Maksud dari puisi ini adalah, menceritakan tentang seseorang yang betapa sangat
mencintai orang yang di cintainya.
Walaupun dalam diam.
Dalam bait pertama digambarkan ia sebagai KAYU yang rapuh dan hancur karena cinta
yang sulit terucap.
Dan API orang yg ia cintai yang membakar hatinya kala ia harus menyimpan sejuta rasa.
Dan ABU sebagai hatinya yang hancur karena cinta terpendam yang menyiksa.
Ia mencintai seseorang yg di cintainya itu, walau ia tersakiti, hatinya harus hancur karena
memendam rasa terhadap seseorang yang dicintainya itu.
Di bait kedua
AWAN sebagai dirinya yang seorang pecinta yang harus rela melepasnya pergi tanpa
dapat mengucap kata cinta.
dan HUJAN adalah orang yang ia cintai yg telah pergi.
Dia masih mencintai orang itu.
Sampai hatinya terluka karena orang yang ia cintai telah bersama orang lain dan ia harus
menerimanya kalau orang yang ia cintai sudah tak dapat lagi ia cintai.
Amanat dari puosi ini sendiri dapat saya tarik sendiri yaitu
Kalau kita mencintai seseorang katakan saja karena sepeeti kepiting yang cangkangnnya keras
dalamnya siapa yang tau.
Noer Utami aku pengen tau maksudnya 'Remas hempas melas malas'.
Rizky Noviyanti Puisi yang pertama, .. aku ga bisa nyatuin baitu demi baitnya...
Maria Ariyani Schatzie Puisi pertama, rima akhirnya cantik tapi terlalu memaksa.
Ayu Ira Kurnia Marpaung Puisi pertama aku merasa tidak ada keterkaitan antara bait demi bait.
#benar nggak sih.
Apa hubungannya 2 baris awal di bait ke dua dan dua baris berikutnya?^^
Jika bulir adalah aku si "bujang." Ini adalah bentuk permainannya secara mendasar untuk
memutarbalikkan fakta tanpa kenyataannya. Sebab "bertahan dengan ribuan ketakutan." Adalah
segala keakuanku yang membuat merasa diri lemah, kurang sempurna. Sebab dari itu, "bujang"
di sini masih ragu dalam berbagai hal.
............
.........
Mimpiku sudah tinggi
Tegak kokoh membentuk lini
Besarnya sejagat bumi
Cita-citaku ... memeluki
........
"Mimpiku sang bujang; mimpiku sudah tinggi." Aku tak bisa menggapai terlalu jauhnya mimpi
itu. Aku harus meraihnya di antara "tegak kokoh membentuk lini" di sini, di dalam mimpiku itu.
Dan kita tahu, mimpinya sudah membesar, menyatu bersama isi bumi. Mengakar di dalam
pikirannya. Bumi di dalam "cita-citaku"... "memeluki" diriku sebagai mimpiku sendiri.
.........
Aku akan meraih ...
Memudarkan setiap buih
Mengabaikan rasa letih
Walaupun harus tertatih
Masa depanku terbayang masih
Berada pada lingkaran putih
berbentuk benih
.........
"Aku akan meraih mimpi sang bujang". Walau harus berteman dengan buih, letih dan berada
pada lingkarab masa depanku yang dulunya berbentuk benih. Setidaknya aku punya jalur ke kiri
dan kanan. Aku akan meraihnya, untukku. Melancarkan mimpi sang bujang hingga bersandar
pada benih tersebut.
.........
Yakinku bisa menjadi patih
Aku percaya ...
Tidak mudah wujudkan asa
Tapi sayapku sudah terbuka
Siap terbang meraihnya
.........
Bahkan, kesimpulan yang bisa kita ambil secara pribadi dan keseluruhan dari puisi ini. Antara
aku yakin sebagai mimpi dan aku percaya sebagai mimpi yang siap terbang meraihnya (gadis
idaman)
Yakinku bisa menjadi patih[ Penulis tidak menulis menjadi Raja, tapi patih sebuah kesahajaan di
damba di sini lebih ke arah menjadi pengabdi yang baik daripada ambisi memimpin, penulis jauh
dari sifat Arogan.
.........
Puisi ini sudah bercerita sangat bagus sekali. Di bait pertama itu kita sudah disempitkan dengan
pemikirannya sebagai "aku" yang "bujang." Sangatt dalam sekali. Dan kita mulai terjebak,
mencari tanda tanya yang tersembunyi dibagian bait kedua. Di situ kita ditentukan kepada teka-
teki sebagai penguji secara pribadi, sebelum kita masuk kebagian jalan cerita antara bait ketiga
dan seterusnya. Seingga seiring berjalanna mimpi tersebut.
Jujur aku katakan. Di sini kurang sejalan sama bait kedua. Atau kalau mau dihilangkan bagian
bait kedua juga tak akan berpengaruh sama bait selanjutnya. Bait kedua terlalu gelap,
kedekatannya juga sangat jauh. Sehingga dia berdiri sendiri. Ini bisa dikatakan bait kacau.
........
Sebuah keinginan
nyaman---Soft diksinya, mungkin makna yang ingin di sampaikan penyair pada bait ini: setiap
orang pasti mendambakan kedamaian, nyaman dan idealis yang mendekati perfect.
Bertahan dengan ribuan ketukan-->> Tapi pada kenyataannya badai cobaan dan liku tikam selalu
berbacu bersama waktu. Mencoba tetap survive melalui proses panjang yang sulit dari berdiri ku
di kiri duri bertahan dengan ribuan ketukan
Tegak kokoh membentuk lini[Lini, Linier adalah perlambang dari keperfect an dalam tujuan
hidup manusia, misal kemapanan, kedamaian dan kesejahteraan]
Besarnya sejagat bumi[Impian yang mengalahkan segala kendala remas, hempas melas[sedih]
dan malas. Kausalitasnya.
Berada pada lingkaran putih[Berada pada angan-angan yang tergambar jelas walau belum
sepenuhnya jadi kenyataan]
berbentuk benih.....>> Penulis berusaha menepiskan segala kendala demi mewujudkan cita dan
impiannya.
Yakinku bisa menjadi patih[ Penulis tidak menulis menjadi Raja, tapi patih sebuah kesahajaan di
damba di sini lebih ke arah menjadi pengabdi yang baik daripada ambisi memimpin, penulis jauh
dari sifat Arogan.
Aku percaya ...
Nurani Alam puisi ini menurutku tersusun dengan akhiran yang sama.
Puisi 1: Mimpi Sang Bujang, puisi dengan gamblang memperlihatkan harapan mimpi yang
teramat di embat. Cukup kuat dan tak mudah putus asa. Seperti; Bulir air mengalir
bergilir/Remas hempas melas malas...
Walau berat berkeringat atau berluka air mata, tapi si aku mencoba meremas melas/ sedih dan
menghempas rasa malas, beuh...
Sebuah keinginan
nyaman
itu kata ''nyaman'' kenapa gak jadi satu baris aja sama yang diatas, biar pembaca gak sangsi dan
lebih mudah untuk memaknainya..
Adhi P. Nugroho Puisi Mimpi Sang Bujang, aku kurang nyaman dengan kata 'Patih'. Entah,
seperti memaksakan.
puisi ini berbicara tentang sebuah keyakinan bahwa apapun dalam setiap kondisi hanya ada satu
tempat bergantung yaitu diri kita sendiri,termasuk dalam hal keinginan.
cara mengungkapkannya sudah mengalir cuma harus diperhatikan keterkaitan tiap baitnya.
Nilam Nahariah Puisi pertama bagus, dan akan lebih bagus lagi kalau tidak memaksakan agar
rimanya sama. Soalnya jadi nggak nyambung antar barisnya. . Bener ngga ya
*masih belajar
AD Rusmianto puisi 1, mencoba mempertahankan eksistensi dengan unsur bunyi dan pola rima.
tapi di bait kedua mencoba membebaskan kata : Remas hempas melas malas
sumber
Ketika acara pembedahan berlangsung, aku nggak bisa hadir. Bukan karena nggak mau tanggung
jawab. Tapi ketika itu aku sedang kuliah, dan aku tidak diberitahukan sebelumnya jikalau
puisiku akan dibedah pada saat itu.
Jujur, sebenarnya aku nggak ngerti puisi. Aku hanya suka mengarang bebas, dan puisi Mimpi
Sang Bujang ini pun terbentuk hasil mengarang bebasku. Aku nggak ngerti mau jawab apa
ketika teman-teman menanyakan tentang maksud di bait kedua. Aku hanya mau menulis, dan
yang kubisa hanyalah ini.
Dan, untuk yang baris ini - 'Remas hempas melas malas' – itu aku ciptakan karena pada saat aku
mengarang puisi ini aku sedang malas. Namun di dalam hatiku berontak, malas itu tidak ada
gunanya, maka terciptalah kalimat itu.
Akhir kata, terimakasih. Kepada kalian yang udah sudi membaca dan membedah puisi ini, aku
masih memohon masukannya! Terimakasih.
Aku adalah sebuah puisi karya Chairil Anwar, karya ini mungkin adalah karyanya yang paling
terkenal dan juga salah satu puisi paling terkemuka dari Angkatan '45. Aku memiliki tema
pemberontakan dari segala bentuk penindasan. Penulisnya ingin "hidup seribu tahun lagi",
namun ia menyadari keterbatasan usianya, dan kalau ajalnya tiba, ia tidak ingin seorangpun
untuk meratapinya.
Peluru tak akan pernah lepas dari pelatuknya, yaitu pistol. Sebuah pistol seringkali
digunakan untuk melukai sesuatu. Pada kutipan (6), bait tersebut tergambar bahwa Chairil
sedang ‘diserang’ dengan adanya ‘peluru menembus kulit’, tetapi ia tidak mempedulikan peluru
yang merobek kulitnya itu, ia berkata “Biar”. Meskipun dalam keadan diserang dan terluka,
Chairil masih memberontak, ia ‘tetap meradang menerjang’ seperti binatang liar yang sedang
diburu. Selain itu, lirik ini juga menunjukkan sikap Chairil yang tak mau mengalah.
Semua cacian dan berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia pedulikan
dari sajak tersebut juga akan hilang, seperti yang ia tuliskan pada lirik selanjutnya.
(7) Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Inilah yang menegaskan watak dari penyair atau pun dari puisi ini, suatu ketidakpedulian.
Pada kutipan (7), bait ini seolah menjadi penutup dari puisi tersebut. Sebagaimana sebuah karya
tulis, penutup terdiri atas kesimpulan dan harapan. Kesimpulannya adalah ‘Dan aku akan lebih
tidak perduli’, ia tetap tidak mau peduli. Chairil berharap bahwa ia masih hidup seribu tahun lagi
agar ia tetap bisa mencari-cari apa yang diinginkannya.
Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam puisi
ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang tak pernah
lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-buruknya saja,
karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu, Chairil juga ingin
menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya. Berkaryalah dan biarkan orang
lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
Dari puisi yang berjudul Aku diatas, dapat kita ketahui bahwa nilai sosialnya sangatlah besar.
Dari segi keagamaan (religi) juga sangat jelas terlihat dalam puisi “Aku” dimana pada baris
terakhir, sipengarang mangatakan “Aku mau hidup seribu tahun lagi”. Kalimat tersebut jelas
merupakan Doanya terhadap Sang Pencipta dimana ia berharap hidup seribu tahun lagi karena ia
sendiri masih takut menghadapi ajal yang sudah begitu dekat dengan dirinya. Kehidupannya
yang begitu sulit membuat ia berserah kepada Tuhan.
“biar peluru menembus kulitku” menggambarkan sakitnya atau pahitnya hidup yang sedang ia
rasakan pada saat itu dan “aku tetap meradang menerjang luka dan bisa kubawa berlari berlari
hingga hilang pedih peri” menyatakan hal penyerahan dirinya terhadap Tuhan sehingga segala
kepedihan yang ia rasakan pada saat itu hilang.
Wokeh, langsung aja kita bedah dan kritik, dan dimulai pada bait bait pertama
Sudah menjadi kebiasaan saya saat membaca puisi, saya selalu mengulang dan mencoba
memahami maksud dan perasaan penulisnya.
Paragraph awal bercerita tentang kisah yang telah berlalu, yang masih terasa dalam waktu
sekarang. Sebuah kisah sedih? Sepertinya iya, walaupun itu juga tentang kisah indah saat saya
membaca bait berikutnya. (hmm…sebuah kalimat pembuka kritik yang terdengar keren
wkwkwk)
Menurut saya, puisi ini perlu dipadatkan lagi, membuang kalimat yang tidak perlu. Jika mbak
Selsa mau memadatkannya, saya rasa puisi ini akan lebih kuat tanpa harus minum jamu kuat.
Ada juga kata kata yang rancu dan terdengar aneh seperti ‘Kubang Mendung’ dan ‘Copy Paste’.
Bagaimana gak aneh, copy paste itu bahasa perintah pada program komputer, bagaimana jika
diganti dengan Ctrl+C dan Ctrl+V hahaha
Sang tokoh pada puisi ini adalah perempuan tua, karena kebiasaan menyirih ada pada nenek
nenek. Walau tidak menutup kemungkinan ada perempuan muda suka menyirih, atau ini tentang
hobby penulis? Bisa jadi iya hahaha.
Yang membuat saya heran, ngapain sang nenek hujan hujanan di waktu malam. Atau bukan
kehujanan? tapi ada genting bocor sehingga hujan menetes di dahinya. Kalo maksud penulis
menggambarkan perasaan hati dengan hujan, sebaiknya jangan menetes di dahi, pembaca nanti
bisa salah duga hahaha
Kosong ruang jiwanya? Benarkah kosong?. Karena saya melihat ada ingatan indah tentang
kekasihnya, walaupun kini sang nenek sendiri. Walaupun kisah tak terulang, si nenek tidak
menyesal sedikit pun.
Kopi?. Saya tau kalau penulis suka kopi, tapi pertanyaannya, kenapa ada kopi?. Bukankah sang
nenek sedang menyirih?. Saya belum pernah menemui ada nenek nenek menyirih sambil minum
kopi. Dua kenikmatan yang berlawanan jika dipadukan. Menyirih sambil melamun, suatu yang
wajar, bahkan menyirih sambil ngomel lebih cocok, seperti nenek saya yang suka ngomel sambil
nyirih karena kenakalan saya hahaha. Menyirih dan minum kopi? seperti seseorang yang suka
cake dan juga suka sambal terasi, walaupun lagi galau berat, orang itu tentu akan berfikir untuk
memadukan keduanya wkwkwk.
Puisi ini ditutup dengan kalimat, dalam ketukan waktu yang telah siap membunuhnya. Kalimat
penutup yang bagus. Saya membacanya tentang kepasrahan, kesiapan menanti ajal. Mungkin
dengan itu dia bisa bertemu kekasihnya.
Akan tetapi, seharusnya jangan ditulis membunuhnya. Kalo dilihat dari pemakaian kata copy
paste di atas, mungkin kalau pakai kata turn off atau shutdown lebih cocok hahaha.
Dan yang terakhir.
Maaf ya mbak Selsa, menurut saya puisi ini tidak layak HL. Mengapa saya katakan tidak layak?.
Karena biar saya kelihatan seperti kritikus yang memberi kritik pedas, biar kelihatan berani dan
keren hahaha. Padahal saya sama sekali gak kompeten untuk memberi kritik.
Jika dalam tulisan ini ada kebenaran dan manfaat sebagai kritik sastra, maka percayalah! itu
hanya kebetulan belaka wkwkwkw.
Tulisan ini bukan bermaksud merusak kaidah kritik sastra, tapi hanya memancing para kritikus
atau orang yang mempunyai keahlian kritik sastra untuk menulis. Ketika para penggemar fiksi
mulai mencoba menulis sastra, kemudian dengan berani menampilkan karyanya di ruang publik.
Disitulah peran kritikus diharapkan hadir untuk memajukan karya sastra.
BEDAH :
Puisi ini menggambarkan apa yang dialami oleh penyajak pada saat itu, tentang kehidupannya.
Penyajak merupakan seorang pemuda yang tersepit dengan kehidupannya, tidak suka di temani
dan begitu meminati puisi dari penulis-penulis yang hebat. Dalam masa yang sama dia mencuba
untuk mengasah bakat dalam bidang penulisan.
Dia ingin melarikan diri daripada kesepian sama seperti lari ke hutan. Tetapi dia masih dikejar
dengan perasaan nya sendiri. Dia cuba melarikan diri ke pantai tetapi keresahan tetap juga
menghantuinya.
“kesepian” membuat dia merasa benci pada kehidupannya, hanya bertemankan ayahnya yang
patuh dengan aturan hidup. Dia ingin sekali melarikan dirinya daripada kesepian dan ingin
berada dalam satu masyarakat yang penuh ceria tetapi dia tak mampu.
Dia juga terlalu ingin menjadi manusia yang berkuasa tetapi dia tidak punyai kepandaian persis:
” Aihh..ada malaikat
menyulam jaring labah-labah belang
Di tembok keraton putih”
ingin dia bermain dengan api tetapi tak mampu mengawal api bila api itu mula marak dan akan
terus membakar ..
dia tak ingin sendiri kerana bila sendiri dia akan terus tewas dengan kesepian lantas dia inginkan
keriuhan yang mungkin mampu mengubah sikap nya tetapi dia juga gagal mencari dimana punca
nya ..
penulis merasakan dia perlu juga membebaskan dirinya dari belenggu kesepian dengan dua cara
sama ada melarikan diri ke hutan untuk melepaskan keresahan dengan cara “bernyanyi” atau
membelok ke pantai untuk “berteriak”.