Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUGAS MANDIRI

“PENERAPAN PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA DALAM MENGKRITIK


SELURUH PUISI CHAIRIL ANWAR (ANGKATAN 45)”
MATA KULIAH KRITIK SASTRA
Dosen Pengampu : Drs. Joni J. Loho, M.Pd

DISUSUN OLEH :
AKWILA GIAN TULANGI
(19402057)
KELAS A SEMESTER IV

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2021
KRITIK PUISI CHAIRIL ANWAR

1. AKU

Kalau sampai waktuku

Aku mau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Kritik puisi: Dalam puisi Aku, mengandung keberanian, dan ketegasan pikiran yang
menekankan bahwa, keberadaan dari seseorang dalam hal ini pengarang sebagai pencipta
puisi ini, adalah seorang yang berpendirian dan tak dapat di ganggu gugat, selain itu Ia
adalah seorang yang terasingkan dan tidak dianggap orang serta hina ketika dikatakan
“Aku ini binatang jalang”. Emosi yang tergambar dalam hal ini adalah pada bagian “tidak
juga kau”, menunjukan bahwa Ia tidak pernah memandang bulu, siapa saja tak bisa
mempengaruhi keteguhan hatinya. Namun semuanya tidak mudah ketika memulai
perjuangan dalam perbedaan, sehingga Ia harus dapat menerima dan menanggung setiap
penderitaan dari komitmennya. Ketika semua itu terlewati, perasaan yang digambarkan
dalam puisi hingga hilang pedih peri, artinya perjuangan yang berat dilakukan walau
sakit yang begitu berat, perasaan tak diterima dan terkucilkan namun itu semua hal yang
layak diperjuangkan hingga dapat membuahkan hasil yang dapat bermanfaat serta dapat
dinikmati sebagai suatu langkah maju dari satu level ke level lainnya selama hidup di
dunia, tanpa ada kata berhenti. Semua itu menunjukkan kebaikan dari puisi ini yang
berusaha membangkitkan semangat dalam bertindak dan berpikir memperjuangkan
perkara yang benar, memotivasi bahwa lewat usaha yang keras akan mendorong
seseorang untuk maju dan tidak mudah terpengaruh dengan keadaan. Hal yang kurang
dari puisi ini terkadang, ketika kebulatan tekad adalah bersumber dari keingingan yang
kurang matang, ada baiknya mendengar nasihat orang lain. yang membangun dimana
perlu.

2. DOA
Kepada pemeluk teguh

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

Cahaya Mu panas suci

Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di pintu Mu aku bisa mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

Kritik Puisi: Doa ini menggambarkan kepercayaan manusia kepada sang Khalik,
Tuhan, yang sangat dipercaya, dalam keadaan terpuruk, ketika berada di jalan yang
buntu, tidak ada tempat pelarian, Tuhan adalah tempat perteduhan. Pengarang
menekankan bahwa manusia pun hanyalah sebatas manusia, tak dapat melakukan banyak
hal, namun demikian ada Tuhan yang dapat menolong dan memberi kelegaan, satu-
satunya yang berkuasa melebihi batas manusia.

3. SENJA DI PELABUHAN KECIL

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

Di antara gudang, rumah tua, pada cerita

Tiang serta temali

Kapal, perahu tiada berlaut

Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut 

Gerimis mempercepat kelam

Ada juga kelepak elang menyinggung muram

Desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan

Tidak bergerak dan kini tanah air tidur hilang ombak

Tiada lagi. Aku sendirian.

Berjalan menyisir semenanjung

Masih pengap harap

Sekali tiba di ujung

Dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat

Sedu penghabisan bisa terdekap

Kritik Puisi: puisi Senja kala di pelabuhan kecil menggambarkan luapan hati seseorang
karena cinta yang tak kunjung dapat bersatu. Tak ada yang dapat dilakukan dan mungkin
kali ini Ia pasrah dengan cinta, tetapi sekalipun pasrah cinta begitu kuat, tetap saja masih
berharap sekalipun sudah tak ada harapan. Akhirnya Ia tak punya pilihan, sakit dan
merana jiwa karena hati, namun perpisahan adalah duka yang segera akan membaik.
4. AKU BERKACA
Ini muka penuh luka

Siapa punya?

Ku dengar seru menderu

Dalam hatiku

Apa hanya angin lalu?

Lagi lain pula

Menggelepar tengah malam buta

Ah..!!!

Segala menebal, segala mengental

Segala tak ku kenal..!!!

Selamat tinggal…!!

Kritik Puisi: Dalam puisi ini Pengarang menggambarkan tokoh Aku dengan keadaan
yang kacau balau. Si Aku ini mengalami pergolakan dalam batinnya di mana Ia tak mau
menerima keadaannya yang penuh luka, yakni sering di sakiti, sering di serang, dan
semuanya tertampung dalam luka yang penuh, dan sangat banyak, terjangan-terjangan
yang menyakiti fisik namun juga menyerbu jiwa, dan pikiran. Frustasi Ia, hingga Ia
berubah meninggalkan kekhasannya dan tidak menjadi dirinya sendiri sampai akhirnya
terikut norma/aturan/pandangan yang lain. Pengarang memberikan pandangan mengenai
kehidupan seorang yang terus berpikir dan merefleksikan diri hingga akhirnya memilih
untuk mengambil satu langkah perubahan lain yang berbeda dari sebelumnya.

5. SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi

Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati


Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi

Malam dalam mendoa tiba

Meriak muka air kolam jiwa

Dan dalam dadaku memerdu jiwa

Dan dalam dadaku memerdu lagu

Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita mati datang tidak membelah

Kritik Puisi: Dalam puisi Sajak Putih, pengarang menampilkan kebahagiaan si Aku
karena dilanda cinta. Hatinya begitu terpikat kepada keelokkan seorang wanita yang
sering disebut dalam doa malamnya. Ia berdebar-debar karena kegembiraan memperoleh
perhatian dari pujaannya. Akhirnya, cinta tak dapat terpisahkan melukiskan gambaran
cinta yang kuat dari batin si Aku maupun si wanita. Chairil Anwar mampu mengubar isi
hati dari si Aku ini dengan baik, tergambar dari setiap kata kunci yang dimunculkan “tari
warna pelangi, sepi menyanyi, dadaku merdu lagu, pintu terbuka” kesemuanya betapa
senangnya Ia saat memikirkan si wanita pujaan hatinya, dan ia telah siap sedia untuk
mempertahankan cinta dengan sepenuh raga.

6. DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali


Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati

Kritik Puisi: Puisi Diponegoro adalah puisi yang berisi tentang perjuangan, dan
semangat kepahlawanan agar berani menghadapi musuh yang menghalangi
pembangunan. Pengarang membawa pembaca untuk memahami sikap patriotisme harus
disertai dengan keberanian dan keyakinan yang teguh untuk mempertahankan
kemerdekaan, bukan berdasarkan kondisi atau keadaan yang tidak berpihak, namun
karena sikap, pikiran, dan perasaan setiap orang yang berapi-api dalam hal positif
membangun suatu bangsa dan kuat dan tangguh,

7. KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi

Tidak bisa teriak ‘Merdeka’ dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami

Terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.

Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa

tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan ati 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,


atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata.

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenang lah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno

Menjaga Bung Hatta

Menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenang lah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Kritik Puisi: puisi Krawang-Bekasi ditampilkan dalam perasaan yang tertekan ketika
harus mengalami musibah dan kematian dalam perjuangan. Bagaimana seorang tidak
dapat memikirkan diri sendiri lagi tetapi memiliki kerelaan untuk memperjuangkan
kemerdekaan hingga akhir hayat, sampai menemui ajal tentunya perasaan yang tinggi dan
luhur serta penuh pengabdian yang di angkat dari puisi ini. rasa haru terus ditonjolkan
dalam semangat membara agar perjuangan yang telah mati-matian dilakukan oleh para
pahlawan sebelumnya jangan diabaikan tapi harus dilanjutkan dan dimaknai oleh
generasi selanjutnya. Pikiran dan emosi dalam puisi ini adalah ketika berpikir bahwa para
korban yang berjatuhan dapat menyampaikan isi hatinya, pasti ia ingin agar
perjuangannya tidak sia-sia namun dapat dihargai dan dihormati oleh para penerus,
generasi selanjutnya. Dan ketika pengorbanan itu di apresiasi oleh masyarakat, korban
tidak akan merasa malu atau menyesal ketika harus mengorbankan nyawa demi
perjuangan. Luapan pikiran perasaan dan emosi dalam puisi ini disampaikan dengan baik
sebagaimana pesan yang positif dapat diterima oleh para pembaca.

8. YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku

Menggigir juga ruang di mana dia yang ku ingin

Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang

Dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu

Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlaku beku

Sepi

Tambah ini menanti jadi mencekik

Memberat mencekung punda

Sampai binasa segala. Belum apa-apa

Udara bertuba. Setan bertampik

Ini sepi terus ada. Dan menanti

Kritik Puisi: puisi Yang Terempas dan Yang Putus menggambarkan luapan emosi dari
sosok Aku yang tengah putus cinta dan sangat merindukan si dia yang Ia cintai,
kedalaman cintanya tak dapat terkabulkan dan hanya terasuk dalam batin hingga merana
dalam kesepian. Pikirannya sangat tertekan dan tak mendapat peristirahatan. Ia merasa
tersiksa, Ia merasa sendiri, dalam penantiannya Ia menemui jalan buntu. Namun emosi
yang kuat dalam dirinya membuat Ia hanya dapat menanti dengan pasrah hingga
semuanya berakhir di dunia. Hal tersebut memang juga terjadi dalam kehidupan nyata,
selayaknya kehidupan pengarang puisi ini Chairil Anwar. Sebagai pengarang Chairil
mampu melukiskan luapan hatinya dengan jelas, namun dalam hal bersikap, perlulah juga
untuk tidak terus berputar-putar dalam perasaan yang membuat terpuruk namun harus
bangkit dan mencari jalan keluar terbaik.

9. MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

Bagimu negeri

Menyediakan api

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai

Maju

Serbu

Serang

Terjang

Kritik Puisi: puisi ini membahas tentang nilai perjuangan bagi para pahlawan yang
berjuang di antara hidup dan mati. Pikiran dan perasaan yang diungkapkan dalam puisi
ini adalah kekuatan persatuan para pahlawan yang saling percaya dan rela
mempertaruhkan nyawa demi mencapai kemerdekaan. Hal ini berlandaskan keyakinan
bahwa ketika ada rasa kesetiankawanan dan kepercayaan satu sama lain, ada persatuan
maka kemerdekaan dapat tercapai. Kebersamaan rasa dan emosi akan membangkitkan
dorongan bagi para pejuang untuk bergerak dengan lebih kuat, lebih cepat, dan lebih
tepat, bagi para martir demi kepentingan bangsa hal membuat pikiran maupun perasaan
menjadi lebih berani bertindak dan melakukan berbagai hal yang berguna demi segera
tercapainya kemerdekaan dan jangan hanya terus terkungkung pada tipu muslihat
penjajah/musuh. Semangat bergelora memacu teraihnya tujuan dan cita-cita luhur yakni
kemerdekaan tanpa mempedulikan kepentingan pribadi, walau hingga ajal menjemputt.

10. KEPADA KAWAN


Sebelum ajal mendekat dan menghianat

Mencengkam dari belakang ketika kita tidak melihat

Selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa

Belum bertugas kecewa dan gentar belum ada

Tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam

Layar merah berkibar hilang dalam kelam

Kawan, mari kita putuskan kini di sini

Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri

Jadi

Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan

Tembus jelajah dunia ini dan balikkan

Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu

Pilih kuda yang paling liar, pacu laju

Jangan tembatkan pada siang dan malam

Dan

Hancurkan lagi apa yang kau perbuat

Hilang sonder pusaka, sonder kerabat

Tidak minta ampun atas segala dosa


Tidak memberi pamit siapa saja

Jadi

Mari kita putuskan sekali lagi

Ajal yang menarik kita, kan merasa angkasa sepi

Sekali lagi kawan, sebaris lagi

Tikamkan pedangmu hingga ke hulu

Pada siapa yang mengairi kemurnian madu..!!

Kritik Puisi: puisi ini berisi pesan maupun nasihat dari seorang kepada temannya
mengenai kehidupan. Dalam pesannya ini Ia mengajak kawannya untuk lebih dalam lagi
mempertimbangkan kehidupan ini. Bagaimana rasa yang dimiliki selama bernafas adalah
hal yang tak dapat diperkirakan hingga kapan kan berlanjut tetapi akan tiba menimpa
setiap orang hari yang tak diketahui itu, yakni kematian. Kematian ini dapat hadir dengan
sekejap tanpa disangka-sangka maupun dengan cara yang tak terpikirkan. Oleh karena itu
dalam kehidupan seharusnya kita harus melakukan segela hal seperti saat-saat terakhir
kehidupan untuk menjalani dan memperoleh rasa dan hal-hal yang perlu dan penting
untuk kehidupan dalam mengisi perjalanan sementara kita di dunia ini. ada banyak hal
yang dapat dilakukan selama hidup, baik untuk menikmati kesenangan, untuk melakukan
hal yang menyenangkan dan berbuat apa saja yang dikehendaki hati masing-masing.
Namun dalam setiap perjalanan kita harus memilih dan membuat berbagai macam
keputusan yang akan menentukan kisah kehidupan kita, entah baik, entah jahat, namun
pada intinya kita harus melakukan berbagai macam hal yang perlu dan dapat dilakukan
selama masih di dunia ini seperti selayaknya kehidupan yang kita jalani sekarang adalah
detik-detik terakhir dalam hidup. Kita akan dapat memilih hal yang penting dan lebih
matang lagi ketika kita berbuat seperti itu. Selain itu pikiran dan perasaan serta emosi
dalam puisi ini menggambarkan tentang hal-hal yang tidak dapat kita hindari selama
hidup yakni kematian, kematian akan menimpa semua orang pada waktunya masing-
masing dengan cara yang tak terduga saat dalam keadaan perang ataupun perjuangan
mempertahankan serta memperjuangkan segala hal seperti kemerdekaan maupun hal-hal
lainnya memiliki risiko mengalami kematian. Itulah mengapa kita harus terus memaknai
kehidupan ini dengan nilai-nilai dan pikiran yang benar sehingga tidak menyesal pada
akhirnya.

11. CERITA BUAT DIEN TAMAELA


Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu

Cuma satu

Beta Pattirajawane

Kikisan laut

Berdarah laut

Beta Pattirajawane

Ketika lahir dibawakan

Datu dayung sampan

Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala

Beta api di pantai. Siapa mendekat

Tiga kali menyebut beta punya nama

Dalam sunyi malam ganggang menari

Menurut beta punya tifa, pohon pala,

Badan perawan jadi hidup sampai pagi tiba

Mari menari!

Mari beria!

Mari berlupa!

Awas jangan bikin beta marah

Beta bikin pala mati, gadis kaku

Beta kirim datu-datu

Beta ada di malam, ada di siang

Irama ganggang dan api membakar pulau

Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu

Cuma satu

Kritik Puisi: puisi ini menggambarkan diri seorang Pattirajawane baik pikiran, perasaan,
maupun emosinya. Ia menganggap dirinya adalah seorang yang istimewa dan berbeda
dengan yang lain di mana ia adalah seorang dukun dan memiliki kesaktian. Ia ingin
dihormati dan dan dianggap penting karena kekuasaannya itu. Ia dapat melakukan banyak
hal yang tak dapat dilakukan oleh manusia biasa, oleh karena itu, aturan maupun
kehendaknya haruslah di laksanakan agar ia tak marah dan membuat sesuatu hal yang
buruk. Ia adalah seorang yang tak bisa diganggu dan sembarang di perlakukan seenaknya
dan ketika hal itu terjadi maka mereka akan menerima akibatnya. Keinginan adalah hal
yang akan dilaksanakan seseorag sesuai dengan porsi yang kemudian disesuaikan dengan
waktu dan hal-hal yang diutamakan. Puisi ini menggambarkan bagaimana emosi dari
seorang Pattirajawane yang benar-benar memiliki ego yang besar. Hal itu baik, ekspresi
dan kehadiran beberapa kata yang menakutkan bagi pembaca juga hadir berupa “ beta
kirim datu-datu” tentunya merupakan bahasa yang mempengaruhi pikiran dan perasaan
pembaca yang berkonotasi negatif.

12. SEBUAH KAMAR


Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia

Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu

Sudah lima anak bernyawa di sini, Aku salah satu

Ibuku tertidur dalam tersedu

Keramaian penjara sepi selalu

Bapak ku sendiri terbaring jemu

Matanya menatap orang tersalib di batu

Sekeliling dunia bunuh diri

Aku minta adik lagi pada Ibu dan Bapak ku

Karena mereka berada di luar hitungan

Kamar begini 3 x 4 terlalu sempit buat meniup nyawa


Kritik Puisi: puisi ini melukiskan tentang perasaan menyedihkan dan kurang baik yang
dialami oleh si Aku. Bagaimana kehidupan keluarganya harus berdesak-desakan dalam
sebuah kamar yang sempit, merupakan pengalaman yang kurang menyenangkan sedih
karena dalam kelemahan dan perenungan masalah kehidupan, hidup susah adalah hal
yang dianggap kurang beruntung, bahkan dapat menyebabkan beberapa orang bunuh diri.
Tetapi walaupun harus berhimpitan dalam ruangan kecil untuk merebahkan diri di malam
hari, tidak bisa ditambah lagi jumlah jiwa yang dapat tinggal di kamar kecil itu
melukiskan bahwa mereka belum dapat mengendalikan keadaan dan situasi di waktu itu
yaitu untuk melengkapi kebutuhan kehidupan terutama tempat tinggal.

13. PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO


Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengan bicara mu

Dipanggang di atas api mu

Digarami lautmu dari mulai tanggal 17 Agustus 1945

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu

Aku sekarang api, Aku sekarang laut

Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zat mu, di zat ku kapal-kapal kita berlayar

Di urat mu, di urat ku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh

Kritik Puisi: puisi ini adalah bentuk dukungan dan gembar-gembor semangat yang
diutarakan oleh pengarang kepada pejuang kemerdekaan yakni Bung Karno. Pengarang
begitu yakin dan percaya bahwa ada harapan dan cita-cita yang akan diraih lewat usaha
dan perjuangan Bung Karno ini. Ia mendengar dan menerima deklarasi dari Bung Karno
mengenai kemerdekaan hingga siap berjuang dan bergabung dalam kesepakatan untuk
mewujudkan kemerdekaan bersama Bung Karno. Itu merupakan semangat perjuangan
yang besar dari pengarang untuk mendorong dan menumbuhkan rasa kepedulian kepada
kehidupan bangsa dengan kepercayaan kepada pemimpin.

14. RUMAHKU
Rumah ku dari unggun timbun sajak

Kaca jernih dari luar segala nampak

Ku lari dari gedong lebar halaman

Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah ku dirikan ketika senja kala

Di pagi terbang entah ke mana

Rumah ku dari unggun timbun sajak

Di sini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi

Tapi datangnya datang

Aku tidak lagi meraih petang

Biar berleleran kata manis madu

Jika menagih yang satu

Kritik Puisi: puisi ini membahas mengenai perasaan tokoh mengenai rumahnya. Rumah
yang adalah tempat ternyaman dan terbaik untuknya dan keluarganya, rumah yang
terbuka dan dapat diterawang orang lain, hingga pikiran Tokoh Aku dari puisi ini ingin
mencari tempat baru yang lebih baik tapi hasilnya gagal. Ia frustasi dan tak sabar ia
menanti hingga akhirnya waktu untuk pulang tiba, Ia kehilangan rumah yang ia impikan
hingga tak kunjung menepati janji pada keluarganya maupun dirinya sendiri dan merasa
terluka untuk bergumul dengan rumah yang dibutuhkannya.

15. PRAJURIT JAGA MALAM


Waktu jalan. Aku tidak tahu apa ansih waktu?

Pemuda-pemuda yang lincah tua tua keras,

Bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

Kepastian

Ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup

Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi,

Terlucut debu….

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Kritik Puisi: puisi ini menjadi ungkapan kesusahan yang dialalmi oleh prajurit setiap
berjaga di malam hari. Mereka menginginkan kemerdekaan, kedamaian, kejayaan dan
sentosa dalam hari-hari hidup mereka. Mereka terkungkung dalam suatu perintah, berjaga
dan mengitari daerah yang menjadi tanggung jawab mereka, namun hal itu juga tidak
sepenuhnya berguna karena tidak ada hal yang perlu di jaga lagi karena semua sudah
tidak ada harapan/mati, sehingga pun saat berjaga malam adalah hal-hal yang dapat
dikatakan membuang-buang waktu percuma, bahkan melewatkan berbagai momen hal-
hal tak terduga saat malam hari, seperti beristirahat, menenangkan hati dan pikiran
menghadapi situasi dan keadaan yang kurang baik hingga tidak diperdayakan. Hal ini
juga menjadi jeritan bahwa prajurit jaga malam pula ingin kemerdekaan dalam hidup
mereka untuk beristirahat dan bahkan bermimpi.

16. TAK SEPADAN


Aku kira

Beginilah nanti jadinya

Kau kwin, beranak dan berbahagia

Sedang aku mengembara seupa Ahasveros

Dikutuk-sumpahi Eros

Aku merangkai dinding buta


Tak satu juga pintu terbuka

Jadi baik juga kita padami

Unggunan api ini

Karena kau tidak kan apa-apa

Aku terperangkap tinggal rangka

Kritik Puisi: puisi ini adalah puisi mengenai isi hati si Aku tentang si Dia. Berat tapi
mereka harus mengakhiri hubungan yang ada karena si Dia memiliki masa depan yang
baik sedangkan si Aku tidak terdapat tanda-tanda bahwa Ia akan memperoleh
kebahagiaan di kemudian hari apalagi membahagiakan si dia. Walaupun harus menemui
jalan buntu, si Aku lebih mementingkan keadaan si Dia yang tidak akan memperoleh
dampak besar saat berpisah dengan Aku. Aku pun akhirnya akan menderita dalam
kesendirian.

17. CINTAKU JAUH DI PULAU


Cintaku jauh dipulau,

Gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan melancar

Di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar

Angin membantu, laut terang tapi terasa

Aku tidak kan sampai padanya

Di air yang tenang, di angin mendayu

Di perasaan penghabisan segala melaju

Ajak bertakhta, sambil berkata:

“tunjukkan perahu ke pangkuanku saja,”

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!


Perahu yang bersama kan merapuh!

Mengapa ajal memanggil dulu

Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku!

Manisku jauh dipulau,

Kalau kumati, dia mati iseng sendiri

Kritik Puisi: puisi ini menggambarkan keputusasaan dari si Aku dalam meraih cinta. Ia
tidak dapat mendapatkan cintanya, seorang yang dicintainya karena maut. Ia menyesal
dan sangat letih dalam perjuangan memperoleh cinta, namun apa daya, Ia tak dapat
menggapai pujaannya dengan terpaksa, karena Ia pun tak dapat mempertahankan
kehidupannya lebih lama dan tak mau sang pujaan ikut melepas kehidupannya mengikuti
si Aku menemui ajal, hingga tak ada pilihan lain. keinginannya, cintanya pupus, tak
tergenggam tak digapai tapi berada di tempat yang jauh, di pulau yang jauh tak dapat
diraih.

18. CINTA DAN BENCI


Aku tidak pernah mengerti

Banyak orang menghembuskan cinta dan benci

Dalam satu napas

Tapi sekarang aku tahu

Bahwa cinta dan benci adalah saudara

Yang membodohi kita, memisahkan kita

Sekarang aku tahu bahwa

Cinta harus siap merasakan sakit

Cinta harus siap kehilangan

Cinta harus siap untuk terluka

Cinta harus siap untuk membenci


Karena itu hanya cinta yang sungguh-sungguh mengizinkan kita

Untuk mengatur semua emosi dalam perasaan

Setiap emosi jatuh….. keluarlah cinta

Sekarang aku mengetahui

Implikasi dari cinta

Cinta tidak berasal dari hati

Tapi cinta berasal dari jiwa

Dan zat dasar manusia

Ya, aku senang telah mencintai

Karena dengan melakukan itu aku merasa hidup

Dan tidak ada orang yang dapat merebutnya dariku

Kritik Puisi: puisi ini menghadirkan kontradiksi yang sebenarnya betul-betul dialami
dalam kehidupan nyata. Bagaimana sebenarnya tidak ada cinta yang tak disertai rasa
benci adalah realita yang tak dapat disangkal, karena rasa cinta dan benci berjalan
beriringan dan mempengaruhi tingkah laku serta pikiran manusia hingga menghantarkan
manusia pada eksistensinya sebagai seseorang. Tidak ada yang dapat menghalangi cinta
namun diwaktu yang sama benci itu hadir, tak dapat dihalau lagi dan penyebabnya juga
bisa karena cinta.

19. KEPADA PEMINTA-MINTA


Baik, baik, aku akan menghadap dia

Menyerahkan diri dan segala dosa

Tapi jangan tentang lagi aku

Nanti darahku jadi beku

Jangan lagi kau bercerita


Sudah tercacar semua di muka

Nanah meleleh dari muka

Sambil berjalan kau usap juga

Bersuara tiap kau melangkah

Mengerang tiap memandang

Menetes dari suasana kau datang

Sembarang kau merebah

Mengganggu dalam mimpiku

Menghempas aku di bumi keras

Di bibirku terasa pedas

Mengaum di telingaku

Baik, baik, aku akan menghadap Dia

Menyerahkan diri dan segala dosa

Tapi jangan tentang lagi aku

Nanti darahku jadi beku

Kritik Puisi: puisi ini berisi luapan perasaan dari Aku yang dilukiskan sebagai “peminta-
minta”. Pengemis mengalami hidup yang berat dan menderita serta tertekan secara batin
setiap harinya menanggapi setiap ocehan, cemoohan maupun ekspresi orang-orang yang
selalu memandang mereka hina. Mereka bersedih dan tak ingin dikucilkan ingin dianggap
sebagai bagian masyarakat walaupun pada umumnya sering disebut sebagai sampah
masyarakat. Kesulitan hidup yang dialami oleh sebagian orang adalah hal yang tidak
perlu dihakimi oleh manusia, tetapi untuk memberi penghormata, untuk memperoleh
penerimaan, mereka akan melakukan hal yang benar, dan berhenti berlaku tidak senonoh
maupun menentang atuaran tetapi sebaliknya akan menyerah dan mengalah demi
memperoleh pengakuan.
20. DERAI-DERAI CEMARA
Cemara menderai sampai jauh

Terasa hari akan jadi malam

Ada beberapa dahan ditingkap merapuh

Dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan

Sudah berapa waktu bukan kanak lagi

Tapi dulu memang ada suatu bahan

Yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan

Tambah terasing dari cinta sekolah rendah

Dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan

Sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949

Kritik Puisi: puisi ini adalah puisi yang memberikan pemikiran mengenai cara seseorang
merespon sesuatu. Ketika masih kecil ketika tidak berpendidikan maka akan terus kalah.
Namun saat semakin dewasa semakin dibentuk untuk berpikir lebih matang. Mungkin
menyesal ketika tidak memeperhitungkan segala sesuatu sebelum bertindak maupun
bertutur namun pada intinya kita tahu yang penting, kita tahu hal yang diperlukan tapi
sangat sulit mengungkapkannya disaat-saat yang tepat hingga ketika momen itu terlewat
maka kita menyadari bahwa kita dapat melawan tetapi terlanjur sudah menyerah. Dan hal
ini diibaratakan sebagai hal kekalahan yang tertunda. Sikap pesimistis tergambar jelas
dalam bobot makna puisi ini.

21. KAWANKU DAN AKU


Kami sama pejalan larut

Menembus kabut
Hujan mengucur badan

Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan

Darahku mengental pekat.

Aku tumpat pedat

Siapa berkata-kata…?

Kawanku hanya rangka saja

Karena dera mengelucak tenaga

Dia bertanya jam berapa?

Sudah larut sekali

Hilang tenggelam segala makna

Dan gerak tak punya arti

Kritik Puisi: puisi ini mengartikan perjuangan berat dari si Aku dan kawannya. Harus
bersahabat dengan dingin dan menderita dengan fisik yang rapuh, serta waktu yang
hilang lenyap dari setiap perjuangan mereka. Berbagai goncangan kehidupan menerpa
mereka hingga mereka terempas dan berlalu dengan kesia-siaan tanpa harapan.

22. LAGU SIUL


Laron pada mati

Terbakar di sumbu lampu

Aku juga menemu ajal di cerlang caya matamu

Heran! Ini badan yang selama berjaga

Habis hangus di api matamu

Ku kayak tidak tahu saja

Aku kira beginilah nanti jadinya:


Kau kawin, beranak dan berbahagia

Sedang aku mengembara serupa Ahasveros

Dikutuk-sumpai Eros

Aku merangkaki dinding buta,

Tak satu juga pintu terbuka

Jadi baik kita pahami

Unggunan api ini

Karena kau tak apa-apa

Aku terpanggang tinggal rangka

Kritik Puisi: puisi ini adalah luapan emosi dari si Aku mengenai perasaan yang tak dapat
Ia miliki dan sangat membebaninya Karena Ia benar-benar memahami keadaan tak
berpihak padanya dan terpaksa Ia harus menerima setiap hal yang terjadi walaupun sakit,
merana dan tersiksa, tak ada yang dapat ia perbuat semua sudah terlambat, tak ada Ia
temui jalan keluar, ia pasrah dan mengikhlaskan cinta yang begitu kuat dalam dirinya
berbahagia dengan yang lain sementara Ia tetap terperanjat dalam kekacauan yang
teramat dalam, sakit yang kronis dan tak tersembuhkan serta menyiksa dan membelenggu
dirinya.

SUMBER:
https://goodminds.id/puisi-chairil-anwar/

Anda mungkin juga menyukai