Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan karakter kini menjadi salah satu faktor terpenting untuk membentuk moral
para peserta didik di Indonesia. Dikutip dari Radar Kudus Jawapos, bahwasannya
pengembangan sikap siswa pada masa pandemi covid-19 mengalami banyak hambatan,
karena dunia pada umumnya mengalami perubahan kebiasaan atau kebudayaan yang sangat
mendasar. Guna menangkal perubahan kebudayaan dan perilaku para peserta didik pada saat
pandemi covid-19, penguatan kemampuan siswa dalam melakukan pendidikan yang
bernuansa pada nilai-nilai karkter dapat dijadikan sebagai refrensi yang penting untuk
mewujudkan perilaku kebiasaan yang baik pada semua pihak termasuk pada peserta didik
pada masa pandemi covid-19.

Penerapan pendidikan karakter mengalami hambatan dikarenakan adanya kebijakan


physical distaning yang mengakibatkan sekolah-sekolah diliburkan. Sehingga proses belajar
dan pembelajaran dilakukan secara daring. Maka peran orang tua turut besar untuk memupuk
konsep pendidikan karakter pada siswa. Penanaman pendidikan karakter pada peserta didik
pada waktu sekarang ini, dimana wabah covid 19 masih menjadi permasalahan utama pada
dunia, maka pendidikan karakter menjadi hal yang urgen.

Namun pada praktiknya, orang tua tidak dapat aktif membantu penanaman pendidikan
karakter peserta didik dikarenakan berbagai faktor hambatan. Dikutip dari Antara News,
Pengamat komunikasi Universitas Andalas (Unand) Najmuddin M Rasul, PH. D menilai
kasus-kasus yang membuat orang tua tidak bisa aktif membantu pendidikan anak saat
pandemi sangat banyak ditemukan. Sebagian besar alasannya adalah faktor pekerjaan yang
tidak bisa ditinggalkan.

Sejatinya di masa pademi covid-19 saat ini, peran orang tua menjadi penting dalam
mewujudkan keberhasilan pembelajaran maupun perubahan sikap yang dimiliki oleh peserta
didik. Hal tersebut dikarankan peran lembaga sekolah tidak dapat mendampingi secara
intensif dan proses pembelajaran hanya berlangsung secara daring. Pendidikan karakter pada
peserta didik tidak hanya teorientasi dalam menghafal materi dan menjawab soal-soal saja.
Penanaman pendidikan karakter haruslah mengacu pada norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat. Sehingga hal tersebut memerlukan adanya pembiasaan. Cahayani, dkk
(2019:12) mengatakan bahwa penanaman pendidikan karakter memerlukan pembiasaan
untuk berbuat baik, pembiasaan berbuat jujur, kesatria, malu berbuat curang, malu bersikap
jahat. Karakter tidak terbentuk secara instan, tetapi harus diatur secara serius dan proposional
agar mencapai bentuk dan kekuatan ideal.

Tak hanya pemberian wawasan menganai pola perilaku yang baik dalam
bermasyarakat, melainkan juga mengenai wawasan terhadap keadilan dan kesetaraan yang
merupakan gagasan dasar sebagai tujuan dan misi utama dalam peradaban manusia guna
mencapai keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pemberian wawasan
mengenai keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat kelak,
perlu diperkenalkan kepada peserta didik. Sehingga nantinya ketika peserta didik telah
kembali di masyarakat telah memahami bagaimana hak diri sendiri dan hak orang lain.

Saat ini, jumlah perempuan di Indonesia lebih banyak daripada jumlah laki-laki.
Menurut situs Merdeka.com jumlah laki-laki sebanyak 134.229.988 juta sedangkan
perempuan sebanyak 137.199.901 juta, berdasarkan sensus peduduk dan data adminitrasi
kependudukan di tahun 2020. Jumlah perempuan yang lebih besar dari pada laki-laki
merupakan bentuk potensi yang besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang lebih
berkualitas. Namun pada faktanya, di dalam masyarakat masih terdapat adanya
ketidaksetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Kerapkali perempuan mengalami
diskriminasi atas dirinya, sehingga pengenelan mengenai feminisme perlu diterapkan melalui
pendidikan karakter sehingga peserta didik menjadi paham dan mengerti tentang keadilan dan
kesetaraan.

Perjuangan untuk kesetaraan hak-hak perempuan belum selesai di masa saat ini. Ide
feminisme masih kerapkali mengalami penolakan-penolakan dari berbagai pihak di tengah
masyarakat. Meskipun feminisme mengalami kemajuan signifikat, masih ada penolakan
keras terutama dari kelompok-kelompok fundamentalis. Maka dari itu agar dapat berjalan
dengan baik untuk kedepannya, ide mengenai feminsme perlu diperkenankan melalui
pendidikan karakter sebagai sebuah sarana.

Pengenalan pendidikan karakter tidak hanya dilakukan secara formal, melainkan juga
dapat melalui kehidupan sehari-hari ataupun media komunikasi dan informasi. Media yang
dapat digunakan untuk memberikan wawasan informasi kepada peserta didik yakni melalui
film. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, yang membuat para
ahli film memiliki potensi untuk mempengaruhi membentuk suatu pandangan di masyarakat
dengan muatan pesan di dalamnya. Hal ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret
dari realitas di masyarakat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di
dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikanya ke dalam layar. Salah satu film yang
memuat nilai pendidikan karakter dari prespetif feminisme yakni film Moxie karya Amy
Poehler.

Film tersebut bergenre drama-komedi remaja berlatar sekolah ini dirilis pada Maret
2021 serta telah mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat. Film ini kental akan ide
feminiseme dan menceritakan seorang tokoh siswi perempuan di salah satu sekolah
menengah di Amerika Serikat. Ide gerakan feminisme muncul ketika, Vivian sebagai tokoh
gadis utama memulai perjuangannya untuk mengawali perubahan social di sekolahnya yang
dimana lingkungannya tidak sehat. Hal ini dapat dilihat dari perilaku kepada kepala sekolah
yang acuh terhadap protes seorang siswi baru yang merasa ditindas oleh teman laki-lakinya
yang merupakan salah satu siswa terkenal di sekolah itu. Terinspirasi dari masa lalu ibunya
dan seorang anak baru bernama Lucy yang juga seorang feminis, Vivian memulai pergerakan
sosialnya untuk menentang disksriminasi, subordinasi, dan seksisme yang merajalela di
sekolahnya.

Berdasarkan hal tersebut, film Moxie karya Amy Poehler tepat dijadikan sebagai
sebuah refrensi dalam mengenalkan pendidikan karakter dari prespektif feminisme di masa
pandemi. Sehingga peserta didik akan memahami bagimana berinteraksi sosial dengan lawan
jenisnya dan juga mengerti akan keadilan serta kesetaraan di lingkungannya. Hal ini
menjadikan peneliti tertarik untuk menganalisis film tersebut guna mendeskripsikan nilai-
nilai pendidikan karakter dari prespektif feminisme. Sehingga hasilnya dari nilai-nilai
pendidikan karakter prespektif feminisme dapat dijadikan acuan dalam
pengaplikasiannya.
BATASAN MASALAH:

Berdasarkan pembahasan permasalahan, peneliti membatasi fenomena yang akan


dibahas yaitu nilai pendidikan karakter melalui perspektif feminisme dalam film Moxie karya
Amy Poehler

RUMUSAN MASALAH:

Berdasarkan latar belakang dan juga batasan masalah yang telah dipaparkan di atas,
maka dirumuskan permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut:

1.

TUJUAN:
MANFAAT:

Anda mungkin juga menyukai