Anda di halaman 1dari 113

Sabar

Pandemi belum usai

Pembatasan kegiatan kini mulai diberlakukan

Baru saja kemarin kita bertemu

Karena kasus positif menurun

Namun, tak lama kemudian kita harus berpisah kembali

Sudah dua Minggu kita tak bertatap

Kita hanya berkirim pesan layaknya hubungan virtual

Kau mengatakan rindu

Sabarlah sedikit lagi, pasti kita akan bertemu

Aku pun rindu, namun aku bisa apa?

Menemuimu saat ini, bukan waktu yang tepat

Sebab kesehatanmu lebih penting.

1
Teman hidup

Aku tak peduli kalau kamu bukan yang termanis

Aku juga tak peduli kalau kamu tidak pintar

Kamu istimewa walau terkadang menyebalkan

Ketidaksempurnaanmu menyempurnakanku

Kita punya banyak alasan untuk menyudahi

Dan kita punya banyak alasan untuk lanjut

Rasa ini tidak kenal kadaluwarsa

Tidak perlu selamanya, sampai ujung usia itu sudah cukup

Susah senang kita lewati

Aku mencintaimu tanpa karena

Kau orang pertama yang kulihat setelah bangun

Dan orang terakhir yang kulihat sebelum tidur

2
Beranjak Dewasa

Menjadi dewasa bukan lah hal yang mudah

Ku kira menjadi dewasa kita harus menangani semua hal dan harus bisa akan semua hal itu

Ternyata poin nya bukan itu

Ada beberapa hal yang menurut kita ga bisa ya tidak apa

Menjadi dewasa berarti kita siap untuk menghadapi semua kesulitan, namun ingat jika kita
lelah ya istirahat.

Ini adalah fase dimana kamu harus bertanggung jawab atas dirimu sendiri

Merubah semua sifat buruk yang ada sejak remaja

Rubahlah semua yang ingin kamu rubah

Tapi ingat, berubahlah jadi lebih baik

Bukan sebaliknya

Profil Penulis

Aditya Irfandy Afrizal. Lahir di Kebumen, 06 Oktober 2003. dan menjadi salah satu siswa
kelas 12 Akuntansi di SMK Negeri 43 Jakarta. Adit adalah nama panggilannya. Merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara, buah hati dari pasangan M. Rizal Mutaqin dan Yuli
Bastiyah. Memiliki cita-cita menjadi seorang penguasaha muda, dan aktiv di media sosial
yang mungkin nantinya bisa menjelaskan lebih lanjut tentang penulis. IG : @Aditya.Irfandy.
Penulis berharap Pantun ini dapat memberikan kesan bagi pembacanya.

3
Sebatas Angan

Kala itu
Pertemuan kita menjadi sebuah pertanda
Hadirnya dirimu
Untuk mewarnai hari-hariku

Aku pernah berfikir


Bertemu dirimu menjadi sebuah takdir
Untuk di ukir
Bersama rasa yang telah hadir

Tetapi, nyatanya salah


Kita berpisah
Karna ego yang tak tentu arah
Hingga akhirnya kita menyerah

Menyerah, bukan karna siapa yang ingin menjadi pemenang


Melainkan, untuk mencari sebuah ketenangan
Tidak apa sampai air mata ini berlinang
Daripada hanya menggenggam sebatas angan-angan

4
Rangkuman Lara

Pada angin senja


Mengunjungi jauh menyelisik rasa
Rasa yang ada dalam balik dada
Membaluri jiwa yang menderita

Halus pada angin


Saat itu juga mata terpejam
Kupapahkan sepoi dari silir angan
Tidak dapat ku tahan debaran kuat

Tetapi demikianlah yang di dapat


Terbiarlah aku merangkum lara
Meskipun hanya sesaat rasa
Atau minimal melepaskan dari jiwa

Pada angin senja


Di tiap ruas-ruas waktu memicu
Ingin ku hempas jiwa yang menderita
Tersebab oleh cedera lama terajam nyeri

5
Seutas Rindu

Di sudut ruangan gelap


Termenung sedu hingga terlelap
Terduduk diam jiwa yang pernuh harap
Karna catatan rindu yang belum selesai di garap

Bimbang
Hati ini benar-benar bimbang
Seperti kendaraan di kota yang berlalu lalang
Mengharap dirimu untuk segera pulang

Aku memang tidak ahli dalam membuat sajak


Tapi aku punya tekat untuk terus beranjak
Tidak peduli banyak orang yang menginjak
Aku akan tetap berdiri di tempat ku berpijak

Engkau kah itu?


Yang menimpakanku berton-ton rindu
Dengan sejuta lembar bayangmu
Merebut tiap hempasan nafasku
Mengikat tiap persendian tulangku
Dengan merindukanmu

Kini, Aku menemukanmu

Profil Penulis
Afifah Intan Nurmutia. Lahir dari rahim Ibu nya pada tanggal 27 April 2004. Ia adalah anak
pertama dari tiga bersaudara, buah pasangan dari Tn.Abdul Kamidi dan Ny.Martini. Saat ini
ia masih berstatus sebagai pelajar. Menjadi orang yang sukses adalah impiannya sejak
dahulu. Hobinya selain mendengarkan musik, ia juga suka membaca novel-novel tertentu.

6
Khayal

Cara Ku berbeda,

Menyentuhnya dengan senyuman

Menyentuhnya dengan sujud

Menyentuhnya dengan ketulusan

Bukan,

Bukan aku yang menjaga

Bukan aku yang melarang

Bukan api dan air yang tak bersama

Kita bersama,

Bersama dalam keheningan malam

Mendekati Nya dalam gelap

Menyentuh pagi didasar langkah...

7
Pergi

Katanya kau akan kembali seperti mentari

Nyatanya kau mengingkari

Jika kau lari untuk pergi

Aku hanya bisa berdiam diri

Jangan memberi rasa

Jika kau tak kuasa

Pagi saja memberi tanda jika mau pergi

Tak sepertimu yang menghilang sendiri

Jangan harap kau kembali

Jika hanya ingin menyakiti

Bukan tak ingin membuka hati

Tapi kusadar diri jika kita tak ditakdirkan untuk bersatu kembali

8
Hebat

Wanita hebat bukan karena dia cantik


Bukan karena karena dia kaya dan pintar
Dan bukan pula karena disampingnya ada
Pria tampan dan kaya

Tetapi wanita hebat adalah


Wanita yang mampu terus berdiri
Menyelesaikan masalahnya
Mampu berdo’a

Percaya kepada Tuhan yang menjadi


Sumber kekuatan
Wanita hebat melukis kekuatan
Melalui proses kehidupan

Bersabar saat tertekan


Tersenyum saat hati menangis
Diam saat terhina
Mempesona karena memaafkan

Profil Penulis
Amalia Adiningsih, lahir di Jakarta, 01 Januari 2004. Merupakan salah satu siswa kelas 12
Akuntansi di SMK Negeri 43 Jakarta. Lia adalah panggilan akrabnya. Anak kedua dari empat
bersaudara, buah hati dari pasangan Dwi Porujito dan Eni Kusumawati. Memiliki Cita-cita
untuk menjadi seorang akuntan, penulis memiliki akun media sosial yang mungkin nantinya
bisa menjelaskan lebih lanjut tentang dirinya. IG : @amladngsh_. Penulis berharap pantun ini
dapat memberikan kesan bagi pembacanya.

9
Sembahyang Rindu

Bahkan ombak pun menolak membawa rinduku padamu

Bersama angin kusembahyangkan diri

Mentakbirkan daun dan rumput

Melambai jauh padamu

Gelora doa dizikir ombak

Mentasbihkan pasir-pasir

Menghampar sepanjang waktu

Kini baru kutahu

Rindu bertahun kuwirid di angin malam

Belum sampai padamu

Seperti ombak pulang balik ke tepian

Hanya deru zikirku yang lantang

Seperti pekik pungguk memanggil bulan

Tangisku mengeris lengang

Menunggu kau datang

Seperti menangkap bayang

Di pancaran cahayamu yang cerlang

10
Motivator Sejati

Sang sahabat utusan Tuhan

Ajakan dan nasihat yang kau beri

Jadikannya sosok yang berarti

Guna dewasaku di masa depan

Motivator sejati…

Kau beri penataran ciptakan solusi

dari perangkap kehidupan yang membelenggu pemikiran

jadikan diri ini seputih melati

Semangat motivasi yang tak pernah berhenti

Dari pengalaman yang kau beri

Ikhlas dan tulus arahanmu

Tuk raih tujuan hidupku

Motivator sejati…

Janganlah kau pergi

Dari kehidupanku ini

Tinggalkan ku sendiri

Urai muslihat berduri

Dalam sepinya ide yang kumiliki.

11
Pahlawanku

Pahlawanku

Bagaimana Ku bisa

Membalas Jasa-jasamu

Yang telah kau berikan untuk bumi pertiwi

Haruskah aku turun ke medan perang

Haruskah aku mandi berlumuran darah

Haruskah aku tersusuk pisau belati penjajah

Aku tak tahu cara untuk membalas jasa-jasamu

Engkau relakan nyawamu

Demi suatu kemerdekaan yang mungkin

Tak bisa kau raih dengan tanganmu sendiri

Pahlawanku engkaulah bunga bangsa

Profil Penulis
Annisa Zahra Nindia atau biasa dipanggil Ara, lahir di Jakarta, 04 April 2004, hobinya yaitu
traveling. Penulis berasal dari Tangerang. Penulis aktif di Sosial Media seperti Instagram :
@arazhran_ dan Email : annisazahra618@gmail.com

12
Padamkanlah

Aku ingin berhenti mencintaimu,


Ku masih melihatmu dalam pikiranku,
Berharap dapat menghilangkan jejakmu,
Namun ku tak bisa menghapusmu,

Ku harap semua akan terhapuskan,


Dalam kenangan yang tak bisa ku hentikan,
Namun terulang kembali semua kenangan,
Perasaan ini terpecah menjadi kepingan,

Kumohon pergilah,
Semua kenanganmu membuatku lelah,
Ku hanya ingin menghapusmu,
Ku merasa takut kepada mu,

Padamkanlah kenangan yang masih membara,


Aku adalah kegelapan yang menutupi cahaya,
Kita tidaklah selamanya terisi oleh air mata,
Namun saat ini kita tidak berakhir bahagia.

13
Teruntuk Ibu

Kala itu hujan gerimis


Sakit hatiku seperti teriris
Kisahnya begitu tragis
Disini ku terjatuh lalu menangis

Dimanakah dirimu
Akankah kau meraih tanganku?
Semua impianku menjadi kelabu
Namun kau tetap tersenyum padaku

Gapailah semua jemariku


Tumpangkan tangan mu disekelilingku
Katakanlah kau akan selalu bersamaku
Kehangatannya mencairkan dinginnya hatiku

Wajahku semakin bersemu


Ini semua menggangu dipikiranku
Ku tak bisa hidup sedetik tanpamu
Dekaplah aku dalam pelukmu ibuu

14
Lekas Pulih

Waktu seperti terhenti


Virus itu melukai dunia ini
Dan tak sedikit jiwa yang mati
Kesembuhanlah yang selalu dinanti

Ditempat ini kita merasa


Banyaknya duka bahkan nestapa
Lalu dan selalu terasa
Kumohon sembuhkanlah dunia

Saat ini kita berjalan melalui badai


Menerjang badai tanpa pemindai
Ingatlah kita tak berjalan sendiri
Percayalah dunia akan sembuh kembali

Yakinilah kesembuhan dunia


Yang akan bersinar dengan eloknya
Tunjukan kembali wajah ceria
Dan bersama sama menangis bahagia

Profil Penulis

Ayu Wadira sering di panggil Ayu/Yuee, lahir pada 29 Mei 2004 di Jakarta. Merupakan salah
satu siswa kelas 12 Akuntansi di SMK Negeri 43 Jakarta. Merupakan anak ke 1 dari 3
bersaudara.. Memiliki Cita-cita untuk menjadi pengusaha yang sukses, penulis memiliki akun
media sosial yang mungkin nantinya bisa menjelaskan lebih lanjut tentang dirinya. IG :
@Yuee_29. Penulis berharap pantun ini dapat memberikan kesan bagi pembacanya.

15
Pengagum Rahasia

Dengan kedua onix itu kau memperhatikan

Tatapan tajam bagai menusuk kau berikan

Terkesan mengintimidasi dan mematikan

Namun sangat tidak ingin ku lewatkan

Kaki jenjang yang kau tapakkan di tanah

Melangkah tanpa ragu dan tak mengenal arah

Dengan kaus hitam dan celana pendek yang kau pakai

Memberikan kesan yang membuat hatiku bertikai

Bibir yang melengkung keatas dengan setia dan tanpa lelah

Dengan debaran hati yang tak kunjung berhenti

Irama yang berdetak dengan cepat di relung hati

Jika aku bilang aku tak menyukaimu itu salah

Aku sang pengagum rahasiamu

Bagai sebuah radar yang tumbuh tanpa permisi di diriku

Memberikan sinyal kemana aku harus mencarimu

Menjadikan dirimu sebagai sebab dibalik cantiknya senyumku

16
Sahabat

Sebuah rumah dengan wujud manusia

Menebar kebahagiaan disetiap kehadirannya

Hati yang lebih dalam dan lebih luas dari benua asia

Samudra pasifik tidak menjadi tandingan bagi besar kasih sayangnya

Dengan senyum manis berlesung pipi yang tak pernah memudar

Mata yang menatap lembut memberikan kehangatan

Jiwa yang menjadi tempat favorit untuk bersandar

Tak pernah lelah memberikan banyak kekuatan

Tempat berkeluh kesah yang tak kenal lelah

Tempat berpulang ketika lelahnya berpergian

Tidak pernah mengeluh ketika ku banyak berulah

Menghadapi masalah dengan tegar tanpa mencari pelarian

Mungkin kau tidak tahu

Kaulah obat dari segala luka yang ada di diriku

Kaulah tempat bersandar yang tanpa ragu memberikan bahu

Kaulah yang memberikan makna siapa diriku

17
Antara kita

Berdiri dibawah rembulan diikuti hitamnya siluet

Dengan hati yang khidmat dan sedikit berhimne

Kisah cinta kita mungkin tak setragis Romeo dan Juliet

Ataupun semenyakitkan Dionysus dan Ariadne

Dengan banyaknya kasih sayang dan cinta

Dengan rasa yang tak mampu diungkap dengan bait

Aku merasa seperti Aphrodite

Mencintai yang ada pada diriku dengan merata

Putih dan bersih hatimu bak pegasus

Memikat banyak mata walau tak sedikit pun beraksi

Bagiku kau adalah Dionysus

Walau hanya tersenyum namun indahnya menandingi galaksi

Kisah kita tak dapat diceritakan dengan singkat

Aku juga tak dapat menceritakanmu dengan baik

Karena hanya kita yang mengerti dan terikat

Walau akan berakhir namun kitalah yang terbaik

Profil Penulis
Bunga Asmaul Husna, biasanya dipanggil Bunna. Lahir pada 28 November 2003 di Jakarta.
Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan di SMK Negeri 43 Jakarta kelas XII jurusan
Akuntansi. Penulis sangat menyukai suatu hal yang bersifat tidak nyata atau fantasi dalam
bentuk sebuah buku atau film. Jika ingin kenal lebih dekat dengan “BUNNA”, kunjungi akun
Instagram @bbiieee_ 

18
Pandemi

Canda tawa kini terdengar sepi

Karena rasa takut yang menghampiri

Virus corona menyerang bumi

Sendu sepi menggeluti hati

Menyebar kemana-mana tanpa pemberitahuan

Semua tidak ada yang kebetulan

Tuhan pasti punya rencana yang sudah digariskan

Agar kita sadar Tuhan punya peran

19
Rindu Kawan

Bekerja, belajar, dan ibadah sudah dirumahkan

Semua berjalan tidak sesuai harapan

Rasa bosan yang didapatkan

Banyak kendala yang ditemukan

Menunggu nasib baik penuh harapan

Satu tahun lebih kujalani

Belajar sampai jenuh sendiri

Kapan ini semua akan usai

Rindu terhadap teman tak kunjung usai

Bila rindu dapat dikalkulasi

Tangis isak menjadi bukti

Saksi bisu menahan emosi

Tatkala rindu mulai menghantui

20
Hari Biru

Suasana cerah dipagi hari

Orang orang berjemur dibawah matahari

Virus corona mulai menghantui

Pola hidup sehat mulai dijalani

Semesta terus merangkak maju

Bulir waktu semakin deru memburu

Tatkala jiwa ini tak kunjung tahu

Diriku terharu diam membisu

Entah kepada siapa diriku harus mengadu

Profil Penulis
Cita Mahliah Heldiaz atau yang biasa disapa Cita, lahir di Tangerang, pada 23 Maret 2004.
Hobi nya yaitu menonton film dan mendengarkan music. Kamu bisa menyapa dan berkenalan
dengan perempuan penyuka dimsum dan NCT ini diinstagram @hfs.tyaa.

21
Tentang Rindu

Milyar – milyar Rindu

Juta – juta Tunggu

Ribu – ribu rasa cemburu

Semua masih saja tentang dirimu

Teringat saat pertama kali tangan kita berjabat

Kau sapa aku dengan sangat hangat

Hingga kita menjadi dua manusia yang erat

Berpisah pun akan terasa berat

Biarpun raga kita teruji oleh jarak

Tapi rindu tahu kemana hati ini harus berpijak

Walaupun rasa ini sudah terbajak

Aku tetap disini dan tidak akan pernah beranjak

Sesuatu yang sudah pergi

Tak perlu diharapkan lagi

Jika memang ia ditakdirkan untuk berada disini

biarkan Tuhan yang mengatur kapan ia kembali

22
Rasa yang terpendam

Kau selalu mampu membuatku jujur mengenai segala hal, kecuali perasaanku

Andai saja aku mampu memberitahumu

Tapi, aku terlalu takut akan reaksimu

Yang tidak sesuai dengan imajinasiku

Aku bukanlah manusia yang pandai merangkai kata

Apalagi memberanikan diri untuk mengutarakan rasa

Bagiku lebih baik untuk dipendam saja

Karena nyatanya tak akan mengubah apa – apa

Aku percaya, kalau kau memang untukku

Sejauh apapun kakimu membawamu

Jalan yang kau tempuh hanya akan membawamu kembali padaku

Menuju diriku

Mencintaimu adalah pilihanku

Tapi memilikimu itu bukan hak ku

Ketika kita sudah merasa nyaman

Aku lupa bahwa kita hanya sekedar teman

23
Maaf

Semua ini adalah salahku

Seharusnya dari awal aku tidak langsung membuka pintu rumahku untukmu

Seharusnya dari awal aku tidak tergesa – gesa untuk menyuruhmu

Memasuki kamar utama didalam rumahku

Jika dari awal aku bisa menahan diriku

Untuk tidak bergantung padamu

Jika dari awal aku bisa menahan hatiku

Untuk tidak terlalu terbuai atas perlakuanmu

Seandainya

Aku tidak bertemu denganmu

Semua tidak akan berjalan rumit

Berjalan rumit seperti ini

Profil Penulis
Dhiza Rifdha Alifah, biasa dipanggil Dhiza, Dijah, Ijah dan lain sebagainya. Lahir di Jakarta,
26 Oktober 2003. Dia juga merupakan anak kedua dari dua bersaudara. memiliki hobi
memasak, dan menonton drama Korea dan drama Thailand sepanjang harinya. Dhiza juga
aktif dalam menggunakan social media, seperti Instagram dengan menggunakan nama
@dhizarfdhalifah,

24
Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu

25
Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,

Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.

26
Sajak Putih

Beribu saat dalam kenangan

Surut perlahan

Kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh

Sewaktu detik pun jatuh

Kita dengar bumi yang tua dalam setia

Kasih tanpa suara

Sewaktu bayang-bayang kita memanjang

Mengabur batas ruang

Kita pun bisu tersekat dalam pesona

Sewaktu ia pun memanggil-manggil

Sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil

Di luar cuaca

Profil Penulis

Fandi Ahmad, lahir di Jakarta, pada tanggal 18 Januari 2004. Saya anak pertama dari dua
bersaudara. Buah dari pasangan Ahmad Hidayat dan Rohillah. Penulis memiliki satu orang
adik perempuan yang bernama Suci Nur Hidayati.

27
Pahlawan Pandemi

Mereka bekerja baik siang maupun malam


Menyimpan lelah dalam-dalam

Mereka tak bisa berkumpul bersama keluarga


Demi menyelamatkan banyak raga

Mereka satu per satu gugur


Namun semangatnya tak pernah luntur

Mereka berkorban susah payah


Kita bantu dengan tetap di rumah

28
Sampai Nanti

Bosan ku menatap layar


Menatap wajah digital
Menyapa tanpa raga

Tak bisa ke taman


Bertemu dengan teman

Keluhku seketika tak bermakna


Semua sedang berusaha
Untuk tetap hidup dan ada

Bila tiba saatnya nanti


Bila pandemi berhenti

Kan ku peluk teman-temanku


Kupeluk melepas rasa rindu
Sampai nanti, hilang duka sendu

29
Senja Yang Indah

Keemasan cahaya di cakrawala


Di ufuk barat saat hari mulai senja
Terbelalak mata saat memandangnya
Keindahan dari sang maha pencipta

Sang surya bersiap untuk tenggelam


Menjemput mesra ketenangan malam
Meneguk cahaya dalam-dalam
Menyempurnakan keindahan malam

Lembayung indah tampak kekuningan


Gradasi warna bagaikan lukisan
Di sudut langit yang tipis berawan
Hiasan terbesar sepanjang zaman

Profil Penulis

Fanny Fadillah, lahir di Jakarta, 4 Juli 2004. Sedang aktiv menjadi salah satu siswa kelas 12
Akuntansi di SMK Negeri 43 Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Cita-citanya ingin sekali menjadi seorang akuntan

30
Kerinduan Akan Hadirnya

Jalan ini terlihat begitu sepi

Seperti tidak ada yang menemani

Layaknya kenangan ini

Yang selalu tersimpan di hati

Mengapa waktu cepat sekali

Saat kau meninggalkanku pergi

Tanpa ada kata pamit diri

Kepada diri ini yang kau sayangi

Jika tuan ingin pergi

Jangan tinggalkan jejak di relung hati

Karena ini terlalu pedih

Untuk diri yang terlalu lama sendiri

Hari-hari kulalui

Tanpa hadir dirimu disini

Layaknya secangkir kopi tanpa gula

Yang hanya membekas di jiwa

31
Kepastian

Jika memang hadirku tak berarti

Mengapa dirimu menahanku untuk menetap disini

Menahan diriku untuk pergi

Tidak membiarkan diriku lari

Aku ingin segera pergi

Meninggalkan dirimu seorang diri

Dengan hati yang begitu sakit

Kuikhlaskan saja kini

Mengapa engkau terlalu kejam

Hati kau terlalu hitam

Kepadaku yang tidak kau suka

Dan juga yang kau cinta

Tolong jangan menahanku

Hati ini tidak sanggup menunggu

Diri ini hanya butuh sebuah kepastian darimu

Jika kau memang ingin bersamaku

32
Cukup Tau

Aku tahu . . .

Aku memang tak berguna

Aku tahu . . .

Aku memang tak sempurna

Tapi satu hal yang pasti, aku tahu diri

Aku tahu bahwa diri ini tak pantas untuk berada disini

Apakah aku harus pergi?

Meninggalkan dirimu sendiri disini

Tanpa tahu arah, berselimuti hati yang sedih

Tanpa diriku disini, kutinggalkan engkau sendiri

Aku pun juga punya harga diri

Tidak bisa seenaknya kau jatuhi

Dengan mudahnya kau menghakimi

Tanpa adanya bukti yang pasti

Cukup aku yang dimaki

Dan aku juga yang tersakiti

Jangan sampai orang lain tahu

Betapa buruknya perlakuanmu padauk

33
Ucap Semesta

Aku hanya ingin ketenangan

Bukan hanya sekedar angan

Aku berharap rasa ini terhapuskan

Agar diri ini terbiasa dengan kesendirian

Janganlah kau berkata lain dengan lidahmu

Sudahi kepalsuanmu

Anggap saja kita tak pernah bertemu

Karena semesta mendukung kita untuk tak temu

Jika kau ingin tahu . . .

Diri ini hanya bisa pasrah

Pasrah akan semua hal, sampai terasa jenuh

Hingga kata menyerah terlontarkan

Seakan diri ini tak kuat menahan

Aku tahu ini takdir . . .

Takdir yang tidak dapat kuhindari

Namun jika semesta sudah berkata

Aku bisa apa?

Profil Penulis

Fatmawati Sukmoro Putri dan biasa dipanggil Fatma, lahir di Jakarta pada 27 Januari 2004.
Saat ini penulis aktiv menjadi siswa di salah satu siswa SMK Negeri 43 Jakarta. Penulis
merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara, Cita-citanya yaitu menjadi pengusaha sukses .
penulis memiliki Hobi yaitu mendengarkan musik dan sedikit bernyanyi dan penulis
memiliki akun media sosial yaitu Instagram yang mungkin bisa menjelaskan tentang dirinya.
Instagram : @Fatmaaaaa_27.

34
Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

35
Sahabat Masa Kecilku

Sejak Kecil Kita Bersama

Menjalani suka dan duka

Meski terlahir dari Rahim yang berbeda

Tetapi tetap sehati selamanya

Sahabat…….

Terbesit memori saat kita pergi

Menyusuri jalanan yang diselimuti keramaian

ku tatap wajahmu yang berseri

Bagai tomat yang kemerahan

36
Catatan Hati

Ada sesuatu yang terasa hampa

Saat langit-langit semakin menua

Ada sesuatu yang terasa berbeda

Saat hujan turun tertahan kuasa

Sendiri dan sepi, aku ingin berlari

Menelusuri mimpi yang tak pernah berhenti

Atau haruskah aku hanya berdiam disini

Melihat senja yang hamper mati

Dipengunjung waktu…

Ketika engkau berlalu dan pergi

Hati ini ingin berhenti bernyanyi

Dan aku ingin kau kembali

Profil Penulis
Haliza Putri Nuraini, biasa dipanggil dengan nama Haliza. Lahir di Jakarta pada tanggal 20
Juli 2003. Merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Saat ini penulis berstatus sebagai
pelajar kelas XII di SMK NEGERI 43 JAKARTA, jurusan Akuntansi.

37
Cita – Cita

Aku ingin jadi merpati

Terbat di langit yang damai

Bernyanyi-nyanyi tentang masa depan

Aku ingin jadi rembulan

Turun ke bumi

Membawa cahaya kehidupan

Aku ingin jadi insan teladan

Saling berbagi rasa

Tanpa belenggu kekerasan

38
Negara Lucu

Sudut pandangku tentang mereka

Yang banyak tanya tanpa membaca

Katanya sekolah, tapi otaknya mana?

Tolong dirubah pola fikirnya

Banyak gaya, kosong isinya

Sedikit gerak, banyak maunya

Bangun, usaha untuk orang rumah

Biar kompormu tetap menyala

Yang susah, gayanya nomer satu

Sana-sini jadi benalu

Ini pandangan dari kacamataku

Tentang negara yang lucu

39
Rindu Sahabat

Dimanakah engkau berada

sahabat lama yang kutunggu

Telah lama tak ada kabar

darimu sahabat lama ku

Aku harap kau datang menemani di sini

Kan ku buatkan secangkir kopi

Menunggu pagi datang bicara kehidupan

Bicara tentang semuanya

Datanglah datang sahabat lama

Mencaci rusaknya dunia

Aku yakin harapan untuk kau kembali

Kau dengar lewat angin malam ini

Profil Penulis

Ilhan Maulana, lahir 10 Januari 2004. Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis kini aktif
sebagai siswa kelas XII Akuntansi di SMKN 43 Jakarta

40
Dunia Kini

Minggu pagi pun merebak


Bagai daun kering berguguran
Tak henti-henti berguguran
Saat semuanya terlena
Semuanya berubab
Sekelompok manusia berencana yang merubah
Yang salah menjadi biasa
Yang aneh menjadi wajar
Hati-hatilah kawan
Itulah dunia kini.

41
Kekeringan

Kaulah yang merusak tanah surgamu


Jangan heran jika tanahmu tak lagi subur
Jangan heran jika lautmu tak lagi biru
Jangan heran jika musim pun tak tentu arah

Kaulah yang merusaknya


Dengan semua keserakahanmu
Telah kau jadikan alam sebagai pemuas nafsumu
Dan kau lupakan anak cucumu
Mereka, keturunan kita
berhak mendapatkan alamnya
Seperti kita mendapatkan alam kita

42
Tak Kan Terlupa

Aku ingat tawa canda kita


Aku pun masih ingat amarah kita,
yang saling mengadu dan memberontak
Kita pernah bertegang rasa
Kita juga pernah beradu argumen
Bahkan sempat tak mengenal satu sama lain
Tapi kenapa,
Aku selalu memikirkanmu
Dan kau pun juga mengatakan itu

Profil Penulis

Immanuel oktavia budhiman, anak ke dua dari dua bersaudara kini, lahir di Jakarta pada
tanggal 28 oktober 2003. Penulis bersekolah di SMKN 43 JAKARTA jurusan Akuntansi.
Penulis tinggal di Jakarta tempatnya Jakarta barat yang beralamatkan di jl. kmp.baru rt/rw
008/05 no.6.

43
Tak Bisa Bersama

Keindahan pantai dengan hamparan pasir

Kenikmatan senja membuatku berpikir

Ku pikir kau adalah takdir

Tapi kamu hanya kedar hadir

Minggu adalah hariku bersamamu

Kala kau menggenggam jemarimu

Sementara aku mengangkat kedua tanganku

Dan berharap kita akan menyatu

Semesta telah mempertemukan

Hanya momen bukan komitmen

Kita hanya sebatas teman

Tetapi tidak dapat dipersatukan

Kita bertemu hanya bertukar sapa

Namun tidak bertukar rasa

Walau berakhir tak bahagia

Setidaknya kita pernah bersama

44
Lekas Pulih

Pikiran dan hati saling berdebat

Kemudian muncul bayangan sekelebat

Kamu tidak usah ikut berdebat

Memangnya apa yang akan kamu dapat?

Menuruti segala perintah

Bukan berarti saya lemah

Seperti manusia hilang arah

Yang harta bendanya habis direbut penjarah

Semoga lekas membaik

Semoga hati nuraninya segera balik

45
Lelah

Sunyinya suasana malam hari

Kontras sekali dengan bisingnya perdebatan dalam diri

Pikiran yang selalu mencari celah bahagia

Dan hati yang sudah meraung-raung karena terpaksa

Lelah rasanya

Disaat keadaan tidak baik-baik saja

Aku tak mempunyai tempat ‘tuk berbagi cerita

Karena aku tak dapat mempercayai siapa-siapa

Aku sangat lelah merasa lemah

Aku sangat lelah dipandang rendah

Aku hanya ingin bahagia

Seperti mereka di luaran sana

Profil Penulis
Intan Nur’aini, biasa dipanggil Intan. Saya lahir pada tanggal 10 Agustus 2004, di Jakarta.
Saat ini saya berusia 16 tahun, dan bersekolah di SMK Negeri 43 Jakarta kelas XI jurusan
Akuntansi dan Keuangan Lembaga. Penulis memiliki akun media sosial yaitu akun Instagram
@_uriiayangie 

46
Corona Yang Tak Ada Habisnya

Pagi hari ku bertemu dengan sunyi lagi

Jika ku tidak sendiri

Melihat teman teman ku tertawa dan bernyanyi

Aku tidak akan kesepian saat ini

Aku tidak suka keadaan seperti ini

Mengapa bisa?

Mengapa bisa hal ini terjadi

Bagaimana masa depan ku nanti

Kapan corona ini berhenti ?

Mencoba untuk tidak perduli

Tidak bisa

Rindu ini tidak akan terobati.

47
Mencintai Orang Yang Salah

Aku kecewa padamu

Aku marah pada diriku sendiri

Karena mengizinkan kamu masuk

Ke dalam ruang hatiku

Tanpa tahu tujuanmu

Aku kecewa padamu

Bukan karena kamu melakukan kesalahan

Karena aku yang terlalu membawa perasaan

Kamu membuat aku merasa dicintai

Kamu memberikan kepercayaan lalu pergi

Aku kecewa padamu

Sebab aku benci kehilangan sesuatu

Aku benci perasaan ini

Mengapa bisa aku mencintai

Seseorang yang hatinya mati.

48
Teman Atau Musuh

Dulu kita saling menyapa tanpa ragu

Mengapa sekarang bisu seperti aku seakan musuh mu

Dulu kita saling berbagi canda dan tawa

Mengapa sekarang buta seakan kita tidak pernah berjumpa

Andai engkau tau disaat ini aku membutuhkanmu

Apa salahku padamu?

Ternyata aku salah mengira

Kau datang disaat aku bergelimang harta

Semua ini drama

Kau bukan teman melainkan musuh

49
Semoga Nanti

Bosan ku menatap layar

Menatap wajah digital

Menyapa tanpa raga

Tak bisa ke taman

Bertemu dengan teman

Terkadang aku merasa kesepian

Hanya menunggu ….

Selalu menunggu …

Keluhku seketika tak bermakna

Semua sedang berusaha untuk tetap hidup dan ada

Bila tiba saatnya nanti berhenti

Kan ku peluk teman-temanku

Kupeluk melepas rasa rindu

Sampai nanti, hilang duka sendu

Profil Penulis
Irfa’ Darojatul Masakin. Biasa dipanggil Irfa’. Penulis memiliki hobby bermain futsal, lahir
pada tanggal 29 September 2003, yang merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara. Penulis kini
aktif menjadi siswa kelas XII Akuntansi di SMKN 43 JAKARTA.

50
Sudut Pandang

Kita lahir dari rahim yang sama

Membuka mata di saat berbeda

Aku menolongnya kau mencacinya

Tapi kau yang jeli dan aku tertipu belaka

Ini hanya masalah sudut pandang

Menganggap kaya berlebihan atau miskin keterlaluan

Mata rahim melihat itu semua seimbang

Kita semua lahir dari rahim yang sama, rahim keadilan

51
Televisi

Sejak tabung sinar katoda

sihir telah bersentuhan dengan dunia

sinarnya merusakmu, tentu saja

turut mengubah perilakumu

Kini kau menyentuhnya

menggesernya ke kanan dan kiri

seolah kalian berinteraksi,

padahal hanya kau yang terpedaya sinar dan sihirnya

52
Aku dan Hujan

Jalan itu menghitam,

basah oleh hujan.

Namun aku, muram, Kering oleh kerinduan.

Gerimis ini menghapus jejak apapun,

Namun kasihmu tak hilang dalam hitungan tahun.

Profil Penulis
Matthew Frederic Alexandro, lahir di Jakarta, 5 Mei 2004. Penulis kini aktif menjadi salah
satu siswa kelas 12 Akuntansi di SMK Negeri 43 Jakarta. Memet adalah panggilannya.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Cita-citanya ingin sekali menjadi
seorang pilot/akuntan,

53
Ayah

Ayah....

Engkau manusia kedua yang aku sayang setelah ibu

Kau lelaki pertama yang membuatku jatuh cinta

Kau pahlawan dalam hidupku

Ayah....

Tidak ada kata lelah dalam sejarah hidupnmu

Demi aku kau rela di sengat matahari dan guyur hujan

hanya untuk aku anakmu

Ayah....

Tulusnya nasehatmu telah membingkai hatiku

Menuju lembah tinggi kedamaian

Terimakasih ayah i love you

54
Ibu

Ibu....

Kau sudah tidak diragukan lagi di relung hatiku

Kau wanita terhebat yang pernah aku temui

Engkau selalu ada untukku disaat suka maupun duka

Ibu....

Kau bagaikan malaikat bagiku

Engkau juga sahabat bagiku

Yang selalu mendengar keluh kesahku

Aku selalu menyayangimu

Jasamu tak akan pernah bisa terbalas oleh ku

Namun aku akan berusaha menjadi anak kebanggaan mu

55
Rindu Sekolah

Alangkah rindu hati ini


Belajar di kelas bersama kawan
Alangkah rindu hati ini
Pada sekolahku yang menawan

Wahai sekolahku bagaimana kabarmu?


Masihkah engkau bersih
Seperti hari-hari yang berlalu

Sungguh sudah lama terasa


Tidak berangkat ke sekolah
Bukan karena diri malas
Belajar bersama-sama di dalam kelas

Profil Penulis
Maysaroh merupakan murid SMK Negeri 43 jakarta, biasa dipanggil may. Lahir di Jakarta
pada 25 Mei 2003, hobi penulis mendengar musik, menonton drama korea, dan futsal.
Penulis berasal dari Jawa timur, surabaya.

56
Maafkan aku, Ibu

Akulah sang pengukir mimpi

Yang menghendaki pergi berasal dari sunyi

Yang hanyut oleh gelisah

Dan ditelan rasa bersalah

Ibu, kaulah matahariku

Terang dalam gelapku

Kau tuntun aku di jalur berliku

Yang penuh oleh batu

Ucapanmu nagaikan kamus hidupku

Aku berteduh dalam naungan do’amu

Memohon ampunan darimu

Karena ridho Allah adalah ridhomu

Aku senang memilikimu Ibu

Karena engkau sinar hidupku

Kaulah kunci berasal dari kesuksesanku

Ibu, maafkan aku

57
Menjaga Warisan Alam

Sunyi sepi ditengah hijaunya pepohonan

Terbesit kehidupan dari sang penjaga alam

Saling mengejar dan dikejar

Mengikuti sistem rantai kehidupan

Maha karya dari zat yang sempurna

Kepada hambanya yang bersyukur

Hutan hijau pesona alam Nusantara

Warisan tuhan yang patut dijaga

Jangan sampai sirnah oleh pembabatan

Kerugian pasti akan dirasakan

Rawatlah alam tanpa pesanan

Biarkan mengalir atas sebuah kesadaran

58
Kemiskinan

Aku menyadari semua terjadi

Rasa kemiskinan di kota ini

Sejuta relawan kelaparan di atas duniawi

Masih adakah secercah cahaya untuk mendiani

Bagi kami yang bodoh ini

Nan mengitari debu-debu berduri

Pada kelopak-kelopak nadi tersayat belati

Sungguh perih tak dihormati harga diri

Seiring berjalannya waktu terkikis

Semoga ada perasaan moralitas

Dari penderitaan jiwa peka tergores

Dan tetap mencapai keinginan yang dinamis

Profil Penulis
Muhammad Bayu Firmansyah merupakan siswa yang lahir di Pemalang pada tanggal 28
September 2003,serta memiliki hobi bermain bola. Anak pertama dari dua bersaudara.
Sekarang penulis sedang bersekolah di salah satu SMK yang ada di Jakarta Selatan,tepatnya
SMKN 43 Jakarta dan memilih jurusan Akuntansi dan keuangan lembaga.

59
Tangis Sang Langit

Aku tengadahkan wajah senduku

Menatap langit pekat yang membuku

Sang langit menumpahkan air mata

Menjamah hatiku yang kian gusar tanpa kata

Sang langit kian bersedih

Air matanya mengalir kian perih

Ku biarkan tangisnya pecah

Menemani tangisku yang kian tak bercelah

Langit menemaniku berbagi duka

Menumpahkan segala luka

Melewati hari yang penuh lara

Merenungi kesedihan yang kian mendera

Aku mendesah lirih

Menerima takdir Sang Maha Kasih

Aku belajar dari langit

Menangis tanpa perlu mengungkit rasa sakit.

60
Dua Hati, Aku dan Hujan

Kutatap rembulan tertutupi titik titik air yang berjatuhan sangat deras

Nampak pesona kasihku dalam sangkar emas

Menghadapi tirani dan kawalan istana bertangan besi

Meratapi nasib diri tiada keberanian lagi

Jika asmara bukanlah masalah rasa

Mengapa harus ada jiwa yang terluka?

Jika asmara bukanlah masalah dua anak manusia

Mengapa harus ada derita yang tiada obatnya?

Burung dara yang bapak beli berbunyi indah sekali

Dan bibit mangga di taman tumbuh, berkembang, berbuah

Murung karena asmara di badan sembuh bila tenang, pasrah

Jika ada sarang lebah di buat di taman

Janganlah di cegah walau berbahaya

Jika sekarang telah mendapat keimanan

Jangalah hendak di rubah walau jiwa binasa.

61
Rintik Pilu

Rintik hujan membasahi kelopak matamu

Apa itu hujan kebahagiaan, atau guncangan pilu?

Siapa sangka seseorang yang bagiku sempurna

Menyimpan kepedihan mendalam dalam dirinya

Hiraukan saja, orang yang menatapmu dengan kejam

Biarkan kicauan itu lenyap, dengan setiap tetesan yang kau hantam

Pejamkan saja matamu,

Biarkan rintik hujan menjamahi sakitmu

Jangan buka matamu, aku takut air mata itu semakin deras

Hujan sedang bekerja, agar air matamu terbalas

Setelah hujan ini, aku ingin menghantarkan pelangi

Agar senyummu kenbali, meski bagimu aku tak berarti.

Sekarang, biarkan hujan ini menyergapku

Biarkan hujan ini menghantamku

Aku tidak akan bergerak sedikitpun, apalagi lari

Istirahatlah dipelukku, gundahmu biar aku yang menikmati.

Profil Penulis
Nafasya Putri Salsabila Jahidin, lahir di Jakarta, 23 Mei 2004. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara, buah dari pasangan Ali Jahidin dan Sukmawati. Nafasya adalah
panggilan akrabnya.

62
Alamku Sahabatku

Alamku adalah sahabatku

Tempat aku berdiam dan tinggal

Dia telah banyak memberikan

Apa yang aku butuhkan

Jangan hujannya dia mencurahkan

Segenap air yang kami butuhkan

Dengan pepohonan yang dia tumbuhkan

Kami menghirup kesegaran

Dengan lautan yang dihamparkan

Kami berlayar mencari ikan

Dengan gunung-gunung menjulang

Kami buat persawahan

Dengan alam Tuhan memberikan

Segalanya yang manusia membutuhkan

Agar mereka bersyukur

Jangan sampai manusia kufur

Kepada-Nya kita bersujud

Merendahkan diri ini

Menjadi hamba yang mengerti

Keagungan Ilahi Robbi.

63
Mengejar Mimpi

Bilamana mentari bangun pagi


Ku telah berlari memulai hari
Mentari tersenyum menyemangati
Diiringi syahdunya merpati bernyanyi

Walau kerikil tajam ku temui


Walau angin pagi menusuk ulang ini
Walau hujan memandikan diri ini
Walau ransel membebani raga ini

Namun tak menyerah diri ini


Semakin kilat lari ini
Tuk menuju sekolah yang menanti
Tempatku menuntut ilmu tuk nanti

Walau kadang tak paham ilmu ini


Ku tanyakan pada guru tiap hari
Walau tugas menumpuk tanpa henti
Tak kenal lelah ku kerjakan semua ini

Ku takkan menyerah mengejar mimpi


Walau badai kehidupan melempar diri ini
Ke lautan putus asa dan malas diri
Namun ku bangkit lagi mengejar mimpi

Dengan doa dan usaha ku kejar mimpi


Dan tawakal pada sang illahi
Ku jadikan pelecut tuk mengejar mimpi
Demi masa depan yang syahdu nanti

Sahabat Tersayang

64
Bergandeng tangan
Ke mana pun kita berjalan
Berjalan menyusuri lorong kecil pun jalanan besar
Tak pernah sekalipun menyerah
Tuk sampai sebuah tujuan

Erat sungguh kala itu


Kau pegang tanganku
Begitupun aku
Memoriku masih ingat betul
Kala itu kita masih begitu polosnya

Berjalan tak peduli itu duri,


hutan lebat, ataupun berliku
Kita terjang begitu saja
Akupun tak takut apapun itu
Karna aku tak sendiri

Ada kamu sahabatku…


Aku percaya padamu
Menyusuri jalan yang berliku
Mengambil keputusan tanpa pemikiran panjang

Berjalan dan berlari


Dengan begitu yakinnya
Tak peduli hujan pun gelap malam
Teringat pada tujuan nan jauh di sana
Demi itu saja

Dan kini kita telah sampai, sahabat


Lakukan apa yang kau impikan
Akupun demikian
Mari kita lukis kembali perjalanan hidup
Di tanah rantauan ini.

Profil Penulis
Nur Atika Febriyanti, dari kelas XI-AKL, Jurusan akuntansi SMKN 43 JAKARTA, penulis
memiliki hobi bermain bulu tangkis. Jika kalian ingin bertanya-tanya, penulis aktif di akun
media sosial Instagram @atikafbrynti_

65
Keluarga
Ibu
Kaulah pelangi diruang damaiku
Kau hempaskan peluh dengan kasihmu
Agar damai ini selalu hangat bersamaku

Ayah
Kulihat gurat lelah diwajahmu
Membalas menyapu senyum di bibirmu
Tapi aku tahu
Lelahmu tak memudarkan kasih sayangmu

Lalu,
Kulihat malaikat kecil yang kusebut adik
Tersenyum membawa damai
Tartawa ceria membawa suka
Bukan harta yang menjadi warisan tak terperih
Namun keluarga yang saling menyayangi

66
Sahabat

Dikala ku termenung, kalian s’lalu menghiburku


Dikala ku berduka, kalian s’lalu disisiku
Sedih menjadi Senyum
Duka menjadi Canda, itulah guna sahabat

Tapi,…
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan
Canda yang dulu menggema di kelas, hilang di telan bumi
Riang yang dulu membahana di kelas, kini usai lah sudah
Senyum yang dulu menghiasi kelas, kini pergi terbawa angin

Meskipun begitu kawan


Kalian kan slalu menjadi Sahabatku
Sahabat yang menghiasi hidupku
Menjadikan kalian Sahabatku Slamanya.

67
Pertemanan

Sejak kecil kita diajarkan untuk hidup sosial


Mengenal banyak orang yang awalnya tidak saling mengenal
Berteman baik dengan perbedaan negara, agama, suku, maupun ras.
Tapi hanya ada sedikit saja yang mau untuk terus bersama berbagi rasa

Jangan kau benci mereka yang pergi meninggalkanmu


Memang seperti itulah kehidupan pertemanan
Tidak semua yang datang ditakdirkan untuk tetap menetap selamanya
Ikhlaskan semua dan tetap saling menjaga.

Profil Penulis
Nurul Aulia Tazkiyah biasa dipanggil Nurul. Lahir di Jakarta pada tanggal 19 November
2003, hobinya mendengarkan musik dan menyanyi,. Dia anak kedua dari 3 bersaudara.

68
Istirahatlah mahasiswa

Aku lihat gedung-gedung sunyi

Kelas-kelas kosong

Buku-buku berserahkan

Manusia kelaparan....

Karangan bunga berjejaran

Hamparan batu nisan

Tempat manusia dimakamkan...

Aku dengar renyah tawa berderai

Bisik-bisik dinding nyanyian kemenangan

Tempat para petinggi bersulang tenang...

Dan, nyanyian angsa dari kuburan tempat manusia dimakamkan...

Padamu negeri kami berjanji

Bagimu negeri jiwa raga kami..

69
Fatamorgana

Aku ingin memakimu dalam kesadaranku

Merobekmu pada tulisan selanjutnya

Menebasmu dengan luka sederhana

Lalu kulukiskan engkau sebagai puisi sederhanaku

Kau itu sebenarnya siapa?

Lancang sekali masuk ke mimpiku

Mengambil tempat paling relung

Merampas hak sebagai pemilik sah

Lalu menghapus memori-memori indahku yang lain.

Lancang sekali kamu!

Sebenarnya apa tujuan kedatanganmu wahai ajbani ?

Kau itu siapa, dari mana asalmu dan seperti apa negerimu?

Lancang sekali kamu!

Menjaga alam malamku dari lekat imaji mati.

Menarik paksa larik-larik tabuh yang terisak di panah air mata

Selekas tanggal membatin di tempat berbeda sebagai rumah yang sedih—sendiri.

70
Telah Tiba

Dedaunan mulai meranggas


Ketika tuarang mengganas
Hujan tak jua mengunjungi
Mayapada yang penuh sepi

Terista dan ternahak bersatu


Menyatu melempari batu
Di danau Bambenan
Dengan penuh kekalutan

Menjelang petang
Langit hitam melenggang
Gabak mendekat melekat
Kemudian cakrawala mnurunkan hujan
Secara diam-diam

Akhirnya kau pun datang


Menjelma rintik penuh kenangan
Terasa lebih matang
Dengan hadirnya genangan...

Profil Penulis
Rahmalia Audina, merupakan salah satu siswi di SMKN 43 JAKARTA Jurusan Akuntansi
Keuangan Lembaga, lahir di Jakarta, 9 Agustus 2003. Penulis memiliki ketertarikan dalam
bidang yang berhubungan dengan hitung-hitungan dan juga memiliki hobi berolahraga,
terutama jogging.

71
Lelah

Sekolah Online Sangat melelahkan

Tidak tau apa yang di pikirkan

Bukan ingin menyalahkan keadaan

Namun memang sudah tidak bisa dijalankan

Katanya Pembelajaran jarak jauh

Tapi kenyataannya hanya membuat jenuh

Meskipun dengan konsentrasi penuh

Itu tidak berpengaruh

Soal-soal di berikan

Tanpa adanya pembahasan

Bagaimana cara kita mengerjakan

Sungguh ini sangat melelahkan …

72
Kematian

Belakangan ini banyak terdengar kabar kematian

Dikarenakan wabah yang semakin mengerikan

Hampir setiap hari ada orang yang kehilangan

Saudara maupun teman

Raut sedih pasti terlihat

Seakan tidak percaya

Namun benar adanya

Harusnya ini menjadi cambukkan

Untuk kita yang masih mengabaikan

Mari kita menjaga kesehatan

Supaya tidak ada yang merasa kehilangan…

73
Sekolah

Sudah hampir 2 tahun

Kita diam dirumah

Karena wabah

Kapan kita bisa kembali ke sekolah

Kembali seperti tahun tahun sebelumnya

Kembali bermain bersama sama

Belajar bersama

Menuntut ilmu bersama

Semoga cepat kita bisa kembali seperti semula

Karena sudah rindu rasanya

Untuk Pergi ke sekolah

74
Sawah

Hamparan hijau nan asri

Hawa sejuk nan damai

Rumput – rumput seakan menari

Dan kabutpun ikut menyelimuti pagi

Kulihat sawah membentang

Para petani bergegas menuju ladang

Mencangkul di udara panas

Untuk membawa Segenggam beras

Indah dan sempurna

Aku pun terpana

Inilah Indonesia

Yang membuat orang terpesona

Profil Penulis
Ridho Setiawan, biasa dipanggil Ridho, lahir di Jakarta 10 Mei 2003, buah dari pasangan
suami istri bernama Tarsinah dan Suwarto. Penulis memiliki hobi bermain futsal. Penulis
juga aktif di Instagram : @Ridho.stwn.10 

75
Hujan bulan desember

Derai air mata mengalir pilu bersama luka dalam hati

Meluluh-lantahkan semua kenangan yang tersirat

Memanipulasi semua apa yang sedang dirasa sendiri

Memonopoli emosi truk membabi buta sesaat

Nestapa tertata di dalam untaian kalung Keabadian

Memberi Terang Dalam kasih yang kelam dan gelap

Mengukir indah bila bertahan semalaman

Tetapi semua sirna sebab hati tak mampu berjaga

Kenangan indah bersama bermain hujan dibulan Desember

Menyampaikan janji dan harap untuk tetap terikat tali Setia

Mendambakan untaian kasih pengunjung waktu senja

Lewat puisi ini kan tertutup kan semua kisah pilu terasa

Akankah tetap bertahan menunggu hingga akhir Desember ini berlalu?

Mungkinkah bertahan dengan janji dan harap hujan bulan Desember?

Sampaikanlah semua harapan pada hujan bulan Desember

Bahwa semua akan baik-baik saja bila hati ini tak gundah karenanya

Jakarta ,29 juli 2021

76
Hujan tak kunjung usai

Awal tahun awal baru

Gemuruh hujan tetap beradu

Pelangi yang ditunggu tak kunjung muncul

Akankah awal tahun menjadi awal yang baru?

Namun ku tersandung diantara titik dan koma

Lebih baik menyimpan harapan

Alur cerita kian tak berputar

Aku terjebak dalam dimensi halusinasi

Terperangkap dalam indahnya ruang tak berjarak

Kukembali ke kenyataan

Dunia yang sangat indah dalam angan

Nyatanya hujan bulan desember

Berlanjut di bulan januari

Hujan tak kunjung usai

Akankah pelangi tetap datang?

Jakarta, 29 juli 2021

77
Nyanyian Hujan

Senandung nyanyian Hujan Dinyanyikan tanpa arahan Selimut rindu abu-abu


Langit biru menjadi kelabu Teriakan langit bergemuruh
Bukan tanda rasa angkuh
Ketika ego mulai runtuh
Tanda hati telah luluh
Tak perlu berpeluh hingga tak acuh
Karena hati tak boleh keruh
Dinginnya tatapan Bukan tak punya kebaikan
Diri tanpa harapan
Bukan berarti tak punya kehidupan
Hujan mengingatkan
Bahwa hidup ada alasan
Tak perlu berkecil hati
Hanya perlu berserah diri
Hidup itu perjalanan
Kita yang melukiskan
Tak perlu putus asa
Bangun kembali rasa
Bangkitlah dari sini
Hingga pahit tak terasa lagi
Lalu arahkan nyanyian hujan Dengan penuh harapan

Profil Penulis
Risa Moren saya lahir di Jakarta, 8 April 2004. Saya dibesarkan di tempat kelahiran saya.
Saya anak kedua dari 4 bersaudara. Penulis kini aktif menjadi siswa kelas XII Akuntansi di
SMKN 43 Jakarta.

78
Keluarga Terbaikku

Keluarga sebagai pelindungku

Aku sangat sayang pada ibuku

Aku sayang ayahku

Aku juga sayang pada adik-adikku

Merekalah keluargaku, milikku seutuhnya

Sangat bahagia bisa memilikinya

Selalu ada dalam suka dan duka

Kami selalu saling melengkapi

Jangan pisahkan kami, Tuhan

79
Ayah dan Ibu

Cintaku dengan Ayah dan Ibu

Cintaku pada Ibu dan ayah

Dalam dinginnya malam

Aku terbagun dan menjerit

Membayangkan ketakutan

Semua ketakutan itu sirna

Saat ibu dan ayah datang mendekat

Pelukan hangat keluarga

Menjadi pahlawanku

Dengan penuh cinta dan kasih sayang

80
Ibu

Ibuku yang kucintai

Ibuku yang kucintai

Dirimu bagaikan pelita dalam hatiku

Dirimu yang berjuang membesarkanku

Dirimu yang mempertaruhkan nyawa untuk ku

Aku sungguh kagum kepadamu

Bagiku engkau adalah malaikatku

Engkau pelita dalem hidupku

Terimakasih IBU

Profil Penulis
Roni Okfiansyah, lahir di Jakarta, 14 Oktober 2004. Penulis kini menjadi salah satu siswa
kelas 12 Akuntansi di SMK Negeri 43 Jakarta. Roni adalah panggilannya. Penulis merupakan
anak ketiga dari tiga bersaudara. Cita-citanya ingin sekali menjadi seorang
pengusaha/akuntan.

81
Banjir

Banjir dimana-mana

Membuat daratan terlelap air

Memakan banyak korban jiwa

Membuat banyak orang bersedih hati

Sadarlah wahai umat manusia

Mari kita sayangi bumi

Janganlah membuang sampah sembarang dan menebang hutan semaumu

Karena jika bukan kita siapa lagi yang akan menjaga bumi ini

82
Remaja

Kata orang....

Masa remaja adalah masa yang paling indah

Masa yang akan terkenang

Yang akan kita ceritakan ke anak cucu kita kelak

Aku akan merindukan masa-masa remaja saat ini

Mari lakukan hal positif di masa-masa remaja kita

83
Kemerdekaan Indonesia

17 Agustus 1945

Hari kemerdekaan Negara indonesia

Hari dimana dibacakan teks proklamasi kemerdekaan

Lagu indonesia Raya dikumandangkan

Bendera Indonesia yang dikibarkan

Banyak pengorbanan yang dikorbankanuntuk sampai di titik ini

Terimakasih para pahlawan

Profil Penulis
Salma Hananti, lahir di Jakarta, 10 Juli 2004. Penulis bersekolah di SMK 43 Jakarta Selatan
yang merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara, mempunyai kakak laki-laki dan adik laki-laki.
Penulis juga memiliki akun sosial media contohnya instagram yaitu @salmahnti.

84
Jangan Lupa Bersyukur

Kulihat seorang ibu dengan anaknya

Membawa gerobak menyusuri jalan

Agar bisa bertahan hidup hingga hari ini

Kadang saya berfikir

Apakah pantas untuk tidak mensyukuri segala nikmat yang Tuhan berikan?

Ketika saya melihat orang yang bahkan tempat untuk berteduh saja tidak ada

Untuk mengeluh pun rasanya malu

Banyak orang diluar sana yang tidak bisa mendapatkan apa yang saya punya

Jadi, jangan pernah merasa kurang akan semua yang didapatkan

Syukuri semua yang maha kuasa berikan

Dalam hidup memang butuh pengorbanan

Namun kuasa-Nya lah yang menjadi keputusan

Syukuri nikmat kehidupan dari Tuhan

Sehingga kita akan memperoleh indahnya bahtera dalam kehidupan

85
Sendiri Sepi

Sendiri dan sepi itu yang selalu mengisi kekosongan ini

Meratapi hari yang kian lama membosankan

Apakah aku harus pura-pura tersenyum lagi besok?

Menyembunyikan perasaan dibalik kebohongan

Ada sesuatu yang hilang

Ketulusan dan kejujuran menjadi langka

Tergantikan oleh kepentingan pencitraan

Munafik menjadi hal yang pasti

Tanpa mau mencari sebuah arti

86
Dewasa

Menjadi dewasa itu sulit

Kadang aku merindukan masa kecil

Masa dimana hanya ada bermain dan tertawa

Tapi itu hanya tinggal masa lalu

Aku yang sekarang sudah beranjak dewasa

Dewasa adalah masa dimana harus mendapatkan kebahagiaan

Menjadi dewasa tentu menyenangkan

Bagi mereka yang mengerti bagaimana berperan

Menjadi orang dewasa

Profil Penulis
Salsabila Purwaningsih, dari kelas XI-AKL, Jurusan akuntansi SMKN 43 JAKARTA,
penulis memiliki hobi mendengarkan musik. Jika kalian ingin bertanya-tanya, penulis aktif di
akun media sosial Instagram @saall.saa.

87
Perubahan

Kesejahteraan jadi Angan-angan

Keadilan hanyalah Khayalan

Kemerdekaan telah terjajah

Yang tinggal hanya kebodohan

Indonesiaku, Indonesia kita bersama

Jangan hanya tinggal diam kawan

Mari kita bersatu ambil peranan

Sebagai pemuda untuk perubahan

88
17 Agustus

17 Agustus 1945

Hari dimana setiap insan bersukacita

Proklamasi pertama kali dikumandangkan

Oleh Ir. Soekarno dengan gagahnya

17 Agustus 1945

Hari dimana semua orang hormat

Hormat kepada sang saka merah putih

Mengucap terimakasih kepada sang pejuang

Pahlawan Indonesia

89
Pahlawan

Pahlawan

Kau relakan hartamu demi negara

Kau ikhlaskan waktumu demi bangsa

Kau rela meninggalkan seluruh keluargamu

Pahlawan

Jasamu tak akan terlupa

Kau akan ku kenang selamanya

Terimakasih pahlawan

Kau telah memperjuangkan bangsa ini untuk merdeka

Profil Penulis
Satrio Tetuko Pambuko Roso, lahir di Bandung, 31 Agustus  2004. Penulis kini aktif menjadi
salah satu siswa kelas 12 Akuntansi di SMK Negeri 43 Jakarta. Satrio adalah panggilannya
dan merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Cita-citanya ingin sekali menjadi seorang
pengusaha

90
Batasan

Mungkin belum waktunya

Untuk kita mengucapkan rindu

Untuk kita saling mengumbar rasa

Ataupun berbagi cerita yang mendalam

Mungkin juga waktu itu tak akan pernah tiba

Sebab ku tahu kau hanya sekedar berteduh

Dan saat hujan berhenti kau pun akan pergi

91
Diorama

Ada banyak hal yang kutumpuk dalam hati

Yang ingin kucurahkan lewat kata kata

Lewat temu dan canda

Namun ia lebih baik kutahan

Sebab kau dan aku telah terukir pada sebuah diorama

Pada ikatan takdir yang tidak dapat kita lihat

Hingga nanti saatnya tiba

92
Kala Rindu

Rindu itu tak akan membuatmu mati

Ia hanya betah bersemayam dihati

Jangan kau usir dia pergi

Kau tak akan tahu

Mungkin cinta akan bersemi esok pagi

Profil penulis
Shelo Mitha Wulan Dari, lahir di Jepara, 23 September 2004, anak pertama dari empat
bersaudara, buah dari pasangan Muhammad Salimi dan Linda Riyanti. Panggilan akrab saya
adalah Wulan. Kini aktif menjadi siswa di SMKN 43 Jakarta.

93
Datang dan Pergi

Sapaanmu membuatku bahagia

Tutur katamu membuatku tertawa

Menghilang dariku adalah kebiasaanmu

Menantimu adalah kebiasaanku

Lantas kau kembali menyapa

Membuatku merasa gembira

Penantianku kini tak sia-sia

Kami kembali bertukar cerita

Hari demi hari kulalui

Kini kau menghilang kembali

Kau berjanji akan kembali

Aku pun siap menanti

Nyatanya kau tak kunjung kembali

Akankah aku sebodoh ini?

Selalu percaya janji manis yang kau beri

Nyatanya itu hanya sebuah ilusi.

94
Rindu

Kerinduan

Direlung hati terukir kenangan

Kebersamaan selalu menghiasi hati

Mengenang kisah seorang pribadi

Direntang waktu yang lama

Terdapat jumpa yang tak sengaja

Canda dan tawa mengisi cerita warna

Suka dan duka kita jalani bersama

Tiada hari tanpa dirimu

Yang menghapus kelabu dalam hidupku

Saat ini aku merindukan keceriaan

Mengenang setiap kebersamaan

Perjalanan hidup terus berlalu

Kerinduan ini semakin menggebu

Kini aku selalu menunggu

Waktu penghapus rindu.

95
Lekas Sembuh Bumiku

Engkau datang

Bagai tamu tak di undang

Semula berawal dari Wuhan

Menyebar ke mana-mana tanpa pemberitahuan

Corona itulah namamu

Kehadiranmu tak seindah namamu

Hari hari penuh kekhawatiran

Dimana doa terbaik sudah di panjatkan

Bekerja, belajar, dan ibadah pun sudah dirumahkan

Menunggu nasib baik penuh harapan

Hanya karna kau semua berubah

Tetapi berkat kau semua terarah

Kami tak menyerah

Kupanjatkan doa kepada tuhan

Peluru serta doa kami siapkan

Dan iman yang setiap waktu menyala dalam kegelapan.

96
Corona Mengganas

Pandemi semakin menghatui negeri ini


Kabar kematian sering kudengar
Aku semakin resah dengan keadaan ini
Entah sampai kapan pandemi ini berakhir

Belajar tatap muka pun hanya wacana belaka


Karena virus yang terus merajalela
Belajar online pun di perpanjang
Walau sulit ku harus tetap berjuang

Aku sangat bosan dengan situasi ini


Sulit rasanya belajar jarak jauh
Materi harus ku pahami sendiri
Tetapi aku tidak boleh mengeluh

Corona pergilah..
Aku sudah lelah..
Aku ingin kembali seperti dulu
Lekas membaik negeriku.

Profil Penulis
Sri Rahayu Sapaati sering di panggil Yayu, lahir pada 17 Agustus 2003 di Jakarta. Penulis
kini aktif menjadi siswa di SMK Negeri 43 Jakarta. Merupakan anak ke 5 dari 5 bersaudara,
Cita - cita penulis yaitu menjadi pengusaha sukses. Penulis juga memiliik akun media sosial
yakni instagram yang mungkin bisa menjelaskan tentang diri penulis, IG : @Yayuu17. 

97
Rindu

Andai kau tau

Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan

Ada banyak hal yang ingin aku bagi

Namun, semua hanya terucap di hati

Tidak sanggup aku ucapkan

Aku merindukan masa yang dulu

Rindu dengan banyak hal yang telah lalu

Aku ingin kembali ke masa lalu

Sayangnya waktu tidak bisa diputar kembali

Sekarang hanya tertinggal memori

98
Hidup

Kadang kala, diriku berfikir

Mengapa harus ada senang jika akhirnya sedih?

Mengapa harus ada bahagia jika akhirnya duka?

Mengapa harus ada tawa jika akhirnya menjadi tangis?

Mengapa harus berbanding terbalik?

Lalu aku tersadar

Hidup tidak melulu tentang kesenangan

Hidup tidak melulu tentang kesedihan

Jika tidak merasakan pahitnya hidup akan menjadi bencana

Jika tidak merasakan indahnya hidup akan menjadi bencana pula

Hidup harus seimbang tidak lebih dan tidak kurang

99
Penyesalan

Mimpi buruk itu datang bertubi - tubi

Tanpa memberi diri ini kesempatan untuk beristirahat

Semua emosi tercampur menjadi satu namun

Kecewa dan sedih itulah yang paling dominan

Rasa sesak memenuhi relung hati ini

Harusnya aku tahu ini akan terjadi

Menyalahi diri sendiri pun tidak cukup

Rasa sesal saat ini memenuhi pikiranku

Apa daya nasi sudah menjadi bubur

Tiada lagi yang bisa diubah

Profil Penulis
Suhaa Lailaa Mumtaazah biasa dipanggil Suhaa. Saat ini penulis sedang menempuh
pendidikan di SMK Negeri 43 Jakarta kelas XII jurusan AKL. Penulis suka membaca,
mendengarkan music, dan menonton film. Jika kalian ingin berkenalan dengan penulis,
penulis aktif di akun media sosial yakni instagram @suhamtzh.

100
Perjuangan Ikhtiar

Hari-hari ini penuh dengan kekhawatiran


Dimana do’a terbaik telah dipanjatkan
Bekerja, belajar, dan ibadah sudah dirumahkan
Menunggu nasib baik penuh harapan

Kepada bangsa.. bersatulah dengan penuh semangat


Semua dapat membantu sesuai kemampuan
Bagi yang ahli membantu yang sakit
Bagi yang mampu membantu yang rentan

Kepada para dokter dan perawat.. terimakasih atas ketulusan


Dan atas upaya yang penuh resiko dan pengorbanan
Kepada pada relawan.. terimakasih atas pengabdian
Akhirnya kepada Allah jualah kami memohon

101
Belajar Dirumah

Rumah yang kini menjadi sekolahku


Kulihat cahaya menembus jendelaku
Ku buka buku sambil belajar
Pandemi ini telah membatasiku kesekolah
Masa dimana kita semua di suruh diam di rumah
Hubungan dengan teman dan lingkungan pun menjadi jauh
Belajar, bekerja, dan beribadah harus dirumah kan
Kini kulihat jalanan yang sepi
Dan melihat Sekolah yang sama sepi-nya
Sudahilah… tuhan…
Kembalikan bumi ini seperti sedia kala
Agar…kita semua bisa beraktivitas dan berkumpul Kembali…
Semoga….

102
Keindahan Alam

Matahari yang selalu menyinariku pada siang hari

Awan yang selalu menemaniku menyusuri jalan pada siang hari

Ratu alam yang senantiasa menyinariku pada malam hari

Taburan bintang-bintang yang siap sedia menambah keindahan malam hari

Oh.. betapa indahnya dunia ini

Penuh dengan keindahaan alam

Ingin sekali rasanya dapat menyatu dengan dunia ini

Bersama dengan alam yang kelam

Mendorong hati yang ingin selalu bersyukur atas alam yang indah

Hati yang ingin selalu berusaha menjaga alam tanpa rasa lelah

Ingin sekali rasanya mengajak semua kaum muda

untuk menjaga alam yang masih ada tanpa harus merusaknya

Profil Penulis
Tasya Apriliantie  buah dari pasangan Tatang Rustandi dan Susanti. Biasa disapa “Tasya,
Mayul, Cil” Lahir di Bandung pada 08 April 2003. Hobi dari sang penulis yaitu Membaca
dan Mendengarkan Musik. Penulis juga aktif di Sosial Media seperti Instagram : @tasyaprll

103
Si Sulung

Dia selalu menjadi yang pertama

Pertama hadir membawa bahagia

Pertama mendapatkan kasih sayang

Pertama yang akan merasakan berjuang

Menanggung semua tuntutan

Itu sudah menjadi pilihan

Menahan segalanya sendirian

Itulah yang dia lakukan

Ingin menjadi hebat tuk yang terkasih

Tanpa kenal rasanya letih

Menjadi kuat teruntuk yang disayangi

Walau semua ditopang seorang diri

Hidup mengajarkan ia bertahan

Untuk mengurangi beban

Karena ku tahu

Akulah yang paling ditunggu

104
Malaikat Ku

Kau bertaruh nyawa hanya untuk melahirkan ku

Kau mengorbankan tenaga untuk membesarkan ku

Kau berikan seluruh cinta dan kasih sayang mu

Kau selalu memberikan pelukan hangat kepada ku

Kau adalah anugerah yang tuhan berikan

Kesempurnaan hati hanya milikmu

Setiap doa yang ku panjatkan

Selalu dan hanya untukmu

Ku berikan seluruh bakti ku padamu

Ku berikan seluruh hormat ku padamu

Ku usahakan seluruh tenaga ku untuk membahagiakan mu

Hanya untuk mu malaikat ku

105
Corona

Corona...
Satu kata yang membuat seribu luka
Makhluk kecil yang sangat menyiksa
Yang membuat semua orang takut
Yang menyebabkan pikiran tersulut

Corona...
Hanya karena kau semua berubah
Tetapi berkat kau semua terarah
Dari yang saling bermusuhan
Sekarang saling membutuhkan

Tapi...
Kuminta bergegaslah kau dari bumi
Karena, tidak selamanya manusia bisa seperti ini
Ku minta padamu Tuhan untuk hentikan hukuman ini
Dan kembalikan bumi seperti semula lagi

Tuhan...
Maafkan manusia yang penuh dosa ini
Hentikan hukuman ini
Karena, sekarang semua sudah cukup menyadari
Untuk menghentikan semua dosa yang selama ini di lakui

Profil Penulis
Via Aulianah sering disapa Via. Bersekolah di SMKN 43 Jakarta. Memiliki hobi membaca
novel. Penulis aktif di sosial media yaitu Instagram yang bernama @viaulianah.

106
Dibalik suara yang ternistakan

Gemuruh hatiku merasakan kedamaian


Kedamaian yang tiada tara
Jajahan usai, Aku mendapat bahagia baka
Terik mentari pagi kobarkan bendera indonesia

Inilah pertumpahan darah pahlawan tak sia sia


Aku berbahagia dengan dunia sederhana
Melihat rakyat tentram dan bahagia
Semuanya menyatu dalam perbedaan budaya

Inilah ikatan Bhineka Tunggal Ika


Aku merindukan kedamaian yang tak terkira
Walau hanya damai sederhana Namun bahagia

Saat ini kenyataan itu hanya kiasan mata


Dan hanya menjadi riwayat belaka
Pertumpahan darah di tanah merdeka
Aku kira peperangan para penjajah Negara
Nyatanya ini perebutan kuasa
Perebutan nyata di depan mata semakin merajalela

Belum usai masalah di papua


Telah hadir peristiwa perang saudara
Sedangkan kobaran api kalimantan belum mereda
Sunggguh, ini membakar hingga rongga dada

Aku rakyat tak berpangkat kuasa


Sangat mudah membunuhku dengan aturan rencana Aku ingin bersuara, mengadu kemana?
Sedang satu darah perang saudara
Sungguh ini bijakan petaka
Rancangan tak mengarah negara sejahtera

107
Bukan salahku tinggal di ibu kota
Namun orang di atas meja sibuk mengatur rencana

Ribuan anak membawa pesan kemanusian


Sungguh pilu berada dilorong kegelapan
Sementara suara telah ternistakan
Aku tersiksa di bawah kekuasaan

Dulu kau bercerita dengan sejuta harapan


Dengan menjanjikan mimpi tinggi tanpa kenyataan
Ini ketidak adilan yang kau biasakan
Aku terhempas oleh tsunami kemunafikan

Bangsaku terpecah belah menunggu kehancuran


Tanah tanah retak hancur berkepingan
Sungai sungai mengalirkan darah penderitaan
Jangan kau teruskan ini bukti keserakahan

Sudahilah segala rancangan kekuasaan


Hati nurani, akal berbudi jangan kau gadaikan
Pebedaan kita hanya di jabatan
Jangan kau renggut tapi ciptakanlah kerukunan

Hiduplah dengan tak membedakan demi persaudaraan


Bekerjalah dengan Amanah jangan kau sengsarakan
Kokohkan kembali keadilan agar tercipta persatuan
Ini semua demi mencapai kesejahteraan

108
Kini kurindu Indonesia

Gaduh, geraduh, pembahasan masalah kursi di ujung telinga,


mengeras, seiring berita, perpecahan di ujung negeri sana.
Kontras pemandangan di pelupuk mata,
seorang Ibu membeli dagangan seorang tuna netra.

Pembahasan masalah kursi terhenti,


mengeras lagi, berita perpecahan di ujung negeri,
saling serang, alasan untuk mempertahankan jati diri.

Sang Ibu memborong habis dagangan tuna netra,


dibalas senyum ramah sebagai tanda terimakasihnya.
Gaduh, geraduh, suara televisi swasta,
kumatikan seiring kehangatan kasih sayang di depan mata.

Kini sering kurindukan kembali,


Indonesia-ku yang mahsyur akan kasih sesama.
Kehangatan dari uluran tangan saling berbagi,
berbalas indah senyuman terimakasih yang merekah indah.

Kini sering kurindukan kembali,


indahnya Indonesia-ku yang menjunjung tinggi kata "terimakasih",
ketulusan sebuah kata "maaf" dari hati,
santun kata "tolong" ketika membutuhkan ulur tangan orang lain.

Kini sering kurindukan kembali,


damainya Indonesia-ku tanpa selisih,
yang tersoroti, dan terkonsumsi berlebih.

109
Negeri yang retak

Negeriku retak hampir terbelah dua


Orang orang semakin jumawa
Menginjaki nilai nilai bangsa
Berdalih atas nama cinta

Setiap sudut orang bebas berbicara


Caci makipun sah sah saja
Bahkan menuding norma agama
Menjadi biang keonaran semua

Segala berita diatur cukong media


Yang bekerja laksana sutradara
Mengatur pemain lakon sang raja
Sementara sang dalang tertawa

Aku dan kamu tak lagi menjadi kita


Karena panutan kita berbeda
Aku dan kamu menebar duka
Di negeri yang sama kita cinta

Semakin hari semakin terasa saja


Genderang perang bersahutan menggema
Bangkitkan rasa takut dalam sukma
Semoga mimpi tak jadi nyata

Profil Penulis
Wahyu baskara. Lahir dari rahim ibunya pada tanggal 13 Oktober 2003. Ia adalah anak kedua
dari tiga bersaudara, buah pasangan dari Tn.Dasuki dan Ny.Casini. Saat ini ia masih berstatus
sebagai pelajar.

110
Malam

Malam…

Dimalam ini aku hanya teringat tentang mu

Yang dimana di setiap malah selalu berada di sisimu

Dengan kehangatan peluk yang engkau berikan kepadaku

Aku merasa bahwa dinginnya malam menjadi hangatnya siang saat itu

Aku rindu bersama denganmu

Aku mau kembali seperti dulu

Tapi, entah kenapa kau berbeda dari yang dulu

Sampai saat ini pun aku tak tahu dimana dirimu yang dulu

111
Liburan

Liburan...

Liburan kali ini tak seindah liburan yang lalu

Yang dimana tidak seramai yang dulu

Bertemu dengan keluarga dan kerabat dari orang tua ku

Dan sekarang hanya bisa bertatapan muka dengan rasa rindu

Aku rasanya ingin kembali ke masa lalu

Menjalani liburan panjang yang sangat seru

Dimana rasanya seperti baru dilahirkan kembali dari rahim ibu

Aku sangat rindu dengan suasana pada saat itu

112
Bermain

Bermain...

Entah mengapa sekarang aku sangat ingin bermain

Entah sama teman ataupun orang lain

Aku hanya ingin kembali merasakan kesenangan dengan yang lain

Dimana aku hanya ingin menyembunyikan rasa sedihku ini menjadi hal lain

Karena pada saat ini sulit untuk menutupi kesedihan tanpa orang lain

Dan sulit untuk menyadarkan diri tanpa bantuan dari yang lain

Maka temanilah aku bermain

Untuk kembali merasakan kebahagiaan yang diceritakan orang lain

Profil Penulis
Zhellin Famelia atau biasa disapa Zhellin, Zhell, Lin, Jell, Lia, dan lain sebagainya, lahir di
Jawa pada tanggal 10 Desember 2003, Anak dari pasangan suami istri Sarino dan Fatmawati.
Penulis kini aktif menjadi seorang pelajar di SMK Negeri 43 Jakarta. Penulis memiliki hobi
membuat catatan kecil, menggambar dan melukis . penulis juga aktif di akun sosial media
seperti Intagram miliknya yaitu @zhellinnfameliaa

113

Anda mungkin juga menyukai