Anda di halaman 1dari 23

Kata-kata yang kutulis,

Hanya sedikit analisa,

Bukan aku so puitis,

Bukan karena aku dramatis,

Atau so manis,

Hanya saja agar diri tetap optimis.

nyatanya kesederhanaan pembahagia hidup,

abstrak sudah,

lelah, wajar.

marah, jangan.

aku.

diam mungkin bahasa ku untuk mengekspresikan logika ku

bulan tak bicara pada Bintang kecil yang hinggap disana,

emergency.

kata orang "sudah jatuh, tertimpa tangga pula"

kataku "gawat. sudah jatuh Cinta, tertimbun Cinta pula"

kabut jadilah penyejuk jangan menjadi penghalang pandang,


matahari jadilah penerang jangan menjadi pembakar,

lautan tetaplah tenang bersahabat jangan menjadi buas,

kata kita akan menjadi hamparan samudra luas.

32.

jika terlalu banyak yang kamu takutkan,

maka kamu akan terus dihantui oleh rasa takut selamanya.

33.

bila aku adalah tujuanmu,

tolong yakinkan dirimu,

karena ketidak yakinanmu akan merajut duka ku,

mempola kecewa dan

mendesain pilu.

34.

si kotak surat

aku selalu menampung keluh kesah banyak penulis,

banyak cerita suka dan duka disana,

tak tega sebenarnya menyampaikan,

tapi sebab itulah aku diciptakan.

35.

derasnya rasa bahagiaku saat denganmu,

menghempas begitu jauh kau bawa


terombang ambingku dibuatnya

tenggelamku memandang dalam bola matamu

hanyutkan aku bersamamu.

36.

Semoga angan ku bukanlah halu yang abu-abu,

seperti teka teki yang selalu ingin aku selesaikan, tapi bukan untuk mengakhiri, tapi untuk melanjutkan
level.

-defir-

37.

nyatanya ada hal yang

pahit dinikmati, kopi.

asem yang dinikmati, sayur asem.

asin yang dinikmati, asinan.

manis yang dinikmati, manisan.

nyatanya tidak selamanya perspektif buruk itu buruk.

38.

kau luka

nyaman sekali luka tinggal pada lubuk,

berkali-kali sudah ku paksa henti,

rasanya ia enggan beranjak pergi,

sudah usang dan reyot rasanya,

sampai kapan lagi kau di sana,

tameng ku berkali-kali kau hancurkan,


sudah cukup kau tenggelamkan dan kacaukan,

akan ku bangun tameng terkuat agar kau tak kuasai keadaan.

defir-

39.

pesan ku tidak lah bersayap,

tidak pula berkaki,

dia hanya bergumam tak berkicau,

jadi wajar tidak banyak kata tersampaikan,

tapi bukan berarti pesan mati.

40.

sewaktu tubuh begitu kecil,

aku hanya berfikir sederhana,

aku hanya berfikir bahwa semua orang baik,

mereka semua tampak baik dan bahagia,

namun ternyata aku keliru,

aku baru menyadarinya saat tubuh kecil itu tumbuh perlahan,

saat dahulu tubuh itu kecil sangat berangan menjadi tumbuh besar,

setelah tumbuh besar, banyak orang yang berangan menjadi kecil kembali,

namun suatu hal yang tidak mungkin bukan,

yasudah syukuri saja yang sudah terjadi dan tetap lakukan yang terbaik

41.

ku kira aku akan mampu menahan rasa,


ternyata dia begitu memberontak dan liar,

tidak dapat ku kendalikan lagi,

hingga kini aku menyerah pada rasa,

dan ku bebaskan terserah saja padanya.

42.

rasa malas.

robek hingga kecil,

remas hingga tak berbentuk,

bakar hingga berabu,

dan terbangkan abu-abu hingga tak tersisa.

43.

terkejud sangat

terkoyak rasanya

melihat tingkah anak-anak ini,

salah siapa sebenarnya,

orang tua atau lingkungan yang mencetak pribadinya,

akan seperti apa penerus generasi,

para bibitnya dirusak sendiri oleh para pemilik kepentingan.

44.

sumur terdalam keinginanku,

semoga aku tidak tergelincir yang ke sekian kalinya,

entah ulah ku atau ulahnya.


kamar ternyaman impianku,

semoga aku terlelap pada tempat dan saat yang tepat.

dapur kreasi imajinasiku,

semoga aku tepat menaruh rasa dan kaldu yang sedap.

45.

mata ku menyapa mu,

jantung ku sedang sibuk berdendang,

darah ku seakan mendegelamkan ku,

tangan meremas jemari tak berdaya,

mulut membungkam tak berlem,

kaki seolah lumpuh tak berpijak,

dan tubuh mengumpat malu.

46.

lucu memang,

aku yang menyakiti tapi justru aku yang tersakiti,

ternyata benar,

jika kita menyakiti orang yang kita kasihi,

maka kita akan merasakan sakit itu berkali-kali lipat.

47.

seseorang seakan berbicara meyakinkan,

ternyata hanya omongan dan kebohongan.


48.

sebungkus cinta tanpa pengawet.

ku siapkan bahannya,

ku potong semua bagian pahitnya,

ku tempatkan pada tempat terbaik,

ku cuci hingga bersih tak bernoda,

ku bungkus dengan rapih,

lalu ku simpan rapat-rapat,

dan semoga tidak kadaluarsa dan hilang seiring waktu.

49.

yang selalu ingin aku terbangkan adalah mimpiku,

bukan agar dia pergi,

tapi agar ia dapat bebas menjelajah dan menelusuri.

yang selalu ingin aku genggam erat adalah rasa syukurku,

agar ia selalu bersamaku.

dan yang selalu ingin aku tatap adalah pribadiku,

agar ia selalu dalam pengawasan,

dan aku selalu mengenalinya.

50.

kamu

jangan bilang menyayangi dan mencintai,

bahwa nyatanya kamu lah si pelaku dan si perusak,

dia butuh orang yang bertanggung jawab,


bukan orang yang pandai menjawab,

lindungilah saja dengan tidak meninggalkan bekas luka untuknya.

51.

sudahlah,.

bukan kah aku terlatih perihal mengikhlaskan,

harusnya aku tak perlu berkelut,

penyumbang sakit terhebat bukankah sudah terlewati,

52.

sesak seakan tak bernafas

tak terbendung lagi air mata

kalut sudah rasa

meronta jiwa dan pikiran

saling beradu pemahaman yg belum tentu fakta

marah sudah aku pada kenyataan.

53.

tenang karena membiasakan dan terbiasa

atau tenang karena tak berartikan

54.

nelayan dan pemburu

sepertinya kali ini aku terjaring

oleh mu,
terjebak di kolam hangatmu,

tertangkap oleh pemburu,

lalu terkurung dalam kandangmu,

dan terikat dalam kebebasanmu.

55.

seseorang belajar dari pahitnya lalu, penderitaan kalbu yang pekat.

jiwa muda yang memerah memperjuangkan nama.

pengakuan dan hak-hak yang belum diterima.

tak hiraukannya lagi hantaman dan tikaman sebelum tercapainya angan.

56.

secercah harapan terpotong habis,

57.

Teduhnya hujan

Terangnya rembulan

Bintang pun malu dan sembunyi dibalik awan hitam,

Ranting dan daun teteskan sisanya,

Menimbulkan suara indah yang saling bersapa.

58.

Jika kecewa salah satu ungkapan perasaan,

Maka aku tidak ingin perasaan itu bertahan lebih lama lagi.
59.

Sekarang sudah tidak apa bagiku ,

Menatap terjang dan menghadap badai, ia membuat getar,

Hingga mengerti akan tegar.

60.

Waktu

Sesering apapun kita mintanya berhenti,

Sekeras apapun kita memohon,

Seteguh apapun kita memaksanya,

Sekuat apapun kita menahannya,

Nyatanya ia tidak akan berhenti

dan akan terus berlalu.

61.

Ada yang pandai menyembunyikan,

Ada yang pandai mengutarakan,

Ada yang pandai berterus terang,

Ada yang pandai merawat,

Ada yang pandai menjaga,

Ada yang pandai merusak,

Dan ada juga yang pandai meng-andai-andai.

62.

Saat matahari pamit


Pada bulan sabit

Hari mulai larut

Pikiran terbuai Dan hanyut

Seakan jantung tak berdenyut,

Memikirkan Hal kusut,

Yang terus berlanjut.

63.

Entahlah yang mana yang lebih aku takuti,

Dihianati atau ketidak tepatan janji,

Sering kali aku tertawa geli,

Sedang apa aku ini.

64.

Aku hanya takut,

Saat senang yang teramat riang

Akan ada dimana

Sedih yang amat pedih

65.

Berdamai,

Adalah kata yang paling ramah,

Untuk menyatukan perdebatan jiwa,

Agar dapat tetap tertawa,

Dengan atau tanpa sandiwara.


66.

ada yang mengeluh pada lalu,

mengadu pada waktu,

Ini tentang sedu,

dan yakini akan cepat berlalu.

67.

Untuk apa menyesali

Yang sudah terjadi,

Itu tidak mungkin kembali,

Karena waktu takkan peduli,

Hanya membuat intuisi tak terkendali,

Lebih baik berlari,

Hingga jemari tak berkutik lagi.

68.

Harusnya aku mengejar,

Bukan membiarkan lalu terlantar,

Setidaknya diskusikan dengan Fajar,

Bahwa lalu yang membuat ku tertampar,

Sudah tau memar,

Harusnya aku belajar,

Bukan hilang dan mengulang.


69.

Mungkin saja diri tak menyadari

Bahwa pribadi berubah sendiri,

Dan mungkin orang lain menyadari,

Hanya saja tak enak hati,

Bilang saja bila tersakiti,

Oleh perubahan diri ini,

Karena tidak berniat menyinggung apa lagi menyakiti.

70.

sabar,

maka jadi besar,

hingga berakar dan tegar.

71.

aku tidak ingin menetap dalam gelap,

sebisa mungkin terlepas dari dekap,

karna ku tau dekapnya membuat patah sayap,

tidak mudah memang,

tapi tidak juga mudah menyerah.

72.

baru mengerti,

menepati janji,

semenyakitkan ini,
seperti menepati peti mati,

73.

karena rasa

habis kertas mengartikan rasa,

keriting tangan olehmu,

untung tak habis nafas,

dan yang pegal bukan hanya tangan,

angan ku juga mulai lelah karenamu.

74.

aku benci jadi yang terakhir,

dan aku tidak suka jadi yang pertama,

aku hanya ingin jadi yang utama

dan satu-satunya.

75.

amarah,

bila sedang panas,

jangan tuangkan langsung pada gelas,

tunggulah sejenak supaya panasnya berkurang,

dan agar gelasnya tidak retak dan pecah.

76.

banyak suara yang tak terdengar,


banyak kata yang tak terartikan,

saat prosa tak berguna,

entah melalui puisi atau diary,

rasa mengendarai pena dan terus mengemudi.

77.

Langkah yang ku bebaskan,

Kau bebas melangkah kesetiap sudut ruang,

Tapi jangan bawa aku ketepi jurang,

Langkah memang tak selalu semulus angan,

Tapi diri tak akan biarkan kesia-siaan,

Diri yang terus bergejolak dan bertengkar,

Bukan aku yang menenangkan,

Serpihan yang ku temu dijalan,

Mereka abaikan,

Aku simpan dan ku pikul dengan lengan,

Kadang langit menurunkan hujan,

Beberapa dari mereka yang kutemui menghujat,

Sempat berfikir tuk tinggalkan,

Tapi angan takut kan penyesalan,

Diri terus kuatkan hati dan pikiran,

Membohongi keadaan,

Agar tetap berjuang.

78.
cuci saja rasa mu dan aku,

ku harap tidak ada noda tertinggal,

kemas dan selimuti dengan rapih,

kuharap tidak ada yang membuka,

dan jangan biarkan ada yang mengkonsumsi.

79.

mudah, memang tidak,

jangan berfikir menjadi korban,

jadikan saja pelajaran,

jangan membatasi diri,

jangan pula penghukum karena itu bukan tugasmu,

percayakan saja pada takdir ilahi.

80.

Hal Yang selalu aku semogakan menjadi takdir,

meski aku tidak tau kaukah takdirku,

tapi aku tetap menginginkanmu menjadi takdir,

seolah menentang dan ketidak menerimaan,

dan jika memang kau bukan takdirku, aku tetap menyemogakanmu.

81.

bangunkan rasa semangat

istirahatkan rasa lelah

tidurkan rasa malu


tumbuhkan rasa percaya diri

dan matikan rasa malas.

82.

sudah-sudah jangan terlalu pandai merawat,

rawat saja suka mu,

dukamu sudah cukup kau rawat,

bahkan balutan kasanya sudah lapuk,

sudah tak layak,

jangan dibiarkan lebih lama lagi,

ia akan membuat luka baru,

setelah itu harusnya ia membaik dan pulih,

bukankah suka mu yang lebih penting untuk kau rawat,

balut suka mu agar ia terjaga,

ikhlaskan duka agar suka mu kembali.

83.

kata apa yang harus ku ucap,

untuk mengungkap

84.

akan ku minta pada tuhan agar mempersingkat jarak ruang,

dan akan ku minta pada tuhan agar memperpanjang jarak waktu.

85.
aku ingin seperti batu besar yang kokoh hingga tak tergoyahkan,

tapi aku juga ingin seperti batu kerikil yang mengisi ruang kosong bebatuan.

86.

jika kau tak tau harus berlari kemana,

berlari saja menujuku,

jika kau menginginkan sesuatu,

ambil saja punya ku,

jika kau tak tau harus menyalahkan siapa,

salahkan saja aku,

tidak apa orang lain menyalahkan ku,

aku bisa bertahan,

tapi aku tidak akan tahan jika aku menyalahkan diri ku sendiri.

87.

semua hal memang harus kita gampangkan,

tapi tidak dengan disepelekan,

diam bukan tampa makna,

dan bersuara bukan untuk tutup telinga,

kalau begitu biarkan saja rasa berpetualang hingga menemukan pemberhentian.

88.

banyak orang yang membicarakan mu,

ada yang memuji atau mencela,

mengharapkan atau tak diharapkan,


entah menurut mereka engkau datang membawa kebahagiaan atau membawa bencana,

tapi kodratnya kau datang membawa kenikmatan,

syukur dan doa kupanjatkan dikala engkau hadir,

hujan.

89.

Untuk apa menyesali

Yang sudah terjadi,

Itu tidak mungkin kembali,

Karena waktu takkan peduli,

Hanya membuat intuisi tak terkendali,

Lebih baik berlari,

Hingga jemari tak berkutik lagi.

90.

ada yang mengeluh pada lalu,

mengadu pada waktu,

yaitu tentang sedu,

dan yakini akan cepat berlalu.

-
91.

aku memang tidak memiliki banyak kantong yang terisi,

tapi aku memiliki banyak kantong yang siyap terisi

92.

jika kerusakan memberikan kita pelajaran agar tetap menjaga, maka kesempurnaan memberikan kita
pelajaran agar tetap berjaga.

93.

ini sebuah jenjang bukan sebuah ajang,

banyak orang berbicara lantang untuk di pandang,

pemilihan menjadi perbincangan,

entah untuk pembangunan

atau untuk sebuah tujuan para tuan.

94.

hal yang harus selalu kita ingat adalah kenangan dan pelajaran,

mereka memberikan pengalaman,

bagaimana cara perbaikan,

dari keputusasaan, keterpurukan dan kegagalan.

-
95.

syukur

kata yang harus aku tanam hingga DNA,

harus ku pupuk dalam dada,

harus ku siram dengan air mata,

dan kata yang harus aku kembangkan dalam jiwa dan raga.

96.

kadang kita terlalu sibuk mengkritisi,

hingga lupa memberi solusi,

menyalahkan sana sini tanpa arti,

dan tanpa sadar menyakiti.

97.

hujan tidak selamanya bersama angin dan dingin,

nyatanya hari ini hujan datang bersama kehangatan.

98.

Seseorang dipercaya karena kejujurannya,

Namun jika kejujuran itu telah digadaikan,

Apa kepercayaan itu masih ada?apakah pertemuan kita ditakdirkan untuk bersama atau tampa makna.
-

99.

aku kira berpura - pura menjadi sebuah penenang jiwa,

tapi nyatanya menyayat raga,

membodohi dan membohongi diri sendiri,

entah kenapa kita terus mengulang,

menyakiti dan terus menyakiti pribadi,

100.

cemburu aku-

Entahlah bersebab atau tidak,

tetap saja perasaan ku tak bisa terkontrol,

logika ku seakan mati,

darah mengalir deras seolah tampa portal,

pikiran tak henti menjelajah menelusuri hitam dan gelapnya kebenaran tentang mu,

dan semoga aku berhenti di pemberhentian yang tepat.

Jatuh hati tak pernah bisa direncanakan.

Pertama kali melihatmu, memang sudah terpana pandang ku. Namun menurut ku waktu itu hanyalah
sekedar pandangan pertama yg mempesona.

Aku pun tidak pernah mengartikan, dan memikirkan lebih bagaimana caranya untuk menyapa dan
berkenalan dengan mu.
Karna waktu itu pun, luka Masi sedang hangat hangatnya, aku tak berani untuk memikirkan lebih jauh
lagi dan mungkin cukup untuk ku kagumi indah nya sesaat.

Dan ternyata waktu membersamakan kita disebuah perjalanan. Kala itu perjalanan untuk menghibur diri
menjadi penuh arti. Namun lagi lagi aku menahan hati agar tidak jauh mendalami.

Usai sudah Perjalanan 3 hari yg penuh arti, aku tetap mencoba menahan hati dan memaknainya sebatas
perkenalan tidak disengaja. Namun lambat laun mulai ada yg berbeda dengan perasaan ini. Aku tertarik,
dan aku terlalu naif untuk menahan niat ku mendalami mu. Namun hati ku tetap menahan agar aku tak
kembali jatuh terlalu cepat, sugest ku mencoba berfikir ini hanya euphoria sementara. Lagi lagi aku
terlalu naif untuk mencuri kesempatan berpapasan dengan mu. Tuhan mengizinkan dengan skenarionya,
beberapa kali aku dan kamu dibersamai dalam sebuah kegiatan. Sialnya semakin sering dibersamai aku
semakin bimbang memaknai, hati ku terlalu kuat merawat lukanya. Aku berusaha sembuh dan membuka
cerita baru. Tuhan memberikan banyak kesempatan untuk membersamai mu hari demi hari. Akhirnya
hati ku menyerah dan membuka diri. hingga kini semua hal menjadi berubah, aku benar benar
mendalami lagi, membiarkan hati bermain lg dengan sesuka nya. Kini timbul lah rasa rindu, rasa khawatir
yg tidak wajar, aku benci ini namun sudah terjadi semuanya semakin dalam tanpa aku tau apakah kamu
jg mendalami atau tidak~

Anda mungkin juga menyukai