Anda di halaman 1dari 45

Puisi perjumpaan yang tiada

karya Nona Muchtar

Perjumpaan yang Tiada

dalam sebuah kesunyian,


kita adalah sepasang kekasih
memutari waktu dengan sekelumit rindu
juga duka yang kian lapak memakan hatiku
ketika satu satu kekecewaan memutari
kita seperti jarum jam

aku mencintaimu
seberat cinta itu sendiri memberi keleluasaan
kepada kita untuk memilih
namun seperti jalannya cita itu menuju
keabadiannya,
kau bahkan tak lekas menangkap rinduku
sebagaimana cinta itu adalah kau adan aku

lalu aku mengingatkmu dengan sejuta kepedihan


karena ketika memikirkanmu,
aku tak bisa menahan benakku untuk melupakanmu
sedang kita adalah keinginan itu sendiri,
untuk tiap perjumpaan yang tiada

09/01/2010

Deskripsi :

Nona Mucthar merupakan penyair kelahiran Palu, 14 Agustus 1970 dan kini
bermukim di Bintaro. Ibu dua anak ini merupakan penggemar musik pop serta menyukai
bacaan novel. Nona Mutchar merupakan pemilik CV NN Karinko yang bergerak di bidang
daur ulang dan lingkungan profesional. Karya-karyanya telah banyak diterbitkan seperti
halnya Perempuan Dalam Sajak tahun 2010, antologi 9 penyair wanita Perempuan Dalam
Sajam dan Merah yang Meremah.

Puisi Perjumpaan Yang Tiada merupakan alat bagi penyair sendiri untuk
menyampaikan segala rasa yang dimilikinya. Adanya ketertarikan batin antara puisi dengan
penyair yang sangat lekat menghadirkan atmosfir risalah hati yang hangat. Puisi yang terdiri
dari tiga bait tersebut menggambarkan secara tegas mengenai jati diri sang penyair terhadap
orang disekitarnya agar selalu ingat dan semakin mencintai keberadaanya di dalam
kehidupan. Melalui puisi Perjumpaan Yang Tiada karya Nona Mucthar, kita dapat menemui
perasaan perempuan yang tersaji secara kental agar pembaca dapat merasakan perempuan
sebagai makhluk yang tak ingin asing di dalam kehidupan.

Ideologi

Pada puisi Perjumpaan Yang Tiada karya Nona Mucthar terdapat adanya ideologi
karakteristik perempuan, di mana terdapat adanya karakter mengenai kelembutan dan sifat-
sifat perempuan yang digambarkan pada setiap bait puisinya. Penyair memberikan karakter
yang kental akan sifat perempuan sebagaimana ketika mengalami sebuah kekecewaan
terhadap kekasihnya. Dalam syair-syair yang diselimuti atmosfir kegelisahan tersebut,
penyair menyiratkan sebuah pesan bahwasanya ketika perempuan telah memberikan
kepercayaan dan ketulusan hatinya kepada kekasihnya namun justru menjumpai kepatah
hatian maka perempuan tersebut akan benar-benar terluka.

aku mencintaimu
seberat cinta itu sendiri memberi keleluasaan
kepada kita untuk memilih
namun seperti jalannya cita itu menuju
keabadiannya,

Pada data tersebut merupakan gambaran bahwa tokoh perempuan benar-benar tulus
mencintai seorang kekasihnya. Larik seberat cinta itu sendiri merupakan simbol yang
digunakan penyair dalam menggabarkan karakteristik perempuan sebagai manusia yang
penuh kasih sayang. Adanya pola pikir dari penyair yang mengungkapkan bahwa perempuan
merupakan makhluk yang berjiwa lembut dan kerapkali kelembutan dan kesetiaan tersebut
menjadi bumerang bagi perempuan, di mana dalam masyarakat ketika dua insan menjalin
suatu hubungan maka perempuan kerapkali menjadi pihak yang tersakiti karena adanya
dominasi dari lelaki, seperti yang digambarkan pada petikan larik-larik berikut.

kau bahkan tak lekas menangkap rinduku


sebagaimana cinta itu adalah kau adan aku

pada larik tersebut merupakan representasi dari dominasi lelaki terhadap perempuan pada
suatu hubungan. Sosok perempuan dalam puisi ini digambarkan sebagai pihak yang tulus
mencintai sang kekasih namun justru mendapatkan kekecewaan dari kekasihnya karena sikap
tak acuh dan tidak menghargai perasaan perempuan. Kesedihan hati dan kesepian dari sang
tokoh perempuan tersebut sebagai pemaknaan bahwa perempuan akan sulit mengendalikan
emosinya ketika mengalami suatu kekecewaan karena lebih cenderung melibatkan perasaan
pada setipa urusan.

Eksplanasi:

Puisi Perjumpaan yang Tiada karya Nona Mucthar merupkan puisi yang
menggambarkan kegelisahan dan rasa patah hati dari sosok perempuan yang sangat tulus
mencintai kekasihnya. Penyair membubuhkan ideologi karakteristik perempuan ke dalam
puisinya sebagai wujud penggambaran bahwa perempuan adalah makhluk yang penuh kasih
sayang dan haruslah dijaga serta disayangi. Adanya ideologi tersebut sebagai perjuangan
penyair kepada kaum perempuna yang kerapkali berada pada posisi yang dirugikan atas suatu
hubungan dan juga menjadi pihak yang kerapkali disakiti karena lelaki memiliki dominasi
yang kuat.

Lelaki memiliki dominasi yang kuat dibandingan perempuan sehingga kerapkali


dalam menjalin hubungan lelakilah yang memegang kendali. Rina Ratih (2010:167)
mengatakan bahwasanya kesetiaan adalah keteguhan hati, ketaatan, atau kepatuhan seseorang
terhadap sesuatu. Kesetiaan dan keteguhan hati seorang perempuan merupakan sifat psikologi
yang telah ada sebagai sesuatu kelebihan perempuan yang memiliki jiwa penuh kasih sayang.
Gambaran pada puisi tersebut bilamana kesetiaan dan keteguhan hati perempuan terus saja
disia-siakan maka akan muncul sesuatu kekecewaan yang mampu mendorong perempuan
untuk melepaskan suatu ikatan yang ia perjuangkan.
Puisi: Bayang Masa Depan
Karya : Pratiwi Setyaningrum

Bayang Masa Depan

Di antara bayang tanaman bunga sepatu, berjejer di jalanan lengang, Gadis itu langkahnya
timpang. Rok dan blusnya salah posisi, mencong. Tasnya tergantung miring di lengan kanan.
Ujungnya robek melintang, bolong. Langkahnya makin bergegas. Setengah berlari. Terseok.
Sesekali lengannya mengusir air yang tumpah dari mata merah. Pagi ini matahari kurang
sarapan. Sinarnya seperti coklat jatuh di comberan. Langit juga masuk angin. Dari tadi bersin.
Tetapi gundakan tanah dengan taburan bunga layu di atasnya itu sudah tak jauh lagi. Setia
menanti.

Mboke,
Maafkan aku
Melangkahku ngebut
Mulutku mengkerucut
Kecut. Kecut. Kecut
Ternyata tetap saja nasibuku tak berubah
Rasanya sudah lima kali tiap hari aku menjedugkan bathuk
Ke sajadah. Tapi mana? Hari ini lagi lagi harga diriku bubrah
Uh, mulut-mulut busuk. Pasti dulunya anjing duduk
Bolehkan, aku nyaris putus asa?

Modher,
Jangan marahi aku ya
Ini aku sedang di jalanan
Langkahku ora tata, tak di atur
Istilahmu, aku kampungan
Baju tak rapih, Rambut rewo rewo, berantakan
Istilahmu, tidak wellgroomed
Nangis di jalan, celak mata belepotan, sesenggukan
Istilahmu, tidak lady

Tapi sumpah, aku ndak mau ketemu Om itu lagi


Dia ternyata ndak mau jadi Ayah, seperti katamu
Senyumnya kebapakan tapi matanya setan
Menyudahi bajuku, memepetku
Bolehkan, kutendang anunya, lalu lari?

Modher,
Kau penolongku dari pinggir jalan
Obati luka hati yang menganga
Memanjakanku dengan belanja
Mendengarkanku siang malam
Mengajari cara cantik rupawan
Tapi kenapa
Kau jerumuskan aku lebih duka?
Menukarku demi permata?
Bolehkan, kumemanggilmu bajingan?
Mboke,
Ini aku gendukmu, si Sri
Aku mau pulang ke kampung saja
Kepengin kembali ke rumah kita
Walau reyot, tapi penuh cinta dan derai tawa
Tapi mana bisa?
Sedangkan kaulah rumahku
Tempatku datang, dan nanti pulang
Kau di dalam sini, di tanah inni
Jadi disinilah rumahku

Bolehkan, aku menyusulmu?

Ups
Maaf mboke jangan marah, ta
Keliatan lho, dari kilat yang tibatiba datang
Aku hanya bercanda..

Baiklah Mboke, aku lanjutkan hidupku


Walau penuh onak duri
Bekal ‘Sareh Seleh’ mu, selalu kupegang
“ingat akan malu” ajaranmu, aku tak lupa

Pamit Mboke,
Nyuwun pangesti nggih

~~ Di antara bayang tanaman bunga sepatu, berjejer di jalanan lenggang, gadis itu kembali
melangkah. Menjauh. Menuju cahaya. Masa Depan..~~

4 Feb. 2010

Deskripsi:

Pratiwi Setyaningrum penyair perempuan kelahir Solo, Jawa Tengah pada tanggal 22
September 1970. Ia memperoleh gelar pendidikan S1 Hukum dan kini bekerja sebagai Legal
Officer di sebuah perusahaan developer di Jakarta Barat. Ia juga aktif dalam berbagai
komunitas seperti Reboan Bulungan dan komunitas Tangerang Serumpun.

Puisi Bayang Masa Depan karya Pratiwi Setyaningrum merupakan puisi yang unik di
mana pada awal puisi tersebut penyair dengan sadar memberikan narasi sebagai prolog untuk
menggambarkan kegelisahan sang tokoh yang menemui adanya hambatan dan ujian di dalam
hidupnya. Puisi Bayang Mada Depan sebagai gagasan dan pesan yang lahir akibat adanya
pengalaman, gumpalan kesedihan, pikiran, pengetahuan, dan penglihatan penyair atas
ketimpangan persoalan pada diri perempuan di dalam kehidupan sosial. Penyair menyoroti
penuh atas budaya patriarki yang dianggap sebagai suatu persoalan yang masih mengakar di
kehediupan masyarakat.

Puisi yang ditulis menggunakan gaya bahasa yang nakal karena adanya kolaborasi
bahasa jawa, inggris, dan indonesia sehingga memunculkan nilai estetik tersendiri bagi
penyair. Melalui gaya bahasa yang nakal tersebut pembaca diajak untuk menikmati
ketimpangan dan kegundahan dengan suasana yang santai namun juga eksotis. Melalui puisi
tersebut penyair ingin bersuara kepada kaum perempuan untuk terus bangkit dan meraih masa
depan dengan berjuang menggunakan kekuatannya sendiri.

Ideologi

Pada puisi tersebut terdapat adanya ideologi perempuan dalam budaya partiarki.
Penyair menggambarkan mengenai tokoh perempuan yang dijual sendiri oleh ibunya untuk
sebuah kepentingan yaitu kehidupan yang layak. Seksualitas perempuan kerapkali dijadikan
sebagai suatu jawaban untuk keluar dari permasalahan sosial. Ketika seseorang mengalami
persoalan ekonomi maka akan mendorong kearah pemikiran yang sempit. melalui
ideologinya penyair beranggapan bahwa menjual seksualitas perempuan merupakan bentuk
kedangkalan berfikir karena sejatinya tubuh perempuan merupakan sesuatu yang berharga
dan harus dijaga, bagi penyair budaya patriarki merupakan. Perhatikan petikan larik berikut

Tapi sumpah, aku ndak mau ketemu Om itu lagi


Dia ternyata ndak mau jadi Ayah, seperti katamu
Senyumnya kebapakan tapi matanya setan
Menyudahi bajuku, memepetku
Bolehkan, kutendang anunya, lalu lari?
Pada larik-larik tersebut merupakan gambaran akan adanya praktek budaya partiarki. Budaya
partiarki sendiri tidak hanya mampu mempengaruhi hak-hak perempuan, tetapi juga mampu
mempengaruhi pemikiran perempuan yang dibesarkan dan tumbuh pada lingkup budaya
partiarki. Sosok perempuan pada puisi tersebut digambarkan sebagai seorang anak yang
dijual oleh ibu angkatnya yang sekaligus menjadi mucikari untuk memenuhi gaya hidupnya.
Adanya anggapan bahwa tubuh perempuan merupakan komoditas yang dapat dijadikan solusi
untuk keluar dari masalah himpitan masalah ekonomi. Om merupakan simbol lelaki yang
memiliki kekuasaan dan kekayaan yang dimanfaatkan untuk menikmati tubuh perempuan.
Lelaki pada budaya partiarki menganggap harkat dan martabatnya lebih tinggi dari
perempuan sehingga menjadikan perempuan pada posisi yang direndahkan. Adanya
penolakan pada kondisi seperti ini terdapat pada petikan larik berikut.

Kau jerumuskan aku lebih duka?


Menukarku demi permata?
Bolehkan, kumemanggilmu bajingan?

Pada data tersebut merupakan gambaran mengenai kepenolakan dari tokoh perempuan yang
mengalami eksploitasi tubuh. Hal tersebut dijadikan penyair untuk membongkar paraktek
partariki yang selama ini menempatkan perempuan pada posisi yang tertindas dan
mendapatkan tuntutan untuk mencari berbagai macam pilihan termasuk tindakan sebagai
seorang pekerja seks komersial agar dapat memenuhi tuntutan dari luar dirinya demi
terciptanya perbaikan pandangan. Bagi peneliti menemukan adanya kapitalisme tubuh pada
sosok tokoh perempuan. Kapitalisme tubuh sendiri melupakan mengenai hakikat martabat
seorang manusia. Menukarkku demi permata merupakan gambaran bahwa tubuh perempuan
diibaratkan sama seperti sebuah produk yang memiliki nilai sama dengan produk lain
sehingga setiap orang di luar dirinya memiliki kehendak atas tubuh perempuan tersebut.

Eksplanasi:

Pada Puisi Bayang Masa Depan penyair ingin memberikan pesan tersirat sejatinya
perempuan memiliki hak penuh dan harus merdeka atas tubuhnya sehingga merupakan bekal
dalam menentukan masa depannya. Penyair menolak adanya budaya patriarki yang mengakar
pada kehidupan sosial karena menepatkan perempuan pada posisi yang dirugikan dan
ditindas. Ekspoloitas tubuh perempuan merupakan tindakan negatif karena menghilangkan
harkat dan martabat perempuan itu sendiri. Maka dari itu pembaca di ajak untuk merefleksi
bahwa tubuh merupakan sesuatu yang berharga dan perempuan haruslah bangkit untuk
menolak budaya tersebut karena sejatinya dengan tubuh tersebut perempuan dapat
menemukan adanya hak dan nilai normatif yang telah Tuhan berikan sebagai hakikat dari
manusia itu sendiri.
Puisi Datuk Terkasih

Karya Soesi Sastro

Deskripsi

Soesi Sastro merupakan sosok perempuan yang berprofersi sebagai penulis cerpen
dan puisi yang dibesarkan dalam lingkungan hutan, ayahnya sendiri merupakan seorang
pegawai Dinas Pekerja Umum Kabupaten sebagai pengaspal jalan. Ia membututi profersi
ayahnya dengan mendapatkan gelar Magister Science IPG sehingga dapat memasuki hutan-
hutan di berbagai negara seperti halnya Afrika Selatan, Jerman, Korea Selatan dan lain-lain.
Dua puisi tunggalnya yaitu Dalam Nafas-nafa dan Kado.

Puisi Datuk Terkasih karya Soesi Sastro merupakan puisi yang lekat dengan nuansa
keindahan sikap perempuan. Penyair sangat tangkas dalam menggambarkan kerinduan
seorang perempuan terhadap kekasihnya tersebut melalui penggunaan metafor sehingga
menyuguhkan perasaan dan kelembutan sebagai sifat khas perempuan. Puisi yang hanya
terdiri dari dua bait dan empatbelas larik tersebut sangat cocok dikonsumsi bagi pembaca
awam guna memetik kejernian batin penyair sebagai pemahaman bahwasanya perempuan
adalah makhluk yang lebih peka.

Ideologi

Pada Puisi Datuk Terkasih terdapat adanya ideologi Tubuh dan seksualitas perempuan
tersebut menunjukkan sisi kelembutan dalam tindakannya. Penyair memberikan karakteristik
tokoh perempuan pada puisi tersebut penuh rasa cinta dan ketulusan terhadap kekasihnya.
Sikap tersebut tergambar melalui petikan larik-larik puisi berikut.

wajahmu terlukis di dinding angin


gairah rindu berloncatan di awan
sebentar memeluk sebentar hilang
meronta hendak berbicara

Pada petikan larik tersebut merupakan representasi terhadap sikap perempuan yang penuh
kasih sayang dan kelembutan. Dalam memperjuangkan ideologinya penyair menggunakan
kata-kata seperti gairah rindu, memeluk, wajahmu, dan berbicara yang dijadikan penyair
sebagai simbol mengenai karakteristik perempuan yang penuh rasa cinta. Selain itu juga
terdapat pada data berikut

ketika buah delima merekah tanpa rasa,


ketika lemak dan gurih beda nama
ketika negara memisahkan kita
aku tetap merengkuh jiwamu
karena aku cinta

Pada petikan larik-larik tersebut merupakan gambaran akan rasa kerinduan tokoh perempuan
kepada kekasihnya yang berbeda negara. Rasa kerinduan terpaparkan pada larik ketika
negara memisahkan kita, perasaan perempuan sangatlah halus seperti kain sutra karena
sejatinya perempuan merupakan makhluk yang mementingkan perasaannya, sehingga
perasaan emosional lebih cenderung ditonjolkan.

Eksplanasi

Pada puisi tersebut merupakan ekspresi akan sifat kelembutan dari seorang
perempuan. Melalui puisi Datuk Terkasih penyair menyuguhkan mengenai sosok perempuan
yang penuh kasih sayang agar memunculkan kesadaran kepada pembaca bahwa perempuan
hendakalah dijaga dan disayangi. Kelembutan dan rasa feminim pada perempuan diciptakan
untuk mendampingi sifat kemaskulinan para lelaki. Maka dari itu melalui larik-larik yang
terpendam ideologi sang penyair tersebut, pembaca secara tidak langsung diajak untuk
memahami dan mengerti bagaimana karakteristik seorang perempuan yang cenderung
melibatkan perasaan ke dalam persoalan diri.

Puisi : Rindu Ibu #1


Karya Weni Suryandari

Rindu Ibu #1
Retak matahari di matamu
Aku menggil di situ
Karena rindu!

Januari 2010

Deskripsi:
Weni Suryandari merupakan seorang penyair yang lahir pada tanggal 4 Februari 1966
di Surabaya namun juga berdarah asli Sumenep. Beliau merupakan seorang guru Bahasa
Inggris di Sd Generasi Azkia, Bojonkulur, Bogor. Kumpulan puisi pertamanya adalah Sisa
Cium di Alun-alun terbit pada tahun 2016. Terjun ke dunia sastra sejak 1980 beliau telah
banyak memciptakan karya sastra dan sekaligus memperoleh prestasi di Sayembara menulis
novelet di Tabloid Nyata pada tahun 2008 dengan karyanya yang berjudul Kesetiaan Seorang
Sri. karyanya yang fenomenal dan telah terbit di berbagai media cetak yaitu cerpen berjudul
Tinta Wanita 24 Sauh.
Puisi Rindu Ibu #1 Karya Weni Suryandari adalah puisi yang hanya terdiri dari tiga
larik saja dengan ditulis menggunakan bahasa yang sederhana tersebut mampu mengajak
pembacanya mengingat kembali mengenai perjuangan seorang ibu yang dibungkus dengan
sebuah kerinduan. Penyair menciptakan puisi yang sederhana namun mengandung pesan
yang teramat dalam, mengenai kerindun dan kegelisahan seorang anak terhadap ibunya.
Penyair sadar hubungan biologis anak dan ibu telah menciptakan perasaan yang begitu besar
tidak hanya sekadar kasih sayang melainkan juga mengenai sebuah romantisme di dalam
kehidupan bahwasanya cinta seorang ibu kepada anak tak akan pernah padam.

Ideologi

Pada puisi Rindu Ibu terdapat adanya ideologi perempuan sebagai seorang anak. Di
mana adanya kerinduan yang mendalam terhadap sesosok ibu. Penyair menggunakan bahasa
yang ringkas dengan menyimbolkan matahari sebagai suatu tempat peraduan, bagi penyair
sendiri ibu merupakan tempat peraduan atas keluh kesah seorang anak. Dalam
memperjuangkan ideologinya penyair menggunakan larik aku rindu! sebagai representasi
atas gairah kerinduan yang telah memuncak dan pada larik Aku menggil di situ merupakan
gambaran akan rasa kegelisahan tokoh perempuan sebagai anak yang ingin segera bertemu
ibunya. hal tersebut merupakan sesuatu hal yang wajar karena terdapat adanya hubungan
biologis antara anak dan seorang ibu sehingga kerapkali seorang anak lebih dominan
merindukan seorang ibu lantara sosok tersebut lebih dominan dalam kepengasuhan.

Eksplanasi

Melalui Puisi Rindu ibu #1 kita dapat memetik makna yang terkandung di dalam tiap
lariknya bahwasanya cinta adalah bahasa sederhana yang mengandung perasaan yang begitu
mendalam serta sempurna. Cinta merupakan perasaan yang positif dan diberikan kepada
manusia sebagai bentuk kasih sayang kepada sesamanya, terlebih lagi cinta seorang ibu yang
teramat mendalam serta sempurna. Hal tersebut dirasakan oleh penyair sebagai seorang anak
bahwa cinta dan kasih sayang seorang ibulah yang mampu menuntunnya dalam mengarungi
kehidupan hingga memunculkan kerinduan. Penyair mengajak para pembaca untuk
merefleksi kembali pengalaman dan kenangan akan sesosok ibu yang selalu mencintai anak-
anaknya. Penyair menyuguhkan gagasan mengenai sesosok ibu sebagai makhluk yang penuh
cinta terhadap anaknya meskipun seburuk apapun perlakuan anak terhadap seorang ibu, ibu
tetaplah bangga terhadap anaknya.

Puisi: Rindu Ibu #2


karya : Weni Suryandari
Rindu Ibu #2

Seperti ingatan masa kecil yang kekal


Aku rindu bau nafas ibu saat ia membaca al Fatihah
Dalam tepuk sunyi pengusir nyamuk, menjelang tidur…

Maka jangan kalian heran, kini aku tahu di mana ibu


Jejaknya bisa kuraba pada senyum bidadari
Di wajah anak-anakku,
Juga pada bening matanya yang membasahi mataku

Semalam kulihat ibu berlumur cahaya


Melambai dalam isak tangisku
Ketika hujan membasahi putting bumi
Menurunkan kabut di mataku.

Aku rindu kau, Ibu!

Februari 2010
Deskripsi:

Weni Suryandari merupakan seorang penyair yang lahir pada tanggal 4 Februari 1966
di Surabaya namun juga berdarah asli Sumenep. Beliau merupakan seorang guru Bahasa
Inggris di Sd Generasi Azkia, Bojonkulur, Bogor. Kumpulan puisi pertamanya adalah Sisa
Cium di Alun-alun terbit pada tahun 2016. Terjun ke dunia sastra sejak 1980 beliau telah
banyak memciptakan karya sastra dan sekaligus memperoleh prestasi di Sayembara menulis
novelet di Tabloid Nyata pada tahun 2008 dengan karyanya yang berjudl Kesetiaan Seorang
Sri. karyanya yang fenomenal dan telah terbit di berbagai media cetak yaitu cerpen berjudul
Tinta Wanita 24 Sauh.

Puisi Rindu Ibu #2 merupakan puisi lanjutan dari sebelumnya. Masih berkutat
mengenai kerinduan seorang anak terhadap sosok ibu, namun penyair menjabarkannya
dengan tiga bait serta menggunakan bahasa yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh
pembaca. Pada puisi Rindu Ibu #2 penyair melihat bayangan sesosok ibu sebagai bentuk
penyegaran terhadap fenomena sosial budaya, di mana masih adanya anggapan pada
masyarakat mengenai dunia matriarkhi sebagai sebuah kelemahan. Melalui puisi tersebut
penyair merepresentasikan citra ibu ke dalam sudut pandang anak dengan lingkup
domestiknya.

Ideologi

Pada Puisi Rindu Ibu #2 terdapat adanya ideologi perempuan sebagai seorang ibu di
mana seorang perempuan yang selalu bersedia menjadi tempat peraduan anaknya. Rasa
kerinduan terhadap sesosok ibu mengisyrakatkan bahwasanya ibu merupakan makhluk yang
penuh kasih sayang dan dalam hal mecintai anaknya ibulah sosok yang paling tulus. Penyair
menyadari betul peran seorang ibu di dalam kehidupannya, di mana masa kecilnya ia selalu
mendapatkan kasih sayang dan perlakuan yang baik dari sesosok ibu. Hal tersebut terdapat
pada petikan larik-larik puisi berikut.

Seperti ingatan masa kecil yang kekal


Aku rindu bau nafas ibu saat ia membaca al Fatihah
Dalam tepuk sunyi pengusir nyamuk, menjelang tidur…
Pada petikan larik tersebut merupakan gambaran akan kasih sayang yang telah diberikan oleh
seorang ibu kepada anaknya. Ketulusan hati seorang ibu nampak pada larik bau nafas ibu
saat ia memnaca al Fatihah serta perhatian seorang ibu untuka anknya nampak pada larik
dalam tepuk sunyi pengusir nyamuk, menjelang tidur. Dalam menancapkan ideologinya
penyair menggunakan petikan larik berikut

Semalam kulihat ibu berlumur cahaya


Melambai dalam isak tangisku
Ketika hujan membasahi putting bumi
Menurunkan kabut di mataku.

Kasih sayang dan ketulusan seorang ibu masih sangat melekat pada petikan puisi tersebut.
melambai dalam isak tangisku merupakan representasi dari kasih sayang yang tak pernah
padam dari sosok seorang ibu. Penyair menggambarkan citra perempuan sebagai seorang
anak merindukan kasih sayang ibunya yang telah tiada, dengan disimbolkan pada kata
senyum bidadari. Hal ini menandai bahwa seorang ibu merupakan sosok yang ikhlas dalam
merawat anaknya, keikhlasan tersebut didorong oleh rasa cinta yang begitu dalam. Penyair
menyadari menjadi perjuangan seorang perempuan yang merawat anaknya yang begitu
besar.

Eksplanasi:

Pada puisi Rindu Ibu #2 penyair memberikan pesan tersirat bahwa sejatinya kita
sebagai seorang anak haruslah menyayangi ibu kita dengan tulus karena telah merawat dan
membesarkan dengan penuh kasih sayang serta keikhlasan. Penyair menyadari hal penuh
sebagai seorang ibu karena berada pada posisi tersebut, maka ketika seorang perempuan telah
menjadi sosok ibu maka hendaklah memberikan kasih sayang dan cinta sepenuh hati kepada
anak-anaknya. Bagi penyair sendiri kasih sayang seorang ibu tidak dapat digantikan dan
berjalan sepanjang masa. Selain itu juga pada puisi tersebut ibu merupkan simbol kekuatan
karena perinsip keibuan merupakan sebuah kodrat yang memiliki kandungan nilai positif .
Puisi Lukisan Kasih Nan Agung

Karya Pratiwi Setyaningrum

Lukisan Kasih Nan Agung

Di antara angit warna terang dan kelam,


Bersemu jingga dan mangga masak
Kulihat ada engkau yang besar
Luas menyebar melapis tipis tipis di garis angin
Bergulungan memeliharaku penuh cinta

Di antara cabik cabik putih biru kelam ombak


Di lautMu yang ayun ayun
Kurasakan empasan lembut kasih nan agung
Shaaash.. shaaash..
Membelai tepian sampan mungilku
Memutih berbuih anggur rindu

Lalu di pantaiMu bayanganku memanjang


Terus memanjang
menjangkauMu

:kupersembahkan lukisan ini untukmu, Ma


Aku.. kangen, hiks :,(

20 Desember 2009

Deskripsi:
Pratiwi Setyaningrum penyair perempuan kelahir Solo, Jawa Tengah pada tanggal 22
September 1970. Ia memperoleh gelar pendidikan S1 Hukum dan kini bekerja sebagai Legal
Officer di sebuah perusahaan developer di Jakarta Barat. Ia juga aktif dalam berbagai
komunitas seperti Reboan Bulungan dan komunitas Tangerang Serumpun.

Puisi Lukisan Kasih Nan Agung karya Pratiwi Setyaningrum merupakan puisi yang
menceritakan mengenai keagungan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Melalui puisi
tersebut penyair mengungkapkan kegundahan dan kerinduan hatinya akan sesosok ibu yang
selama ini telah membesarkanya. Bagi penyair sendiri ibu merupakan makhluk yang penuh
kasih sayang serta inspiratif dalam memberikan pengalaman berharga di dalam kehidupan.
Puisi yang diciptakan menggunakan gaya bahasa metafor dan pemilihan diksi yang
serderhana serta kekinian menjadikan puisi tersebut memiliki daya tarik tersendiri bagi
pembaca awam sehingga muda untuk dipahami.

Ideologi

Puisi Lukisan Kasih Nan Agung merupakan puisi yang menceritakan kerinduan pada
sesosok ibu. Pada puisi tersebut penyair membubuhkan ideologi perempuan sebagai seorang
ibu yang menggambarkan sosok perempuan selalu menyertai anak-anaknya dalam perjalanan
hidupnya. Penyair menyadari akan kelembutan sesosok ibu semasa ia masih menjadi anak-
anak sehingga menghantarkannya dalam perjalanan hidup. Kasih sayang seorang ibu penyair
lukiskan dengan bahasa yang metafor seperti pada petikan larik berikut.

Di antara angit warna terang dan kelam,


Bersemu jingga dan mangga masak
Kulihat ada engkau yang besar
Luas menyebar melapis tipis tipis di garis angin
Bergulungan memeliharaku penuh cinta

Pada petikan puisi tersebut merupakan gambaran kasih sayang seorang ibu yang tulus kepada
anaknya. di antara langit warna terang dan kelam merupakan representasi pelajaran hidup
yang ibu berikan kepada anaknya terang dan kelam merupakan simbol dari kebaikan dan
keburukan yang selalu melekat pada kehidupan manusia. Selain itu kulihat ada engkau yang
besar merupakan representasi atas bimbingan seorang ibu yang selalu diberikan kepada
anaknya sebagai dorong dari rasa cinta seorang ibu. Bergulung memeliharaku penuh cinta
merupakan gambaran kasih sayang seorang ibu yang tiada hentinya seperti gulungan ombak
yang selalu ada setiap saat.

Kurasakan empasan lembut kasih nan agung


Shaaash.. shaaash..
Membelai tepian sampan mungilku
Memutih berbuih anggur rindu

Pada petikan larik puisi tersebut merupakan gambaran mengenai keagungan seorang ibu
dalam mendidik dan membesarkan anaknya. kasih nan agung merupakan wujud kebesaran
seorang ibu sebagai makhluk yang tulus mencintai anaknya. Dalam agama islam ibu
merupakan sosok yang ditinggikan derajatnya karena surga berada pada telapak kaki ibu.
anggur rindu merupakan simbol yangh digunakan penyair mengenai keistimewaan kasih
sayang anaknya kepada seorang ibu.

Eksplanasi:

Pada puisi tersebut penyair beranggapan bahwa perempuan sebagai seorang ibu
merupakan sosok yang agung karena kasih sayang dan ketulusan dalam mendidik anak-
anaknya berasal dari hati yang dalam. Hal tersebut merupakan sesuatu yang disebabkan oleh
kondisi biologis dan sifat-sifat feminim dari seorang perempuan. Citra seorang ibu
ditampakan penyair sebagai seorang yang mensosialkan mengenai nilai-nilai kehidupan
melalui nasehat dan larangan kepada anak-anaknya, karena bagi seorang ibu sendiri anak
merupakan prioritas dalam kehidupanya

Puisi Malam Terakhir Nadim


Karya Raihani Mohd. Saaid (MALAYSIA)

Hujan terus mencurah


Di suatu malam di Singapura
Payung hilang di tangan

Ampun tuanku raja maulana


Malam ini malam terakhirku
Sebagai anak Melayu
Yang sebenarnya punya peluang
Membina bangsa lebih cermelang,
Memacu bangsa ke puncak bestari,
Membawa suara dan akal
Seperti helang menakluk langit buana.
Kita sebenarnya punya peluang
Menjadi lebih perwira
Tetapi apakah daya
Malam ini malam terakhirku
Sebagai anak Melayu
Dinafi nafas cendekia.
Fitnah lebih ganas
Daripada ombak Singapura
Laut menjadi pusara
Seorang buadaya Melayu cerdik,
Segala karang meratap
Nasib ketuanan kita semakin malap.
Todak mehunjam berketi laksa
Darah kering di kaki pantai
Keangkuhan basah di kaki singgahsana
Raungan sang ibu sudah bisu
Air mata cair di celah pasir
Akibat pekat khianat pekat hasad.

Tajam muncung tondak


Tajam titah raja
Tajam akal budak
Tumpul wibawa kita.

Rakyat berkubu betis


Pembesar berkubu kuasa
Raja berkubu daulat
Sejarahkah yang berdosa?

Kini
Singa tidak mengaum lagi,
Batuh putih menjadi hitam
Hujan mencurah tebing malam
Petir memanah jantung desa
Kilat menyambar anjung istana.
Nadim tiada lagi
Untuk menyetak lewa
Melayu tiada lagi
Untuk memperkasa kota.
Apakah berbeza wajah bangsaku
Jika lembut titahmu bertimbang jiwa?
Apakah berubah warna jadi jati diri?
Jika tiada ular di lidah menteri?

Terlalu ramai antara kita


Memenangkan orang besar dan keselipannya
Terlalu sedikit antara kita
Membela orang kecil dan kearifannya.

Hujan terus mencurah


Pada suatu malam di Singapura
Payung hilang dari tangan.

Deskripsi:

Raihani Mohd. Saaid merupakan penyair perempuan asal Malaysia yang lahir pada
tanggal 12 Juni 1979 di Kuala Lumpur. Ia merupakan lulusan Akademi Seni Kebangsaan di
bidang Seni Persembahan dan sedang melanjutkan di Akademi Pengajian Melayu,
Universitas Malaya. Karya-karyanya telah disiarkan di Dewan Sastera, Dewan Budaya,
Dewan Siswa, Tunas Cipta, Berita Minggu, Mingguan Malaysia dan masih banyak lainnya.
Selain itu juga Raihani Mohd. Saaid telah banyak memperoleh berbagai penghargaan di
antaranya Sayembara Penulisan ITBM-PENA-BH pada tahun 2013, menerima hadiah Sastra
Berunsur Islam 13 kategori lirik, empa kali memenangi Hadiah Sastera Perdana Malaysia
tahun 2002/2003, 2004/2005, 2008/2009 dan 2012, memenagi ajang Hadiah Sagu Hati
Pertandingan Menulis Novel Remaja DBP pada tahun 2007 dan masih banyak lainya.

Puisi Malam Terakhir Nadim karya Raihani Mohd. Saaid merupakan puisi yang
menceritakan mengenai ketidakadilan penguasa atas rakyat kecil. Raihani memiliki kesadaran
atas nasib rakyat yang menjadi korban atas kekuasaan dari para elit politik yang
menggunakan kekuasaan sebagai suatu kepentingan pribadi. Raihani membangun citra
perempuan pada puisi tersebut sebagai sosok yang berani menentang ketidakadilaan penguasa
atas rakyat. Terdiri dari delapan bait puisi tersebut merupakan sindirian untuk para penguasa
yang hanya menggunakan kekuasaan sebagai ajang untuk perebutan dan kepentingan diri
sendiri. Selain itu Puisi Nadim adalah sejarah Singapura mengenai tragedi pembunuhan para
penguasa istana Singapura. Penyair memperhatikan gejolaknya sebagai upaya keprihatinan
atas tragedi yang dianggap suatu kedangkalan bangsanya.

Ideologi:

Terdapat adanya ideologi perempuan dalam kehidupan sosial yang menunjukkan


kontribusi perempuan dalam kehidupan sosial dengan segala dampak dan akibatnya seperti
menyuarakan ketidakadilan yang dilakukan penguasa atas masyarakat. Raihani memiliki
kesadaran politik yang terlihat pada tiap-tiap baitnya ia mampu melihat adanya kekuasaan
semena-mena yang dilakukan penguasa sehingga rakyat hanya menjadi korban dari
kerakusan dan ambisi politik para penguasa. Dalam membubuhkan ideologinya penyair
menggunakan kosakata seperti berikut; fitnah lebih ganas, keangkuhan basah, todak
menghujam, tajam titah, raja, rakyat, dan berkubu kuasa. Perhatikan petikan larik berikut.

Todak mehunjam berketi laksa


Darah kering di kaki pantai
Keangkuhan basah di kaki singgahsana
Pada petikan puisi tersebut merupakan gambaran akan tindakan kekuasan dari sang penguasa
yang otoritetr dan semena-mena kepada rakyatnya. Sebagai seorang penyair Reihani
memiliki kepekaan atas nasib rakyat kecil sehingga mengekspresikannya ke dalam sajaknya.
Oleh sebab itu sajaknya mengangkat intrik politik yang melibatkan kekuasaan. Kosakata
Todak yang berarti pedang digunakan penyair sebagai simbol untuk mengekspresikan
tindakan sewenang-wenangan dari para penguasa. Lalu keangkuhan basah di kaki
singgahsana merupakan representasi dari kekuasaan. Sejatinya kekuasaan merupakan
tindakan yang dilakukan untuk mempengaruhi pihak lain agar dapat menuruti kehendak yang
ada sehingga pada pemegang kekuasaan dapat menerapkan kemauan-kemauannya sendiri.
Perhatikan petikan larik puisi berikut.
Rakyat berkubu betis
Pembesar berkubu kuasa
Raja berkubu daulat
Sejarahkah yang berdosa?
Pada petikan puisi tersebut merupakan representasi atas ketidakadilan yang diperoleh rakyat
sebagai akibat dari perilaku para penguasa yang hanya mengedepankan kepentingannya tanpa
melihat kondisi rakyatnya. Rakyat berkubu betis merupakan simbol dari keprihatinan penyair
atas masyarakat kelas bawah sebagai korban sebagai suatu persoalan dalam kehidupan
masyarakat sedangkan ambisi kekuasaan yang dirasa rakus bagi penyair digambarkan pada
petikan pembesar berkubu kuasa, raja berkubu daulat. Sehingga adanya kekuasaan yang
otoriter maka bagi penyair, rakyat hanya akan merasakan kekekangan dan hidup pada
ketimpangan sehingga rakyat tidak akan mendapatkan haknya. Perhatikan larik berikut.
Terlalu ramai antara kita
Memenangkan orang besar dan keselipannya
Terlalu sedikit antara kita
Membela orang kecil dan kearifannya.
Pada petikan puisi tersebut merupakan ekspresi kegundahan penyair sebagai akibat kegagalan
dalam memperjuangkan kebenaran. Hal tersebut digambarkan pada petikan terlalu sedikit
antara kita, penyair menganggap hanya segelintir orang yang berani menyuarakan
kebenarannya sebagai pandangan atas ketimpangan yang terjadi pada masyarakat. Kerapkali
dalam mempertahankan kekuasaanya para penguasa menggunakan tindakan preventif apabila
mencium adanya kekacauan yang disebabkan oleh sikap kritis rakyat atas kepemimpinannya.
Oleh sebab itu masyarakat cenderung diam dan memilih menerima ketimpangan yang ada
karena adanya ancaman dan teror dari penguasa. Selaras hal tersebut Puisi Malam Terakhir
Nadim adalah pengalaman penyair sebagai bentuk kekritisannya dalam memandang
kedangkalan berfikir para penguasa bangsanya yang menciptakan pristiwa tragedi
pembunuhan yang terekam pada teks Sulatus Salatin disebabkan oleh adanya intrik dari para
pembesar istana sendiri
.

Eksplanasi:

Pada umumnya sajak-sajak Raihani merupakan pemaparan atas situasi masyarakat


yang mengalami ketimpangan akibat adanya pembiaran dan sikap otoriter dari para penguasa.
Raihani menyuguhkan kepedulian perempuan atas ketidakadilan kepada rakyat kecil sebagai
penyangkalan stereotif bahwa perempuan itu lemah. Maka dari itu penyair hadir dengan
sajak-sajak yang memberikan perhatian ke alam berfikir yang kritis sehingga kerap
mempersoalkan sikap para manusia. Melalui Puisi Malam Terakhir Nadim penyair mengajak
para pembacanya untuk merefleksi kembali tragedi yang terekam pada teks Sulalatus Salatin
mengenai tragedi pembunuhan terhadap kekritisan dari bangsa Melayu.

Kepribadian pada sajak-sajak Raihani mengisyarakatkan bahwa sejatinya kita sebagai


seorang manusia hendaknya memelihara pemikiran kritis agar mampu mencium gelagat
busuk yang dilakukan para penguasa sehingga mampu menyuarakan kebenaran sebagai jalan
untuk melahirkan celah dari kondisi ketimpangan dalam realitas masyarakat. Bagi penyair
sikap kepemimpinan yang baik hendaklah memahami bahwa kekuasan yang digunakannya
haruslah sesuai dengan yang dipimpinnya sehingga mampu menciptakan rasa keadilan bagi
masyarakat.

Puisi : BELAHAN JIWA


:tercinta buah hatiku Dinda dan Dimas
karya Susy Ayu

BELAHAN JIWA
:tercinta buah hatiku Dinda dan Dimas

Aku bersimpu di sini


Di bawah dua pasang kejora berpendar
Lalu sentuhan kulit lembut menyibak rambutku
Singgah pada wajah sebagai selubung saat kumenangis

Jangan nangis, mama…aku nggak papa kok..


Demikian lipur laramu dari bibir kecil gemetar
Menahan pedih untuk sebuah luka berdarah di dagu
Yang tertera dalam karena terjerembab dari ayunan di sekolah

Setiap tusukan jarum mengait benang pada hatiku


Air mata mengenang di redup korneamu
Sebab kau tahu, setetes yang jatuh
Semain membuatku merapuh

: mama kupijetin mau ya?


Tawaran nikmat nirwana menghembus di telinga
Dari sepasang tangan mungil yang sesaat melekat di punggung
Hingga tanpa ragu kudekap di pucuk bibirku

Tuhan sangat baik


Dihadiahinya aku dan dua pohon surga
Setelah kurelakan jiwaku terbelah belah
Di setiap lapisan sejarah masa lalu

Deskripsi:

Susy Ayu merupakan penyair kelahiran Purwakarta, Jawa Barat dan telah aktif
menggeluti dunia kesusastraan sejak usia muda. Susy aktif menulis utamanya dalam puisi dan
cerita pendek namun ia baru benar-benar serius menggeluti setelah ia berhasil melampaui
beberapa bidang pekerjaannya seperti halnya sebagai seorang head teller pada bank swasta di
Jakarta. Selain itu juga Susy pernah menggeluti pekerjaan di bidang farmasi industri, Cement
Industri, dan menjadi seorang penyulih suara pada film Telennovela yang pernah ditayangkan
di beberapa stasiun televisi swasta. Karya-karya Susy yang terkenal antara lain; Merah yang
Meremah tahun 2009, Perempuan Dalam Sajak pada tahun 2010, Fiksi Mini tahun 2011, Dari
Negeri Poci tahun 2013, dan masih banyak lain. Karya-karyanya juga telah dipublikasikan di
sejumlah media massa di antaranya; Di Anita Cemerlang, Kartini, Suara Karya, Minggu Pagi,
Radio Prambors, Harian Fajar Makassar dan masih banyak lagi.

Puisi Belahan Jiwa karya Susy Ayu merupakan puisi yang menggambarkan mengenai
kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Penyair mengungkapkan kasih sayangnya kepada
kedua buah hatinya dengan begitu mendalam melalui gaya bahasa yang sederhana, puisi
tersebut diciptakan dengan pemilihan kata yang naratif sehingga mampu menghadirkan
atmosfir kasih sayang dan kegundahan seorang ibu yang mencintai anak-ankanya.

Kegundahan penyair terlihat pada setiap baitnya yanng menceritakan pengalaman


pribadinya mengenai betapa susahnya perjuangan perempuan dalam mendidik dan
membesarkan anak-anaknya. Persoalan-persoalan perempuan tidak terlepas dari area
domestik, salah satunya dalam urusan merawat anak, ibu merupakan sosok yang paling
dominan sehingga memperlihatkan perempuan memiliki kodrat tanpa pamrih dalam cinta.

Ideologi
Pada puisi Belahan Jiwa karya Susy Ayu terdapat adanya ideologi perempuan sebagai
seorang ibu di mana perempuan selalu menyertai anak-anaknya dalam perjalanan hidupnya
dengan kasih sayang dan ketulusannya. Penyair membubuh kan ideologi tersebut karena
sadar anak merupakan prioritas utamanya dalam kehidupannya. Penyair menggambarkan
citra tokoh perempuan sebagai seorang ibu yang tulu menyayangi anak-anaknya. Terlihat
pada bait berikut.

Aku bersimpu di sini


Di bawah dua pasang kejora berpendar
Lalu sentuhan kulit lembut menyibak rambutku

Pada petikan larik tersebut terdapat adanya atmosfir kegundahan hati perempuan sebagai
seorang ibu karena melihat anaknya terluka. Hal tersebut muncul karena adanya kondisi
biologis pada seorang ibu dengan anaknya dan juga ditambah dengan sifat feminis seorang
perempuan yang cenderung lebih melibatkan perasaan terhadap setiap urusan. dua pasaang
kejora berpendar merupakan simbol dari kedua anaknya yang diibaratkan sebagai sesuatu
yang indah dan merupakan anugrah bagi seorang ibu ketika melahirkan. lalu sentuhan kulit
lembut menyibak rambutku merupakan gambaran dari kelembutan dan keluguhan dari
seorang anak ketika masih bayi yang menjadi kebahagiaan tersendiri bagi seorang ibu.
Atmosfit kegelisahan akibat rasa cinta yang mendalam kepada seorang anak terdapat pada
petikan larikn berikut

Setiap tusukan jarum mengait benang pada hatiku


Air mata mengenang di redup korneamu
Sebab kau tahu, setetes yang jatuh
Semain membuatku merapuh

Petikan puisi tersebut merupakan representasi dari rasa cinta seorang ibu yang begitu
mendalam kepada anaknya. Penyair memberikan gambaran mengenai ekspresi cinta yang
begitu mendalam pada larik semain membuatku merapuh. rasa kepedulian yang mendalam
dari seorang ibu ditransformasikan kedalam perubahan bentuk dorongan untuk mencintai dan
memiliki. Kebahagiaan seorang anak merupakan kebahagiaan seorang ibu juga dikarenakan
ibu merupakan seseorang yang mendominasi pengasuhan terhadap anak di dalam keluarga.
Eksplanasi:

Pada puisi BELAHAN JIWA merupakan puisi yang menggambarkan mengenai


sesosok ibu yang sangat mencintai kedua buah hatinya. Penyair memberikan pesan tersirat
melalui ideologi yang ditanamnya bahwasanya seorang ibu merupakan makhluk yang penuh
kasih sayang dan akan merasa sedih apabila terjadi sesuatu kepada anaknya karena sejatinya
kebahgaian seorang anak merupakan kebahagiaan seorang ibu dan sebaliknya kesedihan
seorang anak juga merupakan kesedihan seorang ibu. Keterkaitan batin yang terjalin antara
anak dan ibu merupakan kondisi yang tercipta akibat faktor biologis di antara mereka selain
itu sikap feminis yang meliputi cinta, kasih, dan ketulusan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari tubuh perempuan sehingga nantinya akan berfungsi sebagai penghangat
keluarga di dalam kehidupan masyarakat.

Melalui puisi tersebut penyair mempertegas bahwa ibu sebagai makhluk yang selain
memiliki perasaan lembut juga memiliki sifat emosional yang tinggi, sebagai sifat belas kasih
dan cinta terhadap anaknya-anaknya. Pemaknaan sesosok ibu dalam puisi tersebut mampu
diciptakan penyair dengan karakter cinta yang ideal yang mendasari sang anak untuk
merindukan dari semenjak bayi hingga menjadi tua.

Puisi Selalu
Karya Susy Ayu
Selalu

Entah dari mana datangnya


Sebuah garis tipis nyaris berupa bayang
Terkadang ia horisontal
Atau tegak lurus membelah kita
Di mana telapak tangan kita menghampitnya

Aku bisa menatap


Aku bisa menyentuh
Lalu dengan rasa meluap
Kita bisa saling mencium

Kini tertinggal Cuma lebam itu


Di dalam cangkir kopimu
Dan pangkal pahaku
Tentang cinta yang pernah tinggal
Berjingkat di penghujung malam
Sebelum matahari merenggutnya
Membelah hati tanpa permisi
Sambil terus menerus selipkan namamu

Bila rasa itu seperti yang tercatat


Pada puisi dan ceritamu di sebuah koran pagi
Perjalanan ini tak mesti patah
Sebab di setiap lingkungan
Telah terpahat nama kita

Kubujuk waktu agar bersepakat


Meski dalam gigil aku bertahan di sana
Desirkan harap dalam darah
Dan waktu bagiku adalah
Kesempatanku untuk selalu mencintaimu

25 Maret 2010

Deskripsi:

Susy Ayu merupakan penyair kelahiran Purwakarta, Jawa Barat dan telah aktif
menggeluti dunia kesusastraan sejak usia muda. Susy aktif menulis utamanya dalam puisi dan
cerita pendek namun ia baru benar-benar serius menggeluti setelah ia berhasil melampaui
beberapa bidang pekerjaannya seperti halnya sebagai seorang head teller pada bank swasta di
Jakarta. Selain itu juga Susy pernah menggeluti pekerjaan di bidang farmasi industri, Cement
Industri, dan menjadi seorang penyulih suara pada film Telennovela yang pernah ditayangkan
di beberapa stasiun televisi swasta. Karya-karya Susy yang terkenal antara lain; Merah yang
Meremah tahun 2009, Perempuan Dalam Sajak pada tahun 2010, Fiksi Mini tahun 2011, Dari
Negeri Poci tahun 2013, dan masih banyak lain. Karya-karyanya juga telah dipublikasikan di
sejumlah media massa di antaranya; Di Anita Cemerlang, Kartini, Suara Karya, Minggu Pagi,
Radio Prambors, Harian Fajar Makassar dan masih banyak lagi.

Melalui puisi yang berjudul Selalu, kita dapat menemukan adanya kegundahan
perasaan penyair yang dibalut dengan bahasa-bahasa yang sederhana. Susy tidak hanya
sekadar merangkai kata-kata namun juga adanya kesadaran untuk memberikan muatan makna
agar pembaca dapat memahami persoalan-persoalan perempuan yang dibungkus dengan
bahasa simbolis. Kepiyawaian dalam mengolah materi dan mengkovensikannya dengan
perasaan sehingga memberikan jalan keindahan yang diwarnai nuansa sensual.
Ideologi

Puisi Selalu Karya Susy Ayu terdapat adanya ideologi perempuan sebagai istri, di mana
perempuan yang selalu dengan sabar dan tulus mencintai seorang suaminya. Sebagaimana
diekspresikan peyair dalam sajak-sajaknya sebagai berikut

Aku bisa menatap


Aku bisa menyentuh
Lalu dengan rasa meluap
Kita bisa saling mencium

Pada petikan puisi tersebut merupakan gambaran atas kasih sayang seorag istri kepada
suaminya yang direpresentasikan pada kosakata menatap, mennyentuh, melup, dan mencium.
Tampak rasa cinta yang begitu mendalam dari seorang istri kepada suaminya. Namun
kegundahan hati tokoh perempuan sebagai istri nampak pada petikan puisi berikut.

Kini tertinggal Cuma lebam itu


Di dalam cangkir kopimu
Dan pangkal pahaku
terdapat adanya prahara yang menyelimuti keluarga mereka yang nampak pada kosakata
Cuma lebam sebagai gambaran atas sikap kasar dan arogan dari suami. Tindakan kekerasan
tersebut merupakan perilaku ancaman yang terjadi baik secara fisik maupun psikologi. Semua
orang dapat berpeluang menjadi seorang pelaku tindak kekerasan, namun kerapkali dalam
budaya patriarki posisi tersebut diisi oleh lelaki sebagai seorang suami. Lelaki dalam lingkup
patriarki menganggap bahwa mereka memiliki kekuasan dan kekuatan yang lebih
dibandingkan perempuan sehingga menganggap perempuan sebagai makhluk yang lemah dan
dapat diperlakukan dengan semena-mena. Namun disisi lainya sang tokoh sebagai seorang
istri sangat mencintai suaminya. perhatikan petikan puisi berikut

Meski dalam gigil aku bertahan di sana


Desirkan harap dalam darah
Dan waktu bagiku adalah
Kesempatanku untuk selalu mencintaimu
Hal tersebut merupakan representasi dari sikap istri yang ingin mempertahankan
perkawinannya yang terdapat pada petikan kesempatanku untuk selalu mencintaimu
merupakan wujud ketegaran hati dari tokoh perempuan sebagai seorang istri meski
mendapatkan perlakuan buruk dari sang suami ia sangat ingin mempertahankan
perkawinannya karena dasar cinta, perlakuan buruk yang didapati tokoh sebagai seorang istri
terdapat pada petikan desirkan harap dalam darah yang dapat dimaknai sebagai harapan sang
istri agar sang suami dapat berubah menjadi baik. darah merupakan simbol dari perjuangan
yang penuh dengan rintangan sebagai representasi keinginan istri dalam mempertahankan
perkawinannya.

Ekspanasi:

Pada Puisi Selalu merupakan gambaran ketegaran seorang perempuan sebagai


seroang istri dalam mempertahankan perkawinannya. Terdapat adanya praktek budaya
patriarki yang berupa kekerasa dalam rumah tangga yang dilakukan oleh seorang suami
kepada istrinya. Penyair memberikan pesan tersirat kepada pembacanya bahwa dalam rumah
tangga untuk menciptakan rasa harmonis hendaknya saling bersikap menyayangi dan saling
mengerti. Perempuan adalah makhluk yang memiliki sifat kelembutan dan ketulusan
sehingga sudah sewajarnya lelaki sebagai seorang suami hendaknya bersikap baik dan
menjaga istrinya dengan penuh rasa cinta.

Puisi Rumah Batin


Karya Fatin Hamama

Melalui hidup penuh liku


Ku carimu dalam diam mata batin
Sepenggal bulan di langit tinggi memberiku
Bimbang dari pagi ke pagi

Ufuk merah menunda harapan yang pergi


Sebenarnya kita tak saling sapa dalam hati
Ku jemu berkata-kata sendiri
Menanam inti pada dalam gemuruh luka
Semakin ku tekan, semakin membisik
Semakin terus semakin membiak
Lalu kau di mana?
Tak datang tak pulang pada rumah
Batin yang kita bangun
Pintu-pintunya terkuak lantai bersatu luka
Tak siapa mengetuk tak siapa masuk
Sedang aku di tangga menunggu

Deskripsi:

Fatin Hamama merupakan penyair kelahiran Padangpanjang, Sumatra Barat pada


tanggal 15 November 1967. Fatin merupakan penyair yang dikenal karena kerapkali menulis
puisi-puisi relijius, ia menggeluti dunia sastra sejak masih duduk di bangku sekolah dasar dan
telah berkalai-kali memenangi lomba cipta dan baca puisi. Fatin Hamma menyelesaikan
pendidikannya di Universitas Al Azhar, Kairo mesir pada tahun 1995 lalu aktif kembali
mengikuti forum serta berbagai even sastra. Fatin Hamama juga aktif mengikuti organisasi
dan menjadi pengurus Komunitas Sastrawan Indonesia. Karya-karyanya antaralain Haluan,
Pepyrus, Semangat, dan Singgalang.

Puisi Rumah Batin karya Fatin Hamama merupakn puisi yang tidak terlepas dari
unsur religi dari sang penyair sendiri. Pulisi yang terdiri dari dua bait ini ditulis menggunakan
gaya bahasa yang unik karena adanya campuran bahasa melayu dan bahasa Indonesia.
Melalui puisi tersebut penyair ingin menyuguhkan mengenai kegelisahan batin atas

Ideologi

Pada puisi Rumah Batin terdapat adanya ideologi Tubuh dan seksualitas perempuan, yang
menunjukan adanya sisi kelembutan pada sikap perempuan. Ideologi tersebut ditanamkan
oleh penyair melalui petikan larik berikut.

Melalui hidup penuh liku


Ku carimu dalam diam mata batin
Sepenggal bulan di langit tinggi memberiku
Bimbang dari pagi ke pagi

Pada petikan puisi tersebut terdapat adanya sisi kelembutan yang ditonjolkan penyair melalyi
bait sajak-sajaknya seperti pada bimbang merupakan sikap yang kerapkali hadir pada diri
perempuan sebagai sebab dari gejolak batin terhadap sesuatu yang dicintainya. Penyair
menggambarkan tokoh perempuan sebagai seorang yang mencintai kekasihnya. Selain itu
petikan melalui hidup penuh liku merupakan gambaran atas perjuangan perempuan dalam
mempertahankan perasaannya kepada kekasihnya yang tidak acuh. Hal tersebut digambarkan
melalui petikan puisi berikut.

Sebenarnya kita tak saling sapa dalam hati


Ku jemu berkata-kata sendiri
Menanam inti pada dalam gemuruh luka
Semakin ku tekan, semakin membisik
Semakin terus semakin membiak
pada petikan tersebut merupakan wujud penolakan sang kekasih terhada tokoh perempuan
yang memiliki perasaan. Kepenolakan tersebut terdapat pada larik sebenarnya kita tak saling
sapa dalam hati. Selain itu juga gambaran patriarki juga terdapat pada petikan larik tersebut,
dalam kehidupan masyarakat ketika perempuan memiliki perasaan kerapkali ditahan dalam
batinnya karena dianggap sesuatu hal yang tabuh karena seharunya pria lah yang harus
mengungkapkan kepasa seorang perempuan.

Eksplanasi:

Penggambaran sikap perempuan sebagai seorang yang kerapkali memilih untuk


memendam perasannya karena menyatakan perasaan adalah sesuatu hal yang tabuh dalam
budaya patriarki. Dalam puisi Rumah Batin penyair mengkritisi mengenai pola perilaku
tersebut yang memojokan perempuan dalam posisi yang domestik. Masih adanya pola
pemikiran bahwa lelaki menang dalam hal memilih sedangkan perempuan berada posisi
sebagai pihak yang menang dalam menerima. Melalui ideologinya penyair ingin
menyampaikan sejatinya perempuan harus memiliki kekuatan batin dan moral dalam
mengungkapkan perasaan sebagai suatu hal yang feminis.
NYANYIAN KARTUN
Endang Susanti Rustamaji

Kita berumah di negeri dongeng. Ruhmu bangkit


Dari Geliat Waktu. Lewat Bahasa Kabut dan
Bunga bunga, aku mengenalmu. Saat Peri-Peri
Mungil melakukan Elegi: Cinta Yang Mati. Lalu
Kita meneliti Pelangi. Sesekali tergelincir dan
Bangun lagi.

TAK PERLU Sayap Kupu-Kupu! Ruhmu terbang di


Awang-Awang. Benih Benih Sejarah kautaburkan:
Jadi Angka, Warna Warni serta Gugus Cahaya
Meski Peri-Peri telah pergi, membalik Malam
Menjadi pagi. Kita berdiri. Belajar menyapa
Embun dan Matahari

Di SELA Gumpalan Mega, Musim Musim Menua. Engkau


Sering menjadi Bola Salju. Menggelinding
Sesekali melintasiku. Menyisakan Kenang

BERWAKTU-WAKTU kucatat Kemenangan dan Dongeng


Pucat, kekalahanmu. Bahkan Suatu Hari: Getar
Angin terbalut Requiem, kematianmu. Tapi aku
Tak punya Airmata. Malam hari kuubah ia Api
Bagi Lilin dan Kepekatan. Kini kujadikan
Bumi. Yang kugali, kutanami Puisi.

Deskripsi:

Endang Susanti Rustamaji merupakan seniman sekaligus guru kelahiran


Gunungkidul, Jogjakarta pada 24 April 1971. Endang telah banyak melahirkan karya-karya
sastra seperti cerpen dan puisi dengan ciri khas yang menyuarakan kesetaraan hak dengan
kaum laki-laki. Endang pernah belajar pada Emha Ainun Nadjib maupun Iman Budhi santosa
menganai dunia kesusastraan. Menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta dan
aktif sebagai anggota Sanggar Mitra Lirika. Endang Susanti telah banyak meraih
penghargaan yang telah ia peroleh seperti halnya; Lomba Penulisan Cerpen Nasional Tahun
1990, juara 2 Lomba Penulisan Puisi Hutan dan Lingkungan yang diselenggarakan oleh
Yayasan Eboni pada tahun 1991.
Puisi Nyanyian Kartun karya Endang Susanti Rustamaji merupakan puisi yang
ekspresif dan menggunakan pilihan kata yang lekat dengan alam. Penyair menggunakan gaya
bahasa metafor untuk dapat menciptakan sesuatu yang estetik sebagai jalan puitiknya. Puisi
yang terdiri dari empat bait tersebut diciptakan penyair dalam mengungkapkan luapan
kegundahan sebagai wahana untuk melahirkan interpretasi yang baru kepada pembaca dalam
memaknai pesan tersirat pada puisinya tersebut. Kesadaran penyair mengenai kesetaraan
dengan kaum lelaki bagi perempuan merupakan sesuatu yang mesti diperjuangkan. Melalui
petikan puisi tersebut penyair menggambarkan mengenai sikap ketegaran dan keteguhan
perempuan dalam menghadapi persoalan-persoalan yang melingkupi kehidupannya.

Ideologi:

Pada puisi Nyanyian Kartun karya Endanf Susanti Rustamaji terdapat adanya ideologi
perempuan sebagai seorang istri, di mana perempuan memiliki sifat ketegaran dan kesabaran
ketika telah ditinggal suaminya sehingga mampu membentuk perempuan menjadi pribadi
yang tegar dan kokoh dalam menghadapi persoalan hidup sendiri tanpa adanya pendamping.
Melalui ideologi yang diperjuangkanya penyair menggambarkan sejatinya perempuan
bukanlah makhluk yang emosional melainkan perempuan adalah makhluk yang memiliki
spiritualitas yang tinggi dan mencapai derajat sabar. Seperti yang tergambar pada petikan
puisi berikut.
Kita berumah di negeri dongeng. Ruhmu bangkit
Dari Geliat Waktu. Lewat Bahasa Kabut dan
Bunga bunga, aku mengenalmu. Saat Peri-Peri
Mungil melakukan Elegi: Cinta Yang Mati. Lalu

Pada petikan puisi tersebut terdapat adanya gambaran mengenai sifat khas perempuan
sebagai media untuk memperjuangkan ideologinya yang direpresentasikan pada simbol-
simbol seperti berumah, kabut, bunga bunga, dongeng dan peri-peri. Kerapkali masyarakat
menyoroti sifat khas perempuan sebagai keindahan rohani yang meliputi kelembutan, sabar,
kasih sayang terhadap sesama. Pada puisi Nyanyian Kartun penyair menggambarkan citra
tokoh perempuan tersebut sebagai sosok yang merindukan suaminya yang telah tiada. Kita
berumah di negeri dongeng merupakan gambaran mengenai kenangan kebahagiaan bersama
sang suami dongeng merupakan simbol kebahagian dan impian. Serta kosakata Ruhmu
bangkit merupakan gambaran mengenai kerinduan akan sosok sang suami yang telah tiada.
TAK PERLU Sayap Kupu-Kupu! Ruhmu terbang di
Awang-Awang. Benih Benih Sejarah kautaburkan:
Jadi Angka, Warna Warni serta Gugus Cahaya
Meski Peri-Peri telah pergi, membalik Malam

Pada petikan puisi tersebut merupakan wujud kerinduan tokoh perempuan yang sangat
menyayangi suaminya. Ruhmu terbang di awang-awang merupakan representasi dari
kepergian sang suami yang meninggal. Selain itu benih benih sejarah merupakan representasi
dari kenangan yang ditinggalkan suami kepada istrinya. Melalui penggambaran pada bait-bait
tersebut dapat ditemui bahwasannya perempuan diberikan kelebihan oleh Tuhan atas
perasaan yang lebih peka daripada lelaki sehingga kepekaan yang dimiliki oleh perempuan
menjadikaan perasaan dalam dirinya beranggapan bahwa setiap orang perlu disayangi,
dikasihi, dan dilindungi. Penyair membangun citra perempuan di dalam puisi tersebut dengan
penuh ekspresif, di mana sang tokoh mencoba tegar atas kepergian sang suami seperti halnya
terdapat pada petikan puisi berikut.

Pucat, kekalahanmu. Bahkan Suatu Hari: Getar


Angin terbalut Requiem, kematianmu. Tapi aku
Tak punya Airmata. Malam hari kuubah ia Api
Bagi Lilin dan Kepekatan. Kini kujadikan

Penyair memberikan pesan tersirat di dalam petikan puisi tersebut bahwasanya perempuan
haruslah tetap tegar dalam menjalani kehidupan meski tanpa adanya orang terkasih.
Perempuan bisa bangkit dan menjadi tangguh dengan cahayanya sendiri sehingga
menjadikannya pahlawan dengan kelembutan hati meskipun diterjang oleh rasa kehilangan
seseorang yang dikasihi, hal tersebut disampaikan penyair melalui representasi pada petikan
puisi tapi aku tak punya airmata. Malam hari kuubah ia api bagi lilin dan kepekatan.
Requeim merupakan prosesi pemakaman seseorang yang menjadikan jiwanya kekal dalam
kedamaian, sebagai simbol yang digunakan penyair untuk menggambarkan perpisahan
terhadap sang suami.

Eksplanasi:

Kasih sayang merupakan sifat yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia dan
menjadikannya sebagai kodrat yang dimiliki manusia. Dalam hal kasih sayang perempuan
lebih terbuka hatinya untuk orang lain sehingga lebih perasa dalam hal mengasihi. Melalui
puisi Nyanyian Kartun karya Endang Susasanti Rustamaji terdapat adanya ideologi
perempuan sebagai seorang istri yang disisipkan penyair melalui sajak-sajaknya. Penyair
membangun citra perempuan sebagai seorang istri yang mencoba tegar dalam menghadapi
kenyataan bahwa ia harus ditinggalkan sang suaminya yang menuju keabadiaan. Selaras
dengan hal tersebut penyair ingin menyampaikan pesan terhadap pembaca bahwa kasih
sayang perempuan merupakan sesuatu yang istimewa yang telah dianugerahkan Tuhan
kepadanya yang disertai dengan pengorbanan dan penyerahan diri,

Puisi yang diciptakan dengan majas metafor mampu mengajak pembaca untuk lebih
dalam menyelami tiap-tiap baitnya agar memperoleh makna yang tersirat. Tidak terlepas juga
nilai religiusitas yang hadir akibat adanya jalan spiritual yang ditempuh penyair melalui
penggambaran pada citra perempuan tersebut berhasil menghadirkan nuansa perenungan
terhadap permasalahan yang dialami perempuan yang menyangkut hubungan antara lelaki
dengan perempuan sebagai suami istri. Berdasarkan kenyataan tersebut penyair secara sadar
telah menuangkan kegelisahan dan kegundahannya yang dikonvensikan dengan imajinasi
mengenai bagaimana semestinya perempuan ketika menghadapi persoalan tersebut.

NOMINALISASI

Kini Aku Mengerti

Faradina Idzhihary

Berpuluh tahun lalu


Suka akan membantah nasihatmu
Mengumbar amarah di belakang punggumu
Sehabis mendengar amarahmu atas kenakalanku
Kenapa tak boleh begini, tak boleh begitu?

Hampir tengah malam


Anak lelakiku belum juga lelap
Ia seperti jari jemari membuka diary
Yang suka dibacakan ibu dalam ceritannya
Tentang masa kecilku
Betapa sering larut malam aku masih terjaga
Meminta ibu mendongeng dan bersenandung
Tentang cinnderella

Ibu juga mengulang-ulang


Betapa aku paling suka memanjat
Pohon jambu dan kelapa gading di depan rumah
Sepulang sekolah
Ketika hari gerah

Si kecil mengapa seperti tokoh dalam cerita ibu?

Ia juga membuatku belajar menerima


Saat ia berak dan kencing di celana
Meski kantuk mesra mendekap mata
Ia juga membuatku gelisah
Jika marah-marah
Ah, semoga ia sabar seperti neneknya
Bukan seperti aku

Bel berdentang satu kali


Tiba-tiba pada ibu aku rindu sekali
Ibu, ajari aku sabar seperti engkau
Mengahadapi kenakalan kami anak-anakmu
2010

Deskripsi:

Faradina Idzhihary memiliki nama asli Istiomah, lahir pada 7 Juli 1971 serta telah
menyelesaikan program pendidikan S1 Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 1993 di IKIP
Malang dan juga melanjutkan pendidikan S2 Manajemen Pendidikan di Universitas Malang.
Faradina merupakan guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Batu Jawa Timur, pernah
mendapatkan beasiswa PMPTK dan BPKLN sehingga ia dapat mengikuti perkuliahan
Quality Assurance for Education selama satu semester di National Technologi University. Ia
gemar dalam membaca buku terutama puisi karya Emha Ainun Nadjib dan bagi Ferdina ibu
adalah sumber inspirasi sekaligus cinta yang tak pernah sudah.
Puisi Kini Aku Mengerti karya Faradina Idzhihary merupakan puisi yang lekat akan
atmosfir kerinduan yang dilahikan penyair sebagai hasil konvensi gumpalan kegelisahannya
dengan pengalamannya. Melalui puisi tersebut penyair melampiaskan segala curahan hati
sebagai seorang anak yang merindukan sosok ibu karena telah memberikan cinta dan kasih
sayang kepadanya sehingga menjadikan ibu bagi penyair adalah sumber inspirasi. Hal lain
yang dapat dipetik dari puisi Kini Aku Mengerti adalah kehadiran bahasa perempuan yang
ekspresif dan artifisial yang disampaikan secara metaforis dan simbolik sebagai bagian
kekayaan pribadi yang khas dari perempuan.

Ideologi:

Terdapat adanya ideologi perempuan sebagai seorang ibu di mana pada puisi tersebut
menggambarkan perempuan sebagai sosok pendidik, pendamping, peraduan, dan penuntun
bagi kehidupan dan keimanan anak-anaknya. Hal tersebut dapat dicermati melalui petikan
puisi berikut.
Suka akan membantah nasihatmu
Mengumbar amarah di belakang punggumu
Sehabis mendengar amarahmu atas kenakalanku
Pada petikan puisi tersebut merupakan gambaran atas sikap dan perilaku perempuan sebagai
ibu yang sadar akan pentingnya membangun karakter anak-anaknya agar menjadi lebih baik
di masa depan. Suka akan membantah nasihatmu merupakan representasi dari sosok
perempuan sebagai ibu yang kerapkali memberikan nasihat kepada anaknya sebagai rasa
kasih sayang dan cinta. Selain itu amarahmu atas kenakalanku adalah wujudu kekhwatiran
seorang ibu yang memiliki pandangan akan pentingnya nilai moral anak yang harus terus
diasah agar nantinya berguna di kehidupan sosial. Penyair membangun karakter sosok
perempuan sebagai ibu melalui kenangannya sewaktu masih kecil, terlihat pada petikan puisi
berikut.
Hampir tengah malam
Anak lelakiku belum juga lelap
Ia seperti jari jemari membuka diary
Yang suka dibacakan ibu dalam ceritannya
Tentang masa kecilku
Aku lirik pada petikan puisi tersebut merupak gambaran anak yang merindukan sosok
seorang ibu yang dahulunya kerapkali membacakan dongeng sebelum tidur yang merupakan
wujud kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Penyair secara sadar mengahadirkan
mengenai petingnya kasih sayang terhadap anak yang dapat menimbulkan ketergantungan di
antara mereka. Ketergantungan tersebut mampu menciptakan hubungan yang kuat secara
biologis atas tanggung jawab dalam pengasuhan seorang anak seperti tergambar pada petikan
yang suka dibacakan ibu dalam ceritannya, tentang masa kecilku. Selain itu adanya praktek
budaya masyarakat patriarki menciptakan ideologi yang menganggap bahwa perempuan lah
yang lebih pantas dalam hal mengasuh anak seperti pada petikan puisi berikut.
Ia juga membuatku belajar menerima
Saat ia berak dan kencing di celana
Meski kantuk mesra mendekap mata
Ia juga membuatku gelisah
Praktek yang patriarki yang mengakar di dalam kehidupan masyarakat seperti halnya
pandangan bahwa pengasuhan lebih cocok dilakukan seorang perempuan sehingga
pandangan tersebut memberikan perempuan sebagai seorang ibu tugas baru guna menjaga
tradisi dan memelihara nilai-nilai dari satu generasi ke genarasi berikutnya yang tergambar
pada Ia juga membuatku belajar menerima hal tersebut akan mendorong seorang ibu untuk
mensosialisasikan nilai-nilai melalui larangan dan nasihat.

Eksplanasi:

Pada puisi Kini Aku Mengerti karya Faradina Idzhihary merupakan gambaran akan
kesadaran penyair mengenai pentingnya kasih sayang yang tulus terhadap seorang anak
sebagai alat untuk membentuk karakter seorang anak menjadi lebih baik. Penyair
menyuguhkan pengalaman sebagai seorang anak dan berhasil mengeksplorasi pengalaman
tersebut untuk dijadikan pembelajaran baginya dalam menjalankan peran sebagai seorang
ibu. Ketangkasan penyair yang berhasil menyadari nilai-nilai yang terkandung di dalam
perilaku seorang ibu ketika mengasuh dan mendidik seorang anak dapat ia ubah sebagai
pesan dan ideologi tersendiri agar nantinya pembaca dapat memetik pesan tersirat itu sebagai
sesuatu yang berharga dan penting untuk diingat.
Tak hanya pesan dan pengalaman yang berhasil disulap penyair menjadi sebuah
pembelajaran berharga akan tetapi terdapat adanya praktek budaya patriarki di dalamnya
yang menganggap perempuan adalah makhluk yang sangat cocok dalam mendidik dan
mengasuh seorang anak. Hal tersebut menjadikan beban terbaru bagi perempuan sebagai
seorang ibu untuk mengorientasikan nilai-nilai dan norma kebaikan kepada anak melalui
nasihat dan larangan. Masayarakat masih berpandangan bahwa kondisi kedekatan seorang
anak dan ibu yang tercipta melalui faktor bilogis merupakan sesuatu alat yang tepat dalam
melaksanakan kepengasuhan dan beranggapan melalui hal tersebut perempuan lebih baik
dalam mengasuh seorang anak.
KETRANSITIFAN

UNTUK SUAMIKU
Dianing (2000)

Aku cari kau di rak buku-buku yang kian tua


Hanya sebuah debu mengoyak namamu
Semakin lelah aku mencari
Ke lorong-lorong lengkung alis matamu
Semakin lelah aku mencari
Hingga ke parit kecil serta gang-gang
Pada cuacamu ada tsunami menggoyang
Kau terhempas
Di karang ini pernah kau singgah bersamaku
Beabad-abad lamanya

Aku cari kau di rak-rak buku yang kian tua


Hingga ke ketiak zaman dan kelangkang masa
Suamiku
Ingin kugenggan kembali hakikimu
Sementara ubun-ubun kota aku telajangi
Hingga lorong-lorong itu buntu wajah ibu kian menjelma
Walau bunyi-bunyi tlah aku cipta
Mesin ketik
Gendhing-gendhing, angklung hingga guitar
Tiada hasil
Karena rindu itu kian terpintal

Aku ingat ibu


Ingat gemeruh ombak di laut
Yang sarat makna

Rumah
Betapa kau kukuh
Melumatkan segala keangkuhan

Deskripsi:

Dianing Widya Yudistira merupakan penyair sekaligus penulis kelahiran Batang,


Jawa Tengah pada tanggal 6 April 1974. Ia mengawali debut sebagai seorang penulis puisi,
resensi, dan cerpen sejak 1992, serta karya-karyanya telah dipublikasihkan di berbagai media
massa antara lain The Jakarta Post, Horison Wawasan, Suara Merdeka, Nova, dan masih
banyak lainnya. Dianing telah banyak memperoleh penghargaan, tahun 1996 Dianing
diundang untuk mengikuti Mimbar Penyair Abad 21 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Serta
diundang Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 200 guna membacakan puisi dalam forum
Temu Sastra Jakarta. Karya-karya Dianing antara lain Forum Pesta Penyair Jawa Tengah
1993, Dari Negeri Poci II 1994, Dari Negeri Poci III tahun 1996, kicau Kepodang IV tahun
1997, Antologi Puisi Indonesia tahun 1998, Kiara I tahun 2000, Kiara II tahun 2003,
Mahaduka Aceh tahun 2005.
Puisi Untuk Suamiku merupakan puisi yang menggambarkan persoalan perempuan di
sekitar area domestik, di mana penyair mengungkapakan kegelisahan dan kerinduan terhadap
sosok lelaki sebagai suaminya. Melalui penggambaran kegelisahan yang dibalut dengan
metafor oleh penyair, puisi tersebut mengorientasikan mengenai kehidupan perempuan yang
menuju konsep ideal yaitu untuk memperoleh kehidupan yang bahagia bersama pasangan dan
merupakan upaya untuk selalu mencari makna dari upaya membangun diri. Maka dari itu
permpuan secara sadar akan mencari makna kehadirannya dengan mencari hubungan dengan
sesama manusia seperti halnya lawan jenis. Melalui puisi yang berjudul Untuk Suamiku
penyair menyuguhkan kepada pembaca mengenai sifat kelembutan dan kasih sayang yang
ada pada perempuan sebagai bagian intergal dalam membangun keluarga.

Ideologi:

Pada puisi Untuk Suamiku terdapat adanya ideologi perempuan sebagai istri. Citra
perempuan yang dibangun dalam puisi tersebut merupakan perempuan yang merindukan
sosok suaminya. Melalui ideologi tersebut penyair menyuguhkan mengenai persoalan pelik
perempuan yang tidak mampu dalam melaksanakan peran tersebut secara seimbang karena
adanya keresahan dalam diri yang menimbulkan efek negatif dalam kehidupannya. Hal
tersebut dapat diamati melalui petikan puisi berikut.
Aku cari kau di rak buku-buku yang kian tua
Hanya sebuah debu mengoyak namamu
Semakin lelah aku mencari
Ke lorong-lorong lengkung alis matamu
Semakin lelah aku mencari

Pada petikan puisi tersebut merupakan gambaran mengenai keresahan yang menyelimuti diri
perempuan serta efek negatif yang di utarakan melalui kosakata semakin lelah aku mencari.
Hal tersebut juga menandai adanya gambaran akan tingkah laku dan mental spiritual
perempuan yang menjadi wajah dari ciri khas perempuan pada kosakata Iaku cari kau, ke
lorong-lorong. Penyair menggambarkan tokoh perempuan pada puisi tersebut sebagai istri
yang merindukan suaminya, kerinduan yang hadir bukan tanpa sebab melainkan sebagai
wujud sikap rohani perempuan yang menjadi sorotan di dalam kehidupan. Terlihat pada
petikan puisi Di karang ini pernah kau singgah bersamaku, Berabad-abad lamanyan
merupakan representasi dari rasa kerinduan akan masa-masa indah yang pernah dilalui
bersama suami.
Walau bunyi-bunyi tlah aku cipta
Mesin ketik
Gendhing-gendhing, angklung hingga guitar
Tiada hasil
Karena rindu itu kian terpintal
Pada petikan puisi tersebut terdapat adanya latar belakang penyair yang disisipkan di dalam
bait-baitnya pada kosakata mesin ketik yang menyuguhkan identitas dari penyair sendiri.
Melalui petikan puisi tersebut penyair juga memberikan pesan tersirat kepada pembaca
bahwasanya perempuan haruslah bersikap dewasa dalam menyikapi persoalan hidup, dengan
kedewasaan maka akan mampu membuat seseorang menjadi mandiri sehingga mampu
mengatur hidup agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu juga ketegaran
perempuan digambarkan penyair melalui petikan puisi berikut
Rumah
Betapa kau kukuh
Melumatkan segala keangkuhan

Petikan puisi tersebut merupakan gambaran ketegaran yang dimiliki oleh perempuan, penyair
secara sadar membubuhkan ideologinya bahwa perempuan merupakan makhluk yang kuat
dan menepis anggapan sebagaian orang yang memandang bahwa perempuan sebagai
makhluk yang emosional, rentan, dan lemah. Bagi penyair sendiri pandangan tersebut tidak
sepenuhnya benar karena menurutnya perempuan memiliki spiritualitas yang baik sehingga
konsisten pada apa yang dianggapnya sebagai kebenaran, seperti tergambar pada kosakata
rumah, betapa kau kukuh merupakan wujud konsistensi dari perempuan atas perasaan serta
kukuh merupakan simbol ketegaran perempuan dalam mengahdapi persoalan.

Eksplanasi:

Pada puisi Untuk Suami karya Dianing Widya Yudistira penyair membubuhkan
ideologinya sebagai sesuatu sanggahan terhadap anggapan kepada kaum perempuan bahwa
selalu mengedepankan emosional dan sebagai makhluk yang lemah dan rentan. Melalui
sajak-sajaknya penyair memberikan gambaran mengenai persoalan pelik perempuan yang
tidak mampu dalam melaksanakan peran tersebut secara seimbang karena adanya keresahan
dalam diri yang menimbulkan efek negatif dalam kehidupannya, keresahan dalam diri
tersebut merupakan wujud kehilangan dan kasih sayang perempuan terhadap pasangannya.
Akan tetapi melalui ideologinya penyair menyisipkan pesan tersirat sejatinya perempuan
harus tetap bisa melaksanakan perannya sebagai istri meskipun merasakan kegundahan
karena kehilangan sosok suami yang dicintainya. Bagi penyair dengan sikap kedewasaan
maka seorang perempuan akan dapat mandiri dan kemandirian tersebut akan berimbas
kepada tubuhnya sehingga menjadikannya lebih baik dalam menyikapi persoalan-persoalan.
Sifat ketegaran dan kesabaran perempuan cenderung berada pada penerimaan dan
polah tingkah laku mengalah, bagi penyair melalui puisi tersebut kesabaran merupakan sifat
tenang yang mampu membentuk pribadi yang kokoh dan tegar. Citra perempuan yang
dibangun pada puisi tersebut merupakan perempuan yang tegar dan tetap kokoh meskipun
adanya ketidaksanggupan dalam menjalankan peran di tengah kemelut rumah tangga akibat
ditinggalkan sosok suami.

Cenderakasih

Idah munira abu bakar


Malaysia

Bibirkan senyummu
Kala kuselak kenangan dulu
Suria celikkan daku
Sedar saat begitu laju
Dan kita pun maju
Di tahun-tahun hemah
Mengucap kasih ketemu.
Tak tergapai si murni angin
Tak terucap kalbuku padamu
Setia yang berlngsung lama
Hujan hikmah rindu terindah
Salam anugerah

Ada bintang mengenyit


Tiba tersenyum kerlip
Ini cenderacintaku!

21 Januari 2007

Deskripsi:

Ida Munira Abu Bakar merupakan penyair sekaligus penulis kelahiran Negeri
Sembilan. Ia telah menyelami dunia kepenulisan sejak usia 14 tahun dengan menulis puisi.
Ida mendapatkan gelar Diploma Komunikasi Massa (kewartawanan) di Universitas
Teknologi Mara (UiTM) dan ia juga bekerja sebagai seorang editor. Puisi dan cerpen
karyanya telah dimuat di media massa seperti majalah terbit Karangkraf, DBP dan juga
Suratkabar. Karya Ida Munira antara lain antologi puisi Pendatang Malam, novel Hostel,
antologi puisi Apas dan Sajen, cerpen Salju Jabal Musa, antologi Puisi Laut, dan antologi
puisi Tunas Jiwa.
Puisi Cenderakasih karya Ida Munira ditulis menggunakan bahasa Melayu, puisi
tersebut menggambarkan mengenai rasa cinta dan kerinduan seorang perempuan terhadap
kekasihnya. Melalui puisi Cenderakasih yag terdiri dari empat bait, penyair menggambarkan
mengenai ciri khas sifat perempuan yang lekat akan kasih sayang dan kelembutan.
Cenderakasih sendiri merupakan simbol dari kemurahan dan ketulusan yang dimiliki
seseorang yang diberikan terhadap sesamanya. Citra perempuan yang memiliki rasa kasih
yang tulus mampu dihadirkan penyair sebagai gambaran mengenai kelebihan dan anugrah
dari Tuhan.
Bibirkan senyummu
Kala kuselak kenangan dulu
Suria celikkan daku
Sedar saat begitu laju
Pada petikan puisi tersebut merupakan representasi dari kelembutan dan ketulusan hati
perempuan yang begitu mencintai sang kekasihnya. Bibirkan senyummu merupakan simbol
keromantisan yang melekat pada hubungan perempuan dan lelaki sebagai media untuk
memberikan kasih sayang terhadap sesamanya.

Ideologi:

Puisi Cenderakasih karya Ida Munira terdapat adanya ideologi Tubuh dan Seksualitas
perempuan yang menggambarkan mengenai sifat kelembutan yang melekat pada perempuan.
Melalui ideologi tersebut penyair memperjuangkan ciri khas perempuan yang identik dengan
kasih sayang dan kelembutan yang diberikan oleh yang Maha Kuasa. Hal tersebut terdapa
pada petikan puisi berikut.
Setia yang berlngsung lama
Hujan hikmah rindu terindah
Salam anugerah
Terdapat adanya sifat sabar perempuan yang direpresentasikan pada kosakata setia yang
berlangsung lama yang menandakan bahwasanya perempuan cenderung memiliki pola
tingkah laku yang lebih menerima serta mengalah. Di dalam kehidupan sosial sifat sabar
tidak dimiliki oleh setiap orang, hanya orang tertentu saja yang memiliki sifat tersebut
sehingga dapat menjadikan kepribadian seseorang menjadi kokoh dan tegar ketika meghadapi
suatu persoalan, Penyair menyisipkan ideologinya tersebut melalui frasa-frasa salam
anugerah, rindu terindah, bibirkan senyummu, mengucap kasih, dan ini cenderacintaku
sebagai simbol dari ciri khas keindahan perempuan.
Ada bintang mengenyit
Tiba tersenyum kerlip
Ini cenderacintaku!
Pada data tersebut merupakan gambaran mengenai sifat lembut dan kepekaan yang ada pada
perempuan. Kerapkali masyarakat memiliki pandangan bahwasanya sifat lembut yang khas
pada perempuan harus ditunjang oleh tradisi masyarakat sehingga menuntut sifat tersebut
harus dikembangkan pada diri perempuan. Selain itu juga melalui puisi tersebut penyair
menyuguhkan gambaran mengenai manusia sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan antara satu sama yang lainnta sehingga menjadikan manusia sebagai mahluk
yang tidak dapat hidup sendiri dan harus memiliki pasangan seperti hubungannya dengan
interaksi lingkungan sekitarnya.

Eksplanasi:
Pada puisi Cinderakasih karya Ida Munira terdapat adanya ideologi tubuh dan
seksualitas perempuan yang dijadikan penyair untuk memperjuangkan perempuan sebagai
makhluk yang lebih peka daripada lelaki. Penyair menyuguhkan ciri khas perempuan melalui
sajak-sajak metafornya sehingga menciptakan kesan estetik dan nuansa romantis. Kepiawaian
penyair dalam mengolah gaya bahasa mampu menghadirkan atmosfir kelembutan pada diri
perempuan sebagai mahluk yang identik dengan kasih sayang.
Kasih sayang merupakan sifat yang dianugrahkan oleh Tuhan kepada manusia sebagai
alat untuk saling mengharagai terhadap sesamanya. Melalui kasih sayang juga manusia dapat
merasakan menganai kelembutan, keindahan, bahkan juga rasa kehilangan. Oleh sebab itu
penyair mencoba untuk tetap menghadirkan kasih sayang dengan mengokonvensikannya ke
dalam bahasa yang dapat dipahami agar para pembaca dapat mengerti akan keindahan rohani
yang dimiliki semua manusia.

Raihani Mohd Saaid


SIEW SEW LAN (Malaysia)

Kemiskinan mengajariku supaya tidak merindu


Kami melawan tirani
Supaya dapat hidup di ruang yang tersisa ini
Adik-adikku kelaparan
Kawanku ditembak semasa melaungkan kebenaran.

Dengan urat berani yang melingkar


Aku merampas mayat kawanku
Untuk kuberikan penghormatan terakhir
Selaykanya seorang pejuang
30 ribu lagi kawan-kawan kami
Berhimpun dengan darah sama gelegak
Meruntuhkan langit dan mendidihkan bumi.

Deskripsi:

Raihani Mohd. Saaid merupakan penyair perempuan asal Malaysia yang lahir pada
tanggal 12 Juni 1979 di Kuala Lumpur. Ia merupakan lulusan Akademi Seni Kebangsaan di
bidang Seni Persembahan dan sedang melanjutkan di Akademi Pengajian Melayu,
Universitas Malaya. Karya-karyanya telah disiarkan di Dewan Sastera, Dewan Budaya,
Dewan Siswa, Tunas Cipta, Berita Minggu, Mingguan Malaysia dan masih banyak lainnya.
Selain itu juga Raihani Mohd. Saaid telah banyak memperoleh berbagai penghargaan di
antaranya Sayembara Penulisan ITBM-PENA-BH pada tahun 2013, menerima hadiah Sastra
Berunsur Islam 13 kategori lirik, empa kali memenangi Hadiah Sastera Perdana Malaysia
tahun 2002/2003, 2004/2005, 2008/2009 dan 2012, memenagi ajang Hadiah Sagu Hati
Pertandingan Menulis Novel Remaja DBP pada tahun 2007 dan masih banyak lainya.

Ideologi:

Terdapat adanya ideologi perempuan dalam kehidupan sosial yang menunjukkan adanya
kontribusi perempuan dalam kehidupan sosial dengan segala dampak dan akibat kegagalan
yang menyertai kehidupannya sehingga dapat dijadikan sebagai contoh dan panutan kepada
orang lain agar menuai keberhasilan. Penyair membangun citra perempuan aku lirik sebagai
perempuan yang menantang ketidakadilan terhadap kekuasaan tirani. Seperti halnya pada
petikan puisi berikut.
Kemiskinan mengajariku supaya tidak merindu
Kami melawan tirani
Supaya dapat hidup di ruang yang tersisa ini
Pada petikan puisi tersebut merupakan gambaran atas ketidakadilan yang menjadi persoalan
dalam dirinya. kemiskinan merupakan simbol yang dijadikan penyair untuk menanamkan
ideologinya sehingga mampu membawa pembaca untuk menyikapi permasalahan kemiskinan
tersebut. Kerapkali penguasa memberikan dan menawarkan pembangunan (janji) sebagai
upaya pendekatan kepada masyarakat kecil untuk menghapus kemiskinan namun hal tersebut
justru menjadi tawaran palsu yang terbukti tidak mampu mengubah keadaan yang telah
dijanjikan. Kami melawan tirani merupakan bentuk keteguhan sikap sang tokoh perempuan
yang dijadikan sebagai resistansi dalam menantang praktek tirani. Adanya praktek tirani
terdapat pada petikan puisi berikut.
Adik-adikku kelaparan
Kawanku ditembak semasa melaungkan kebenaran
Petikan tersebut merupakan representasi dari ketidakadilan atas hak masyarakat yang berada
di lingkup kekuasan tirani. Bilamana ditinjau dari kacamata kemajuan kelompok masyarakat
miskin kerapkali disebut sebagai masyarakat yang tidak maju oleh sebab itu faktor dari
sekian penyebab kemiskinan adalah karena adanya pembiaran-pembiaran yang dilakukan
oleh penguasa hal tersebut digambarkan pada petikan larik adik-adikku kelaparan. Penyair
menelanjangi penuh praktek tirani yang kerapkali menyudutkan masyarakat sebagai suatu
permasalahan sosial, melalui puisi ini penyair memperjuangkan hak-hak rakyat yang tertindas
dan sejatinya masyarakat miskin haruslah memperoleh perhatian dan bantuan dari pemerintah
dan justru bukan ditelantarkan. Selain itu sikap ditaktor dan otoriter penguasa digambarkan
melalui petikan larik kawanku ditembak semasa melaungkan kebenaran yang merupakan
tindakan yang dianggap pemerinta untuk mengamankan keudukannya. Kerapkali aktivis yang
menyuarakan kebenaran dianggap sebagai bentuk perlawanan pemerintah maka dengan
kekuasaan yang dimiliki pemerintah secara mudah dapat memberisihkan aktivis melalui
aparat keamanan.
Dengan urat berani yang melingkar
Aku merampas mayat kawanku
Untuk kuberikan penghormatan terakhir
Selaykanya seorang pejuang

Pada petikan puisi tersebut merupakan bentuk tindakan dalam melawan penguasa yang
otoriter dan tirani. Penyair memberikan pesan tersirat kepada pembaca bahwasanya
kebenaran merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan karena kebenaran adalah alat untuk
melawan ketidakadilan yang digambarkan penyair melalui petikan larik dengan urat berani
yang melingkar. Penguasa tirani untuk mempertahakan dominasi kekuatan elitnya akan
melakukan segala upaya seperti melakukan pembantaian, teror, intimidasi yang terus
dilakukan agar membungkam pemikiran kritis yang tidak sejalan hal tersebut tergambar pada
frasa mayat kawanku yang merupakan representasi dari tindakan kejam penguasa.

Eksplanasi:
Melalui puisi SIEW SEW LAN penyair secara sadar menelanjangi pratek tirani
penguasa yang membiarkan masyarakat terpinggir yang berada pada lingkup kemiskinan
sebagai upaya untuk mempertahankan dominasinya, selain itu upaya lain yang kerapkali
dilakukan adalah dengan menebar teror serta ketakutan untuk membungkam masyakarakat
kritis karena dianggap dapat membahayakan kedudukan mereka.
Menggunakan ideologinya penyair memperjuangkan bentuk ketidakadilan yang
selama ini dibungkam oleh kekuatan dari penguasa. Penyair berharap bahwa kebenaran
haruslah ditegakan dan diperjuangkan karena hal tersebut sebagai jalan dalam perjuangan
untuk mencegah kekuasan tirani. Selain itu juga kemiskinan merupakan permasalahan yang
harus diperhatikan pemerintah karena hal tersebut merupakan hak masyarakat memperoleh
bantuan agar dapat membukakan jalan kepada mereka agar bisa lepas dari belenggu
kemiskinan. Pada akhirnya penyair dapat mengajak pembaca untuk merefleksi pemikiran
agar sadar, sejatinya hak asasi manusia merupakan sesuatu yang harus dijunjung tinggi setiap
manusia oleh sebab itu segala bentuk penjajahan dari para penguasa harus disadari dengan
menumbuhkan pemikiran kritis sebagai landasan awal dalam bergerak kefase selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai