“PENERAPAN PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA DALAM MENGKRITIK
CERPEN ANGKATAN 66” MATA KULIAH : KRITIK SASTRA Dosen Pengampu : Drs. Joni J. Loho, M.Pd
DISUSUN OLEH: AKWILA GIAN TULANGI (19402057) KELAS A SEMESTER IV
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI MANADO 2021 PENERAPAN PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA DALAM MENGKRITIK SELURUH CERPEN ANGKATAN 66
DI TENGAH PADANG (BASTARI ASNIN)
Dalam cerpen Di Tengah Padang yang bercerita tentang kehidupan tiga
orang kakak beradik bernama Mangku, Rusad, dan Kipa, menghadirkan gejolak- gejolak yang bermuara pada pikiran, perasaan, maupun emosi. Mangku sebagai yang tertua diantara adik-adiknya menyimpan kepedihan hati yang amat dalam karena harus kehilangan Bapaknya tepat di depan matanya saat berburu waktu kecil bersama Bapak. Karena terdidik dalam keluarga yang pemaaf, Ia bersama Ibunya memaafkan perbuatan Pak Sibar yang katanya tidak disengaja. Walaupun demikian, pada nyatanya Manggu tidak dapat meredam amarahnya hingga Ia besar, luapan emosinya selalu membara dalam dirinya tatkala Ia teringat akan peristiwa itu apalagi saat bertemu pak Sibar. Bukan tidak beralasan pula Manggu begitu membenci Pak Sibar walau tak diumbar-umbar, kepergian Bapak memberi peluang bagi Pak Sibar untuk terus berkunjung ke rumahnya hingga hadirlah kedua adiknya, Rusad, dan Kipa. Setahun kemudian Ibunya meninggal. Hati Mangku sangat terpukul, tapi tak dapat Ia berbuat apa-apa. Pak Sibar pun terus berlaku baik pada kedua adiknya tapi Ia tidak dapat menahan emosi yang berkecamuk dalam hati dan pikirannya tentang kepergian dua orang yang sangat disayangi. Mungkin saja hampir Ia hendak membenci adiknya tapi Ia terus merasakan bayangan Ibunya dalam diri kedua adiknya. Ia pun sangat menyayangi mereka. Tingkah laku Mangku yang menyembunyikan perkara itu terhadap adiknya membuat Rasud mempertanyakan semuanya. Ia sangat senang dengan kebaikan Pak Sibar namun tak mengerti dengan pemikiran dari kakaknya yang selalu garang terhadap pak Sibar. Maklum Rasud masih kanak-kanak juga jadi tak mampu menyelami serta memprediksikan masalah yang ada di antara kedua orang itu. Cerpen ini begitu bergejolak dalam hati pembaca di mana ID tokoh Mangku yang merasa marah atas perbuatan pak Sibar pun adalah hal yang alamiah namun, Ia mampu menahannya karena Ibunya dan adik-adiknya sehingga Ego dalam dirinya mengambil tindakan untuk tidak menghiraukan hal itu lagi dan menyimpannya dalam hati. Superego dalam diri Mangku pun adalah mengikuti ajaran orang tua, walaupun Ia masih marah kepada pak Sibar namun Ia tidak membalas dendam kepada pak Sibar hingga tidak melanggar norma yang berlaku. Berbeda halnya dengan Mangku, Pak Sibar berlaku sebaliknya. Jika ingin disimpulkan, mungkin saja bukan tidak disengaja Pak Sibar membunuh Bapaknya Mangku entah karena ada masalah ataupun motif-motif lainnya seperti Ia menginginkan Ibunya Mangku. Itu perkiraan saya yang bisa saja benar selain hanya menembak seseorang dengan tidak sengaja namun dengan jarak yang dekat. ID dalam diri pak Sibar yang tertarik kepada Ibu Mangku tidak dapat dibendung oleh ego pak Sibar hingga Ia tak menghiraukan superego yang harusnya dituruti yakni pembunuhan adalah dosa yang besar, namun Ia lebih memprioritaskan nafsunya dan akhirnya membuahkan tindakan keji lewat membunuh Bapaknya Manggu hingga Ia dapat memuaskan keinginanya dengan singgah di pondok tempat Mangku dan Ibunya maka lahirlah Rasud dan disusul Kipa. Kipa, adik yang paling bungsu, masih berusia 5 tahun menghadirkan pemikiran kanak-kanak yang masih polos dan penuh imajinasi. ID dalam diri Kipa begitu besar dan tak bisa terbendung. Ia sangat ingin untuk memiliki bedil karena menurutnya bedil itu memiliki bunyi yang bagus. Keinginannya yang tak dihiraukan oleh kedua kakaknya itu membuat ID-nya tak terpenuhi hingga Ego dalam dirinya tak bisa berbuat apa-apa selain menyalurkannya lewat tangisan. Ketika Ia melihat bedil pak Sibar, hatinya begitu terpanah, tak ada yang bisa membendung keinginannya yang menggebu-gebu untuk memiliki barang itu. Dorongan ID yang besar itu akhirnya dijalankan oleh Egonya dan ia mengambil bedil itu saat tidak diperhatikan siapa-siap dan akhirnya, ia bisa mendengar bunyi yang sangat dikaguminya yakni bunyi bedil itu tatkala ia menembakkannya ke arah pak Simbar yang seketika itu menjerit dan terbunuh. Kipa tertawa gembira karena ID nya dapat terpenuhi, walaupun karena masih kecil Ia belum mengerti bahwa hal itu adalah hal yang buruk sedangkan Ia tetap saja menikmatinya dengan bangga kepada bedilnya yang dapat Ia gunakan. Dari cerpen ini dapat saya ketahui bahwa pikiran dan perasaan serta emosi yang dialami oleh Mangku dapat dikontrolnya dengan baik, sedangkan tokoh pak sibar belum bisa mengendalikan dirinya hingga melakukan hal yang buruk. Tokoh Rusad meluapkan ID nya dengan bertanya namun tak mendapat jawaban dan akhirnya terhenti pada mengamat-amati serta menerka-nerka saja. yang terakhir toko Kipa yang masih kecil ini didorong oleh ID dalam dirinya menggunakan bedil itu dan membunuh pak Simbar merupakan hal yang tidak baik, tetapi Ia tidak mengerti karena belum mendapat ajaran dan didikan yang berlaku di masyarakat, ia hanya menganggap hal itu sebagai sesuatu yang menyenangkan dan yang terpenting keinginannya terpenuhi tanpa memikirkan orang lain.
RUMAH DARA (TITIS BASINO)
Cerpen ini menceritakan mengenai kehidupan si Aku, yakni Lik, bersama teman-teman setempat tinggalnya saat sekolah yakni Jus, Norma dan Marselia. Tokoh Aku adalah sosok yang polos dan taat pada aturan serta pandai, berbeda dengan teman serumahnya, yakni Jus yang pemarah, Norma yang sering keluar malam, dan Marsel yang merupakan orang alim. Mungkin pada pemandangan Lik, Marsel ini terlalu alim hingga begitu cocok juga dengan dirinya. Pikiran- pikiran dari tokoh Aku sering kali berkontradiksi. Hal ini diketahui saat Ia menganggap bahwa pemimpin yang baik adalah Marsel karena alim. Namun pada nyatanya Ia malah pulang di pagi hari yang membuat tokoh Aku bertanya-tanya tentang kealimannya itu benar atau hanya sebagai samaran saja. Meskipun tokoh Aku sudah paham betul tentang hal yang baik dan yang tidak baik, Ia terus saja menyadari bahwa teman-temannya memang tidak sama dengan dia, namun ada kalanya Ia tak dapat membendung ID dalam dirinya yakni keinginan untuk melihat temannya bersama lawan jenis saat malam minggu di depan rumah, Id nya begitu kuat hingga ia turut melihat-lihat walaupun hal itu diharamkannya. Hal ini merupakan sesuatu yang kurang baik ketika si Aku tidak mengikuti hal-hal yang baik dan patut baginya. Pergolakan perasaan dalam diri Aku ini adalah ketika terjadi perdebatan dengan Jus. Ia tak terima jika ditertawakan oleh Jus tentang teman-teman Lik yang serba sedikit. Akhirnya Ego dalam diri Lik mencuak dan mulailah Lik menyuarakan isi hatinya. Emosinya begitu besar terbentuk dan tak mau Ia kalah dengan Jus sampai Ia pun menerima tantangan Jus untuk pergi ke suatu acara. Aneh rasanya ketika seorang Lik, berada pada pertemuan seperti itu, kurang lebihnya dipenuhi oleh orang-orang dewasa atau mungkin bisa dibilang “om-om”. Tokoh Aku ini mulai gelisah dan merasa tidak nyaman berada di situ. Yang ia inginkan hanyalah pulang ke rumah. Tak disangka seorang lelaki yang sudah berumur juga mungkin mencoba akrab dengan Lik. Ini terasa janggal dan agak canggung bagi Lik yang tidak pandai- pandai juga dalam bersosial. Namun perlakuan sopan dan tingkah dari lelaki ini mampu meluluhkan hati seorang Lik. Tidak ada hal yang buruk terjadi namun pikiran Lik yang semula kolang-kaling kini mulai tenang mempercayai si lelaki. Lelaki ini mengantar Lik pulang. Namun Lik juga tak henti memikirkan lelaki ini serta parfum yang diperolehnya kala itu, Ia begitu senang. Tapi tak lama kesenangannya itu ditawan oleh Norma, teman Lik yang menegur Lik agar berhati-hati, jangan sampai terjerumus ke dalam kumbangan ketidaksenonohan. Lik memang tahu tidak terjadi apa-apa pada dirinya semalam, namun sebagai awal, itu memang tidak mungkin akan menjerumuskan, Ia pun menerima dengan baik wejangan temannya yang sudah sering keluar malam ini, tapi yang katanya tidak dengan sembarang orang, melainkan pacarnya. Kekejutan Lik terkuak dan mulai menjadi ketika seorang pria menyapanya dari depan rumah dalam mobil. Ia sontak sangat marah, sampai ingin melempar lelaki itu, namun ia ketahui kemudian bahwa lelaki itu tunangan Norma Ia pun mulai bersikap baik. Ketiadaan Norma kala itu membuat lelaki ini berusaha membayar Lik dengan sejumlah uang, uang ini tidak lain ingin dibayarkan kepada Lik jika semisal Lik mau bersama dengan lelaki itu. Tokoh Aku tak tahan dan begitu tergoncang hatinya. Ia tak habis pikir ternyata tunangan Norma bukan pria baik-baik, dan mungkin akibat buruknya menimpa Norma, yang juga seorang yang punya pergaulan bebas. Luapan rasa yang begitu dalam dari diri Lik ini membawanya untuk meninggalkan rumah tempat tinggalnya bersama teman-temannya yang kesemuanya ternyata kepadanya hidup secara bebas. Ia tak nyaman dan tak mau lagi berada di situ. Keputusannya sudah bulat dan akhirnya Tokoh Aku ini meninggalkan Rumah Dara yang Ia tinggali sebelumnya dan berjejak ke rumah bibinya. Ia menyadari bahwa Rumah Dara ini memang tidak lagi cocok dengan dirinya, walaupun Ia tinggal bersama teman-teman perempuan saja namun Ia sangat tersiksa dengan tingkah dari teman-temannya serta pergaulan bebasnya yang membuat Lik seorang diri saja yang masih perawan di antara yang lain yang tinggal di rumah itu. Superego tokoh Aku ini berhasil dicapainya yaitu dengan meninggalkan lingkungan yang tidak sesuai dengan dirinya dan ajaran yang dipegangnya, hal ini di ambil agar ajaran itu tidak dilanggar serta Ia tidak terjerat seperti perbuatan teman-teman serumahnya.
LAKI-LAKI DAN CINTA (TITIS BASINO)
Kisah cinta sepasang suami istri yakni Beni dan Asti ini begitu menginspirasi lewat konflik batin tokoh yang disajikan pengarang. Asti yang sedari dulu memang tidak suka memaksakan kehendak dan merupakan wanita alim ini tidak pernah menyangka dapat bertemu dengan seorang pria idamannya, pria yang tak akan mengganggu kesibukannya dan dapat saling memberi kebebasan. Ia sosok yang tidak peduli dan mampu menerima kekurangan tokoh Ben yang merupakan lelaki hidung belang. Pemikiran dan pandangan Asti terhadap lelaki jauh berbeda dengan perempuan pada umumnya, hingga ia mampu memikat lelaki yg dianggapnya ideal, si Beni. Beni juga memiliki banyak kekurangan yang tak dapat ditutupinya ketika Ia bertemu dengan Asti yang super cuek. Menghadapi sikap Asti ini, Beni pun mengambil tindakan untuk jujur dan berterus terang mengenai permasalahan-permasalahan yang ia alami sebelumnya yang membentuk dirinya menjadi seperti sekarang. Akhirnya terjalin hubungan yang lebih lagi antara Asti dan Beni. Keduanya terasa klop dan mampu saling mengerti satu sama lain. Di sisi lain setelah menikah Asti mulai ingin mencoba untuk peduli pada kehidupan suaminya namun tidak juga diniatkannya karena pada pikirnya itu kesenangan suaminya yang seharusnya tidak diganggunya. Hal ini membuat Asti bergejolak dalam hatinya, antara, Ia terus saja memikirkan cara yang terbaik agar suaminya dapat bebas namun juga agar suaminya tak meninggalkannya. Perubahan yang makin hari makin berbeda terlihat jelas pada suaminya. Beni mulai dingin terhadapnya dan tak peduli lagi padanya. Asti tertekan dan tak mampu lagi pikirannya kacau, pada intinya Ia sangat mencintai Beni apapun yang Beni lakukan takkan dihiraukannya selain meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain. Perasaannya tergunfang dasyat dan tak ada lagi yang dapat dilakukannya untuk mempertahankan perkawinannya dengan Beni hingga akhirnya tiba-tiba ia terperanjat dan menangis dengan kerasnya, menjadi Luapan ID dari tokoh Asti yang tak mendapat jalan keluar dari masalahnya. Sontak Beni segera merangkulnya dan akhirnya jelaslah bahwa ternyata Beni memiliki pergolakan batin akibat ketidakpedulian sang Istri terhadap setiap perbuatannya dan hal itu dilakukannya karena Ia pun turut mendambakan perhatian dan kasih sayang dari sang Istri. Betapa hatinya merana dan ingin diperhatikan. Pada akhirnya, miskomunikasi antara sepasang suami istri ini dapat memperoleh jalan terang dan di situ mulailah Asti dapat membuka pikiran dan merasakan bahwa tak harus ia mempertahankan egonya untuk berbicara ataupun bertanya tentang hal ihwal suaminya, tapi Ia dapat berlaku selayaknya istri-istri yang begitu mencintai suaminya, cintanya tak harus disembunyikan tapi dapat secara eksplisit dinyatakan. Dalam cerita ini terlihat jelas pikiran dan perasaan tokoh Asti tertutup dan tidak mampu menjelaskan secara langsung hal-hal yang diinginkannya serta cenderung menyimpan persoalan-persoalannya sendiri, hal ini mungkin saja ada baiknya tapi bukan merupakan masalah juga ketika ia membuka diri bagi suaminya agar tidak terjadi miskomunikasi antara keduanya yang menimbulkan masalah maupun kesalahpahaman.
PELAYAN RESTORAN (MOTINGGO BOESJE)
Pelayan Restoran adalah sosok yang baik, cekatan, pengertian kepada tamu dan para pengunjung restoran, selain itu ia sangat ramah dan sangat gagah parasnya. Dari pandangan Tokoh Saya, Pelayan Restoran ini mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan sedetil mungkin. Bahkan karena kebaikan dan kegantengannya ia mampu menarik perhatian pengunjung, terutama para pengunjung yang gadis-gadis. Tokoh Saya ini dalam pikirannya mulai mempertanyakan kepergian pelayan restoran yang akrab dengannya ini. Ia berprasangka bahwa pelayan ini sakit. Ketika ditanyakan kepada pemilik restoran, jelaslah bahwa pelayan restoran yang ganteng itu telah dipecat. Namun kemudian ketika dipikir-pikir kembali bagaimana bisa seorang seperti pelayan ini bisa- bisanya dipecat? Pertanyaan ini dijawab oleh pemilik restoran dengan kebohongan dan alasan-alasan yang berkontradiksi dengan kenyataan yang diamati dan diketahui oleh tokoh saya. Tiba-tiba kedatangan pelayan restoran ini segera mengambil tempat di hadapan tokoh Saya. Ia tak berniat meminta pekerjaan namun hanya ingin mengisi perutnya yang sedang lapar. Pelayan Restoran ini tidak sedikitpun bertindak dengan tidak sewajarnya, Ia tetap sopan dan membayar makanannya. Malah pelayan yang baru bersama pemilik restoran agak ketakutan dan terkejut akan kehadiran mantan pelayan ini. Setelah berbincang dengan mantan pelayan restoran yang gagah itu, mengertilah tokoh Saya bagaimana pak Rasad, pemilik restoran ingin mengawinkannya dengan anaknya. Pemuda ini pun akhirnya menjadi sopir truk, sebuah pekerjaan yang cukup diminatinya. Pikiran perasaan dan emosi tokoh Pelayan restoran cenderung stabil dan terkendali. Ia pun tak menaruh perasaan dendam kepada pemilik restoran yang memecatnya karena tak mau dikawinkan dengan anaknya. Selain itu ia tetap menganut sikap-sikap yang baik dan bermoral, Ia mencari pekerjaan yang layak untuk penghidupannya, dan penuh dengan senyuman yang menggambarkan dirinya yang ramah kepada orang lain. Di sisi lain pemilik restoran mencerminkan karakter yang sebaliknya. Pemilik restoran cenderung memaksakan kehendak ya dan sering menghubungkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sehingga kurang berintegritas dalam karirnya, bahkan ia berbohong dan main hakim sendiri tentang kehidupan pelayan restoran yang dipecatnya. Ia tak mau tahu dan yang ia inginkan adalah pelayan ini menjadi menantunya dan jika tidak maka ia mengusir pelayan itu. Akhirnya karena emosi dan kemarahannya kepada pelayan restoran ini ia tidak menerima pelayan ini bekerja padanya lagi dan akibatnya pun ia kehilangan serta pengunjung- pengunjung restorannya.
JATAYU (NH. DINI)
Pikiran, perasaan, dan emosi tokoh Prita digambarkan jelas di cerpen ini, bagaimana pergolakan batinnya sebagai seorang yang kurang waras. Sekolahnya harus terhenti sewaktu duduk di bangku SMP. ID dalam diri Prita ini begitu besar dan tak bisa terkendali dalam dirinya. Sewaktu Wayang milik Bapaknya hendak dijual untuk mempertahankan rumah mereka, Prita tak sanggup kehilangan satu- satunya wayang kesayangannya yakni Jatayu. Ia menangis tak karuan dan terus bersikeras agar jatayu, kesayangannya tetap berada di sisinya. Sejak kecil Ia sangat ingin terbang bersama jatayunya yang merupakan burung garuda dalam cerita jawa Ramayana. Akhirnya Bapak pun luluh dan membiarkan Prita memiliki barang yang ia inginkan. Jatayu itu digantung di kamar Pritia, dan Ia sangat senang. Lama kelamaan perasaan prita begitu merana karena ia terus terkungkung di tempat yang itu-itu saja tanpa teman untuk berbagi cerita. Dalam hatinya ia sangat merindukan kehadiran kakak sematawayangnya yang telah tiada. Tak lama waktu berselang akhirnya Ia memperoleh perhatian dari seorang pemuda yang sering lewat di depan rumahnya. Pemuda itu pun berlaku baik kepada Prita dan menjadi teman dekat Prita. Betapa senangnya Prita kala itu, hatinya gembira karena dapat memperoleh teman selain itu juga ia dapat berjalan-jalan ke tempat yang lebih jauh lagi yakni ke rumah pemuda dan ke kampung sebelah yang sudah lama tak pernah ia kunjungi. Kehidupan Prita serasa bahagia dan tak ada hal yang dapat menghambat kebahagiaannya, bahkan kala hujan turun dengan derasnya, Ia tetap saja merasa senang dan gembira tentang itu walaupun banyak yang sering bersungut menghadapi cuaca yang kurang bersahabat itu. Suatu ketika, Prita merasakan sesuatu yang lain, yang benar-benar Ia inginkan melebihi semua yang sebelum- sebelumnya, baik jatayu, maupun teman pemudanya, itu sudah menjadi hal yang biasa-biasa saja bagi Prita. Ia mulai mengagumi skuter milik teman bapaknya yang sering berkunjung ke rumahnya. Begitu besarnya hasrat Prita untuk memiliki skuter itu tak terbendung. Ia terus menatap skuter itu dan selalu memperhatikan bagaimana cara kerjanya, hingga suatu saat, ketika hujan gerimis, tanpa diketahui siapapun, ia mulai melakukan keingingannya. Bunyi skuter yang berdengung begitu menariknya untuk berjalan dengan mengendarainya. Serasa hidup bahagia selalu kali ini tak ada yang dapat membatasi gelut kegembiraan Prita. Ia mewujudkan keinginannya selama ini dengan mengendarai skuter itu, Ia meluncur dan terbang ke sana kemari, lewat jalan menanjak dan menurun, betapa itu adalah cita-citanya sedari kecil untuk terbang dengan jatayu, kini bukan dengan jatayu namun dengan skuter yang dibarengi bunyi mesin yang menarik hati. Ketika itu sampailah pula Prita pada puncak kesenangannya, terlalu senang, terlalu bahagia, dan akhirnya angin datang mengoncangkannya kala itu dan Ia terguling bersama skuter itu saat menuruni tanjakan. Darah bercucuran dan Ia terdiam kaku saat hujan gerimis. Pada pandangan saya pikiran, perasaan, maupun emosi tokoh prita ini memang sulit untuk dikendalikan, walaupun manusia pada umumnya pun seperti itu juga, namun Prita ini memiliki ego yang besar sehingga ID nya dengan leluasa bekerja dengan maksimal dalam dirnya. Yang menjadi fokus utama Prita ialah segala keinginannya dapat terpenuhi. Ia tidak melihat tanggung jawab yang lain yang harus Ia turut perjuangkan artinya sebenarnya Ia mempunyai tanggung jawab terhadap orang lain juga dimana ia harus dapat mentaati aturan yang berlaku seperti dilarang mencuri dan lain sebagainya. Namun hal ini adalah seperti yang sudah kita ketahui, tokoh Prita adalah seorang yang kurang waras sehingga dimaklumi saja bahwa ID yang berkerja dalam dirinya selalu dipenuhi dengan cara apapun dan hal itu membuat ia senang. Sumber:
Jassin. H. B. 2013. ANGKATAN 66 Prosa dan Puisi. Pustaka Jaya : Jakarta.