PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerita Panji adalah karya cipta yang merupakan simbol pertama kebangkitan
sastra lisan dari Jawa Timur sebagai wilayah kerajaan besar yang menyatukan
nusantara. Cerita panji berasal dari sastra jawa yang kemudian tersebar luas hingga
terdapat dalam berbagai sastra nusantara, misalnya sastra Bali dan sastra Melayu
Dari sudut tertentu, Cerita Panji bahkan dapat bersanding dengan dua epos yaitu
Mahabarata dan Ramayana yang penyebarannya beriringan dengan agama Hindu di
Jawa. Sehingga Cerita Panji menjadi sebuah alternatif atau produk budaya seniman
Jawa pada masa itu terhadap dua epos tadi. Terlebih wilayah penyebarannya hingga
ke berbagai daerah di nusantara hingga ke seluruh wilayah Asia Tenggara. Panji
adalah kumpulan cerita rakyat dan hikayat yang berasal dari Jawa Timur yang
menceritakan kehidupan kerajaan tempo dulu, kisah percintaan, dan kepahlawanan
yang memuat berbagai nilai moral.
Panji adalah salah satu wujud kebudayaan, karena panji menceritakan cerita
rakyat dimana banyak terdapat nilai kebudayaan daerah tempat lahirnya Panji
tersebut. Dalam cerita panji terdapat banyak cerita dan petunjuk moral dalam hidup
bersosial. Panji adalah bagian dari kebudayaan, karena awalnya panji berasal dari
sastra lisan yang diceritakan turun temurun oleh penuturnya. Adapula cerita yang
sedih kemudian menjadi bagian dari Cerita Panji dan disesuaikan dengan sifat
umum cerita Panji. Dalam perkembangan selanjutnya, cerita ini dipisahkan lagi
menjadi cerita yang berdiri sendiri. Hasilnya ialah cerita seperti Hikayat Undakan
Penurat dan Syair Ken Tambuhan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Ciri khusus sastra lama yang mendapat pengaruh Jawa dengan sastra lama
pada umumnya adalah bahwa sastra yang mendapat pengaruh Jawa berkembang di
Jawa dan berkisah tentang percintaan dalam kerajaan di Jawa, seperti halnya cerita
Panji yang menceritakan kisah cinta Panji dan Candra Kirana yang merupakan kisah
cinta dari Kerajaan Kediri.
Menurut S.O. Robson, satu-satunya naskah hikayat ini adalah Cod. Or 1935
yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden. Naskah Cod. Or. 1935 tertulis
pada tahun 1825 di Solo. Walaupun demikian hikayat ini adalah salah satu versi
cerita Ken Tambuhan dan Raden Menteri yang terkenal. Ia mempunyai hubungan
yang erat dengan Syair Ken Tambuhan.
Satu masalahyang timbul ialah, bolehkah hikayat lain ini, atau Syair Ken
Tambuhan, dianggap sebagai Cerita Panji? Dalam cerita Panji selalu diceritakan
pahlawan-pahlawan India seperti Arjuna, Samba atau Naya Kusuma menitis ke
dunia menjadi ratu di Jawa. Tetapi hal ini tidak dikisahkan dalam hikayat ini. Kuripan,
Daha, Singasari, dan Gagelang juga tidak disebut. Wira dan Wirawatijuga tidak
bernama Raden Inu atau Candra Kirana. Mereka juga menyamar atau mengembara
sebagai kelana untuk menaklukkan negeri-negeri yang dilalui. Menurut ukuran ini,
hikayat ini tidak dapat dianggap sebagai cerita Panji. Di samping itu, perlu juga
disebut bahwa hikayat ini juga merupakan cerita permulaan dari sebagian cerita
Panji, misalnya Hikayat Panji Kuda Semirang yang sudah dibincangkan di atas atau
Panji Angreni yang berasal dari Palembang.
Menurut A. Teeuw, Cerita Ken Tambuhan dan Raden Menteri ini pada asalnya
mungkin merupakan sebuah cerita rakyat yang mengisahkan percintaan seorang
putra raja dengan seorang gadis biasa. Cintanya itu menimbulkan kemarahan sang
permaisuri yang lalu menyuruh orang membunuh gadis itu. Putra raja kemudian
membela kematian sang gadis itu. Cerita yang sedih ini kemudian menjadi bagian
dari Cerita Panji dan disesuaikan dengan sifat umum cerita Panji. Dalam
perkembangan selanjutnya, cerita ini dipisahkan lagi menjadi cerita yang berdiri
sendiri. Hasilnya ialah cerita seperti Hikayat Undakan Penurat dan Syair Ken
Tambuhan. Dibawah ini disajikan ringkasannya.
Inilah sebuah hikayat Ratu Pura Negara yang amat masyur wartanya di tanah
Jawa dan Tanah Melayu. Pada suatu malam, baginda bermimpi memungut bulan
jatuh ke haribaannya. Bulan itu kemudian digendong dan dibungkus oleh Permaisuri.
Selang beberapa lama, Permaisuri pun hamil dan pada ketika yang baik, berputra
seorang laki-laki yang terlalu amat elok parasnya, gilang-gemilang kilau-kilauan
warna rupanya dan bercahaya-cahaya tubuhnya tiada dapat ditentang nyata, dan
lemah gemulai tingkah lakunya. Anak itu dinamakan Raden Undakan Penurat atau
Raden Menteri. Anak seorang patih yang bernama Punta Wirajaya diberi kepadanya
sebagai pengasuh.
Hatta Raden Menteri pun besarlah dan ditunangkan dengan Putri di Banjar
Kulon. Pada suatu hari, Raden Menteri pergi menyumpit burung dan masuk ke
sebuh taman larangan, Taman Penglipur Lara namanya. Ia menjumpai seorang putri
yang terlalu cantik rupanya. Putri itu ialah anak Ratu Wengger yang ditawan oleh
Baginda. Raden Menteri terpesona oleh kecantikan Ken Tambuhan dan
membawanya pulang ke istana, Ken Tambuhan dijadikannya istri.
Permaisuri sangat marah tatkala mengetahui hal ini. Dicarinya ikhtiar untuk
membunuh Ken Tambuhan. Pada suatu hari, disuruhnya Raden Menteri pergi
memburu seladang. Ken Tambuhan setia menanti kepulangan sang suami.
Sepeninggal Raden Menteri, disuruhnya Pelembaya membunuh Ken Tambuhan di
dalam rimba besar. Ken Bayan, kedayan Ken Tumbuhan, ikut bela mati. Tersebut
pula perkataan Raden Menteri tidak berhasil mencari seladang yang diminta
permaisuri. Jangankan beroleh perburuan, seekor belalang pun tiada kelihatan.
Dalam hal yang demikian, Raden Menteri pun berjalan kembali ke istana. Di tengah
perjalanan, bertemulah ia dengan mayat Ken Tambuhan. Bukan main terkejut dan
sedihnya Raden Menteri. Dihunusnya kerisnya, lalu ia menikam diri, maka Raden
Menteri pun mati bertindih bangkai dengan Ken Tambuhan. Pengiringnya yang setia,
Punta Wirajaya juga menikam diri.
Berita kematian Ken Tambuhan dan Raden Menteri pun disampaikan kepada
baginda. Sang Nata jatuh pingsan tatkala mendengar warta itu. Setelah ingat
kembali, disuruhnya orang membawa mayat Raden Menteridan Ken Tambuhan ke
dalam negeri untuk dibakar, abunya ditaruh dalam candi emas. Adapun selama
Raden Menteri mati itu, permaisuri tidak lagi diperdulikan baginda. Batara Kala yang
sedang mengelilingi dunia pun kasihan kepada baginda dan meramalkan bahwa
Raden Menteri akan beristrikan Ken Tambuhan kelak.
Pada suatu hari Permaisuri mendapati bahwa candi anakanda sudah menjadi
dua kuntum bunga tanjung, sekuntum mekar dan sekuntum kuncup. Maka Sang
Nata dan Permaisuri pun tiap-tiap pagi dan sore pergi melihat bunga itu. Beberapa
lama kemudian, bermimpilah Sang Nata pada suatu malam. Batara Kala dalam rupa
seorang tua menyuruhnya mengambil bunga tanjung yang dua kuntum itu. Bunga
yang kuncup itu hendaklah diberikan kepada Permaisuri untuk diukupi dengan
setanggi, dan dia sendiri hendak mengasapi bunga yang mekar itu. Maka Sang Nata
dan Permaisuri pun berbuatlah seperti disuruh Batara Kala itu. Dari bunga yang
kuncup itu muncullah Raden Menteri, sedangkan Ken Tambuhan keluar dari bunga
yang mekar. Sang Nata dan Permaisuri gembirasekali. Keramaian lalu diadakan di
dalam negeri. Dalam pada itu, Raden Menteri dan Ken Tambuhan pun dikawinkan.
Setelah selesai pesta perkawinan. Raden Menteri dirajakan di dalam negeri untuk
menggantikan ayahandanya. Adapun selama Raden Menteri di atas kerajaan, terlalu
baik pemerintahannya, negeri pun terlalu ramai dan dagang pun terlalu banyak pergi
datang. Maka semua rakyat pun amat kasih sayang kepada Raden Menteri.
Hikayat ini selesai ditulis pada 11 hb. Desember 185 dan yang menulisnya
ialah Haji Zain al-Abidin dari Kampung Petojan Pengukiran.
Analisis
2. Unsur Intrinsik
a. Tema : Kesetian
b. Alur : maju
c. Tokoh dan Penokohan :
1) Raden Menteri : Belas kasih, Lembut, setia, bijaksana.
“Di tengah perjalanan, bertemulah ia dengan mayat Ken Tambuhan. Bukan
main terkejut dan sedihnya Raden Menteri. Dihunusnya kerisnya, lalu ia
menikam diri, maka Raden Menteri pun mati”
2) Ken Tambuhan : Baik, belas kasih, setia.
“Ken Tambuhan setia menanti kepulangan sang suami”
3) Permaisuri : Jahat, picik, dan pendendam
“Sepeninggal Raden Menteri, disuruhnya Pelembaya membunuh Ken
Tambuhan di dalam rimba besar. Ken Bayan, kedayan Ken Tumbuhan,
ikut bela mati”
4) Sang Nata : Sayang anak, bijaksana
“Maka Sang Nata dan Permaisuri pun tiap-tiap pagi dan sore pergi melihat
bunga itu. Beberapa lama kemudian, bermimpilah Sang Nata pada suatu
malam”
5) Punta Wirajaya : Setia kepada tuannya
“Pengiringnya yang setia, Punta Wirajaya juga menikam diri”
“Pada suatu hari, Raden Menteri pergi menyumpit burung dan masuk ke
sebuh taman larangan, Taman Penglipur Lara namanya”
“Maka Sang Nata dan Permaisuri pun tiap-tiap pagi dan sore pergi melihat
bunga itu.”
c. Penyesalan Masalah:
Permaisuri menyesali perbuatannya.
“Maka Sang Nata dan Permaisuri pun tiap-tiap pagi dan sore pergi
melihat bunga itu.”
“Maka Sang Nata dan Permaisuri pun berbuatlah seperti disuruh Batara
Kala itu. Dari bunga yang kuncup itu muncullah Raden Menteri,
sedangkan Ken Tambuhan keluar dari bunga yang mekar. Sang Nata
dan Permaisuri gembirasekali.”
Nilai moral yang terkandung dalam kisah tokoh Panji antara lain loyalitas pada
kerajaan, berani meraih kejayaan, berkorban demi tujuan luhur, menyejahterakan
masyarakat, serta tabah dan sabar menjalani penderitaan lahir batin. Cerita Panji
merefleksikan keseimbangan spiritual dan duniawi, sabar menjalani cobaan dan
penderitaan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran demi menjalankan
kewajiban suci sebagai umat dari Yang Mahakuasa.
Fungsi cerita Panji dan karya sastranya secara umum dapat memberikan
kesenangan bagi yang menikmatinya dan mempertebal rasa kemanusiaan, serta
meningkatkan sikap dan pedoman dalam bertindak bagi penikmatnya dalam
kehidupan bermasyarakat.
https://books.google.co.id/books?id=U8arDAAAQBAJ&pg=PA628&lpg=PA628&dq=a
sal-
usul+hikayat+undakan+penurat&source=bl&ots=4QBluA8215&sig=ACfU3U3B8JRx1
3HAz2bv_s34aonMAzXiug&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiQ_82rjsLgAhVWaCsKHZ-
DBmQQ6AEwCXoECAMQAQ#v=onepage&q&f=false
http://sekarbudayanusantara.co.id/Wynk/?p=1400
http://tunasihkimnana.blogspot.com/2016/01/makalah-cerita-panji.html
https://brainly.co.id/tugas/14849835