukan Karena Kau (1968).
Toto Sudarto Bachtiar dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat, 12 Oktober 1929. Penyair yang
dikenal dengan dua kumpulan puisinya: Suara (1956; memenangkan Hadiah Sastra BMKN
1957) dan Etsa (1958) ini, juga dikenal sebagai penerjemah yang produktif. Karya-karya
terjemahannya antara lain: Pelacur (1954; Jean Paul Sartre), Sulaiman yang Agung (1958;
Harold Lamb), Bunglon (1965; Anton Chekov, et.al.), Bayangan Memudar (1975; Breton de
Nijs, diterjemahkan bersama Sugiarta Sriwibawa), Pertempuran Penghabisan (1976; Ernest
Hemingway), Sanyasi (1979; Rabindranath Tagore).
Wisran Hadi dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, Juli 1945. Tahun 1977-78 mengikuti
International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat. Karya-karyanya:
Simalakama (1975), Anggun Nan Tongga (1978), Putri Bungsu (1978), Tamu (1996), Imam
(1977). Sejumlah naskah dramanya berikut ini memenangkan Sayembara Penulisan Naskah
Drama Dewan Kesenian Jakarta: Gaung (1975; hadiah ketiga), Ring (1976; hadiah harapan),
Cindur Mata (1977; hadiah harapan); Perguruan (1978; hadiah kedua), Malin Kundang
(1985; hadiah harapan), Penyeberangan (1985; hadiah ketiga), Senandung Semenanjung
(1986; hadiah perangsang), Pewaris (1981). Pada 1991 Pemerintah Republik Indonesia
menganugerahinya Penghargaan Penulis Sastra.
DAFTAR PUSTAKA
http://biografi-penulis.blogspot.co.id/2015/04/biografi-chairil-
anwar.htmlhttp://www.biografipedia.com/2015/07/biografi-raditya-dika-penulis-novel.html
http://www.biografipedia.com/2015/07/biografi-raditya-dika-penulis-novel.html
SASTRAWAN