Anda di halaman 1dari 11

Bissmillaahirrohmaanirrohiim…

Assalamualikum… wr.wb

Saya akan mencoba menjawab beberapan pertanyaan yang diberikan oleh ibu dosen
mengenai puisi, prosa dan drama.

Berikut adalah pemahaman saya mengenai puisi prosa dan drama:

1. Jelaskanlah perbedaan dan persamaan antara puisi, prosa, dan drama ditinjau
dari bahasa, bentuk, irama, dan kesan (sertai dengan contoh)

 Ditinjau dari bahasa

Pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan
ungkapan perasaan seorang penyair dengan menggunakan bahasa yang bermakna
semantis serta mengandung irama, rima, dan ritma dalam penyusunan larik dan
baitnya. Bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dari bahasa yang digunakan
sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa yang ringkas, namun kaya akan makna. Kata-
kata yang digunakan adalah kata-kata konotatif, yang mengandung banyak penafsiran
dan pengertian.

Drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat


menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang
dipentaskan. Drama merupakan bentuk karya sastra yang dilukiskan dengan
menggunakan bahasa yang Panjang dan bebas, bahasa yang digunakan dalam drama
menggunakan Bahasa yang diangkat berdasarkan budaya masyarakat, kehidupan
sehari hari, Pendidikan, kondisi sosial budaya, atau berdasarkan hal-hal yang sedang
hangat atau popular dikalangan masyarakat

Yang dimaksud dengan prosa adalah suatu karangan bebas yang tidak terikat
oleh banyaknya bait, dan banyaknya suku kata pada setiap baitnya serta tidak terikat
oleh rima dan irama seperti puisi. Atau pengertian prosa yaitu suatu karya sastra
berbentuk cerita bebas yang tidak terikat oleh rima, irama dan kemerduan seperti puisi.
Bahasa yang digunakanpun merupakan bahasa yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, tidak terikat oleh rima pengunaan majaspun sangat jarang.
Bahasa yang digunakan dalam prosa bisa terpengaruh oleh bahasa lain misalnya oleh
bahasa orang asing ataupun bisa juga tidak terpengaruh.

Untuk lebih jelas, perbedaan puisi, prosa, dan drama ditinjau dari segi bahasa, saya
sajikan contoh ilustrasi berikut:

Untuk menyatakan sebuah kesedihan:


Puisi Prosa Drama
Ibarat tanah merah Pada malam yang Ani : (Duduk lemah,
setelah dihunjam begitu dingin dan menutup wajahnya)
hujan gelap, ia duduk di Aku tidak tahu harus
ini hati hanya likatan sebuah halte. Air dengan apa agar ia
matanya tak tak pergi.
Ibarat tanah merah terbendung, dalam Yuli : (mendekati Ani)
setelah dibajak ingatannya hanya Sudahlah An, yakinlah
kesekian perempuan yang baru ini jalan terbaik buat
Ini hati hanya saja hilang bersama kamu dan dia.
kepingan bus yang
selampusnya membawanya pergi
untuk tak kembali.

Meskipun bahasa yang digunakan dalam puisi, prosa, dan drama berbeda, namun
terdapat pula beberapa kesamaan, antara lain:

a. Bahasa digunakan sebagai saranan penunjang kehadiran unsur fiksionalitas dan


puisi, prosa, dan drama. Artinya, unsur estetika sebagai buah imajinasi pengarang
dihadirkan melalui bahasa.

b. Bahasa yang digunakan pada puisi, prosa, dan drama harus tetap memperhatikan
kelogisan bahasa. Sebagai contoh, dalam puisi, prosa, dan drama, pensyair tidak boleh
menghadirkan frasa “berbatang-batang bunga padi” karena bunga padi tidaklah
berbatang

 Ditinjau dari bentuk

Ditinjau dari segi bentuk puisi, drama dan prosa jelas berbeda. Puisi berbentuk bait-
bait yang setiap bait terdiri dari larik atau baris dan disetiap larik terdiri dari suku kata
dan irama dan rima.

Drama disajikan dalam bentuk percakapan atau dialog, tidak terikat oleh rima dan
bait ataupun suku kata

Sedangkan prosa berbentuknya Bebas, maksudnya Prosa juga tidak terikat oleh
bait, baris, suku kata, dan irama. Karena prosa umumnya berbentuk rangkaian kalimat
yang membentuk paragraf misalnya sepeti dongeng, hikayat dsb.

Contoh:

Puisi Prosa Drama


maaf, aku harus Pada malam yang begitu Ani : (Duduk lemah,
menyerah dingin dan gelap, ia menutup wajahnya)
telah lama kucoba duduk di sebuah halte. Aku tidak tahu harus
untuk bertahan namun Air matanya tak dengan apa agar ia
aku semakin terluka terbendung. tak pergi.
maaf, aku harus Dalam ingatan Yuli : (mendekati Ani)
menyerah perempuan itu, hanya Sudahlah An, yakinlah
kuat inginku untuk kekasihnya yang baru ini jalan terbaik buat
bertahan namun hati saja hilang bersama bus kamu dan dia.
tak bisa lagi menerima yang membawanya
pergi untuk tak kembali.

 Ditinjau dari segi irama

Didalam puisi rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak
hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek
musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar
meskipun tanpa dilagukan. Dapat kita ketahui bahwa irama dalam puisi memiliki
perulangan bunyi, pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek, dan memiliki
keteraturan. Sehingga membentuk alunan merdu, indah, enak didengar dan
menimbulkan suasana tertentu.

Dalam puisi irama merupakan faktor penting. Sedangkan dalam prosa, irama
dipahami seperti irama dalam percakapan sehari-hari. Pada prosa, irama berkaitan erat
dengan kesan yang ingin ditimbulkan penyair terhadap pembaca.

Pada drama, irama muncul pada cepat atau lambatnya dialog yang diucapkan tokoh
serta pada cepat atau lambatnya adegan dalam tiap babak drama. Artinya, irama sudah
tidak lagi hadir pada bahasa yang digunakan, tetapi pada cara bagaimana bahasa itu
diucapkan dan diwujudkan dalam gerakan.

 Ditinjau dari segi kesan

Kesan adalah efek yang ditimbulkan atau sesuatu yang terasa, terpikir setelah
melihat atau mendengar sesuatu yang dalam hal ini adalah karya sastra. Dapat
dikatakan kesan merupakan pendapat kita tentang karya sastra tersebut.

Sedikit perbedaan mengenai kesan dalam puisi, prosa, dan drama. Kesan terhadap
puisi dapat diperoleh hanya dengan membaca dan menafsirkan kata per kata secara
utuh meskipun tidak disandingkan dengan unsur lain. Kesan prosa diperoleh dengan
menafsirkan semua unsur pembangun prosa tersebut. Misalnya, kita tidak akan
menemukan kesan pada tokoh dalam prosa jika kita tidak menelisik perwatakannya dan
ada kalanya perwatakan disajikan pengarang dalam bentuk tidak langsung (dramatik).

Pada drama, penulis berpendapat bahwa kesan secara jelas dapat didapat setelah
drama tersebut dipentaskan. Seperti yang telah kita ketahui, pada pementasan drama,
kesan yang ingin ditimbulkan pengarang dibantu oleh unsur-unsur pementasan lain,
seperti tata cahaya, tata kostum, tata musik, artistik, dan lain-lain.

Persamaan ketiga genre sastra tersebut dilihat dari aspek kesan adalah bahwa
kesan dapat sangat terasa manakala ketiga genre sastra tersebut dialih dimensikan ke
dalam bentuk performance. Puisi dapat sangat berkesan manakala dibacakan,
dimusikalisasi, atau bahkan didramatisasi. Prosa dapat sangat berkesan jika dibacakan,
didramakan, atau bahkan difilmkan. Drama akan sangat berkesan jika dipentaskan.

2. Jelaskanlah peran dongeng, fabel, pantun bagi peserta didik di era milenial ini

Sebagai salah satu jenis karya sastra lama, dongeng, fabel, pantun tentu memiliki
banyak manfaat, terutama bagi peserta didik.

Dalam berkomunikasi saat ini, peserta didik lebih tertarik memakai ragam
bahasa gaul kekinian yang cenderung sarkastis daripada puitis. Adanya tafsir sastra
tanpa pendekatan ilmu sastra, etika, dan humanisme. Padahal, indikasi bangsa besar
itu adalah literat dan berbudaya.

Dalam trilogi filsafat, manusia tidak cukup memiliki tata nilai logika (benar-salah),
etika (baik-buruk), tetapi juga memiliki estetika (indah-jelek). Salah satu bentuk
kecerdasan etika adalah melek sastra. Melek sastra akan mengantarkan generasi
berbudaya. Penguatan pendidikan sastra bisa dimulai dari keluarga. Namun, saat ini
iklim sastrawi, mendongeng, berpuisi di dalam keluarga mulai sepi atau bahkan tiada.

Salah satu contohnya mendongeng, banyak orang tua yang kurang menyadari
manfaat dongeng untuk anak. Mendongeng dapat menumbuhkan imajinasi anak
sekaligus membangun hari nurani. Anak-anak belum tahu mana yang baik dan buruk,
lewat mendongeng orang tua bisa mengajarkan hal itu. Dalam cerita rakyat atau fabel
selalu digambarkan, si jahat akan mendapatkan hukuman sementara yang benar akan
menang. Dengan demikian dongeng atau cerita fabel merupakan cara yang tepat untuk
mengajarkan moral pada anak diera milenial ini. Mendongeng merupakan cara yang
tepat untuk anak belajar empati dari apa yang dialami tokoh cerita idolanya. Biasanya,
ia pun akan berimajinasi menjadi tokoh itu. Lewat dongeng pula, hubungan anak dan
orangtua bisa terjalin lebih erat karena terjadi interaksi yang begitu intens.
Tentu kita masih ingat hingga saat ini, bagaimana ulah si kancil mencuri di
ladang Pak Tani dan akhirnya ketahuan. Atau ulah si keledai yang menyamar jadi singa
namun akhinya mendatangkan masalah sendiri baginya dan banyak lagi kisah hewan
lain yang mengandung banyak pesan moral di dalamnya. Kisah-kisah atau dongeng
mengenai binatang tersebut kadang kala begitu terpatri dalam ingatan kita. Sehingga
sadar maupun tidak banyak nilai-nilai yang dapat kita ambil dari kisah tersebut.

Berikut beberapa contoh manfaat yang dapat dipetik dari aktivitas mendongeng bagi
anak:

1. Dapat Memberikan Teladan

Salah satu manfaat yang dapat diambil melalui aktivitas mendongeng bagi anak adalah,
orangtua dapat memberikan teladan yang baik bagi anak mereka. Orangtua dapat
memberikan contoh sikap-sikap atau perbuatan-perbuatan terpuji yang harus
dikembangkan dan sikap-sikap atau perbuatan-perbuatan buruk yang tidak boleh
dilakukan oleh si anak.

2. Memotivasi Anak

Biasanya, seorang anak ketika mendengarkan sebuah cerita atau dongeng ia kemudian
akan berimajinasi sebagai tokoh protagonis yang berhasil memecahkan masalah dalam
cerita tersebut. Seorang anak senantiasa membayangkan dirinya sebagai jagoan atau
Hero dalam sebuah cerita. Di sinilah kesempatan orangtua untuk dapat menyemangati
dan memotivasi anak mereka melalui sebuah dongeng.

4. Mengajarkan Berkomunikasi

Selain keuntungan-keuntungan di atas, membacakan dongeng atau cerita bagi anak


yang belum dapat berbicara juga dapat menjadi media pembelajaran bagi si anak untuk
berbicara. Dengan menceritakan dongeng maka akan merangsang kemampuan
berkomunikasi verbal anak.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan karya sastra lama seperti
dongeng, fable dan pantun memiliki peranan penting bagi peserta didik dijaman milenial
ini. Ada beberapa manfaat yang didapat dari dongeng, fabel, pantun yaitu sebagai
berikut:

1. Sebagai salah satu bahan ajar

Seperti yang telah kita ketahui bahwa kurikulum 2013 menitikberatkan pada
pembelajaran berbasis teks. Oleh sebab itu, dongeng, fabel, pantun dapat dijadikan
sebagai bahan ajar berbentuk teks pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
2. Penguatan sastra anak

Sastra terbagi atas sastra dewasa dan sastra anak. Dalam keluarga, orang tua bisa
memilih karya sastra anak yang mudah ditemukan literaturnya. Pendidikan sastra anak
dalam keluarga harus dikuatkan untuk membentengi generasi muda dari bahaya laten
di era milenial ini. Mulai ancaman laten hate speech (ujaran kebencian), cyberbullying
(perundungan siber), dan bad language (bahasa buruk).

Banyak sekali manfaat mengenal dongeng, fabel, dan pantun. Mengenal dongeng,
fabel, dan pantun memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan. Belajar
sastra sangat mendukung akselerasi intelektualitas, imajinasi, karakter, dan perilaku
santun anak.

Jangka panjangnya, anak-anak yang mahir sastra memiliki daya imajinasi tinggi yang
menjadikan mereka berpikir panjang yang melampaui zamannya. Sangat tepat jika
semua orangtua menjadikan keluarganya diterangi sinar pengetahuan sastra.

Wujud dari pendidikan sastra anak dalam keluarga ini harus berorientasi pada produk
karya sastra. Anak-anak, selain membaca puisi dan bermain drama, harus diajak
mengarsipkan karya sastranya dalam bentuk buku. Jika sejak kecil mereka sudah
menulis buku dan mahir sastra, generasi berbudaya, santun, dan berkarakter tak hanya
mimpi.

Dongeng, fabel, dan pantun ialah asupan terbaik bagi anak untuk menanamkan
kecerdasan, karakter dan budaya santun. Pepatah Arab menyatakan sebaik-baik teman
duduk di setiap zaman ialah buku. Sastra di sini menjadi roh keindahan dan kesantunan
bagi anak. Sastra dan buku bukan segalanya, tetapi segalanya bisa berawal dari sana.

3. Pendidikan dalam Keluarga

Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk melahirkan generasi melek aksara
ialah pemenuhan bahan bacaan digital di era Revolusi Industri 4.0 ini. Pendidikan
sastra dalam keluarga sangat mendesak untuk diterapkan. Budaya mendongeng,
membaca, menulis, dan mendiskusikan karya sastra harus dihidupkan dalam keluarga.
Bahasa ibu (bahasa pertama) anak-anak sangat ditentukan dalam keluarga. Semakin
bagus keluarga mengajarkan bahasa ibu maka anak-anak bisa bertutur kata benar,
baik, dan indah. Apalagi, anak-anak usia SD/MI sampai SMA/SMK/MA memiliki
karakter dominan meniru dan imajinatif. Jika sehari-hari orangtua dalam rumah
berbahasa kasar dan buruk, anak-anak cenderung buruk, begitu sebaliknya.
Penanaman bahasa ibu bagi anak-anak itu tentu dengan mendekatkan mereka pada
sastra. Keluarga harus menjamin gizi sastra anak melalui kegiatan sederhana sampai
pada taraf tinggi. Orangtua bisa memulainya dengan membiasakan membaca dan
menulis karya sastra salah satunya adalah dongeng, fabel, dan pantun. Anak-anak
harus dikenalkan ilmu sastra, karya sastra, bahasa sastra, sastrawan, kritik dan
apresiasi sastra, sampai pada metafora.

Hal itu sudah selaras dengan program Gerakan Nasional Orangtua Membacakan Buku
(Gernas Baku), program berbentuk gerakan inisiatif yang mendorong peran keluarga
meningkatkan minat baca anak melalui pembiasaan di rumah, lembaga PAUD, dan
masyarakat.

4. Memperhalus Budi Pekerti

Dalam karya sastra terutama dongeng, fabel, dan pantun banyak terdapat nilai moral
yang dikandung. Nilai moral tersebut tentu saja dapat memperhalus budi pekerti
peserta didik.

3. Silakan lihat di Standar Isi Kurikulum 2013 di masing-masing tingatan sesuai


dengan penugasan Sdr., alokasi waktu puisi, prosa, dan drama serta
simpulkanlah keterampilan berbahasa yang manakah yang paling sering muncul.
Kemukakan alasannya.

Standar Isi Kurikulum 2013 Alokasi Waktu Puisi, Prosa, dan Drama

Berkaitan dengan materi ajar yang saya ampu yaitu di jenjang SMP, salah satu
aspek yang dibelajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, yakni materi
pembelajaran sastra. Tujuan pembelajaran secara umum tersebut dijabarkan lagi dalam
beberapa tujuan khusus. Tujuan khusus yang terkait dengan pengetahuan sastra, yaitu
siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa. Selain itu, dari pembelajaran sastra siswa diharapkan dapat menghargai
dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.

Adapun Kompetensi Dasar yang meliputi kemampuan mengapresiasi karya sastra


(puisi, prosa, dan drama) pada jenjang SMP, sebagai berikut.

Alokasi
No KD Sastra
Waktu

2 Kelas VII, KD 3.14 Menelaah struktur dan Puisi 4 JP


kebahasaan puisi rakyat (pantun, syair, dan
bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca
dan didengar

Kelas VIII KD 3.7 Mengidentifikasi unsur-


3 unsur pembangun teks puisi yang Puisi 2 JP
diperdengarkan atau dibaca

Kelas VIII KD 4.7 Menyimpulkan unsur-


4 unsur pembangun dan makna teks puisi Puisi 2 JP
yang diperdengarkan atau dibaca

Kelas VIII KD 3.8 Menelaah unsur-unsur


pembangun teks puisi (perjuangan,
5 lingkungan hidup, kondisi sosial, dan lain- Puisi 2 JP
lain) yang
diperdengarkan atau dibaca.

Kelas VII, KD 3.3, mengidentifikasi unsur-


6 unsur teks narasi (cerita imajinasi) yang Prosa 2 JP
dibaca dan didengar

Kelas VII, KD 3.4, menelaah struktur dan


7 kebahasaan teks narasi (cerita imajinasi) Prosa 4 JP
yang dibaca dan didengar

Kelas VII, KD 3.15, mengidentifikasi


8 informasi tentang fabel/legenda daerah Prosa 2 JP
setempat yang dibaca dan didengar

Kelas VII, KD 3.16, menelaah struktur dan


9 kebahasaan fabel/legenda daerah setempat Prosa 4 JP
yang dibaca dan didengar

Kelas VIII, KD 3.17, menggali dan


10 menemukan informasi dari buku fiksi dan Prosa 4 JP
nonfiksi yang dibaca

Kelas IX KD 3.5 Mengidentifikasi unsur


11 pembangun karya sastra dalam teks cerita Prosa 2 JP
pendek yang dibaca atau didengar

12 Kelas IX KD 4.5 Menyimpulkan unsur-unsur Prosa 2 JP


pembangun karya sastra dengan bukti yang
mendukung dari cerita pendek yang dibaca
atau
didengar

Kelas IX KD 3.6 Menelaah struktur dan


13 aspek kebahasaan cerita pendek yang Prosa 4 JP
dibaca atau didengar

Kelas IX KD 3.11 Mengidentifikasi isi


ungkapan simpati, kepedulian, empati, atau
14 perasaan pribadi dari teks cerita inspiratif Prosa 2 JP
yang dibaca dan
didengar

Kelas IX KD 4.11Menyimpulkan isi


ungkapan simpati, kepedulian, empati atau
15 Prosa 2 JP
perasaan pribadi dalam bentuk cerita
inspiratif yang dibaca dan didengar

Kelas IX KD 3.12 Menelaah struktur,


16 kebahasaan, dan isi teks cerita Prosa 4 JP
inspiratif

Kelas VIII, KD 3.15, Mengidentifikasi unsur-


17 unsur drama (tradisional dan modern) yang Drama 2 JP
disajikan dalam bentuk pentas atau naskah

Kelas VIII, KD 4.15, Menginterpretasi drama


18 (tradisional dan modern) yang dibaca dan Drama 4 JP
ditonton/didengar

Kelas VIII, KD 3.16, Menelaah karakteristik


19 unsur dan kaidah kebahasaan dalam teks Drama 4 JP
drama yang berbentuk naskah atau pentas

Melihat tabel di atas, keterampilan berbahasa yang paling sering muncul adalah
keterampilan membaca. Saya berpendapat, dominasi keterampilan membaca dalam
apresiasi sastra karena pusat pemerolehan berbagai pengetahuan keterampilan dari
menyimak, berbicara, dan menulis ialah membaca. Aktivitas membaca sama halnya
dengan pemerolehan, apa yang kita ketahui adalah dari apa yang kita baca. Selain itu,
membaca merupakan transmisi pikiran dalam kaitannya untuk menyalurkan ide atau
gagasan. Selain itu, membaca dapat digunakan untuk membangun konsep,
mengembangkan perbendaharaan kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses
pengayaan pribadi, mengembangkan intelektualitas, membantu mengerti dan
memahami problem orang lain, mengembangkan konsep diri dan sebagai suatu
kesenangan. Membaca memiliki pengaruh terhadap perkembangan hidup peserta didik.

Saya juga berpendapat bahwa tujuan keterampilan membaca lebih dominan jika
dibandingkan keterampilan lain sesuai dengan manfaat membaca pada umumnya
antara lain sebagai berikut:

1. Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada peserta didik

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak-anak lebih suka membaca hanya
untuk mencari kesenangan. Niat awal untuk mencari kesenangan dapat dijadikan
sebagai jembatan untuk melatih dan membiasakan anak bergelut dengan dunia buku.
Jika anak-anak telah terbiasa membaca bacaan anak, maka akan merangsang
kebiasaan atau hobinya untuk membaca buku-buku pelajaran dan buku umum lainnya.

2. Membantu perkembangan intelektual dan psikologi peserta didik

Memahami suatu bacaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika anak-anak telah
terbiasa membaca, maka hakikatnya mereka telah terbiasa memahami apa yang
dibacanya. Kebiasaan memahami bacaan tentu akan sangat membantu perkembangan
intelektual atau kognisi anak. Demikian pula sajian cerita atau kisah dan berbagai hal
dalam karya sastra anak akan menumbuhkan rasa simpati atau empati anak-anak
terhadap berbagai kisah tersebut. Dengan demikian, sastra anak dapat membantu
perkembangan psikologi atau kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap berbagai
fenomena kehidupannya.

3. Mempercepat perkembangan kemampuan bahasa peserta didik

Perkembangan bahasa anak berjalan secara bertahap seiring dengan perkembangan


fisik dan pikirannya. Kematangan berpikir sangat menentukan perkembangan bahasa
anak, demikian pula sebaliknya, perkembangan bahasa sangat menentukan
kematangan berpikir peserta didik. Peserta didik yang biasa membaca bacaan dapat
memperoleh bahasa (kosa kata, kalimat) lebih banyak dan lebih cepat jika
dibandingkan dengan anak-anak lain. Tentu, jika anak-anak cepat perkembangan
bahasanya, akan membantu tingkat kematangan berpikirnya.

4. Membangkitkan daya imajinasi peserta didik

Secara leksikal, kata imajinasi memang dapat diartikan sebagai ‘khayalan’. Namun,
imajinasi dalam karya sastra tidaklah sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada kaitannya
dengan realitas. Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab itu, esensi dan
substansi imajinasi dalam karya sastra adalah realitas kehidupan manusia. Peserta
didik yang biasa membaca sastra (bacaan anak), akan terbiasa turut merasakan dan
melibatkan pikiran (imajinasi) sehingga seolah-olah dia yang mengalami peristiwa
dalam karya yang dibacanya. Dengan begitu, imajinasi akan menumbuhkan pemikiran
yang kritis dan kepekaan emosional yang tinggi dalam diri anak.

Anda mungkin juga menyukai