Anda di halaman 1dari 23

DISUSUN OLEH:

JOVAN LAZUARDI SARWINANDA


AKMAL YUSRAN
PENGERTIAN
Teks cerita sejarah adalah teks yang
menjelaskan dan menceritakan tentang fakta dan
kejadian masa lalu yang menjadi latar belakang
terjadinya sesuatu yang mempunyai nilai sejarah.

Ciri – Ciri Teks Sejarah


Adapun ciri-ciri yang dimiliki oleh teks sejarah,
diantaranya:
1. Disajikan secara kronologis atau urutan peristiwa
atau urutan kejadian.
2. Bentuk teks cerita ulang (recount)
3. Struktur teksnya: orientasi, urutan peristiwa,
reorientasi.
4. Sering menggunakan konjungsi temporal.
5. Isi berupa fakta.
STRUKTUR TEKS SEJARAH
Struktur Teks Cerita Sejarah

Harus terdapat 3 struktur berikut ini untuk membuat Reorientasi, berisi komentar pribadi penulis
teks sejarah yang baik: tentang peristiwa atau kejadian sejarah yang
diceritakan. Reorientasi boleh ada, boleh tidak.
Orientasi, merupakan bagian pengenalan atau Terserah kehendak penulis teks cerita sejarah.
pembuka dari teks cerita sejarah.

Urutan Peristiwa, merupakan rekaman peristiwa


sejarah yang terjadi, umumnya disampaikan dalam
urutan kronologis.
Perjuangan Kartini Memperjuangkan Emasipasi Wnita
Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 –
meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25
tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah
seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal
sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Ia lahir di tengah-tengah
keluarga bangsawan oleh sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng)
di depan namanya, gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini
sebelum ia menikah, jika sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang
dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa. Beliau dikenal
sebagai salah satu pahlawan nasional yang dikenal gigih memperjuangkan
emansipasi wanita kala ia hidup.

Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario


Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai bupati jepara,
beliau ini merupakan kakek dari R.A Kartini. Ayahnya R.M. Sosroningrat
merupakan orang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati
Jepara kala Kartini dilahirkan. Ibu kartini yang bernama M.A. Ngasirah, beliau
ini merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara.
Menurut sejarah, Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan
Hamengkubuwono VI, bahkan ada yang mengatakan bahwa garis keturunan
ayahnya berasal dari kerajaan Majapahit.
Ibu R.A Kartini yaitu M.A. Ngasirah sendiri bukan keturunan bangsawan, melainkan
hanya rakyat biasa saja, oleh karena itu peraturan kolonial Belanda ketika itu
mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan juga, hingga akhirnya
ayah Kartini kemudian mempersunting seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan
yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura ketika itu.

Kita bisa membaca buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal
yang berjudul “Door Duistermis tox Licht, (Habis Gelap Terbitlah Terang)". Surat-surat
yang dituliskan kepada sahabat - sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi
bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari
diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.

Buku itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan
hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya tertulis di atas kertas tapi dibuktikan
dengan mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang.

Upaya dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan kaumnya di
berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan bertumbuh di
berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi manusia seutuhnya.
Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum
memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh
pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami
sendiri, dan lain sebagainya.
Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak
mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita,
juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman - temannya
yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita - wanita Belanda,
akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah
kebiasan kurang baik itu. Pada saat itu, Raden Ajeng Kartini yang lahir di
Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879, ini sebenarnya sangat
menginginkan bisa memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, namun
sebagaimana kebiasaan saat itu dia pun tidak diizinkan oleh orang tuanya.

Dia hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere


School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit
sebagaimana kebiasaan atau adat - istiadat yang berlaku di tempat
kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat
sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba
saatnya untuk menikah.

Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan


orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku - buku
mengenai kemajuan wanita seperti karya - karya Multatuli "Max Havelaar"
dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa
tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa
lain terutama wanita Eropa.
Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai
tingkat sekolah dasar saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati.
Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak keluarga biasa yang tidak
pernah disekolahkan sama sekali.

Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita
bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa
dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita - citanya itu, dia
mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah
kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit,
menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa
memungut bayaran alias cuma - cuma.

Bahkan demi cita - cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti
Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi
seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun
telah berhasil diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai
karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut,
orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati
Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang.
Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan
sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di
samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah.
Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-
wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-
masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan
Cirebon.

Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia mempunyai


banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari
negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Kepada
para sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya
memajukan wanita negerinya. Kepada teman - temannya yang orang
Belanda dia sering menulis surat yang mengungkapkan cita - citanya
tersebut, tentang adanya persamaan hak kaum wanita dan pria.

Setelah meninggalnya Kartini, surat - surat tersebut kemudian


dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa
Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).
Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam
mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi tulisan tersebut telah
menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia di
kemudian hari.
Apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar
pengaruhnya kepada kebangkitan bangsa ini. Mungkin akan lebih
besar dan lebih banyak lagi yang akan dilakukannya seandainya
Allah memberikan usia yang panjang kepadanya. Namun Allah
menghendaki lain, ia meninggal dunia di usia muda, usia 25
tahun, yakni pada tanggal 17 September 1904, ketika melahirkan
putra pertamanya.

Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas


nama negara, pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden
Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang
menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional
sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk
diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian
dikenal sebagai Hari Kartini.

Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari


besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi,
masing - masing pihak memberikan pendapat masing - masing.
Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak
merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan
Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.
Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan -
pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim
mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat
daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini
itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak
pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai
alasan lainnya.

Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak


hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat
derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh
nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya
tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara
pikirnya sudah dalam skop nasional.

Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi


pikiran - pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau
tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir
nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang
dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.
Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal
nama - nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng
Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha
Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang
berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang
berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau
setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang
melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua
adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan - pahlawan bangsa yang patut kita hormati
dan teladani.

Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati
kita dengan segala cita - cita, tekad, dan perbuatannya. Ide - ide besarnya telah
mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang
tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia
mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.

Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah
menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum
berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak
adil terhadap perempuan.
Itu semua adalah sisa-sisa dari kebiasaan lama yang oleh
sebagian orang baik oleh pria yang tidak rela melepaskan
sifat otoriternya maupun oleh sebagian wanita itu sendiri
yang belum berani melawan kebiasaan lama. Namun
kesadaran telah lama ditanamkan kartini, sekarang
adalah masa pembinaan.
Menganalisis Teks Sejarah RA.KARTINI
MENGANALISIS STRUKTUR TEKS
ORIENTASI
KETERANGAN
Raden Adjeng tentang
berisi penjelasan Kartini latar
(lahirwaktu
di Jepara,
dan Jawa
Tengah,cerita
situasi 21 April
yang 1879 – meninggal
akan diceritakan di Rembang,
yaitu
Jawa Tengah,
pada masa 17 kelahiran
waktu September RA1904 pada umur 25
KARTINI.
tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden
Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan
Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal
sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Ia lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh
sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng)
di depan namanya, gelar itu sendiri (Raden Ajeng)
dipergunakan oleh Kartini sebelum ia menikah, jika
sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang
dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu) menurut
tradisi Jawa. Beliau dikenal sebagai salah satu
pahlawan nasional yang dikenal gigih
memperjuangkan emansipasi wanita kala ia hidup.
a

KETERANGAN
Pada bagian ini menyajikan peristiwa awal yang
menjadi penyebab munculnya permasalahan
dalam cerita
Pengungkapan peristiwa
Ibu R.A Kartini yaitu M.A. Ngasirah sendiri bukan keturunan
bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa saja, oleh karena itu
peraturan kolonial Belanda ketika itu mengharuskan seorang Bupati
harus menikah dengan bangsawan juga, hingga akhirnya ayah
Kartini kemudian mempersunting seorang wanita bernama Raden
Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan
langsung dari Raja Madura ketika itu.

Kita bisa membaca buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng


Kartini yang terkenal yang berjudul “Door Duistermis tox Licht,
TEXT HERE
(Habis Gelap Terbitlah Terang)". Surat-surat yang dituliskan kepada
sahabat - sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti
betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan
kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
KODA
Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini
kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang
disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang
belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak
dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil
terhadap perempuan.

KETERANGAN
Pada bagian akhir penulis memberikan pernyataan tentang
peristiwa yang terjadi.
Nilai Moral
Perjuangan RA.KARTINI yang pantang menyerah dalam
memperjuangankan emasipasi wanita

Nilai Pendidikan
Walaupun RA.KARTINI hanyalah lulusan Sekolah Dasar
(SD),tetapi ia tak pantang menyerah untuk mendidik
para wanita pribumi

TEXT HERE
NILAI BUDAYA
RA.KARTINI yang langsung menikah setelah
lulus SD

NILAI SOSIAL
RA.KARTINI memperjuangkan emasipasi
wanita
UNSUR KEBAHASAAN
Namun yang lebih ekstrim mengatakan,
UNSUR KEBAHASAAN masih ada pahlawan wanita lain yang lebih
Menggunakan banyak kalimat lampau hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka,
wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di
Jika diurutkan dari asal usul silsilah maka keluarga Kartini Jepara dan Rembang saja
yang dari ayahnya merupakan trah keturunan dari Sultan
Hamengkubuwono IV. Menggunakan Banyak Kata
Sejarah perjuangan RA. Kartini berawal saat beliau berumur Kerja Yang Menyatakan
12 tahun. Saat itu beliau ingin melanjutkan pendidikannya ke Perasaan
jenjang yang lebih tinggi namun dilarang oleh orang tuanya.
dia pun berkeinginan dan bertekad untuk
memajukan wanita bangsanya, Indonesia
Menggunakan banyak kaliamat yang
mengutaran waktu
Saat itu beliau ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang
yang lebih tinggi namun dilarang oleh orang tuanya.

Menggunakan Banyak Kata kerja


Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai
melalui pendidikan

KATA KERJA •
MEMBANGUN
BELAJAR
• MENULIS
MATERIAL •

MELIHAT
MEMBACA
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai