PErtPUS AKAAN
PUSAT BAHASA
DEPAR~fl~""N F-ENC'D,MN NAS~">NAL
PUSAT BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
JAKARTA
2005
PERPUSTAKAAN PUSAT BAHASA
Klasifikasi No. lnduk : ~ "?
~~ ~1 J'ff) I
Tgl. ~L@db£
f'~l
p Ttd. :
Diterbitkan oleh
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional
Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta 13220
Tahun 2005
ISBN 979-685-531-3
iii
KATA PENGANTAR
KEPALA PUSAT BAHASA
PRAKATA
DAFTAR lSI
Kata Pengantar Kepala Pusat Bahasa ... ... ..... .. ....... .. .. ... . .. ............ .. iii
Prakata ........................ .. ... .. ................................................................ v
Daftar lsi ................... .. ............... .. ...... ..................... .......................... vii
Serut. Penobatan raja baru cukup hikmat meskipun diiringi air mata.
Meskipun air mata menetes ke lantai, ia bertekad bulat secara keras
untuk menjalankan pemerintahan di Sungai Serut dengan baik seperti
harapan kakak-kakaknya dan rakyat negeri itu. Setelah istirahat se-
jenak, ia berkata, "Mandikanlah dengan segera jenazah Ayahnda Ba-
ginda yang tercinta agar jenazah Ayahnda dapat segera kita kebu-
mikan." Demikianlah sabda raja baru itu. Ratu Agung dikebumikan de-
ngan upacara kebesaran kerajaan seperti dilakukan terhadap raja
terdahulu.
Sejak itu, Raja Muda Anak Dalam Muara Bengkulu memerintah
dengan bantuan saudara-saudaranya . Sejak memerintah, namanya
semakin terkenal. Roda pemerintahan berjalan sangat maju. Selain
perdagangan hasil hutan dan hasil perkebunan, pemasukan yang pa-
ling besar dihasilkan dari perdagangan lada dan kayu-kayuan. Pela-
buhan Kota Selebar yang terletak di pinggir laut semakin ramai. Kapal
dari negeri lain datang pergi silih berganti membawa barang dagang-
an. Dari Selebarlah nama Kerajaan Sungai Serut itu dikenal orang di
seluruh Nusantara sampai ke Jazirah Kamsatka dan Madagaskar. Ke-
cantikkan Putri Gading Cempaka telah tersebar sampai ke manca-
nagara. Kerajaan-kerajaan besar di Pulau Perea, seperti Pagaruyung
dan Aceh telah mendengar kesohoran putri itu. Para putra mahkota
dan pangeran-pangeran memimpikan gadis itu sebagai calon istrinya .
7
siap dipersunting Putra Raja dari Aceh. Kata orang, dia masih mem-
butuhkan belaian kasih saudara-saudaranya. Kami masih mengkha-
watirkan keselamatannya jika harus berpisah dengan tiba-tiba."
Dari sebelah belakang ada yang memberi usulan, yakni Tajuk
Rampong putra keempat dari Raja Agung. "Apakah tidak sebaiknya
kita perkenalkan terlebih dahulu, dengan saling kunjung-mengunjungi,
akhirnya kelak akan kami lepas juga Putri Gading Cempaka yang
kami cintai. Oleh sebab itu, pinangan belum dapat kami terima seka-
rang, sebaiknya ditangguhkan beberapa waktu ."
Para utusan itu dengan rasa kecewa mohon izin untuk kembali
ke kapalnya dan akan menyampaikan keputusan itu kepada Raja
Muda. Keluarga istana Kerajaan Sungai Serut melepas kepulangan
tamunya dengan penuh hormat Setelah sampai di kapal, para utusan
segera melapor kepada sang pangeram yang sudah tidak sabar ingin
menanti jawabannya Para utusan melapor bahwa pinangan ditolak
oleh Raja Anak Dalam Muara Bengkulu . Termenunglah Raja Muda
dari Aceh itu kecewa Harapan meraih bulan hilang, padahal dia telah
mengarungi lautan yang begitu luas untuk mendapatkan Putri Gading
Cempaka. Putra Raja Aceh naik pitam, rupanya dra tidak mampu me-
ngendalikan perasaan kecewanya. Ia lupa akan pesan-pesan dan ha-
rapan Ayahndanya agar jangan mencoreng nama baik Ayahndanya.
Ia tidak perdull lagi dengan doa dan harapan Bundanya agar menjaga
diri baik-baik. Dia justru memerintahkan seluruh anak buah Ayahnda-
nya agar menyerang Kerajaan Sungai Serut.
"Hai, para Hulubalang dan Menteriku," demikian seru putra Raja
Aceh kepada para mentri dan hulubalangnya, "Tidak ada jalan lain,
kita harus menyerang Kerajaan Sungai Serut. Putri Gading Cempaka
harus kita bawa ke istana Aceh. Siapkan semua peralatan perang.
Pagi besok serangan sudah harus dilakukan dengan jitu." Namun, sa-
lah satu menteri yang agak tua mencoba meluruskan jalan pikiran
sang pangeran.
"Apakah tindakan kita ini tidak terlalu gegabah. Kita dipesan agar
menjaga nama baik Baginda. K1ta harus menghargai pesan itu, jangan
bertindak tanpa restu Ayahnda, Anakku!" Demikian ujar salah seorang
14
menteri Raja Aceh. Tampak Putra Raja yang sudah terlanjur bermata
gelap tidak menggubris saran itu.
"Apakah kita tidak melangkahi sesuatu yang Baginda pesankan,
Tuanku?" kata seorang penasihat Putra Raja, "Ayahanda mengatakan
bahwa jangan memalukan negeri." Raja Muda menjawab, "Dengan
penolakkan ini sebenarnya arang telah mencoreng di kening." Men-
dengar Putra Raja yang memutarbalikkan fakta pembicaraan, penasi-
hat itu menjadi salah tingkah. Ia tidak sanggup meluruskan keinginan
sesat Raja Muda.
Rombongan utusan dari Kerajaan Aceh kembali menjumpai Raja
Sungai Serut. Sementara itu, para punggawa istana Kerajaan Sungai
Serut beserta kelurga pun menyambut kedatangan tamunya itu. "Mo-
hon ampun Baginda," katanya, "Raja Muda amat sedih atas penolak-
an itu, Baginda. Oleh sebab itu, Raja Muda, Tengku Ahmad ingin
mengajak para prajurit di istana Sungai Serut ini untuk bermain-main
dengan senjata, bermain pedang, dan bermain keris."
Mendengar ucapan utusan itu, Raja Sungai Serut marah. Ia ba-
ngun dari singgasananya. Tubuhnya yang tinggi dan besar, dengan
amarah yang luar biasa itu, sangat menakutkan para tamu utusan itu .
Ia menjawab, "Yah, kami setuju jika Kerajaan Aceh mengajak bermain
senjata . Kami siap melayani. Kami siap perang sekarang juga," kata
Baginda sambil mengusir utusan itu. Para utusan negeri Aceh pun lari
tunggang-langgang ketakutan. Mereka berlari menuju ke kapalnya
masing-masing. Maka, kedua belah pihak segera menyiapkan pra-
juritnya. Seluruh senjata dikeluarkan, tombak, pedang, gada, panah,
senapan, rencong, tameng, dan senjata lainnya yang akan diper-
gunakan dikeluarkan dan dibagikan kepada para prajurit. Mereka ber-
gembira ria dan berpesta pora menyambut peperangan pada keesok-
an harinya. "Mari kita puas-puaskan makan, esok hari kita belum tentu
bisa menyantap nasi." Semalaman mereka tidak tidur. Mereka ber-
senda-gurau melupakan ketegangan jiwanya .
Keesokan harinya peperangan prajurit Kerajaan Sungai Serut
melawan prajurit Kerajaan Aceh akan berlangsung . Seluruh pasukan
dari Aceh berjumlah hampir tiga ratus orang maju bersama. Mereka
15
sisa tiga kapal. Kapal yang lain berhasil dihaneurkan. Mereka yang
berhasil lolos dari serangan pasukan laut Kerajaan Sungai Serut se-
gera kembali ke Aeeh. Mereka bersepakat merahasiakan peristiwa pe-
perangan itu dan tidak akan meneeritakan kepada Raja Aeeh. Mereka
bersepakat dengan raja untuk membuat istana baru di Gunung Bung-
kuk sekalipun istana itu agak jauh dari pantai.
Setelah istana selesai dirapikan dari puing-puing pertempuran,
Raja Anak Dalam Muara Bengkulu segera memerintahkan prajuritnya
menjemput Putri Gading Cempaka. Rombongan segera berangkat
dengan menaiki kuda agar Iekas sampai ke tujuan. Sesampainya di
Mahligai Peranginan, ternyata Putri Gading Cempaka tidak ditemukan.
Para pengawal tewas bergelimpangan bersama emban pengasuhnya .
Mereka memperkirakan hanya Putri dan seorang emban yang masih
hidup. Mereka memastikan bahwa Putri Gading Cempaka telah dieulik
oleh prajurit dari Kerajaan Aeeh.
Seorang hulubalang yang gagah perkasa bernama Gelombang
Batu mengetahui peristiwa itu menjadi amat marah. Di bawah pim-
pinan Gelombang Batu sepasukan prajurit segera menyusul ke istana
Raja Aeeh. Kelompok yang lain kembali ke istana Gunung Bungkuk
untuk menjaga raja dan keluarga yang lain dari peneulikan sekaligus
untuk memberitahukan berita hilangnya Putri Gading Cempaka. Seke-
lompok kecil prajurit lainnya diperintahkan tetap bertahan di tempat itu
untuk terus meneari jejak Putri yang menghilang tidak tentu rimbanya
itu. Suasana di Mahligai Peranginan sangat sunyi. Mereka berpenear
meneari Putri yang diduga berada tidak jauh dari tempat itu. Akan te-
tapi, usaha mereka sia-sia. Salah seorang prajurit memperoleh ke-
terangan dari penduduk setempat bahwa beberapa waktu yang lalu
terlihat beberapa orang asing yang meneurigakan berada di tempat
itu.
Menjelang pagi, Gelombang Batu bersama rombongan berang-
kat ke negeri Aeeh untuk meneari Putri Gading Cempaka. Dengan
peralatan lengkap, mereka menaiki kapal besar menyusuri pantai Pu-
lau Perea. Bersama rombongan itu, dua kakak Putri Gading Cempaka
ikut serta, yaitu Rindang Papan dan Manuk Minear. Kedua orang anak
19
dan handai taulan di istana Kerajaan Aceh. Tadi siang seluruh keluar-
ga istana sibuk mempersiapkan perhelatan." Ternan yang lain me-
nanggapi. "Wah, boleh juga, kita merionton ke sana. Apa hiburannya,
ya Kak?" Ujar pemuda yang lain, "Kalau hiburan jangan ditanya, pasti
berbagai jenis musik ditanggap oleh Putra Raja Ahmad itu." Si kucing
berpura-pur<3 saling mencakar kawannya. Lalu, satu per satu pergi
dari tempat itu. Setelah berada jauh dari tempat peronda itu, mereka
mengubah dirinya kembali ke wujud semula dan berkumpul kembali di
dekat kapal mereka.
"Lekas Kak, hari sudah larut malam."
"Tenang saja, terlambat tidak apa-apa, kita kan telah punya beri-
ta yang paling penting."
Sampai di tempat pertemuan, ternyata baru beberapa orang
yang datang, antara lain ketua rombongan, Gelombang Batu. "Bagai-
mana keadaanmu," demikian sapa ketua rombongan kepada kedua
putra Raja.
"Yaaa, kami memperoleh berita penting, adikku Putri Gading
Cempaka memang berada di istana Kerajaan Aceh. Raja akan meni-
kahkannya besok malam. Kita harus segera mengatur siasat untuk
menggagalkan rencana mereka. Tolong berita ini kamu sampaikan
kepada seluruh rombongan kita." Ketua rombongan menyanggupinya.
Akhirnya, pada malam harinya mereka masih dengan penya-
marannya, yakni berpakaian lusuh. Sebelum acara itu tiba, mereka
telah berhasil menyembunyikan senjatanya di semak-semak dekat
istana raja. Mereka menyaksikan istana telah dihiasi janur kuning.
Umbul-umbul dan bermacam prenik hiasan, seperti lampion, kertas
warna warni dipasang beberapa tempat di alun-alun kerajaan. Hiasan
itu menandakan bahwa malam itu ada suatu pesta besar bagi putra
raja, yaitu pesta persandingan antara Raja Muda dan calon istrinya,
Putri Gading Cempaka. Menurut berita dan bisik-bisik yang beredar di
masyarakat, sang Putri berasal dari lstana Sungai Serut. Kehadiran
Putri Gading Cempaka dianggap sebagai pinangan resmi. Mereka
tidak mengetahui bahwa Putri Gading Cempaka dibawa secara paksa
oleh Putra Raja.
23
Pukul delapan malam pesta pun dimulai. Para tamu istana telah
datang beserta para undangan yang lain. Para prajurit pilihan hadir
pula di istana. Mereka bertugas menjaga ketat arena perhelatan Raja.
Setelah cukup banyak para tamu yang berdatangan, tiba-tiba terde-
ngar tepuk tangan para hadirin. Dari dalam istana, Raja Muda keluar
diiringi oleh para dayang dan penari istana. Di belakangnya berjalan-
lah Putri Gading Cempaka dengan hiasan yang amat mewah. Wajah
Putri ditutup dengan cadar putih tembus pandang. Tersirap darah di
dada Rindang Papan melihat adik yang dicintainya benar-benar ber-
ada di istana Aceh. Alangkah kejinya tindakan Raja Muda itu. Meram-
pas seorang dari tempat persembunyian adalah tindakan pengecut
dan tidak terpuji. Tidak lama kemudian, para hadirin memperoleh su-
guhan sebuah tarian dan berbaga1 atraksi lainnya.
Acara demi acara telah berlangsung dengan meriah. Tiba-tiba
bertiuplah angin kencang yang diciptakan oleh Rindang Papan. Janur,
umbul-umbul, serta hiasan yang ada di tempat pesta itu berjatuhan.
Angin kencang belum juga reda, sudah diikuti dengan turunnya hujan
lebat sehingga lampu-lampu yang terpasang di istana semua mati.
Sesuai dengan rencana, pada saat itulah sekelompok prajurit pi-
lihan dari kerajaan Sungai Serut 1tu beraksi. Rindang Papan langsung
membopong adiknya dan segera melarikannya ke kapal yang tersedia
di pantai. Walaupun siasat telah dilakukan dengan sebaik-baiknya,
pasukan Aceh terkenal tangguh dan sangat ulung berperang. Mereka
tidak rela melepaskan begitu saja tunangan Raja Muda yang telah di-
perolehnya dengan susah payah. Bunyi senapan pun bergema di
sela-sela keramaian malam. Hiruk-pikuk dan kegaduhan pun segera
terjadi. Para tamu undangan pontang-panting melarikan diri mencari
selamat. Entah berapa orang yang menjadi korban di pihak Aceh.
Dalam peperangan itu, jiwa Gelombang Batu tidak dapat dise-
lamatkan. Ia tertembak prajurit Kerajaan Aceh. Pengorbanan Gelom-
bang Batu benar-benar sangat besar. Dia menahan prajurit Aceh yang
hendak merampas kembali Putri Gading Cempaka yang sedang di-
bopong Rindang Papan. Selain pengorbanan Gelombang Batu, Ma-
nuk Minear pun ikut gugur dalam kerusuhan itu. Akhirnya, Putri Ga-
24
-
Si Rindang menggertak pemuda pendatang yang sedang mencangkul.
28
yang timbul di negeri itu. Daerah itu dibagi empat, bagian barat, utara,
timur, dan selatan. Empat kelompok tersebut masing-masing meng-
angkat seorang pimpinan dari kelompok mereka sendiri. Sekalipun
telah mengangkat empat orang pemimpin, pada kenyataannya mere-
ka masih juga melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kerugian
bagi orang lain sehingga terjadi peperangan antarkelompok. Hal itu
tidak hanya disebabkan oleh batas, misalnya soal pergaulan muda-
mudi atau menentukan sebuah perkawinan. Penduduk daerah selatan
tidak boleh menikah dengan daerah barat, berarti mereka harus me-
nikah dengan penduduk di daerahnya masing-masing. Akan tetapi,
dalam praktiknya banyak terjadi pelanggaran yang mengakibatkan
mereka bentrok.
Akhirnya, mereka menganggap bahwa keempat pasirah itu tidak
mampu mengatasi persoalan. Mereka selalu bergesekan satu sama
lain tidak ada yang mau mengalah, antara pasirah yang satu dan yang
lainnya. Mereka sering mengaku lebih berkuasa atau lebih pintar dari-
pada yang lain. Hampir setiap minggu terjadi kerusuhan di daerah itu.
Mereka saling menyerang dengan senjata tajam. Bagi penduduk yang
bertempat tinggal di perbatasan akan lebih tidak aman jika mengha-
dapi situasi perkelahian, kadang-kadang rumah mereka habis dibakar
sekelompok orang tidak dikenal. Situasi itu benar-benar sangat me-
nyedihkan.
Pada suatu hari Bengkulu seolah kedatangan seorang malaikat.
Ketika itu seperti biasanya mereka sedang bertengkar. Mereka saling
bersitegang memperebutkan hasil bumi berupa buah-buahan. "Pohon
buah-buahanmu ditanam di dekat pagar perbatasan kita sehingga bu-
ah yang menjulur ke pekaranganku kuanggap milikku." Demikian tun-
tut seorang datuk kepada pemuda yang menanam buah di lahannya
sendiri. Orang tua itu tidak mau meminta maaf, padahal setiap hari
ketika buah mangga itu masak, ia selalu memetik dan memakannya
hingga puas di kebunnya. Kali ini si empunya buah prates kepada
pencurinya. Sementara itu, datuk tidak perduli teriakan para pemuda
itu. Ia hanya diam saja. Dua hari kemudian, pemuda itu masih ter-
dengar dengan cara menyindir. Ia menganggap orang tua itu pencuri.
29
dan keripik pisang. Setelah pertemuan itu dibuka oleh Raja Sakti, satu
per satu memperkenalkan diri. "Pertama-tama izinkanlah hamba
memperkenalkan diri hamba. Hamba adalah Wasir dari Kerajaan Su-
ngai Tarap di Pagaruyung. Hamba mendapat tugas dari Maharaja Di-
raja di Pagaruyung untuk berkeliling di sepanjang Pulau Perea ini.
Baginda Raja di Pagaruyung itu hendak mengetahui kehidupan rakyat
di sepanjang pantai dan gunung, hutan, dan negeri di Pulau Perea ini
dengan mengutus lima belas orang. Dalam hubungan itu, maafkanlah
hamba ini beserta keempat belas orang yang mengiringi hamba jika
dianggap terlalu laneang."
Rakyat Rejang mendengar pidato perkenalan tamunya dengan
senang hati. Mereka seperti mendapat angin segar mendengarkan
wejangan yang ringan dengan diselingi kelakar dan senda-gurau.
Akan tetapi, sedikit demi sedikit sindiran dan wejangan diterima de-
ngan lapang dada. Mereka merasa senang dan kerasan berada di
dalam pertemuan itu. Hal itu disebabkan Maharaja Sakti sangat tam-
pan, ramah, dan pandai berkelakar mengambil hati mereka yang men-
dengarkan petuahnya. Orang-orang berwatak keras itu bagai tersihir
mendengarkan wejangan tanpa kantuk meskipun malam telah larut.
Sejenak pertemuan itu berhenti untuk memberi kesempatan ke-
pada tamu untuk beristirahat dan menikmati wedang jahe yang telah
dihidangkan. "Mari kita beristirahat dahulu ." Demikian kata seorang
Pasirahan, lalu melanjutkan ueapannya . "Mari Pak, meneieipi mlinjo
dan kripik pisang dan minuman sekadarnya." Demikianlah para tuan
rumah lainnya mempersilakan tamunya. "lni lebih dari eukup, terima
kasih atas sambutan Anda sekalian ." Dari dalam rumah, beberapa
budak membawa talam berisi lemper, bugis, ranginang, dan pisang
goreng .
Wasir itu mengangkat gelasnya dan minum. Temannya melihat
itu dengan tanpa dipersilakan lagi minum wedang jahe yang dihi-
dangkan . Suasana ruangan yang berukuran sepuluh kali empat belas
itu damai dan tenteram . Semua tekun menunggu kelanjutan kata-kata
wasir yang sangat mujarab itu . Ada sedikit kedamaian di hati keempat
pasirah karena masing-masing telah mendengar kesopanan yang di-
31
4. MAHARAJA SAKTI
jika ada seorang pemuda melamar, kita tidak perlu banyak pertim-
bangan." Demikian usul Raja Anak Dalam kepada Raden Cili, kakak
sulungnya. Raden Cili hanya mengangguk-angguk sambil membetul-
kan letak duduknya ia berkata, "Yaaah, kita banyak berdoa saja agar
Putri Gading segera menemukan jodohnya, seorang pemuda yang
baik hati dan memahami keadaan Putri Gading." Siang dan malam
Permaisuri Muara Bengkulu yang telah menjanda itu tidak putus
berdoa bagi anak-anaknya. "Ya Tuhan kami, berilah petunjuk yang
engkau kehendaki dan berakhir kepada kebahagiaan mereka semua.
Ya Allah, jauhkan anak-anakku dari suasana duka nestapa dan tukar-
lah dengan kegembiraan." Demikian doa yang dipanjatkan siang dan
malam.
Suasana di istana Gunung Bungkuk pagi itu sangat cerah, mata-
hari bersinar terang. Walaupun musim kemarau, dua hari yang lalu
berturut-turut turun hujan sehingga udara terasa sangat segar dan
nyaman. Dedaunan yang bersih bergoyang-goyang seperti menari di-
tiup angin. Tampak dari kejauhan pohon nyiur menghijau, berderet
dan berdiri megah seperti layaknya tentara penjaga kerajaan. Dari
dalam istana, seorang diri, Raja Anak Dalam memandang keluar me-
nyaksikan indahnya alam semesta. Ia pun berpikir saat itu bahwa diri-
nya belum juga beristri. "Untuk apa aku selalu menasihati Putri Gading
adikku. Sementara itu, aku pun enggan menikah hingga saat ini." Ke-
tika itu aku hanya memikirkan keadaan adik bungsuku agar tidak se-
lalu meneteskan air mata. Ia merasa tidak tahan menyaksikan kese-
dihan adiknya. Makan tak enak minum pun tak hendak."
Betapa berat memangku jabatan seorang raja, ia tidak hanya
memikirkan keluarganya. Ia harus berpikir tentang kesejahteraan rak-
yatnya. "Aku bercita-cita menikahkan si Putri Bungsu, kemudian baru-
lah aku menikah setelah seluruh rakyatku sejahtera.
Sementara itu, Putri Gading merasakan aneh di malam itu. Ia
berkaca memandangi dirinya sepuas-puasnya. "Aku sudah tidak can-
tik lagi seperti dulu. Senyumku hambar, perkataanku juga tidak enak
didengar orang. Pantaskah aku terus-menerus seperti ini. Aku ingin
membahagiakan kakak-kakakku yang lain, Tuhan. Ampunilah dosaku
45
'
Maharaja Sakti dan Putri Gading Cempaka duduk di pelaminan
setelah melangsungkan pernikahan
53
BIODATA
PERPUSTAKAAN
PUSAT BAHASA
OEPART.:MEN PENDIDlKAN NASIONAL
SERI
BACAAN
SASTRA
ANAK
5~1\2 'B.52LC.52l.52l:1\l
S.52LS~~.52l .52l :1\l.52l ~
J:1\C1J0:1\C~SJ.52l
:-- Pu t'r'i 'J\(j.Cam Cayo
' 'Dau oan Put'ri .{g-ut' 'Darypan
Jlwang :Jvfvr~fi oan Si(ang Juna
Pangvran ~nifasit'~gi oan Put'ri 'Wairiwonou
Put'r( Gaoing Cvmpa~
··.·. Pvt'uaCangan Cvnoawan Put'ifi
. :Jvfiaou~
f
PUSAT BAHASA
Departemen Pendidikan Nasional
Jln. Daksinapati Barat IV
Rawamangun
Jakarta 13220