Anda di halaman 1dari 2

Dr. Hartini, M.Hum. lahir di Solo, 30 Januari 1950.

Perempuan yang memiliki NIP


195001301978032004 adalah staf pengajar di Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuhnya adalah tahun 1982 lulus dari
Universitas Sebelas Maret sebagai Sarjana (S-1) bidang ilmu: Sastra Daerah, lulus
Magister (S-2) pada tahun 1996 dari Universitas Gadjah Mada untuk bidang ilmu: Sastra
Indonesia; dan Jawa. Gelar Doktor (S-3) bidang ilmu Pendidikan Bahasa Indonesia
berhasil diperolehnya dari Universitas Sebelas Maret pada tahun 2011. Judul dan
ringkasan Disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai
berikut.
PENGKAJIAN GENDER DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM
SASTRA WULANG PADA NASKAH JAWA. Disertasi ini bertujuan menggali dan
memperkenalkan kajian teks, kajian gender, dan nilai-nilai pendidikan yang tercermin dalam
sembilan teks. Judul Disertasi Pengkajian Gender dan Nilai-nilai Pendidikan Budi Pekerti
terhadap Sastra Wulang dalam Naskah Jawa. Penelitian menggunakan data sembilan teks,
yaitu: (1) Serat Sandi Wanita, (2) Serat Candra Rini, (3) Serat Darma Wasita, (4) Serat
Wulang Putri, (5) Serat Centhini, (6) Babad Demak Jilid II, (7) Serat Babad Bedhahing
Mangir, (8) Babad Nitik Mangkunegaran, dan (9) Serat Kanjeng Surya Raja.
Sembilan teks tersebut meliputi lima teks ajaran dan empat teks babad. Kesembilan teks
itu mencerminkan adanya kesetaraan gender yang perlu dikaji keberadaannya. Dalam lima teks
ajaran (no.1 s.d. no.5) ditemukan kesungguhan wanita dalam menyikapi ajaran yang
diterimanya, sehingga membentuk potensi dalam dirinya. Misalnya, wanita Jawa sudah terbiasa
dalam hidupnya dengan nasihat yang dapat mendewasakan dirinya, sehingga mereka dapat
saling membantu, memberi dan saling membutuhkan dengan suami.
Teks babad mencerminkan potensi wanita sesuai dengan kemampuan masing-masing. Satu
contoh ialah Ratu Kalinyamat. Walaupun seorang wanita tetapi mampu mengatasi masalah
besar dalam negaranya, menciptakan lapangan kerja untuk rakyatnya, dan menjadikan
pelabuhan sebagai bandar besar untuk para pedagang pribumi dan mancanegara. Hal itu
menjadikan rakyat sejahtera dan bahagia dalam kehidupannya. Hal itu sangat membanggakan
kedua orang tua dan keluarga besarnya tidak disadari kesetaraan gender sudah masuk.
Selain Ratu Kalinyamat dari kerajaan Demak, ada wanita lain lagi yaitu Retno Pambayun
dari kerjaan Mataram. Retna Pambayun putri Panembahan Senopati menggunakan apus krama
yaitu melaksanakan tugas menaklukkan musuh tanpa menggunakan senjata dan membawa
prajurit dapat mengalahkan musuh, sehingga ayahnya tetap berkuasa di Mataram. Di samping
itu, kerajaan Purwagupita yang diperintah oleh raja Surya Amisesa mempunyai banyak prajurit
siluman wanita.
Selain Babad Demak dan Babad Mangir masih ada Babad Nitik yang juga memuat
perjuangan wanita Jawa. Babad Nitik adalah sebuah babad yang tidak sama dengan babad-
babad yang lain karena babad ini merupakan sebuah catatan kegiatan K.G.P.A.A Mangkunegara
I, yang melakukan pencatatan adalah abdi dalem carik wanita yang belum diketahui namanya.
Pada dasarnya babad ini menunjukkan bagaimana K.G.P.A.A. Mangkunegara I ingin menepis
anggapan bahwa wanita Jawa hanya sekadar kanca wingking: ’teman belakang’ dan sebagainya.
Secara singkat dapat diutarakan bahwa disertasi yang mengkaji gender dan ajaran wanita
Jawa dalam sastra wulang menemukan kesetaraan gender, potensi wanita, pendidikan budi
pekerti wanita dalam sastra wulang. [Kata kunci: gender, potensi dan pendidikan]

THE STUDY OF GENDER AND CHARACTER EDUCATION VALUES ON THE


LITERATURE OF MORAL TEACHING IN THE MANUSCRIPTS WRITTEN IN
JAVANESE LANGUAGE
The objectives of this research are to explore and to introduce the studies of text, gender, and
education values that are reflected in nine texts.
The data of this research were gathered from nine texts which consisted of five texts of moral
teaching and four texts of history (babad). The texts were Serat Sandi Wanita, Serat Candra
Rini, Serat Darma Wasita, Serat Wulang Putri, Serat Centhini, Babad Demak of volume II,
Serat Babad Bedhahing Mangir, Babad Nitik Mangkunegaran, and Serat Kanjeng Surya
Raja.
The results of this research are as follows: 1) the nine texts reflect the gender equality of which
existence needs to be studied; 2) the seriousness of Javanese women in showing attitude to the
teachings that they receive is found in Serat Sandi Wanita, Serat Candra Rini, Serat Darma
Wasita, Serat Wulang Putri, and Serat Centhini in such a way that their potencies can be
established. One example of their potencies is their custom to the advices which can make them
mature so that they can help, give, and need their husband in reciprocity; 3) the texts of history
reflect the potencies of women in accordance with their own ability, for example: i) the history of
Queen Kalinyamat. In spite of her status as a woman, she is able to cope with the huge problems
in her country, to create employment for her people, and to make the harbor of her country as a
large harbor for the native and the foreign traders. The abilities of Queen Kalinyamat have made
her people prosperous and they can feel happy in their life. Her abilities have also made her
parents and her extended family proud of her and their pride has unconsciously reflected gender
equality; and ii) the history of Retno Pambayun, who is the daugter of Panembahan Senopati,
from Mataram kingdom. She is able to carry out her duties to conquer her enemies without
using any gun and to cause her soldiers to be able to conquer the enemies as well so that her
father can maintain his power in Mataram; 4) many problems in dividing inheritance are found
in the case of King Surya Amisesa from Purwagupita kingdom when he will divide inheritance to
his two sons, Raden Danakusuma and Raden Jayakusuma; 5) Babad Nitik, in addition to Babad
Demak and Babad Mangir, contains the struggle of Javanese women as well. This text of history
is different from the other texts of history since this text is a record of the activities of Kanjeng
Gusti Pangeran Arya Adipati (KGPAA) Mangkunegara I but the person who recorded it was a
female clerk royal servant whose name is still anonymous. This text of history basically points
out Mangkunegara I’s intention to eliminate the assumption that regards women only as the
inferior partner to men and such stigmas.
A conclusion can be drawn that gender equality, women’s potency, and character
education can be found in the Javanese literature of moral teaching. [Keywords: gender,
potencies, and education]

Anda mungkin juga menyukai