Anda di halaman 1dari 10

LOKABASA

Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Daerah serta Pengajarannya


Volume 10, No. 1, April - 2019, Hal. 78-87
p-2338-6193 (print) | e-2528-5904 (online)
Homepage: http://ejournal.upi.edu/index.php/lokabasa
doi: 10.17509/jlb.v10i1

Tatakrama Kepemimpinan Sunda


dalam Novel Sejarah Tanjeur na Juritan Jaya di Buana
Retty Isnendes, Ruhaliah, Dedi Koswara, Ruswendi Permana
Universitas Pendidikan Indonesia
retty.isnendes@upi.edu

Sejarah Artikel: Diterima (18 Januari 2019); Diperbaiki (15 Maret 2019); Disetujui (30 Maret 2019);
Pusblished (30 April 2019).

Bagaimana mengutip artikel ini (dalam gaya APA): Isnendes, R., Ruhaliah, Dedi, K., dan
Ruswendi P. (2019). Tatakrama kepemimpinan Sunda dalam novel sejarah Tanjeur na Juritan Jaya di
Buana. Lokabasa, 10(1), 1-11. doi: 10.17509/jlb.v10i1.16943

Abstrak: Ada anggapan bahwa kepemimpinan Sunda lemah sehingga tidak dapat bersaing di panggung
nasional. Padahal sejarah mencatat sejumlah nama pemimpin panutan Sunda, misalnya saja Prabu
Wangi, Prabu Niskala Wastu kancana, dan Sri Baduga Maharaja. Dalam tataran sastra nama Prabu
Siliwangi merupakan ikonitas dan simbolitas pemimpin Sunda yang besar dan berhasil sepanjang masa.
Ikonitas dan simbolitas pemimpin Sunda tergambar juga dalam novel sejarah Tanjeur na Juritan Jaya di
Buana yang ditulis oleh Yoseph Iskandar. Unik dan utamanya, novel tersebut bersandar pada naskah
Pangeran Wangsakerta dari Cirebon yang tahun 1980-an menggemparkan jagat kesejarahan Indonesia.
Novel tersebut telah mendapat hadiah Rancage dari Yayasan Rancage Ajip Rosidi. Dengan
menggunakan metode deskriptif dan teknik telaah pustaka dan interprerasi, novel tersebut akan dikaji
tatakrama kepemimpinannya dalam lingkup etnopedagogik. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (a)
mendeskripsikan tatakrama kepemimpinan Sunda dalam novel, (b) mendeskripsikan aspek
etnopedagogik dalam novel, dan (c) membandingkan tatakrama kepemimpinan masa lalu dan masa
sekarang sebagai model pendidikan budaya. Hasil yang diharapkan adalah terdeskripsikannya tokoh-
tokoh dalam kepemimpinan Sunda, tatakrama kepemimpinan Sunda, dan model pendidikan budaya dari
novel yang dianalisis.
Kata Kunci: Kepemimpinan; novel Sunda, etnopedagogi

Sundanese Leadership Manners in Historical Novel Tanjeur Na Juritan Jaya Di Buana Works Of
Yoseph Iskandar

Abstract: There is a presumption that Sundanese people leadership is weak and feeble so they can not
compete on the national level. Though history recorded some names of Sundanese leaders, such as Prabu
Wangi, Prabu Niskala Wastu Kanca, and Sri Baduga Maharaja. In the literature, the name of King
Siliwangi is an icon and symbol of the great and successful Sundanese leader of all time. The identity
and symbolism of the Sundanese leader are also reflected in the historical novel of Tanjeur na Juritan
Jaya di Buana written by Yoseph Iskandar. Uniquely, the novel relies on the manuscript of Prince
Wangsakerta from Cirebon which in the 1980s appalled Indonesia history. The novel has been awarded
Rancage from Ajip Rosidi's Rancage Foundation. By using descriptive method and literature review
technique and interpretation, the novel will be examined his leadership ethics in ethno pedagogic scope.
The aims of this study are: (a) to describe the principles of Sundanese leadership in the novel, (b) to
describe the etnopedagogical aspect in the novel, and (c) to compare the leadership principles of the
past and the present as models of cultural education. The expected outcomes are the descriptions of
figures of Sundanese leadership, Sundanese leadership manners, and the cultural education model found
in the novel analyzed.
Keywords: Leadership; Sundanese novel; ethno-pedagogic

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.

78
Retty Isnendes, (dkk.): Tatakrama Kepemimpinan Sunda dalam … | 79

PENDAHULUAN Ketua Dewan Perwakilan Daerah


Meskipun Jakarta ada di Jawa Barat, (http://m.inilah.com).
akan tetapi tidak menjamin orang Sunda Apakah yang menyebabkan
menjadi pemimpin dan berkiprah di demikian? Padahal sejarah mencatat
panggung politik dan pemerintahan. sejumlah nama pemimpin panutan Sunda,
Semenjak negeri ini menjadi Republik, dari misalnya saja Prabu Wangi, Niskala Wastu
sekian Presiden sebagai pemimpin nomor Kancana, dan Sri Baduga Maharaja. Dalam
satu belum ada yang dari etnik Sunda. Etnik tataran sastra nama Prabu Siliwangi
ini dalam kepemimpinan bangsa, merupakan ikonitas dan simbolitas
kuantitasnya baru ada yang menjadi RI-2, pemimpin Sunda yang besar dan berhasil
yaitu Bapak Jendral (Purn) Umar sepanjang masa. Akan tetapi keberhasilan
Wirahadikusumah. sebagai pemimpin (raja Sunda) tidak
Selanjutnya, turun pada diwariskan secara politis, genetik, dan
kepemimpinan dalam taraf mentri, pun historik pada orang Sunda setelahnya.
kurang eksis. Pada kabinet sekarang saja Ikonitas dan simbolitas pemimpin
(2014-2018), mentri yang berasal dari etnik Sunda yang hebat dan agung tergambar
Sunda bisa dihitung dengan tiga jari. Belum juga dalam novel sejarah Tanjeur na
lagi anggota DPRD/DPR-RI bila diamati, Juritan Jaya di Buana yang ditulis oleh
sangat sedikit etnik Sunda yang menjadi Yoseph Iskandar. Unik dan utamanya,
wakil rakyat, bahkan di Provinsi Jawa novel tersebut bersandar pada naskah
Barat, persentase wakil rakyat dari etnik ini Pangeran Wangsakerta dari Cirebon yang
lebih sedikit dari etnik yang lainnya. tahun 1980-an menggemparkan jagat
Hal tersebut dikuatkan oleh politikus kesejarahan Indonesia. Pangeran
perempuan yang disebut Singa Betina, Ibu Wangsakerta adalah tokoh luar biasa yang
Dr (H.C) Hj. Popong Otje Djundjunan yang mampu mengumpulkan tokoh-tokoh
dalam setiap kesempatan dan obrolan, sejarah pada jamannya untuk menulis ulang
selalu mengajak generasi muda untuk ikut dan merekontruksi peristiwa sejarah
terlibat dalam politik dan jangan menjauhi Nusantara secara lengkap dan sempurna.
politik jika orang Sunda ingin berkiprah Usaha mengenalkan apa yang sudah
secara nasional. Tokoh Sunda pun, Drs H. dikerjakan oleh Pangeran Wangsakerta,
Uu Rukmana yang merupakan mantan telah dilakukan oleh Prof. Dr. Ajatrohaedi
wakil ketua DPRD Jabar, mendorong semenjak tahun 1981, Yoseph Iskandar
masyarakat Sunda untuk mengambil peran tahun 1983, dan saleh Danasasmita 1982
dalam kancah perpolitikan Nasional. (https://artshangkala.wordpress.com).
Menurut beliau, di era reformasi ini, orang Yoseph Iskandar seorang sastrawan
Sunda belum ada yang mengambil peran Sunda, selain menulis buku tentang Sejarah
sebagai pimpinan Nasional Jawa Barat yang bersandar pada naskah
(http://jabarprov.go.id). Pangeran Wangsakerta tersebut, juga
Walaupun demikian, di semua level mereinterpretasi peristiwa-peristiwa
kepemimpinan, orang Sunda pernah sejarah Sunda melalui karya sastranya
merasakannya. Sebut saja, untuk jabatan dalam bentuk roman sejarah atau novel
menteri, Kapolri, Panglima ABRI atau kini sejarah.
TNI, bahkan salah satu putra terbaik Sunda Karya-karya beliau yang
pernah menjabat perdana menteri, yakni monumental dalam bentuk novel adalah:
Djoeanda Kartawidjaja. Di legislatif pun, Perang Bubat (1988), Wastu Kancana
kendati tidak berada di puncak, setidaknya (1989), Prabu Wangisutah (1991), Tanjeur
orang Sunda pernah memimpin, melalui na Juritan, Jaya di Buana (1991),
Ginandjar Kartasasmita yang menjabat Pamanahrasa (1991), Putri Subanglarang

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.


80 | LOKABASA Vol. 10, No. 1, April 2019

(1991), Prabu Anom Jayadéwata (1996), swasta yang pada tahun 1930 telah
Tri Tangtu di Bumi (1996). Novél Tanjeur menerbitkan sejumlah novel Sunda
na Juritan Jaya di Buana mendapat Hadiah diantaranya adalah Dahlan Bekti dan
Sastra Rancagé (1992). Selain itu, novél Kusradie. Novel-novel yang diterbitkannya
sejarah lainnya Tri Tangtu di Bumi juga diantaranya adalah: Carios Agan Permas
mendapat Hadiah Sastra Rancagé 1997 dari ‘Cerita Agan Permas’, Mugiri, Neng Yaya,
Yayasan Rancage Ajip Rosidi dan Rusiah Nu Goreng Patut ‘Rahasia
(https://su.wikipedia.org). Seorang Buruk Rupa’. Penerbit yang
Novel yang akan dikaji karya Yoseph produktif menerbitkan novel dan genre
Iskandar ini mempunyai materi mengenai lainnya setelah PD II adalah CV Rahmat
kepemimpinan dan aturan dalam Cijulang, CV Geger Sunten, dan Girimukti
kepemimpinan. Kepemimpinan dalam Pasaka, di samping penerbit-penerbit kecil
zaman Kerajaan Sunda yang sangat di setiap kota yang ada di Jawa Barat.
menarik bila menjadi model etnopedagogik Novel-novel Sunda yang terbit
di masa kini. Selain itu, tak menutup sebelum PD II dikarang oleh para penulis
kemungkinan, lemahnya kepemimpinan novel Sunda angkatan 1920-1940. Penulis-
Sunda masa kini karena tidak mencontoh penulis yang tercatat tersebut di antaranya
dan meneladani pemimpin Sunda yang adalah: DK Ardiwinata, Rd. Memed
diagung-agungkannya, di samping faktor Sastrahadiprawira, Mohamad Ambri,
lain yang mempengaruhinya. Margasulaksana, Sambas, dan Susangka.
Penelitian ini bertujuan Para penulis tersebut biasanya berprofesi
mendeskripsikan tatakrama kepemimpinan sebagai guru atau seorang pendidik.
Sunda dan etnopedagogik yang terdapat Dengan demikian, karya sastranya pun
dalam novel Tanjeur na Juritan Jaya di tidak lepas dari karakteristik pendidik;
Buana. Selain itu dideskripsikan memberikan pendidikan lewat karya sastra
perbandingan tatakrama kepemimpinan yang ditulisnya. Karya sastra yang
masa lalu dan masa sekarang sebagai model dihasilkan oleh mereka menyebar luas di
pendidikan budaya. masyarakat, memberikan tuntunan, dan
Novel Sunda. Ajip Rosidi (Isnendes, dijadikan acuan moral. Terlebih lagi, lahir
2017:31) menyebutkan bahwa pada tahun penulis-penulis generasi muda kemudian
1914 sebuah novel Sunda lahir. Novel lulusan Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah
Sunda pertama tersebut berjudul Baruang (Sunda) IKIP Bandung, sehingga Duduh
Ka Nu Ngarora karya D.K. Ardiwinata atau Durahman (1991:81) menyebut sastra
Daeng Kanduruan Ardiwinata Tahun terbit Sunda sebagai sastra guru; sebagai
novel Sunda ini dijadikan titimangsa bahwa konsekuensi profesi dan untuk sebagian isi
sastra Sunda modern telah lahir di Tatar karya yang ‘mengajari’.
Sunda. Umur kelahiran novel ini lebih tua Setelah koran dan majalah terbit di
enam tahun dari pada novel sastra Tatar Sunda, maka banyak penulis Sunda
Indonesia Azab dan Sengsara Seorang menulis dalam koran dan majalah tersebut.
Anak Gadis. Novel-novel yang ditulisnya dimuat
Perkembangan sastra Sunda modern, sebagai cerita bersambung. Para penulis
terutama novel, tidak lepas dari peranan yang karyanya sering dimuat dalam cerita
Balai Pustaka. Penerbit ini adalah penerbit bersambung di antaranya: Ki Umbara, Yus
resmi pemerintahan kolonial yang dengan Rusamsi, Aam Amilia, Min Resmana,
rutin mencetak dan menerbitkan novel- Caraka, Abdullah Mustappa, Ahmad Bakri,
novel Sunda. Akan tetapi, usaha Adang S, Tatang Sumarsono, Holisoh ME,
masyarakat Sunda sendiri yang dengan dan Pipiet Senja. Sampai tahun 20017 ini,
keras dan giat menerbitkan novel dan buku- telah ratusan novel diproduksi (Isnendes,
buku Sunda perlu digarisbawahi. Penerbit 2017: 33).

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.


Retty Isnendes, (dkk.): Tatakrama Kepemimpinan Sunda dalam … | 81

Novel Tanjeur na Juritan Jaya di dipimpin oleh Ajip Rosidi. Lihat tabel pada
Buana telah mendapat hadiah sastra halaman selanjutnya.
Rancage dari Yayasan Rancage yang

Tabel
Daftar Novel yang Mendapat Hadiah Sastra Rancage
No Karya Jasa Tahun
Judul Novel Penulis Individu/Lembaga
1. Nu Kaul Lagu Kaleon (Novel) RAF Ki Umbara 1991
2. Tanjeur na Juritan Jaya di Buana Yoseph Iskandar M. Rustandi Kartakusuma 1992
(Novel)
3. Demung Janggala (Novel) Tatang Sumarsono Sayudi 1994
4. Prabu Jaya Dewata dan Tri Tangtu Yoseph Iskandar Wahyu Wibisana 1997
Di Bumi (Novel Sejarah)
5. Awewe Dulang Tinande (Novel) Tjaraka RAF (Rahmatullah Ading 1998
Affandie)
6. Galuring Gending (Novel) Tatang Sumarsono Edi Ekadjati 2002
7. Kembang-kembang Petingan Holisoh ME Tini Kartini 2003
(Novel)
8. Panganten (Novel) Deden A. Aziz Lembaga Kesenian 2004
Yayasan “Cangkurileung”
9. Amanat dina Napas Panungtung MH. Rustandi K.H. Ahmad Maki 2005
(Novel) Kartakusuma
10. Sandekala (Novel) Godi Suwarna Teater Sunda Kiwari (R. 2008
Dadi Danusubrata)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Hadiah_Sastra_Rancage/)

Yoseph Iskandar adalah pengarang Kancana (1989), Prabu Wangisutah


Sunda yang produktif, dan karya-karyanya (1991), Tanjeur na Juritan, Jaya di Buana
banyak mendapat hadiah sastra. Yoseph (1991), Pamanahrasa (1991), Putri
Iskandar lahir di Purwakarta 11 Januari Subanglarang (1991), Prabu Anom
1953, beliau meninggal di Kecamatan Jayadéwata (1996), Tri Tangtu di Bumi
Ujungberung, Bandung, 26 Maret 2008. (1996).
Beliau adalah penyair, sutradara, penulis
cerpen, novel, roman, dan drama dalam Tatakrama Kepemimpinan
bahasa Sunda. Tamat dari SMA, Yoseph Sunda. Kepemimpinan Sunda sebelum
bekerja dan minatnya pada sastra abad ke-16 telah diabadikan pada naskah
sedemikian besar sehingga tercatat Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang
kemudian, bahwa beliau dengan rekan selesai ditulis pada tahun 1518 M. Pada
seangkatannya Eddy D. Iskandar, Godi naskah tersebut ada yang disebut
Suwarna, Juniarso Ridwan, Beni Setia, dll Parigeuing, Dasa Pasanta,
membentuk organisasi untuk para Pangimbuhning Twah, dan Empat
sastrawan Sunda yang dinamai Durma Larangan bagi pemimpin dan
Kangka (https://su.wikipedia.org ). kepemimpinan (Danasasmita, 1987).
Beliau juga tertarik pada sejarah Menurut Suryalaga (1994: 178), manusia
dan belajar sejarah pada ahli sejarah Saleh Sunda sekarang harus bersyukur karena
Danasasmita, terutama mempelajari naskah mempunyai naskah Sanghyang Siksa
wangsakerta. Hal itulah kemudian yang Kandang Karesian. Karena dengan naskah
memotivasi beliau menulis novel-novel tersebut, manusia Sunda sekarang
sejarah yang ditukil dari naskah tersebut. mempunyai bukti mengenai ilmu
Adapun novel-novel sejarahnya adalah kesiliwangian, sehingga mengerti mengapa
demikian: Perang Bubat (1988), Wastu kepemimpinan raja Sunda, terutama yang

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.


82 | LOKABASA Vol. 10, No. 1, April 2019

digelari Siliwangi terus dianut dibanggakan ilmu pendidikan yang didasarkan pada
dan digandrungi. etnis, budaya, dan adat-istiadat
Kemahiran kemimpinan beliau masyarakatnya, supaya peserta didiknya
(leadership) sangat hebat dan luar biasa menjadi manusia yang unggul tetapi tetap
sehingga dalam tatanan manajerial berpijak pada budayanya. Sebagaimana
birokrasi tradisonal waktu itu ‘raja-rakyat; yang dikemukakan oleh Alwasilah dkk.
sangat berhasil. Bahkan dikenang sampai (2009 hal. 12), bahwa “Proses pendidikan
sekarang. Hal tersebut tak akan mungkin yang bersandar secara kukuh kepada
terjadi jikalau kualitas sumber daya budaya amat penting guna melahirkan
manusia atau kepribadian dan juga karakter pandangan dunia, nilai-nilai, dan komitmen
beliau tidak unggul. Dengan diyakini dan terhadap nilai-nilai dan keluhuran martabat
dikenangnya juga dirindukannya Prabu manusia yang bertumpu pada kejujuran dan
Siliwangi oleh manusia Sunda, ini artinya pertanggungjawaban”. Pendidikan bukan
kepribadian dan karakter beliau sungguh hanya menyampaikan nilai teknis dan
terpuji. Dalam bahasa agamanya adalah estetikanya melainkan juga pada aspek
ahlak beliau sangat terpuji. sosial budayanya.
Etnopedagogik. Alwasilah dkk Walaupun di Indonesia termasuk ke
(2009 hal. 14) mengemukakan bahwa dalam teori baru, pelaksanaan
etnopedagogik adalah praktek pendidikan etnopedagogik sudah lama dilaksanakan di
berbasis kearifan lokal dalam berbagai Indonesia. Berbagai tradisi yang berkaitan
ranah seperti pengobatan, seni bela diri, dengan siklus kehidupan, ungkapan,
lingkungan hidup, pertanian, ekonomi, pantun, dan lain-lain, merupakan bagian
pemerintahan, sistem penanggalan, dan lain dari etnopedagogik yang berlangsung terus-
- lain. Etnopedagodik memandang menerus. Pendidikan tidak hanya
pengetahuan atau kearifan lokal sebagai berorientasi pada kurikulum nasional tetapi
sumber inovasi dan keterampilan yang juga bagaimana mengembangkan potensi
dapat diberdayakan demi kesejahteraan lokal yang dimiliki masyarakat, sehingga
masyarakat. disediakan kurikulum muatan lokal. Hal ini
Kearifan lokal adalah koleksi fakta, dilakukan agar generasi berikutnya tidak
konsep kepercayaan, dan persepsi kehilangan jati dirinya. Jadi di dalam
masyarakat ihwal dunia sekitar, cara etnopedagogik berusaha digali berbagai
menyelesaikan masalah, dan memvalidasi potensi yang dimiliki oleh suatu etnis,
informasi. Jadi, kearifan lokal adalah berbagai kearifan lokal, serta berbagai
bagaimana pengetahuan dihasilkan, budaya bangsa yang terkandung di
disimpan, diterapkan, dikelola, dan dalamnya.
diwariskan. Etnopedagogik menekankan Faktor-faktor yang menjadi
pada pentingnya pendidikan dihubungkan pendukung dalam pendidikan terdiri dari
dengan kebudayaan sehingga proses dan peserta didik, pendidik, lingkungan dan
hasil pendidikan membantu perkembangan sarana pendidikan, orang tua/wali siswa
peserta didik menjadi pribadi dewasa yang (Alwasilah dkk., 2009, hal. 34-42). Kelima
dapat bertanggungjawab secara sosial, faktor tersebut saling menunjang satu sama
budaya, dan moral, sesuai dengan norma lain, walaupun tidak selamanya maksimal.
yang ada di masyarakatnya. Sumber-sumber etnopedagogik dapat
Etnopedagogik merupakan ditemukan dalam tradisi lisan dan tradisi
pendidikan yang didasarkan pada tulis, khususnya dalam novel.
etnografis, karena berkaitan erat dengan
etnis. Pedagogik berkaitan dengan edukasi METODE
(education), educare (membimbing, Penelitian ini dilakukan dengan
mengajar). Jadi etnopedagogik merupakan menggunakan metode kualitatif-deskriptif.

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.


Retty Isnendes, (dkk.): Tatakrama Kepemimpinan Sunda dalam … | 83

Berbagai unsur yang berkaitan pemerintahan kerajaan. Tatakrama


dideskripsikan dengan seteliti mungkin bersinonim dengan sopan-santun dan etika,
agar didapat kesimpulan yang representatif. yang dasarnya adalah karakter; watak;
Untuk mendeskripsikan data yang akhlak. Dengan demikian tatakrama
diperlukan digunakan teknik pengumpulan kepemimpinan Sunda bersumber pada
data berupa studi pustaka, sedangkan dalam karakter atau watak yang baik yang
pengolahannya digunakan teknik analisis, dipunyai oleh pribadi pemimpin tersebut.
interpretasi, dan perbandingan. Pada tataran tingkah laku (tatakrama),
Sumber data penelitian ini adalah karakter itu tergambar pada nilai-nilai yang
novel Tanjeur na Juritan Jaya di Buana dianggap baik oleh orang Sunda tradisional
karya Yoseph Iskandar. Novel ini ada 22 nilai dan yang dianggap baik oleh
diterbitkan tahun 1991 oleh Yayasan orang Sunda modern ada 18 (Isnendes,
Pembangunan Jawa Barat Jakarta. Naskah 2013 hlm 93).
sebelumnya dierjakan oleh Yayasan Setelah mengkaji novel Tanjeur na
Pembangunan Jawa Barat dan Penerbit Juritan Jaya di Buana, dari empat
Rahmat Cijulang Bandung. persyaratan tatakrama kepemimpinan
Novel ini menceritakan kehidupan Sunda, dicitrakan bahwa pemimpin Sunda
Prabu Wastu Kancana atau Prabu memang dipersiapkan sedemikian rupa,
Wangisutah. Beliau merupakan anak raja terutama dari hal karakternya. Karakter
Prabu Wangi yang gugur di Palagan Bubat. calon pemimpin dibiasakan menjadi baik
Diceritakan bagaimana beliau diangkat dengan pembelajaran-pembelajaran yang
menjadi raja, menikah, mempunyai anak, dianggap baik pula, sehingga di kemudian
dan memerintah dengan adil dan bijaksana. hari.
Keadilan dan kebijaksanaan beliau serupa Parigeuing atau rahasia komunikasi
dengan ayahnya Prabu Wangi. Dalam pada abad sekarang, dalam novel telah
sejarah, masa tahta beliau adalah masa yang tersedia aspek-aspeknya. Konsep
terlama yaitu 103 tahun 6 bulan 15 hari. Hal komunikasi adalah ide yang disusun agar
itu menunjukkan bagaimana tatakrama dalam proses penyampaian pada yang lain
kepemimpinan dijalankan dengan baik oleh bisa tersampaikan secara efektif. Telah
beliau, sehingga dicintai rakyatnya dan disebutkan bahwa Parigeuing adalah bisa
melanggengkan kepemimpinannya. memerintah; bisa menyuruh dengan bahasa
yang tepat dan indah sehingga tidak
HASIL DAN PEMBAHASAN membuat jengkel yang diperintahnya.
Pada novel ditemukan aspek-aspek Dalam novel diceritakan bagaimana
tatakrama kepemimpinan Sunda, terutama terampilnya Prabu Wangisutah dalam
parigeuing, dasa pasanta, dan memerintah, baik pada orang tua, ahli
pangimbuhning twah pada tokoh utama agama, sejawat, keluarga, dan masyarakat,
novel Tanjeur na Juritan Jaya di Pangeran bahkan musuhnya. Jika dibandingkan
Niskala Wastu Kancana atau Prabu dengan ilmu modern dalam komunikasi,
Wangisutah. Adapun opat larangan atau beliau sudah menguasai prinsip dalam
empat hal yang dilarang tidak terdapat pada berkomunikasi, yaitu: respek (hormat pada
tokoh utama, kecuali pada tokoh tambahan. lawan bicara), empati (mampu
Praktik pendidikan yang menempatkan diri pada berbagai kondisi
berdasarkan pada budaya Sunda dalam dan situasi), audible (mudah dipahami dan
novel ini ada beberapa jenis, yaitu sebagai bahasa tubuh mendukung), clarity (jelas),
berikut: 1) suksesi kepemimpinan dalam dan humble (rendah hati)
pemerintahan kerajaan, 2) pendidikan (docs.inasafe.org). Demikian juga dengan
kepemimpinan, 3) pendidikan agama dan sarana komunikasi. Sarana komunikasi
budi pekerti, 4) strategi mempertahankan yang digunakan, bukan hanya lisan, tapi

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.


84 | LOKABASA Vol. 10, No. 1, April 2019

juga tertulis (surat), kekuatan spiritual, tatakrama kepemimpinan Sunda, sama


bahasa tubuh, dan media-media yang sekali tak ditemukan teks yang mengarah
menjadi tanda bagi tokoh utama. ke sana. Justru empat larangan tersebut
Dasa Pasanta atau sepuluh ditemukan pada tokoh-tokoh bawahan dan
pedoman yang menentramkan hati, yang rakyat jelata. Artinya, karakter utama tokoh
menjadi modal dalam melaksanakan kita dicitrakan sebagai pemimpin yang
parigeuing, teks telah pula memenuhinya . hampir sempurna, baik secara fisik, mental,
Sepuluh hal tersebut adalah: guna rohani, dan spiritualnya.
(mengerti perintah), ramah (ramah), hook Praktek pendidikan berbasis
(kagum), pesok (bangga), asih (rasa kearifan lokal yang terdapat dalam teks
sayang), karunia/ karunya (rasa kasihan berpusat pada pembentukan kakater
karena sayang), mukpruk (merayu), ngulas kepemimpinan. Seperti disebutkan
(memberi komentar dengan cara yang sebelumnya bahwa pendidikan berdasarkan
baik), nyecep (menentramkan), ngala pada kearifan pada setiap suku bangsa bisa
angen (menarik simpati). Sifat-sifat para universal atau unik komunal. Seperti yang
pemimpin kerajaan, Prabu Wangisutah dan terdapat pada teks, jelas ini merupakan
Prabu Bunisora Suradipati, terutama kearifan orang Sunda yang muncul dari
merupakan karakter-karakter yang kebaikan, pembiasaan, harapan, dan tujuan
mempunyai keindahan pribadi. Potensi diri yang ingin dicapai oleh orang Sunda secara
berdasarkan pada akhlak atau watak mulia umum.
merupakan manusia-manusia terpilih pada Pendidikan yang berdasarkan pada
masanya. Hal tersebut tergambar dalam budaya Sunda dalam novel ini, seperti
teks seperti pada kutipan-kutipan yang disebutkan sebelumnya empat jenis, yaitu:
diketengahkan pada hasil penelitian. 1) suksesi kepemimpinan dalam
Pangimbuhning Twah adalah pemerintahan kerajaan, 2) pendidikan
tatakrama pelengkap penambah pamor kepemimpinan, 3) pendidikan agama dan
(bertuah). Ada 12 pangimbuhning twah, budi pekerti, 4) strategi mempertahankan
yaitu: emet (hemat), imeut (teliti), rajeun pemerintahan kerajaan. Suksesi
(rajin), leukeun (tekun), pakapradana kepemimpinan dalam sebuah kerajaan
(berani), morogol-rogol (ingin maju), tentunya dipengaruhi juga oleh intrik-intrik
purusa ning sa (patriotik), widagda politik, ada berbagai cara suksesi dalam
(bijaksana), gapitan (berani berkorban), kepemimpinan orang Sunda baik yang
karawaleya (dermawan), cangcingan positif maupun negatif. Pada teks
(cekatan), dan langsitan (terampil). diketengahkan suksesi kepemimpinan yang
Semuanya tersedia dalam teks, artinya positif, baik, dan damai, yaitu penyerahan
unsur dari tatakrama sebagai seorang tampuk kerajaan dari wali (paman) ke
pemimpin Sunda yang dipersiapkan keponakannya (putra mahkota yang
sedemikian rupa, secara sadar atau tak berhak) tanpa pertumpahan darah dan intrik
sadar telah dikuatkan oleh penulis. Terlebih politik yang jahat. Ini terjadi karena adanya
lagi penulis menggunakan refensi naskah kepercayaan dan karakter baik pada
Siksa Kanda (ng) Karesian dan naskah pemimpin yang menjadi wali.
Wangsakerta sebagai pedoman ajaran Keempat hal yang dipandang
Sunda pada sebuah kerajaan besar Sunda sebagai kearifan lokal orang Sunda pada
pada abad ke-14-16 M, bisa dianggap abad ke-14-16 M, tentunya ditemukan atau
bahwa karakter pemimpin dan tatakrama dilakukan oleh manusia-manusianya yang
kepemimpinan Sunda, tidak akan jauh baik sehingga terjadi penguatan
berbeda dengan fakta sejarahnya. (reinforcement) pada pembiasan yang baik
Hal yang menarik adalah Opat itu. Seperti pendidikan kepemimpinan,
Larangan atau empat larang dalam pada masa modern, pendidikan formal

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.


Retty Isnendes, (dkk.): Tatakrama Kepemimpinan Sunda dalam … | 85

kepemimpinan terbagi dua, yaitu generasi Pembelajaran melalui pengalaman adalah


yang dipersiapkan menjadi birokrat ketika beliau menyamar; bermain peran;
(pemimpin wilayah) dengan pendidikan menjadi wasi muda yang berguru di
khusus (STPDN) dan generasi yang beberapa pertapaan, bahkan sampai bisa
dipersiapkan menjadi ksatria militer dengan belajar membuat panah dan menembus
pendidikan kemiliteran. Ternyata pada kerajaan Majapahit. Berhadapan langsung
novel dualisme seperti itu tidak ada. Terjadi dengan Gajah Mada, musuh besarnya dan
dan terlaksana pendidikan integral menyaksikan penderitaan mahapatih itu,
komprehensif pada generasi muda yang membawanya pada refleksi diri dan
dipersiapkan sebagai calon-calon kehikmahan. Pembelajaran mandiri adalah
pemimpin. Para calon tersebut dididik ketika beliau menerima menjadi raja dan
dengan metode pendidikan yang sama, belajar pada kasepuhan ilmu-ilmu
tanpa ada perbedaan tempuh jalur birokrat kepemerintahannya. Beliau juga
atau militer. memimpin projek membuat parigi di
Pendidikan dasar yang utama sekeliling keratonnya yang terinspirasi dari
adalah konsep kanuragan atau yang disebut pekerjaan nenek moyangnya: Sang Batari
puragabaya. Calon pemimpin dibina jiwa- dari Kerajaan Galunggung. Semua itu
raganya di Binayapanti Jampang dari umur merupakan hasil dari kebaikan-kebaikan
6-7 tahun hingga berumur belasan tahun. budaya yang dapat diambil contoh dari segi
Setelah itu dilepas untuk mencari sendiri pendidikan oleh masyarakat modern
pengalaman lainnya yang berhubungan sekarang ini.
dengan kepemimpinannya. Ada yang Dari perbandingan tatakrama,
langsung menjadi prajurit, ada yang terutama Dasa Pasanta dan
diangkat menjadi pemimpin, tentunya Pangimbuhning Twah, terdapat 22 aspek
dengan talentanya masing-masing, baik di karakter calon pemimpin, sedangkan dari
kelas sosial rendah ataupun kelas sosial tatakrama kepemimpinan sekarang terdapat
tinggi. Bila dibandingkan dengan 18 aspek calon pemimpin. Bila
pendidikan modern sekarang ini, dibandingkan, bisa dianggap tatakrama
pendidikan para calon pemimpin kerajaan kepemimpinan masa lalu lebih unggul dari
tersebut telah melalui metode pembelajaran masa sekarang. Uniknya pada dua karakter
sebagai berikut: 1) pembelajaran langsung, tatakrama masa lalu dan masa sekarang,
2) pembelajaran tidak langsung, 3) tidak ada yang menyebut bahwa pemimpin
pembelajaran interaktif, 4) pembelajaran harus pintar (kognisi), tetapi ke-22 aspek
melalui pengalaman, 5) pembelajaran karakter calon pemimpin tersebut
mandiri (docs.inasafe.org). memperlihatkan kecakapan secara umum:
Pembelajaran langsung merupakan kognisi, afeksi, dan psikomotor.
pembelajaran yang diarahkan langsung Tentu saja mengupayakan
oleh pelatih atau guru. Hal ini teralami oleh pendidikan karakter pemimpin tidak
tokoh utama. Ketika di Binayapanti mudah, perlu disusun strategi
Jampang, beliau selalu dibimbing oleh mengajarkannya. Oleh sebab itu, untuk
gurunya. Pembelajara tidak langsung menguatkan karakter calon pemimpin,
diperolehnya ketika Prabu Wangisutah terutama di sekolah, bisa melalui 11
berkelana, banyak pembelajaran yang langkah atau prinsip demikian:
disadarinya kemudian membuahkan hasil 1) mempromosikan nilai-nilai dasar etika
belajar ketika dirinya menjabat sebagai sebagai basis karakter;
raja. Pembelajaran interaktif adalah beliau 2) mengidentifikasi karakter secara
mendapat ilmu dari diskusi-diskusi dengan komprehensif supaya mencakup
pamandanya, Prabu Bunisora, dari para pemikiran, perasaan, dan perilaku;
wasi dan purohita, bahkan dari musuhnya.

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.


86 | LOKABASA Vol. 10, No. 1, April 2019

3) menggunakan pendekatan yang tajam, tanggung jawab untuk pendidikan


proaktif, dan efektif untuk membangun karakter dan setia kepada nilai dasar
karakter; yang sama;
4) menciptakan komunitas yang memiliki 9) adanya pembagian kepemimpinan
kepedulian; moral dan dukungan luas dalam
5) memberi kesempatan kepada peserta membangun inisiatif pendidikan
didik untuk menunjukan perilaku yang karakter;
baik; 10) memfungsikan keluarga dan anggota
6) memiliki cakupan terhadap kurikulum masyarakat lainnya sebagai mitra
yang bermakna dan menantang yang dalam usaha membangun karakter;
menghargai semua peserta didik, 11) mengevaluasi karakter lingkungan
membangun karakter mereka, dan peserta didik, fungsi staf lingkungan
membantu mereka untuk sukses; didik sebagai guru-guru karakter, dan
7) mengusahakan tumbuhnya motivasi manifestasi karakter positif dalam
diri dari para peserta didik; kehidupan peserta didik (Isnendes,
8) memfungsikan seluruh komponen 2013: 94).
lingkungan peserta didik sebagai Model pendidikan tatakrama pemimpin
komunitas moral yang berbagi Sunda/Nasional bisa disusun demikian

Parigeuing Dibandingkan untuk


22 aspek karakter calon
dijadikan tujuan
pemimpin masa lalu
pembelajaran calon
Tatakrama Dasa Pasanta pemimpin
Kepemimpinan Sunda
pada Novel
Tanjeur na juritan Jaya Pangimbuhning Twah
di Buana 18 aspek karakter calon
pemimpin masa kini Disusun indikator
Opat Larangan ketercapaian

Output Diujicobakan pada Disusun strategi,


(Calon pemimpin lembaga khusus mencetak pendekatan, metode, dan
Sunda/nasional) pemimpin Sunda/nasional skenario pembelajaran,
atau sekolah materi ajar, dan alat
NILAI-NILAI evaluasi
NILAI-NILAI

Model Pendidikan Tatakrama Pemimpin Sunda/ Nasional

SIMPULAN sama sekali tidak pernah ditabrak oleh


Tatakrama kepemimpinan Sunda tokoh utama Prabu Wangisutah.
mempunyai empat aspek aturan, yaitu: Etnopedagogik yang terdapat pada
parigeuing, dasa pasanta, pangimbuhning novel Tanjeur na Juritan Jaya di Buana,
twah, dan opat larangan. Pada novel berpusat pada keunikan mempersiapkan
tanjeur na Juritan Jaya di Buana, terdapat kepemimpinan Sunda yang bersipat
ketiga aspek tatakrama kepemimpinan universal sekaligus unik. Etnopedagogik
Sunda, adapun opat larangan tidak tersedia yang dapat dipelajari oleh manusia modern
dalam teks. Artinya, karakter calon adalah: 1) suksesi kepemimpinan dalam
pemimpin dalam novel tersebut adalah pemerintahan kerajaan, 2) pendidikan
karakter ideal dan lurus, dan opat larangan kepemimpinan, 3) pendidikan agama dan

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.


Retty Isnendes, (dkk.): Tatakrama Kepemimpinan Sunda dalam … | 87

budi pekerti, 4) strategi mempertahankan Siksakandang Karesian (Kropak


pemerintahan kerajaan. 630), Amanat Galunggung (Kropak
Perbandingan tatakrama 632): Transkripsi dan Terjemahan”.
kepemimpinan Sunda masa lalu dan masa Bandung: Bagian Proyek Penelitian
kini, bisa diakumulasi dari aspek dasa dan Pengkajian Kebudayaan Sunda
pasanta dan pangimbuhning twah yang (Sundanologi) Direktorat Jendral
mempunyai 22 nilai karakter. Adapun Kebudayaan Dep. Pendidikan Dan
tatakrama kepemimpinan masa kini bisa Kebudayaan.
diambil dari rumusan karakter Durahman, D. (1991). Sastra Sunda Sausap
kemendiknas yang telah dielaborasi dengan Saulas. Bandung: C.V. Geger Sunten.
nilai-nilai kekinian. Ternyata empat nilai Isnendes, R. (2013). “Stuktur dan Fungsi
tidak ada dan itu akan mempengaruhi Upacara Ngalaksa di Kecamatan
karakter pemimpin kemudian. Selain itu Rancakalong Kabupaten Sumedang
model disusun sebagai panduan dalam dalam Perspektif Pendidikan
melaksanakan tatakrama kepemimpinan Karakter” (Disertasi). Bandung:
Sunda atau lingkup nasional. Pendidikan Bahasa Indonesia
Saran ditujukan pada lembaga pendidikan, Sekolah Pascasarjana UPI.
pemerintahan Jawa Barat dan nasional, Isnendes, C. R. (2017). Perempuan dalam
agar dapat mempersiapkan generasi Pergulatan Sastra dan Budaya
pemimpin di masa depan dengan Sunda. Bandung: Yrama Widya.
megelaborasi tatakrama kepemimpinan Suryalaga, R. H. (1994). ‘Parigeuing jeung
Sunda dengan kepemimpinan Islam dan Dasapasanta Cecekelan Pamingpin
masa kini. Sunda” dalam Kumpulan Makalah
Lembaga Kebudayaan UNPAS
UCAPAN TERIMA KASIH karya R. Hidayat Suryalaga.
Penulis mengucapkan terima kasih Bandung: UNPAS.
kepada tim penyunting jurnal Lokabasa http://jabarprov.go.id/index.php/news/108
atas dipublikasikannya penelitian ini. 22/2015/02/02/Uu-Rukmana-
Urang-Sunda-Kudu-Manggung
CATATAN PENULIS http://m.inilah.com/news/detail/2021452/s
Penulis menyatakan bahwa tidak ada
aatnya-urang-sunda-jadi-
konflik kepentingan terkait publikasi artikel
pemimpin-nasional
ini. Penulis mengkonfirmasi bahwa data https://artshangkala.wordpress.com/2010/0
dan artikel ini bebas plagiarisme. 1/14/pangeran-wangsakerta-sang-
sejarawan/
PUSTAKA RUJUKAN https://su.wikipedia.org/wiki/Yos%C3%A
Alwasilah dkk., (2009). Etnopedagogi: 9ph_Iskandar
Landasan Praktek Pendidikan dan https://id.wikipedia.org/wiki/Hadiah_Sastr
Pendidikan Guru. Bandung: Kiblat a_Rancage/
Buku Utama.
Danasasmita. S. dkk. (1987). Sewaka
Darma (Kropak 408), Sanghyang

Copyright ©2019 Universitas Pendidikan Indonesia. All rights reserved.

Anda mungkin juga menyukai