Anda di halaman 1dari 38

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
6.1 Menganalisis sikap penyair terhadap sesuatu hal yang terdapat dalam puisi terjemahan
yang dilisankan
B. Indikator
Menentukan isi puisi terjemahan yang dibacakan
Menentukan tema dengan bukti yang mendukung
Menentukan sikap penyair terhadap objek yang dibicarakan dalam puisi terjemahan
Menjelaskan amanat/ pesan dalam puisi terjemahan
C. Materi Pokok
Puisi Indonesia dan Puisi Terjemahan
Dalam pembelajaran ini, kita akan berlatih mendengarkan pembacaan puisi terjemahan,
sehingga pemahaman terhadap puisi lebih ditingkatkan.
Selain memahami isi puisi, kita pun dapat menentukan unsur-unsur puisi, yakni tema,
subject matter, felling dan tone. Berikut pejelasannya.
1. Tema merupakan ide dasar dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna
dalam suatu puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral meskipun tema itu dapat berupa
sesuatu yang memiliki nilai moral.
2. Subject matter adalah pokok pikiran yang dikemukakan penyair lewat puisi yang
diciptakannya. Subject matter berhubungan dengan satuan-satuan pokok pikiran tertentu
yang secara khusus membangun sesuatu yang diungkapkan penyair. Untuk mengetahui
Subject matter, kita dapat mengajukan pertanyaan, pokok-pokok pikiran apa yang
diungkapkan penyair?
3. Felling adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.
4. Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang
ditampilkannya. Dengan demikian, kita dapat mengajukan pertanyaan bagaimana sikap
penyair terhadap pembaca?
Setelah kita mampu menganalisis puisi tersebut dari segi tema, pokok pikiran yang
dikemukakan sikap penyair terhadap object yang dibicarakan, dan sikap penyair terhadap
pembaca, kita dapat memahami amanat atau tema pesan yang disampaikan.
Amanat biasanya tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga berada dibalik tema
yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan penyair mungkin secara sadar berada
dalampikiran penyair, tetapi lebih banyak penyampaian amanat itu tidak disadari penyair.
Dengarkanlah pembacaan puisi berikut.
Contragewicht
(Gerrit Kornrij, Belanda)
Er is een land dat ik met pijn verliet,
Er is een land dat ik met pijn bewoon.
Een derde land daartussen is er niet.
Mijn leven volgt een zonderling patroon:
Want waar ik heenga voel ik me niet thuis
En waar ik thuis ben wil ik telkens weg.
De grens wordt small tussen geluk en kruis,
Steeds minder denk ik wat ik hardop zeg.

Ik heb, om aan dit noodlot te ontkomen,


Een derde land verzonnen in mijn hoofd,
Een land vertrouwd met laugens en fantomen.
Aan diepgewortelde en zware bomen
Hangen honkvast de loden trossen ooft
Van al mijn vederlicht geworden dromen.

Kontratimbangan
Ada sebuah negeri yang aku tinggalkan dengan sedih,
Ada sebuah negeri yang aku diami dengan sedih,
Ditengahnya tak ada negeri ketiga
Hidupku mengikuti pola yang aneh:
Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan
Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan
Batas antara bahagia dan derita jadi sempit
Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan
Agar lepas dari nasib ini,
Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga
Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.
Pada pohonan yang berakar dalam dan berat
Kokoh tergantung bertandan timah hitam buah-buahan
Dari semua mimpiku yang jadi seringan bulu.
Sumber Horison (Edisi Khusus Puisi Internasional Indonesia), 2002
Terjemahan Linde Voute

Kita dapat menganalisis puisi tersebut berdasarkan hal-hal berikut.


1. Tema dalam puisi tersebut adalah khayalan atas kepenatan yang dialami sang aku. Hal
ini terdapat dalam keinginan sang aku untuk pergi ketempat lain.
Agar lepas dari nasib ini,
Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga,
Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.
Hal ini berhubungan dengan sikap sang aku yangmerasa tidk nyaman dimanapun ia
berada. Sesuatu yang serba salah hinggap dalam dirinya. Ia merasa sebagai petualang
yang kehilangan arah dan pendirian.
Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan
Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan
Batas antara bahagia dan derita jadi sempit
Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan
2. Subject matter dalam puisi tersebut menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan hidup
di antara dua sisi. Dengan adanya judul Kontratimbangan, kita dihadapkan pada sesuatu
yang pasti / statis seperti timbangan yang imbang antara satu sisi dan sisi lainnya.
Tahap selanjutnya adalah adanya sikap tidak menentu:
Ada sebuah negeri yang aku tinggalkan dengan sedih,
Ada sebuah negeri yang aku diami dengan sedih,
Ditengahnya tak ada negeri ketiga
Hidupku mengikuti pola yang aneh:

Sebuah tempat ditinggalkan namun tidak memberinya kebahagiaan. Sebaliknya, saat


tempat yang didiaminya pun tetap tidak memberi kebahagiaan. Sayangnya, tidak ada
alternative tempat lain yang bias memberi rasa tenang (konsisten). Malah kehidupan
menjadi tambah aneh. Semakin keyakinan itu dating, semakin kuat untuk ditinggalkan.
Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan
Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan
Batas antara bahagia dan derita jadi sempit
Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan
Namun, sesuatu yang lain kiranya dapat memberi kebahagiaan dan melepaskan diri dari
nasib yang tidak menentu.
Agar lepas dari nasib ini,
Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga
Disini, terlihat apa sebenarnya yang diinginkan, yaitu :
Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.
Apakah hal itu memang sesuatu yang baik dan dicita-citakan?
Penyair menyampaikannya dengan alasan agar segala beban bias melayang dari pikiran
dengan selepas mungkin, seperti bulu yang tertiup angin. Namun, mimpi (harapan) yang
ringan harus tertancap kuat seperti akar pohon yang berakar dalam dan berat. Pada
akhirnya, menghasilkan buah pikiran yang berisi seperti buah timah hitam.
Pada pohonan yang berakar dalam dan berat
Kokoh tergantung bertandan timah hitam buah-buahan
Dari semua mimpiku yang jadi seringan bulu.
3. Felling dalam puisi tersbut menggambarkan sikap penyair yang merasa gelisah mencari
hal baru terhadap apa yang ada dalam pikirannya. Ia ingin mengekspresikan sebuah
gagasan yang mampu menhasilkan buah pikiran bermakna dalam situasi lain.
4. Tone menyangkut sikap penyair terhadap pembaca. Dalam puisi ini, penyair hanya
menginginkan apa yang dia harapkan. Pembaca diabaikan dan hanya cukup mengetahui
apa yang menjadi harapan-harapannya.
Adapun amanat atau pesan dari puisi tersebut adalah kita jangan berhenti gelisah dalam
hidup untuk mencapai sesuatu yang bermakna. Hidup harus bergerak dari suatu keadaan
ke keadaan yang lain. Tiada lain hal ini agar kita bias hidup lebih maju dengan buah
pikiran yang berisi pula.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
Mendengarkan pembacaan/ rekaman pembacaan puisi
terjemahan
Mengidentifikasi unsur intrinsik puisi terjemahan yang
dibacakan
Mendiskusikan isi, tema, sikap penyair, amanat/pesan
dalam puisi terjemahan
Merangkum hasil diskusi
Melaporkan hasil diskusi
Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi

15 menit

E. Media dan Sumber Bahan


Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung
F. Evaluasi
1. Bacalah puisi karya Breyten Breytenbach dari Afrika Selatan berikut yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Nikmah Sarjono.
Puisi karya Breyten Breytenbach
(Afrika Selatan)

Ritual mulut menganga

Dan kom die dood:


Jy moet byderhand wees
Jy moet voorless uit die boek
Jou murmelend afsonder om te maak
Of jy glo dat ware woorde wit
Sal skoot in die nag
Van die sterwer wat al hoe meer skor
Om uitvaart Monday en dan:
Wanneer die asem n koue ril
Wanneer die asem n koue ril
Wanneer die roggel die vlerke span
Moet jy vorentoe buk om met die vinger
In n heilige gebaar die tong los te tor
n sprongn, krul, komma, sug
Want dan gaan die lewe
Soos n spreeu op vlug
Van kreet na bos
Om al die boorde van
Herinnering
Sing-sng kaal te vreet

Maka datang kematian


Kau harus membantunya
Harus kau bacakan buku itu
Harus kau kucilkan diri, membisikinya
Kau harus pura-pura percaya
Kata-kata sejati bakal muncul
Busa putih menghisap malam
Lelaki sekarat itu mulutnya menganga
Tercekik dan bergidik
Urat-uratnya tegang bagai direntang
Lalu:
Pada keleak sayap yang dibentang
Kau harus, dengan satu jari, membungkuk
Ke muka, menyuarakan gerak suci
Melepskan lidah itu
Satu lompatan, satu lentingan, koma,
Desah nafas
Selepas hidup lenyap
Bagai terbangnya burung pipit
Berebut menghujam ke hutan
Dengan raku melahap kebun buahan
Kenangan
Dalam laju telanjang.

(Terj. oleh Nikmah Sarjono)

Sumber: Horison (Edisi Khusus Puisi Internasional


Indonesia), 2002

2. Setelah anda selesai mendengarkan pembacaan puisi tersebut, tentukan hal-hal berikut.
Isi
Tema
Sikap penyair
Amanat/pesan

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
6.2 Menilai penghayatan penyair terhadap puisi terjemahan yang dilisankan
B. Indikator
Menilai penghayatan penyair terhadap puisi terjemahan yang dilisankan berdasarkan isi,
tema, sikap, dan amanat.
C. Materi Pokok
Puisi terjemahan ini merupakan puisi karya penyair dunia. Meskipun hasil terjemahan ini
belum tentu akurat betul dengan teks puisi aslinya, karena adanya perbedaan makna bahasa
dan interprestasi penerjemah, tetapi setidaknya anda dapat merasakan dan memahami nada
dan suasananya. Dengan demikian, anda dapat menentukan tema,dan amanat puisi tersebut.
Sebagai bahan analisis daam uji materi, bacalah puisi terjemahan berikut dengan baik.
Pembakaran Buku
(Berthold Brecht)
Ketika rezim memberi komando
Agar buku-buku dengan ilmu
Dan pengetahuan yang berbahaya
Dibakar dihadapan umum
Dan dimana-mana
Para lembu dipaksa menghela
Gerobak penuh buku
Kelapangan pembakaran,
Syahdan hal ini ketahuan
Seorang sastrawan usiran
--Salah satu sastrawan utama-Kala ia mencermati daftar mereka yang dibakar,
Jiwanya terguncang, karena buku-buku terlupakan
Kontan dia melesat kemeja tulis,
Dengan murka
Dia menulis surat kepada penguasa.
Bakarlah saya! Tulisnya seketika
Bakarlah saya!
Jangan beginikan saya!
Jangan siksakan saya!
Bukankah saya senantiasa
Menawarkan kebenaran
Didalam buku-buku saya? Dan kini kalian
Perlakukan seolah saya pendusta!
Saya beri kalian komando;
Bakarlah saya!
(Terjemahan Berthold Damshauser dan Agus R. Sarjono)
Sumber: Horison Edisi Festival Puisi Internasional, September 2004)

Dapatkah anda memahami puisi yang dibacakan tadi? Secara keseluruhan dapatlah
dipahami bahwa puisi tersebut berisi protes terhadap penguasa yang mengeluarkan kebijakan
untuk membakar buku-buku yang dianggap berbahaya bagi pemerintahannya. Peristiwa ini
sungguh membuat marah dan kecewa bagi para penulis buku dan penyair pada saat itu.

Mereka menganggap peristiwa pembakaran buku-buku tersebut adalah bentuk pelecehan


terhadap kebenaran, sekaligus bentuk pembodohan terhadap masyarakat. Oleh karena itu
penyair memprotes keras tindakan tersebut.
Selain memahami isi puisi, kita pun dapat menentukan unsur-unsur puisi, yakni tema,
subject matter, felling, dan tone. Berikut penjelasannya.
1. Tema merupakan ide dasar dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna
dalam suatu puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral meskipun tema itu dapat berupa
sesuatu yang memiliki nilai rohaniah. Dari puisi Pembakaran Buku-Buku karya Berthold
Brecht dapatlah dipahami bahwa puisi tersebut memiliki tema kritik sosial.
2. Subject matter adalah pokok pikiran yang dikemukakan penyair melalui puisi yang
diciptakannya. Subject matter berhubungan dengan satuan-satuan pokok pikiran tertentu
yang secara khusus membangun sesuatu yang diungkapkan penyair. Untuk mengetahui
subject matter, kita dapat mengajukan pertanyaan. pokok-pokok pikiran apa yang
diungkapkan penyair? jika pertanyaan itu ditujukan pada puisi Pembakaran Buku. Kita
dapat mengetahui pokok pikiran penyairnya, yakni peristiwa pembakaran buku yang
dilakukan rezim penguasa Jerman pada saat itu.
3. Felling adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. Dalam puisi
Pembakaran Buku kita dapat mengetahui bahwa sikap penyairnya adalah memprotes
keras tindakan atau kebijakan penguasa.
4. Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang
ditampilkannya. Dengan demikian, kita dapat mengajukan pertanyaan, Bagaimana sikap
penyair terhadap pembaca? jika diterapkan kedalam puisi Pembakaran Buku tersebut,
jawaban yang dapat kita peroleh adalah sikap marah, jengkel dan sedih bergejolak.
Setelah kita mampu menganalisis puisi tersebut dari segi tema, pokok pikiran yang
dikemukakan sikap penyair terhadap obyek yang dibicarakan, dan sikap penyair terhadap
pembaca, kita dapat memahami amanat atau tema pesan yang disampaikan.
Amanat biasanya tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga dibalik tema yang
diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan penyair mungkin secara sadar berada dalam
pikiran penyair, tetapi lebih banyak penyampaian amanat itu tidak disadari penyair.
Secara tersirat, amanat puisi Pembakaran Buku karya Berthold Brecht adalah membakar
buku sama saja dengan melenyapkan ilmu pengetahuan yang mengandung kebenaran
didalamnya. Pembakaran buku pun merupakan suatu bentuk pelecehan dan tindakan tidak
manusiawi karena secara tidak langsung para penulisnya pun seolah-olah diperlakukan sama
dengan buku-buku tersebut. Amanat atau pesan yang terkandung dalam puisi tersebut dapat
dijadikan bahan pelajaran bagi kita untuk selalu mencintai ilmu pengetahuan?
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
Mendengarkan pembacaan pembacaan puisi/rekaman
Menilai penghayatan penyair terhadap puisi
terjemahan yang dilisankan berdasarkan isi, tema,
sikap, dan amanat
Melaporkan hasil pengamatan
Memberikan tanggapan
3

Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi
15 menit

E. Media dan Sumber Bahan


Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung

F. Evaluasi
1. Dengarkanlah pusi terjemahan yang akan dibacakan teman Anda berikut ini.
Freddy
(Rudy Kousbroek, Belanda)
Freddy adalah seekor kelinci
Tetapi dia tak tahu
Freddy berwarna putih dan hitam
Tetapi dia tak tahu
Freddy punya telinga terkulai
Tetapi dia tak tahu
Hidungnya Freddy berbintik
Bintik-bintik kecil yang melembutkan
--Rupa titik-titik coklat
Tetapi dia tak tahu
Freddy kadang-kadang tinggal duduk waktu hujan,
Tetapi dia tak tahu
Freddy senantiasa menggerakkan hidungnya
Tetapi dia tak tahu
Freddy sama sekali tak berdosa
Tetapi dia tak tahu
Kau ingin melindunginya
Terhadap segala malapetaka didunia
Tetapi dia tak tahu
Freddy memang juga sedikit bodoh,
Tetapi dia tak tahu
Saya sangat mencintai Freddy,
Tetapi dia tak tahu
2. Setelah mendengarkan pembacaan puisi tersebut, tentukanlah hal-hal berikut. Lakukanlah
secara berkelompok.
a. Tema puisi
b. Sikap penyair terhadap obyek yang dibicarakan
c. Sikap penyair terhadap pembaca
d. Amanat puisi

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
7.1 Menjelaskan tema, plot, tokoh, dan perwatakan ragam Sastra Indonesia prosa naratif
Indonesia dan terjemahan dalam diskusi kelompok
B. Indikator
Menentukan tema, plot,tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif drama Indonesia
Menentukan tema, plot, tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif drama terjemahan
Membandingkan unsur-unsur intrinsik prosa naratif drama Indonesia dengan prosa naratif
drama terjemahan
C. Materi Pokok
Karya sastra berbentuk prosa dibedakan berdasarkan panjang pendeknya teks sastra
tersebut. Setidaknya ada tiga kategori prosa yang dikenal dalam dunia kesastra-prosaan, yaitu
(1) cerita pendek, (2) novelet, dan (3) novel atau roman. Cerita pendek berukuran pendek. Jika
dibaca, akan memakan waktu sekali duduk, kurang lebih 5 sampai 15 menit atau dengan
jumlah kata maksimal 10.000 kata. Novelet berukuran lebih panjang daripada cerpen, namun
lebih pendek daripada novel. Adapun novel atau roman berukuran lebih panjang daripada
novelet maupun cerpen. Novel dimuat dan dibuat dalam satu bush buku atau bahkan lebih.
Demi memudahkan pembelajaran, kali ini Anda akan mempelajari prosa naratif berbentuk
cerpen. Dalam cerpen, seperti juga dalam novel atau novelet, terkandung unsur instrinsik yang
meliputi tema, plot, tokoh, dan perwatakan.
Tema merupakan salah satu unsur intrinsik prosa naratif. Tema berkenaan dengan hal yang
dibicarakan dalam prosa itu. Bagi pengarang tema itu ada sebelum sebuah cerita dituliskannya.
Sedangkan bagi pembaca, tema ditemukan setelah membaca karya itu. Tema tidak disebutkan
secara eksplisit dalam sebuah karya. Misalnya, tema pada cerpen A.A. Navis yang sangat
monumental, "Robohnya Surau Kami" bertema tentang kemalasan bangsa Indonesia, atau kesalahkaprahan bangsa Indonesia dalam menjalani ajaran agama. Tema bisa jugs disebutkan
dalam satu kata saja, misalnya: sosial, ekonomi, hukum, agama, dan sebagainya.
Plot adalah jalan cerita ditambah konflik. Dengan demikian, plot tidak hanya berupa jalan
cerita, melainkan harus ditambah dengan konflik.
Plot merupakan rangkaian kejadian atau perbuatan yang berusaha memecahkan konflik,
yang terdapat dalam narasi, yang berusaha memulihkan situasi narasi ke dalam suatu situasi
yang seimbang dan harmonis. Alur mengatur bagaimana peristiwa-peristiwa dalam cerita
saling berkaitan: peristiwa A mengakibatkan peristiwa B, peristiwa B mengakibatkan cerita C,
dan seterusnya sampai cerita tamat.
Tokoh adalah pelaku cerita. Penampilan tokoh dalam sebuah prosa naratif bisa
menggunakan teknik akuan, atau diaan. Dengan demikian, penampilan tokoh dalam cerita
berkaitan dengan sudut pandang cerita itu.
Perwatakan adalah bagaimana si tokoh berwatak. Apakah ia pemarah, peramah, pemalu,
dan sebagainya. Adapun tekniknya, secara garis besar dibagi dua, yaitu teknik analitik dan
teknik dramatik. Teknik analitik artinya pengarang secara langsun menceritakan karakter
tokoh-tokohnya. Adapun pada teknik dramatif, pengarang secara tidak langsung menceritakan
karakter tokoh-tokohnya.
Ada beberapa macam teknik dramatik, yaitu (1) melukiskan tempat atau lingkungan sang
tokoh, misalnya, gambaran sebuah kamar tidur yang centang-perenang buku berserakan, baju
bergantungan tidak teratur, kasur tanpa seprai, sepatu kotor, lantai berdebu, jaring laba-laba
yang silang-pintang, menggambarkan tokoh yang jorok; (2) dialog antartokoh; (3)
menggambarkan tindakan atau tingkah laku tokoh- terhadap suatu kejadian.
Perhatikan dengan saksama contoh prosa naratif berbentuk cerpen berikut ini!
Bu Guru Dwita

(Yanusa Nugroho)
Hari ini ulangan bahasa Indonesia. Ah, anak-anak. Mereka begitu tekun mengerjakan
tugas masing-masing. Arak-anak yang sangat diharapkan orang tua kelak menjadi "orang".
Dan, ah, lihatlah si Ninin, gadis kecilnya. Anak itu, yang kini serius itu, kemarin atau
entah beberapa hari yang lalu datang ke tempat kosnya.
"Bu, says bingung," katanya begitu pintu dibuka.
"Ada apa? Kalimat majemuk lagi, ya?" godanya.
"Ah, Ibu," rengeknya manja.
Bu Guru kita membelainya, mengajaknya duduk di kursi plastik hijau.
"Ada apa, sih, Nona Manis?"
"Saya bingung."
"Bingung apa?"
Ninin diam saja, seolah ragu.
Muridnya yang situ ini memang begitu dekat dengannya. Dia anak kelas II-C di SMP
tempatnya mengajar.
"Ibu tahu si Tony?" tanyanya malu-malu.
Sejenak Bu Guru kita terkejut, tetapi secepat itu pula tersenyum, bahkan akhirnya tertawa
renyah sekali lewat penuturan gadis kecilnya ini. Oh, alah Ninin, Ninin.
Dan memang itulah yang ingin diutarakan. Tony mengiriminya surat, sebenarnya bukan
surat, hanya kartu kecil bertuliskan sesuatu.
"Apa, sih, maunya, Bu?" tanyanya beberapa saat kemudian.
"Mau Ninin apa?" balik Bu Guru kita sambil tersenyum.
Ninin diam lagi, wajahnya tunduk. Bu guru kita tersenyum dalam hati.
Hari ini ulangan bahasa Indonesia. Hari ini mereka harus membuat sebuah karangan
singkat. Memang harus bisa berkata lewat tulisan. Mereka harus bisa jujur pada diri sendiri
dengan menulis. Ah, anak-anak manis.
Hari ulang tahun Ibu Guru kita, dan dia mendapatkan hadiah istimewa: muridnya bisa
mengarang dengan tenang.
Hari-hari di kelas dilaluinya dengan gairah kerja dan suka-ria bersama anak-anak itu. Tiga
puluh lima semuanya, dan dia hafal betul seorang demi seorang karena dialah wali kelas
mereka. Dario Amy Suryaningsih, si pemalu yang sederhana, anak seorang pengusaha
terkenal, sampai Zamroni si hitam bandel; dia ketua kelas karena yang paling besar badannya.
Dia hafal dan ingat bagaimana tingkah, celetuk, dan Ganda mereka.
Ruang kelas saat itu hening sekali, Bu Guru kita duduk di kursi di depan mereka.
Memandang sudut kiri tempat si Yusak duduk.
Bu guru kita tersenyum ketika melihat si Yusak menggaruk kepalanya, karena ketika
digaruk, sobekan kertas kecil-kecil berlompatan dari gumpalan rambutnya yang keriting.
Anehnya, Yusak tak menyadari itu semua. Anak kelahiran sebuah desa kecil di daerah Kepala
Burung itu kembali tekun menuliskan kata-katanya. Itu pasti ulah si Budina atau Lucy, karena
mereka berdualah yang akrab dengan Yusak.
Di sebelahnya duduk Biko. Nama sebenarnya adalah Ahmad Zainuri, entah bagaimana
asal multa namanya berubah menjadi Biko. Ah, rasanya aku ingat! Kata Bu Guru kita. Kalau
tak salah Mama Biko muncul setelah ulang tahun Amy tiga bulan lalu. Waktu itu kawankawan sekelas diundang datang makan siang.
Amy mempunyai seekor burung betet yang sudah sangat jinak. Begitu jinaknya betet ini
sehingga dibiarkan lepas bebas berjalan-jalan di dalam rumah. Pintu sangkarnya yang dari besi
itu selalu terbuka lebar sehingga si Betet bisa keluar masuk kapan saja.
Tubuh burung itu agak bulat, warnanya hijau, paruhnya yang pendek membuat langkah
menjadi lucu, apa lagi jika diberi makanan dan untuk itu dia buru-buru maka langkahnya jadi
kian mengelikan; megal-megol seperti entok.
Si Beret ini anehnya hari ini tidak mau didekati siapapun, termasuk Amy. Tetapi, lebih
aneh lagi, kepada Zainuri dia mau, bahkan bertengger manja di pundaknya.
Lihat, cuma kepadaku dia mau. Habis, kalian belum mandi!" katanya bangga, dan berdiri
tegak mirip si buta dari gua hantu. Anak-anak dan Bu guru kita tertawa.
"Ya, sudah karena dia jinak sama kamu, sekalian saja pakai namanya," gods Amy sambil
tersenyum.
"Siapa namanya?" tanya Ninin sengaja memancing tawa.
"Biko!"

Gelak tawa memenuhi ruangan besar itu, Ahmad Zainuri hanya cengar-cengir salah
tingkah, sementara si Betet agaknya senang, menjerit-jerit dengan suaranya yang parau. Sejak
hari itu dia dipanggil si Biko.
Bu guru kita tersenyum kecil. Sunggingan senyumnya manis sekali. Tetapi secepat itu dia
telan bulat-bulat. Apa jadinya jika ketika itu ada murid-muridnya yang tahu dirinya tersenyum
seorang diri.
Dilihatnya pula si cantik Amy agak diganggu oleh bolpoinnya. Beberapa kali digosokgosokkannya bolpoin itu pada kertas. Agaknya tintanya habis. Dia melihat ke kiri ke kanan.
Pasti cari pinjaman, kata Bu, Guru kita dalam hati. Kemudian didekatinya Amy,
dipinjamkannya bolpoin. Amy menerimanya dengan malu-malu. Amy, Amy,.... Ke mana
bolpoinmu yang lain nona manis? Oh, tentu kau pinjamkan pada Ninin atau si ceking
Ramadan, biasaya memang mereka yang dering pinjam, kan? Dan kini kau pinjam dariku, Bu
Guru kita tertawa dalam hati.
Amy dulu pernah bercerita padanya tentang keluarganya. Dikatakannya bahwa ia tak
betah di rumah, dia lebih senang tidur di rumah yang di Pasar Minggu, karena di sana bisa
tenang dan tenteram tdak kesepian seperti di rumah orang tuanya.
"Amy takut sepi?" tanya Bu Guru kita waktu itu.
"Sepi sih, tidak, Bu, tapi.... Ah, pokoknya nggak enak. Papa memang sering bicara ketika
kami semeja makan, tapi.... Pokoknya enggak enak!"
Apa Amy nggak bisa cerita dengan santai pada Papa atau Mama?"
"Ya, lagi pula Amy harus turut apa kata Papa" "Amy takut membantah ucapan Papa?"
"Takut, sih tidak, tapi.... Sebenarnya Amy kasihan pada Papa, Bu, Mas Tomy sering pergi
dan bertengkar dengan Papa, karenanya Papa sering sakit, Bu. Tapi...."
"Bu Gur tahu, Amy sayang pada Papa, dan Papa Amy juga sayang pada Amy dan Mas
Tomy, hanya saja Amy belum mengerti benar apa yang Papa Amy maksudkan. Yang penting,
Amy jangan melawan apalagi bertengkar seperti Mas Tomy. Ibu sarankan sekali-sekali ajak
Papa Amy piknik."
Uun, mara pernah sempat! Berangkat kerja bareng dengan Amy, pulang kerja seringkali
sudah jam sepuluh malam. Minggu ada urusan, mama juga begitu.
Bu Guru kita diam, seolah Amy adalah dirinya di masa lalu. Tentu saja orang tua Bu Guru
kita tak sekaya orang tua Amy. Dulu Bu Guru kita juga mengalami hal seperti itu. Tak ada
tempat mencurahkan perasaan hati selain si Popy, bonekanya. Tiap hari, apalagi jika hari libur,
sepanjang hari Bu Guru kita bermain dengan si Popy. Bercerita, menyanyi, menangis, tertawa,
semuanya hanya Popy yang tahu. Sejak saat itu Bu Guru kita membangun dunianya sendiri,
dunia yang akrab tanpa banyak kata-kata terhambur; dunia kesendirian yang tenang.
"Nilai-nilaimu bagus, tes IQ-mu memuaskan; Papa sarankan kamu masuk kedokteran."
Padahal waktu itu dia baru saja lulus SMP. Itu artinya Bu Guru kita di SMA harus lebih
giat belajar supaya kelak menjadi dokter seperti saran Papa. Tetapi apa hendak dikata, ujian
saringan perguruan tinggi tidak meluluskannya; dan Bu Guru kita gembira, tetapi sekaligus
sedih, karena melihat Papa begitu terpukul.
"Pa," katanya suara malam, "boleh Ita bicara?"
Bu Guru kita waktu itu, melihat wajah Papanya berubah. Wajah itu seolah tak percaya
bahwa yang berbicara di depannya adalah anaknya, anaknya yang nomor dua, Dwita! Sorot
mata Papa lain sekali. Jika selama ini Papa menganggap anaknya anak bawang, kini Papa
terkejut melihat kenyataan anaknya telah gadis dan berani bicara seperti itu.
"Tentu! Kamu mau bicara apa?" kata papa lembut sekali.
Dan semuanya begitu lancar terurai, meluncur lewat lima tahun lalu. Kini Bu Guru kita
tengah menghadapi murid-muridnya ulangan. Kini Bu Guru kita tengah menikmati dunia yang
sedikit demi sedikit dibangunnya itu. Dunia yang penuh bunga-bunga yang mulai bermekaran,
ceria, nakal, dan ah, anakanak.
Amy manis, kau juga pernah bilang pada ibu bahwa kau ingin menjadi insinyur lapangan
terbang, seperti om, ah, siapa om-mu yang sering kau ceritakan itu? Ah, sudahlah!
"Sudah selesai?" tanya Bu Guru kita memecah keheningan.
Kelas pecah, keluhan meletup di sana-sini. Gelisah mulai menggeliat di siang itu. "baik,
ibu beri waktu lima menit lagi."
"Huuu ... !" Itu pasti suara Yusak.
Bu guru hanya tersenyum kecil. Si Kriting krupuk itu, begitulah kawan-kawan sekelas
menjulukinya, memang, selalu begitu. Padahal, sering kali dia sudah selesai mengerjakan
tugasnya.

"Baik, kumpulkan!" perintah Bu Guru kita tegas, lima menit kemudian.


Tak ada suara. Zamroni dengan cekatan mengumpulkan kertas ulangan dan
menumpukkan di meja. Kelas kembali sunyi. Bu Guru kita agak heran melihat seolah
menunggu sesuatu.
"Kalian boleh pulang," perintahnya sambil masih memandangi murid-muridnya.
Seisi kelas hanya tersenyum, saling pandang sesama mereka.
"Ada apa?" Bu Guru kita tersenyum heran. Kemudian mengemasi kertas ulangan. Terbaca
olehnya judul karangan milik Ninin "Ulang Tahun Guruku". Kelas mulai hidup oleh gelakgelak kecil tawa mereka.
Lembar kedua dibacanya, "Ulang Tahun Nih, Yee..."
Tulisan Yusak. Kelas makin hidup. Bu Guru gugup, segera dibacanya lembar-lembar
ulangan itu, dan ya, Tuhan! Semua bertuliskan....
"panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya Bu Guru kita, Bu Guru kitaaa, ...
dan bahagia..." Mereka menyanyi dan bertepuk tangan.
Di luar sana tak ada hujan, bahkan mendung pun tidak, tetapi Dwita Fajarini, bu Guru kita
pipinya basah, matanya pun begitu.
(dikutip dari Horison Sastra Indonesia: Kitab Cerita Pendek. 2000)
Analisis Tema, Plot, Tokoh, dan Perwatakan
Cerita pendek di atas bertema keakraban antara seorang Bu Guru dengan muridmuridnya. Hal itu dapat dilihat dari hafalnya Bu Guru kira pada nama siswa-siswanya dan
ucapan selamat ulang tahun Bu Guru tersebut dari murid-muridnya.
Plotnya adalah alur maju, yang sesekali dicampur plot kilas balik. Jalan ceritanya berkisar
pada kegiatan Bu guru mengajarkan siswa-siswanya mengarang.
Konfliknya dialami oleh Bu guru maupun murid -muridnya. Konflik pada bu guru adalah
pada masa silamnya, ketika ayahnya berkehendak Dwita Fajarini, Bu guru itu, jadi seorang
dokter. Tapi Bu guru kita memilih jadi guru. Konflik pada anak adalah pada seorang siswa
bernama Amy, yang tidak mendapat perhatian penuh orang tuanya karena sang ayah. Ayah si
Amy, selalu berangkat kerja pagi hari dan pulang pukul sepuluh malam. Ditambah pula
pertengkaran antara ayah Amy dan kakak Amy, Tomy.
Tokohnya, tentu saja adalah Bu guru itu sendiri sebagai tokoh utama, dan murid-muridnya
sebagai tokoh tambahan. Tokoh Bu guru kita ini berwatak penyabar, familiar, dan baik hati.
Identifikasi bahwa dia berwatak seperti itu terlihat pada teknik perwatakan dramatik, yakni
dialog antar tokoh (Bu guru dengan murid-muridnya) dan tingkah laku tokoh-tokoh itu.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
Membaca drama Indonesia dan drama terjemahan
Mengidentifikasi tema, plot, tokoh, dan perwatakan
dalam prosa naratif drama Indonesia
Mediskusikan perbandingan unsur-unsur intrinsik prosa
naratif drama Indonesia dengan prosa naratif drama
terjemahan
Menentukan dalam drama Indonesia dan terjemahan
Merangkum hasil diskusi
Melaporkan hasil diskusi
Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

E. Media dan Sumber Bahan

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi

15 menit

Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung

F. Evaluasi
1. Apa yang Anda ketahui tentang tema, plot, tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif?
Jelaskan!
2. Masukkanlah uraian analisis tema, plot, tokoh dan perwatakan dalam cerpen Bu Guru
Dwita di atas ke dalam format berikut!
Judul cerpen : Bu Guru Dwita
Penulis
: Yanusa Nugroho
Tema
Plot
Tokoh
Perwatakan
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
...

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
7.2 Mengomentari tokoh, perwatakan, latar, plot, tema, dan perilaku berbahasa dalam drama
Indonesia yang memiliki warna lokal/daerah
B. Indikator
Membaca naskah drama dan menganalisis unsur intrinsiknya;
Menjelaskan pembabakan dalam teks drama;
Menjelaskan perilaku berbahasa dalam naskah drama.
Membahas unsur-unsur drama (tema, penokohan, konflik, dialog)
C. Materi Pokok
Teks atau naskah drama berbentuk dialog antara tokoh satu dengan lainnya. Dalam
membacakan teks drama, Anda harus benar-benar menghayati dialog tersebut.
Dalam karya sastra berbentuk drama, seperti halnya pada karya sastra berbentuk prosa
(novel/cerpen), terdapat unsur intrinsik berupa tema, plot, tokoh, perwatakan, dan bahasa.
Adapun unsur yang khas dalam drama, terdapat unsur pembabakan. Dalam pembelajaran ini
Anda akan mempelajari unsur-unsur tersebut. Agar pembelajaran lebih mudah Anda cerna,
berikut ini disajikan contoh penggalan drama. Setelah itu, disajikan pula hasil analisis dari segi
unsur-unsur tema, plot, tokoh, perwatakan, pembabakan, dan penggunaan bahasa. Silakan
cermati dengan saksama kutipan drama berikut!
Ibu
Sudahlah. Apa faedahnya? Jinakkan hasratmu ingin merusak.
Anak
Pandang mata saya akan selalu terganggu selama Cindil masih ada. Bahkan juga pandang mata
dalam angan-angan saya.
Ibu
Demikian mendalam bencimu kepadanya.
Anak
Tujuh tahun lewat saya berharap, segalanya memang telah berakhir. Tak ada lagi dendam
antara keluarga kita dengan keluarga Kunting. Nyatanya apakah yang terjadi, Ibu? Supriatmi
dibuat malu. Tapal batas tanah kita digeser ke barat, dikurangi.
Ibu
Demi ketenteraman, kurelakan semua itu.
Anak
Saya tidak dapat menerima! Ayah yang sudah di dalam tanah, difitnah mempunyai hutang di
mana-mana, juga hutang kepadanya. Ratusan ribu rupiah katanya. Tanah pekarangan yang kita
tempati ini telah pula dijual padanya. Begitu katanya. Mana buktinya? Ibu pernah melihat
buktinya? (Merenung, gusar) Seolah-olah kita sekarang hanya menumpang. Karena belas
kasihan Cindil. Betapa hina!
Ibu
Biarlah akibatnya dia yang menanggung. Allah Maha Mendengar dan Maha. Mengetahui.
Anak
Ini keterlaluan, Ibu.
Ibu
Jadi, hasutan pamanmu, Tenyok akan kaupenuhi?
Anak
Pukul berapa Cindil biasa lewat sungai itu? Menjelang Isya
Ibu

(memandang anak dengan curiga, takut, canggung untuk menjawab)


Anak
Ibu tidak mau mengatakan?
Ibu
Kalau pulang dari rantau hanya untuk memulai lagi malapetaka permusuhan, alangkah lebih
baik jika engkau tidak usah pulang.
Anak
(menunduk, gusar)
Ibu
(menyesal telah melukai hati anaknya. Didekatinya anak, mengusap kepala si anak).
Maafkan Ibu. Aku gembira kau pulang setelah tujuh tahun tanpa kabar.
Anak
Ibu, nama keluarga harus dibersihkan.
Ibu
Tapi Cindil sangat kuat, anakku. Dia sekarang amat ganas. Dia seorang "gali". Kau akan kalah
menghadapinya.
Anak
Almarhum ayah menghadapi empat orang garong dapat menang. Tak suatu pun saya takutkan.
Pukul berapa dia biasa lewat sungai itu?
Ibu
(setelah lama ragu) Menjelang Isya.
Anak
Kalau begitu saya hadang sekarang. (bergerak pergi)
(Sumber: Modul Kuliah, Buku Materi Pokok Kesusastraan II)
Apa tema penggalan drama di atas? Bagaimana plotnya? Siapa tokoh-tokohnya? Siapa tokoh
protagonis dan antagonisnya? Bagaimana teknik perwatakannya? Bagaimana
pembabakannya? Bagaimana pula penggunaan bahasanya?
Mari kita mencoba menganalisisnya!
Tema
Tema adalah pokok pikiran yang dicetuskan pengarang yang menjadi jiwa dan dasar cerita.
Dengan mendasarkan pada definisi tema tersebut maka tema pada penggalan drama tersebut
adalah "perseteruan antara dua keluarga." Hal itu tampak dari isi dialog antara ibu dan Anak
yang intinya menggugat tokoh antagonis Cindil, yang menurut si Anak, Cindil suka memfitnah
keluarganya.
Plot
Plot, atau disebut juga alur, adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan
saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui rumitan/permasalahan ke arah klimaks dan
penyelesaian, pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan waktu dan hubungan sebab akibat.
Berdasarkan hubungan waktu, plot dibedakan menjadi plot maju dan plot kilas balik. Dari
dialog yang dilisankan ibu dan Anak dalam penggalan drama di atas, plot tergambar sebagai
berikut.
Selama tujuh tahun si anak merantau.
Setelah tujuh tahun merantau, si Anak pulang menjenguk ibunya
Kepulangan si Anak karena ingin membalaskan dendam pada Cindil yang dikatakannya suka
memfitnah pada keluarga si Anak. Ayah si Anak, menurut si tokoh Anak, difitnah banyak
utangnya, termasuk utang kepada Cindil itu.
Si Anak akan mendatangi Cindil di tepian sungai seusai Isya.
Dilihat dari urutan peristiwa yang tergambar dalam dialog, tampak bahwa plot yang digunakan
adalah plot maju: si anak merantau, pulang, lalu mau mendatangi Cindil. Namun, bisa juga
disebutkan bahwa plot tersebut dicampur dengan plot kilas balik. Hal itu tergambar dari isi
dialog yang disampaikan si Anak.
Tokoh
Drama di atas hanya disampaikan oleh dua orang tokoh, yaitu tokoh Ibu dan tokoh Anak.
Namun, dari isi dialog yang disampaikan Ibu dan Anak itu, tergambar pula tokoh Cindil.
Kalau tokoh dibedakan menjadi tokoh protagonist dan antagonis, maka yang menjadi

tokob protagonis adalah Anak dan ibunya, dan tokoh antagonisnya adalah
Cindil.
Perwatakan
Tokoh Ibu, berwatak penyabar dan pasrah pada nasib
Tokoh Aku, berwatak temperamental, mudah tersinggung, kuat.
Tokoh Cindil, berwatak culas, suka memfitnah, kuat dan ganas.
Penggambaran watak tokoh tersebut jelas-jelas menggunakan teknik dramatik. Teknik
dramatik dapat diketahui melalui dialog antar tokoh, atau tokoh yang satu menceritakan tokoh
yang lain. Teknik yang digunakan dalam penggalan drama di atas adalah melalui dialog antar
tokoh, yakni tokoh Aku dan tokoh Ibu; dan tokoh lain diceritakan oleh tokoh. Tokoh Cindil
yang culas dan suka memfitnah, dan jugs ganas, kits ketahui dari isi dialog tokoh Aku dan
tokoh Ibu.
Pembabakan
Babak adalah bagian bestir dari suatu drama atau lakon yang terdiri atas beberapa adegan;
babak baru ditandai dengan pergantian setting atau dengan ditutupnya layar untuk dibuka
kembali. Penggalan drama di atas hanya terdiri atas satu babak karena semua peristiwa terjadi
dalam satu tempest dalam rangkaian satu waktu. Yaitu: tokoh Aku dan Ibu berdialog dalam
satu waktu dan satu tempat.
Perilaku Berbahasa
Penggalan drama di atas ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia standar, alias bahasa
Indonesia bakes. Menunjukkan pula, bahasa yang digunakan adalah bahasa percakapan. Jika
dilihat dari standar baku atau tidak laku, bahasa Indonesia dalam penggalan drama itu adalah
bahasa Indonesia baku. Tidak tampak unsur kedaerahan atau ragam prokem.
Jika dilihat dari perilaku tokoh dalam berbahasa, tampak bahwa tokoh Aku berperilaku cukup
santun, terutama kepada ibunya. Akan tetapi, dalam hal menghadapi tokoh antagonis, perilaku
berbahasa Anak menunjukkan perilaku antipati sekaligus terserat rasa dendam, sedangkan
perilaku berbahasa Ibu kepada anaknya menunjukkan perilaku penuh kasih sayang, walaupun
pada mulanya cukup jengkel dengan niat dan ulah anaknya yang mau membalas dendam pada
Cindil.
Dengan demikian, perilaku berbahasa dalam drama di atas sudah sesuai dengan tuntutan watak
tokoh masing-masing.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
Membaca naskah drama
Menceritakan isi drama
Membahas unsur-unsur drama (tema, penokohan,
konflik, dialog)
Merangkum hasil pembahasan
Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi
15 menit

E. Media dan Sumber Bahan


Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung.
Contoh naskah drama Indonesia yang mempunyai warna lokal/daerah kekhasan (bentuk,

pementasan, dialog/dialek, kostum, adat, alur, dll.)


F. Evaluasi
Bacalah penggalan drama berjudul "Perempuan dalam Kereta" berikut ini!

Perempuan dalam Kereta


Suara cermin dibanting dan diinjak-injak dengan sepatu. Dalam keremangan atau silhuet,
seorang perempuan bergerak, merintih, menari dalam kotak yang, terbuat dari koran-koran
kuning. Lalu memberontak dan merobek semuanya. Dua perempuan (bisa juga diperankan
oleh lelaki sedang terpekur dalam dua kerangkeng (semacam jeruji besi yang bisa dipakai
sebagai property). Gelisah dan kemudian saling menyapa.
Perempuan 1
Apakah engkau seorang serdadu? (Tidak ada jawaban). Apakah engkau seorang serdadu?
Perempuan 2
Serdadu... apa menurutmu aku seorang lelaki?
Perempuan 1
Tidak. Emangnya hanya lelaki yang bisa menjadi serdadu, menjadi jenderal atau presiden?
Perempuan 2
Kalau begitu, dugaanku tepat, engkau pasti seorang perempuan.
Perempuan 1
Jangan terlalu cepat percaya pada prasangka, pada pendapat atau kata-kata. Lelaki atau
perempuan tiada bedanya dalam berpendapat, dalam berkata atau berpikir. Bahkan juga
memiliki kesempatan yang sama untuk berperan atau bermain-main dalam ....
Perempuan 2
Ohh... dugaanku memang tepat, Anda seorang tahanan politik, bukan?
Perempuan 1
Kamu pikir, politik hanya berguna untuk menahan orang, memenjarakan manusia, he...
Perempuan 2
Lalu, kenapa engkau terkurung di sini dan bertanya-tanya tentang sesuatu di luar dirimu?
Perempuan 1
Karena aku bernama manusia, bukan hewan atau tumbuh-tumbuhan.
Perempuan 2
Apakah semua makhluk yang bernama manusia harus terkurung dalam jeruji dan pagar-pagar
seperti ini?
Perempuan 1
Oh, tidak, tidak semua. Karena tidak semua manusia mengalami nasib yang sama. Bahkan apa
yang sedang kita alami ini di sini, sebagaimana juga yang dialami oleh teman-teman kita,
sahabat-sahabat kita atau saudara-saudara kita yang lumpuh dan dilumpuhkan. Hampir
semuanya ditentukan oleh manusia.
Perernpuan 2
Oleh manusia atau oleh kekuasaan.
Perempuan 1
Oleh kedua-duanya... dan itulah yang disebut akal dan pikiran.
Perempuan 2
Ya,.. bisa juga. Karena hanya akal dan pikiran manusia yang minta disembah setelah Tuhan.
Yang minta dihormati setelah pangeran, yang minta ditaati perintahnya setelah raja. Dan
manusia juga yang selalu merasa duduk di samping singgasana para dewa, menafsirkan
titahnya, mengurus hartanya, men1bagikan rezekinya, menciptakan penjara bagi lawan jenis
dan orang-orang yang menentangnya. Namun, seperti yang tertulis dalam sejarah, hanya lelaki
yang pernah berkata bahwa dirinya adalah Tuhan.
Perempuan 1
Kalau begitu, semua jeruji dan penjara-penjara bagi perempuan dibangun dan diciptakan oleh
kaum lelaki.
Perempuan 2

Tidak, tidak semua. Tetapi jelas oleh seorang penguasa. Karena hanya
seorang penguasa yang memiliki kekuatan untuk membangun istana atau
penjara, surga atau neraka.
Perempuan 1
Dan kekuasaan selalu berada di tangan lelaki. Lelaki jugalah yang selalu
melebihkan diri sebelum panggung sejarah terbentuk, sebelum
keserakahan dan ketamakan menciptakan pasar-pasar budak, di mans
orang-orang tak bernama dijualbelikan seperti buah apel, sapi, atau
kerbau...
Perempuan 2
Tetapi, bukankah Adam dan Hawa diturunkan ke bumi secara bersamaan.
Perempuan 1
Ya... betul. Karena Tuhan hanya menciptakan satu makhluk yang terbuat
dari tanah, yang diberi ruh dalam darahnya, diberi otak dalam kepalanya,
diberi nurani dalam hatinya, dan diberi nama sebagai manusia. Bukan
lelaki atau perempuan, bukan banci atau wadam..., lalu, kenapa engkau
berada di sini dan terkurung seperti ini.
Perempuan 2
Adam dan Hawa memiliki hak dan kebebasan yang lama untuk
mengurung diri atau terbang mengelilingi angkasa, untuk menjelajahi
atau mengelola bumi dan seisinya.
Perempuan 1
Ya, ya... aku mengerti. Tetapi... apa yang terjadi, kaum harus tidak diberi
kesempatan untuk memiliki dan memiliki kebebasannya. Dan karena itu
mereka lebih sering dikurung dari pada mengurungkan diri, lebih sering
ditindas daripada menindas... apalagi dalam dunia politik, kaum
perempuan hanya dianggap sebagai mesin pengumpul suara, tetapi suara
mereka tidak pernah dikumpulkan.... Kaum perempuan dimuliakan dalam
retorika, dalam khutbah dan pidato, disebut sebagai ibu pertiwi, tiang
negara, pendidik utama dalam keluarga, pintu menuju surga dan lain
sebagainya, tetapi disingkirkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu,
telah terbukti dalam sejarah, dalam tradisi dan adat istiadat kaum lelaki...
dengan cara yang tidak pernah berubah, melalui kekerasan, keserakahan
dan kekuasaan....
Dua petugas berseragam lewat. Memeriksa, berkata-kata dengan suara yang keras dan tidak
jelas. Kemudian pergi dengan omelan yang juga tidak jelas.
(Sumber: Perempuan dalam Kereta, Hamdy Salad)
Perintah:
Lakukan analisis terra, plot, tokoh, perwatakan, pembabakan, dan perilaku
berbahasa dalam penggalan drama di atas. Lihat uraian pada Aktivitas I
di atas! Tulislah jawaban Anda pada format berikut ini!
Analisis Penggalan Drama
Judul: Perempuan dalam Kereta
Penulis: Hamdy Salad
1. Unsur Instrinsik
Tema
Plot
Tokoh
Perwatakan
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
..
...
2. Pembabakan dan Perilaku Berbahasa
Pembabakan
Perilaku berbahasa
..
..

..
..
..
..

..
..
..
..

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
8.1 Menentukan tema, plot , tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa
dalam teks drama tradisional atau terjemahan
B. Indikator
Membaca naskah drama
Menentukan tema, plot, tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa
Mengidentifikasi unsur satiris/ humor dan atau sinisme yang tergambar dari dialog para
pelaku drama tersebut sebagai penanda dari perwatakan masing-masing pelakuterjemahan
Menilai tema, plot, tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa teks
dalam drama tradisional
Membuat usulan tentang drama terjemahan berdasarkan penilaian
C. Materi Pokok
Menentukan Unsur Intrinsik Drama
1. Membaca naskah drama
Drama adalah cerita atau kisah yang melihatkan konflik atau emosi yang mempunyai
tujuan untuk dipentaskan. Dalam drama dijelaskan juga layar, latar belakang, maupun sifat
watak pelaku-pelakunya.
Drama akan berhasil dalam pementasannya apabila sutradara atau pengatur lakunya dapat
memilih dengan tepat pelaku-pelaku yang cocok dengan sifat-sifat pelaku dalam cerita
drama tersebut.
Bila pelaku sudah sesuai dengan karakter dalam skenario drama, langkah selanjutnya
adalah memahami isi drama dengan cara membaca skenario.
a. Alur atau Plot
Alur dalam drama dibagi menjadi babak atau adegan. Babak adalah bagian dari plot yang
ditandai dengan perubahan setting. Adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai
dengan adanya perubahan jumlah tokoh maupun perubahan masalah yang didialogkan.
b. Tokoh
Tokoh ialah pelaku yang menggerakkan alur. Dalam drama tokoh diperankan oleh seorang
aktor. Dengan peragaan tersebut perwatakan seorang tokoh akan semakin jelas dan
menarik.
c. Ciri khusus drama adalah dialog. Dalam drama dialog mempunyai peranan sangat penting.
Macam-macam percakapan dalam drama:
1) Prolog : Pengantar untuk membuka pertunjukan.
2) Monolog : Seorang pelaku tampil bercakap sendiri.
3) Dialog : Percakapan antarpelaku.
4) Epilog : Cakapan akhir sebagai penutup pertunjukan.
d. Latar atau Setting
Dalam drama setting terwujud dalam bentuk tata panggung (blocking), tata lampu, tata
bunyi dan tata rias.
e. Gerak atau Aksi
Dalam pementasan drama gerak merupakan ekspresi dari kegiatan para tokoh. Gerak dapat
dibedakan menjadi :
1) Mimik, yaitu perubahan raut muka.
2) Pantomimik, yaitu gerak-gerak anggota tubuh.
3) Blocking, yaitu perpindahan posisi aktor di atas panggung.
Pada pelajaran ini, siswa diharapkan mampu menentukan unsur-unsur drama dan
mengidentifikasi satiris/humor dan sinisme yang tergambar dalam dialog para pelaku drama.

D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu

Metode

5 menit

2 Inti
Membaca naskah drama
Mengidentifikasi unsur satiris/ humor dan atau sinisme
yang tergambar dari dialog para pelaku drama tersebut
sebagai penanda dari perwatakan masing-masing pelaku
Menjelaskan pembabakan dan perilaku berbahasa
Mendiskusikan hasil identifikasi
Merangkum hasil diskusi
Melaporkan hasil diskusi
Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi

15 menit

E. Media dan Sumber Bahan


Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung.
Contoh naskah drama drama tradisional
F. Evaluasi
Perhatikan penggalan naskah drama berikut ini!
DEDES
(Aan Sugiantomas)
BAGIAN TIGA
Di sana adalah sebuah tempat Tunggul Ametung dan Dedes bercengkrama. Tempat itu
ada di bagian atas belakang. Redup dan sejuk, gambaran keriangan kuasa Ametung dan
barangkali gambaran gundah terkuasanya Dedes. Tunggul Ametung tampak selalu menggaruk
punggungnya.
Tunggul Ametung
Dedes istriku. (menggaruk punggung) Kemarilah sayang.
Dedes
(Mendekat. Sopan terjajah) Saya, Mas Tunggul
Tunggul Ametung
Aduh. Sudah sekian tahun jadi istri masih juga salah menyebut nama.
Kamu sebenarnya tahu tidak, sih namaku?
Dedes
Sangat tahu.
Tunggul Ametung
Siapa coba namaku?
Dedes
Tunggul Ametung
Tunggul Ametung
Tah geuning nyaho. Selanjutnya panggil aku Tunggul Ametung. Jangan sekali-kali menyebut
Tunggul saja atau Ametung saja. Nama jangan disunat.
Dedes
Baik Mas Tunggul Ametung.

Tunggul Ametung
Nah begitu dong. Perempuan harusnya sangat paham, bahwa yang panjang itu enak.
Dedes
Saya siap menjadi paham.
Tunggul Ametung
Seperti biasa, tolong garuki punggungku.
Dedes
(Mendekat punggung Ametung) Sejak awal jadi istri, saya telah terbiasa dengan pekerjaan ini.
(menggaruk)
Tunggul Ametung
Wilayah itu memang susah dijangkau tanganku. Kurang atas sayang.
Sedikit lagi.. sedikit lagi.
Nah, pas! Aduuuuuuuh .... Teruskan sayang. (Ametung merem melek)
Dedes
Mas Tunggul Ametung ....
Tunggul Ametung
Hmmmmmmm.... (Masih merem)
Dedes
Belum sembuh juga penyakit ini.
Tunggul Ametung
Hmmmmmm (masih merem melek) Penyakit gatal memang sulit disembuhkan.
Dedes
Penyakit Mas bukan gatal-gatal.
Tunggul Ametung
Jadi, apa?
Dedes
Penyakit Mas menggaruk itu sendiri. Itu penyakit penguasa. Penyakit jabatan.
Tunggul Ametung
(Kaget. Lantas membalik. Suaranya agak tinggi)
Haaah? Apa ada jenis penyakit seperti itu?
Dedes
Mohon maaf, Mas. Ada, ada.
Tunggul Ametung
(Memunggungi lagi) Yaaa sudah. Penyakit itu enak, kok.
Dedes
Tapi, kan ada orang yang perih kalau digaruk.
Tunggul Ametung
(Kaget lagi sembari membalik) Haaah? Apa ada orang yang tidak enak digaruk?
Dedes
Mohon maaf, Mas. Banyak, banyak!
Tunggul Ametung
(Memunggungi lagi) Yaaa sudah. Orang itu pasti bodoh.
Dedes
Mereka bukan bodoh, tapi tidak berdaya.
Tunggul Ametung
Salah sendiri tidak berdaya. Coba kalau mereka berdaya, asyik-asyik saja tuh saling garuk.
Dedes
Mas..., sudah ya! Aku bosan dan tidak berbakat menggaruk.
Tunggul Ametung
Yaaa sudah. (Membalik dan duduk berdampingan dengan Dedes) Istriku. Kamu bahagia jadi
istri Akuwu Tumapel?
Dedes
Mas Tunggul Ametung ingin jawaban seperti apa?
Tunggul Ametung
Aku ingin kamu menjawab sejujurnya. Apa adanya. Blak-blakan saja, yang penting ....
Dedes
Yang penting apa?
Tunggul Ametung
Yang penting jawaban harus sesuai dengan selera pejabat.

Dedes
Kok begitu?
Tunggul Ametung
Ya begitu. Manusiawi sajalah. Semua orang diam-diam pasti menginginkan jawaban yang
menyenangkan hatinya.
Dedes
Mas ternyata sangat takut kecewa.
Tunggul Ametung
Ya sudah. Kalau tahu sih, silakan jawab.
Dedes
(menunduk) Bahagia, Mas.
Tunggul Ametung
Naaah, bahagia, kan? Siapa perempuan yang tidak bahagia jadi istri Akuwu Tumapel. (berdiri)
Mengapa lautan mempunyai air terbesar? Karena dia terletak di bawah semua sungai dan
terbuka untuk mereka semua .... Akulah laut itu. Luas, berbuih, dan aduh (tampak
punggungnya gatal lagi).
(Sumber: Dedes, Aan Sugiantomas)
Setelah mengamati drama di atas, buatlah komentar Anda berkaitan dengan ciri kedaerahan
yang mewarnai drama tersebut. Sebagai rambu-rambu, gunakan format di bawah ini untuk
mencatat komentar Anda. Buatlah dalam buku latihan Anda, kemudian lisankanlah dalam
bentuk komentar di muka kelas dalam kegiatan diskusi.
Judul drama : ..
Nama siswa : ..
Komponen
1. Tokoh

Komentar
Sesuai dengan sumbernya, cerita raja-raja Singosari, maka
disimpulkan bahwa nama-nama tokoh dalam Tunggul Ametung dan
Ken Dedes diwarnai oleh ciri-ciri daerah Jawa.

2. Perwatakan
3. Plot
4. Latar
5. Tema
6. Kebahasaan

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
9.1 Mengetahui prinsip-prinsip penulisan kritik dan esai
B. Indikator
Menjelaskan prinsip-prisip penulisan kritik Sastra Indonesia
Menjelaskan prinsip-prisip penulisan esai Sastra Indonesia
Menulis kritik dan esai Sastra Indonesia
C. Materi Pokok
Menulis Kritik Sastra dan Esai
Kritik adalah tanggapan yang berisi uraian atau pertimbangan nilai baik atau buruk sebuah
karya sastra. Kritik biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis. Tujuan kritik bukan hanya
menunjukkan keunggulan, kelemahan, benar dan salahnya sebuah karya sastra dipandang dari
sudut tertentu. Akan tetapi tujuan akhirnya yaitu mendorong sastrawan untuk mencapai
penciptaan sastra setinggi mungkin dan juga mendorong pembaca untuk mengapresiasi karya
secara lebih baik (Sumardjo dan Saini K.M. 1986: 2).
Esai adalah karangan pendek tentang suatu fakta yang dibahas menurut pandangan pribadi
penulisnya. Dalam esai, unsure pemikiran lebih menonjol dibandingkan dengan unsur
perasaan. Esai lebih banyak menganalisis fakta dengan pemikiran yang logis (Sumardjo dan
Saini K.M.1986 :19-21)
1. Mengidentifikasi Ciri-Ciri Kritik dan Esai
Ciri-ciri kritik sastra dan esai yang baik adalah selalu mempertimbangkan empat
komponen yaitu:
a. Data atau fakta
b. Inference atau kesimpulan
c. Evaluasi atau judgement
d. Penilaian
2. Prinsip-prinsip Penulisan Kritik dan Esai
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis kritik dan esai suatu karya
sastra, yaitu:
1) Setiap kritikan yang cakap harus memerhatikan berbagai hal yang terdapat pada setiap
karya sastra.
2) Kecermatan dalam mengungkapkan berbagai hal yang terdapat dalam karya sastra
tersebut tergantung pada tingkat ketajaman perasaan kritikus.
3) Kritikus agar dapat menangkap kepribadian karya sastra harus melalui rekreasi
artistik.
4) Kritikus harus tahu bahasa yang digunakan oleh sastrawan atau harus akrab dengan
berbagai jenis gaya bahasa/idiom, komposisi, latar belakang kebudayaan.
Tiga aspek menulis kritik dan esai yaitu:
1) Aspek historis, yaitu berkaitan dengan watak dan orientasi kesejarahan
(mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan sastrawan dan menafsirkan hasrat
keinginan berdasarkan minat sastrawan serta latar belakang budayanya)
2) Aspek rekreatif, yaitu menghubungkan apa yang ditangkap/yang telah diungkapkan
sastrawan, menuliskan kesan-kesan tentang pengamatan rohani yang diperoleh dari
karya sastra yang telah dibaca.
3) Aspek penghakiman, yaitu berkaitan dengan nilai-nilai dan kadar artistiknya.
Penentuan nilai harus memenuhi tiga kriteria, yaitu:
a. Estetik, yaitu pencapaiannya sebagai karya seni
b. Epistemik, yaitu tentang kebenaran-kebenaran
c. Normatif, yaitu tentang arti kepentingan, keagungan, dan kedalamannya.

3. Langkah-langkah menulis Kritik Sastra dan Esai


1) Menentukan tema atau topic yang akan ditulis/dikritik.
2) Mengumpulkan bahan-bahan referensi pendukung
3) Mengidentifikasi unsure-unsur yang mendukung dan yang kontra
4) Memilih unsur-unsur yang dapat mendukung tema
5) Memulai untuk menulis kritik atau esai
6) Membaca atau melakukan pengeditan ulang untuk revisi
7) Mengirimkan kemedia massa cetak
4. Prinsip-prinsip Penulisan Esai
1) Esai menampilkan pikiran dan perasaan penulisnya dalam menghadapi suatau
permasalahan
2) Esai menampilkan keterangan atau menunjukkan sebab-sebab yang berkaitan dengan
suatu peristiwa yang nyata.
3) Esai menguraikan hal-hal yang berupa fakta yang dipadukan dengan gagasan atau ide
serta pandangan penulisannya.
4) Dalam esai terdapat pengutaraan pendapat. Pendapat tersebut harus disertai dengan
alasan-alasan dan pertimbangan terhadap suatu masalah yang menjadi persoalan.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu

Metode

5 menit

2 Inti
Membaca contoh kritik Sastra Indonesia dan esai Sastra
Indonesia ( karya Sastra Indonesia yang sesuai dengan
daerah setempat)
Menentukan prinsip-perinsip penulisan kritik Sastra
Indonesia dan esai berdasarkan contoh
Mendiskusikan temuan-temuan tersebut
Merangkum hasil diskusi
Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi

15 menit

E. Media dan Sumber Bahan


Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung.
Majalah Horison
F. Evaluasi
Perhatikan contoh kritik sastra dan contoh esai berikut ini.
a. Contoh Kritik Sastra
Chairil Anwar dan Potret Ketidakberdayaan Manusia
Oleh Tasyriq Hifzhillah
Chairil Anwar lahir di Medan pada 26 Juli 1922 dan meninggal dunia pada 28 April
1949 di Jakarta. la dimakamkan di Karet, sebuah tempat yang dalam sajak "Yang
Terampas dan Yang Putus" disebutnya sebagai "daerahku y.a.d." Sajak itu, sebagaimana
sajak "Derai-derai Cemara", ia tulis beberapa waktu menjelang kematiannya.

Beberapa larik puisi Chairil Anwar menurut Sapardi Djoko Damono telah menjelma
menjadi semacam pepatah atau kata-kata mutiara, seperti "hidup hanya menunda
kekalahan, "sekali berarti sesudah itu mati", atau "kami hanya tulang-tulang berserakan".
Ini membuktikan besarnya sumbangan Chairil Anwar terhadap perkembangan sastra
Indonesia.
Berpijak pada kiprah dan karya-karya Chairil, H.B. Jassin menganggap Chairil Anwar
sebagai Pelopor Angkatan '45. Hal ini kemudian seperti memberi inspirasi pada
masyarakat waktu itu, bahwa puisi juga bisa menjadi media untuk berkomunikasi. Oleh
karena itu, beberapa sajaknya hingga saat ini masih dikenal oleh siapa pun yang pernah
duduk di bangku sekolah menengah. Dalam proses belajar-mengajar di kelas, Chairil
Anwar biasanya diperkenalkan sehagai penyair yang memiliki keunggulan, terutama
dalam sajak berjudul "Aku" (versi Deal Campur Debu), atau "Semangat" (versi Kerikil
Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus).
Dalam sajak "Aku" yang ditulis bulan Maret 1943, misalnya, Chairil sepertinya ingin
menunjukkan bahwa ia (aku lirik) adalah manusia yang terasing dari dunianya.
Keterasingannya ini memang disengaja oleh dirinya sendiri, wujud dari pertanggungjawaban pribadi: 'Ku mau tak seorang pun 'kan merayu / tidak juga kau'. Hal ini karena si
aku lirik adalah manusia bebas yang tak mau terikat kepada orang lain: Aku ini binatang
jalang / Dari kumpulannya terbuang. Si aku lirik ini pun menentukan "nasibnya" sendiri,
tak mau terikat oleh kekuasaan lain: Aku mau hidup seribu tahun lagi. Pengakuan dirinya
sebagai binatang jalang dan penentuan nasib sendiri: Aku mau hidup seribu tahun lagi,
merupakan sikap revolusioner terhadap paham dan sikap atau pandangan para penyair
yang mendahuluinya (Pujangga Baru).
Sesungguhnya, pada tataran paling mendasar, motivasi berkarya antara Chairil Anwar
dan penyair-penyair lainnya (jika kita mencoba melakukan perbandingan) merupakan
kejujuran mengungkapkan suatu perasaan. Karena puisi, siapa pun tak bisa membantah,
berupa ungkapan perasaan paling jujur dan mendalam dari seorang penyair. Sebuah puisi,
pada hakikatnya, merupakan pengungkapan kenyataan (facts), peristiwa (events), dan visi
(vision). la mencari, menemukan, dan memilih kata-kata dari alam. la juga merupakan
wujud dari perhatian kontemplatif dari seorang penyair yang masuk ke dalam pikiran dan
perasaannya. Jika suatu hari muncul pemikiran baru yang menganggap puisi sebagai
bentuk penolakan (menghindari) terhadap peristiwa kemanusiaan, sebaiknya para penyair
mengundurkan diri dari belantara perpuisian.
Akan tetapi, hampir semua karya Chairil merupakan hasil dari sebuah perenungan
batin yang menyuarakan 'perasaan' pribadi dan masyarakatnya. Proses perenungan itu
pulalah yang membimbing Chairil melakukan pemilihan kata yang tepat untuk setiap puisi
yang ditulisnya, baik itu dalam artian feeling, sentiment, maupun emotion. Perasaan
tersebut menjadi daya dorong yang kuat untuk menggerakkan pena Chairil Anwar untuk
berkarya.
Dalam suatu kesempatan, Chairil Anwar pernah mengatakan bahwa sebuah karya
puisi merupakan sebuah dunia tersendiri. Artinya, di belakang kata-kata yang tersurat,
terdapat suatu pemikiran yang tersirat. Semua yang tersirat ini dimaksudkan oleh para
penyair untuk membangun suatu dunia khayal (dunia imajinatif). Oleh karena itu, semakin
piawai seorang penyair menemukan dan menyusun kata-katanya, semakin utuh dan
semakin jelas pula gambaran dunia yang ada dalam karyanya.
Dunia imajinatif yang dimaksud Chairil lebih diwujudkan dalam bentuk sejumlah
citra, imaji, image, lambang, atau simbol yang selaras satu sama lain dan saling
mendukung dalam mewujudkan satu kesatuan yang utuh. Kesatuan yang utuh dari dunia
imajinatif itu, memiliki kekuasaannya sendiri dan tidak memerlukan unsur-unsur lainnya
untuk bisa menjadi sempurna sehingga ia benar-benar menjadi sebuah dunia.
Uraian di atas kiranya menjelaskan bahwa Chairil merupakan salah seorang penyair
Indonesia yang banyak melakukan pembaharuan terhadap tradisi bersastra di tanah air.
Akan tetapi, kiprah Chairil di belantara sastra Indonesia tidak berlangsung lama. la
dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa dalam usia yang relatif sangat muda, yaitu 26
tahun. Akan tetapi, "warisannya" dalam khazanah sastra Indonesia merupakan kekayaan
budaya yang sangat tinggi harganya.

b. Contoh Esai Sastra


Cerpen Percintaan Bukan Cerpen Picisan
Oleh A.K. Bharse Thia
Sebuah kekeliruan yang besar jika cerita pendek yang bertemakan percintaan dikatakan sebuah picisan. Bahkan lebih dari itu, cerita pendek terkadang disisihkan begitu
saja keberadaannya: Pengertian picisan selama ini selalu dikaitkan erat dengan tema
percintaan. Setiap cerita tentang percintaan selalu disebut picisan, seolah-olah tema
pcrcintaan tidak akan bisa menjadi kolosal.
Film atau karya sastra yang kental dengan tragedi percintaan selalu disebut karya
yang sifatnya picisan. Semestinya, bukan dan tidak harus seperti itu. Sebuah karya sastra
dapat dikatakan picisan manakala karya sastra tersebut tidak mampu mendobrak khalayak
dengan cerita di dalamnya. Dengan kata lain, karya sastra yang picisan adalah karya sastra
yang nilai jualnya rendah atau kualitasnya buruk tidak memiliki daya tarik.
Jadi, sebuah anggapan keliru jika sebuah karya sastra yang berkenaan dengan
percintaan selalu disebut karya sastra picisan. Karya sastra lainnya, misalnya cerpen yang
kental dengan sosial kemasyarakatan, budaya, religius, primordial, atau seksual (baca:
vulgar) yang bermutu rendah, justru karya-karya inilah yang dapat disebut picisan
sedangkan karya sastra yang meledak-ledak di pasaran bukanlah picisan, melainkan
kolosal.
Selama ini, sebenarnya banyak karya sastra yang berkenaan percintaan, selalu
dianggap picisan, padahal senyatanya, karya itu meledak di pasaran. Ambil contoh film
India. Tidak dapat ditolak kalau film India telah merasuk ke dalam belantara karya sastra
kita. Artinya, karya-karya India yang bernuansa percintaan dapat mendarat mulus di tengah
masyarakat Indonesia. Misalnya, Kuch Kuch Hota Hai, Mohabbaten, Mann, dan
Kabhi Khushi Kabhi Gham.
Banyak kalangan mengatakan bahwa film India itu picisan karena kental dengan
percintaannya. Tetapi, ketika film itu di gandrungi masyarakat dengan jumlah yang besar,
nilainya justru kolosal, bukan picisan. Jadi, percintaan itu tidak identik dengan picisan.
Sebuah kesalahan besar jika karya sastra berupa cerpen yang bernuansa percintaan ditolak
karena alasan picisan. Artinya, sebelum dimuat, cerpen percintaan tersebut perlu dibahas
dulu sehingga pemuatannya di media massa dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
Ini juga perlu dilakukan terhadap cerita-cerita lain yang tidak menyangkut percintaan.
Dengan demikian, pembaca dapat menilai apakah cerita itu picisan atau bukan.
Saat ini, sangatlah penting mengubah anggapan masyarakat bahwa percintaan itu
tidak selalu picisan. Bahkan, jika menilai dari sudut perfilman India, karya percintaan akan
menjadi kolosal. Bagaimana dengan cerpen percintaan di tanah air?
Anggapan bahwa picisan identik dengan percintaan memang sudah mengental.
Artinya, sebuah usaha yang sulit untuk melepas sudut pandang seseorang agar dapat
membedakan mana picisan, kolosal, dan mana percintaan. Setiap cerpen yang kental
dengan nuansa percintaan akan segera dihilangkan dan diganti dengan tema sosial
kemasyarakatan, budaya, religius, atau naturalis.
Dapat dipastikan, pemuatan cerpen di media massa tidak jauh dari tema-tema seperti
itu. Jika sesekali ada redaktur yang memuat cerpen percintaan, cerpen itu akan disebut
picisan. Sesungguhnya, setelah dipahami, cerita percintaan itu menarik dan memberikan
pencerahan bagi pembaca. Jadi, cerita ini bukanlah picisan. Di samping itu, redaktur juga
tidak terpengaruh dengan anggapan bahwa cerpen percintaan itu picisan.
Saya rasa, demikian halnya dengan cerpen percintaan. Jika memang menurut redakur
cerpen percintaan itu memang layak dimuat, semestinya dimuat saja. Sebaliknya, jika
memang tidak layak muat, simpan "di tong sampah" redaksi. Saya rasa, pembaca akan tahu
bahwa meskipun cerpen itu dibilang picisan, sebenarnya pembaca tahu bahwa itu karya
bagus. Hanya saja, karena pandangan bahwa percintaan itu sama dengan picisan, mereka
tidak berani menyebut bahwa cerita percintaan adalah cerita yang menarik. Akan tetapi,
sebenarnya mereka mengakui bahwa cerpen percintaan itu memang menarik.
Dalam perfilman, film bernuansa percintaan memang lebih mampu merebut perhatian
masyarakat,dibandingkan dengan film-film lainnya. Bahkan, semua sinetron di televisi
swasta, tidak ada yang di luar percintaan. Semua menggambarkan liku-liku percintaan.
Artinya apa? Karya film sedang dihadapkan pada perubahan dari film perang (atau

lainnya) ke film percintaan, seperti halnya film-film India tadi.


Sebenarnya, pengarang mengajak pembaca untuk memperkenalkan cerpen yang
kental dengan percintaan. Akan tetapi, hal ini dialihkan oleh redaktur yang menginginkan
cerpen-cerpen terpetak pada vulgaritas, budaya, sosial masyarakat, dan lain sebagainya
untuk menghindari anggapan sebuah cerpen dinilai picisan.
Jika saja redaktur berani memuat cerpen-cerpen yang kental dengan percintaan
dengan pertimbangan berdasarkan kualitas, tentunya, saya yakin, cerpen itu akan
rnemberikan kesegaran kepada pembacanya. Sama halnya seperti penolakan film-film
India yang buktinya justru menyeret hati masyarakat dan mengakui bahwa film India
adalah bagus.
Di satu sisi memang benar bagus ukuran penonton berbeda dengan ukuran pengamat.
Sama halnya dengan karya sastra. Cerpen percintaan bagus menurut pembaca, belum tentu
bagus menurut orang yang memahami karya sastra. Akan tetapi, mana yang penting?
Mengutamakan pembaca yang jumlahnya banyak atau segelintir kritikus sastra?
Tentu semuanya penting. Baik bagi penikmat maupun kritikus memiliki dampak
positif dalam menanggapi sebuah karya sastra. Meskipun demikian, apakah dapat
dipastikan bahwa kritikus akan selalu menghujat karya sastra yang kental dengan percintaan? Lambat laun, tentu arahnya tidak akan terbendung karena memang saat ini karya
sastra kita sedang dihadapkan pada tema-tema percintaan. Saya yakin ini akan mendapat
perhatian khusus dari pembaca sebagaimana munculnya film India yang selalu dibilang
picisan, padahal sesungguhnya adalah kolosal.
Perintah:
Setelah kamu membaca kedua contoh di atas, bentuklah diskusi kelompok yang
beranggotakan tiga atau empat siswa! Kerjakanlah latihan berikut!
1. Tunjukkan ciri-ciri kritik sastra berdasarkan contoh di atas!
2. Tunjukkan pula ciri-ciri esai sastra berdasarkan contoh di atas!
3. Bagaimana bahasa yang dipergunakan dalam kritik dan esai sastra di atas?
4. Pendapat atau gagasan apa yang tertuang dalam kritik sastra di atas?
5. Pendapat atau gagasan apa yang tertuang dalam esai sastra di atas?

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
9.2 Penerapan prinsip-prinsip penulisan esai dalam penulisan esai tentang berbagai bentuk
karya Sastra Indonesia Indonesia
B. Indikator
Menyusun sinopsis karya Sastra Indonesia
Mendeskripsikan unsur-unsur pembentuk cerita dalam karya tersebut
Membahas segi-segi tertentu dari karya Sastra Indonesia yang sudah dideskripsikan
Menyatakan penilaian terhadap karya Sastra Indonesia yang dibahas
C. Materi Pokok
1. Menyusun sinopsis karya sastra berupa cerpen.
Berikut kutipan cerpen dan sinopsisnya.
Perawan Di Garis Depan
Ketika aku ikut dengan salah satu laskar ke salah satu sektor front Semarang, aku bertemu
dengan seseorang yang perlu kucatat karena keistimewaannya. Ketika kami dating ke lini ke-2
hari sudah malam. Setelah makan di dapur umum, pasukan kami terpaksa dibagi-bagi tidurnya
untuk malam itu. Aku dan beberapa kawan kebagian sebuah rumah tempat anak-anak BPRI
yang baru dioplos sedang tinggal dalam waktu istirahatnya. Kami terus mencari tempat di
antara anak-anak yang belum kami kenal itu. Perkenalan sangat gampang di front. Orang
berkenalan sama mudahnya dengan orang bertengkar di garis belakang.
Anak-anak belum datang semua untuk tidur. Satu-satu ereka kembali dan membaringkan
dirinya pada tikar-tikar koyak dilantai. Aku sedang mendengarkan situasi di front itu dari anak
BPRI yang berbaring disampingku. Ketika itu perhatianku tertarik pada seorang prajurit yang
baru masuk. Sosok tubuhnya tidak begitu terang dalam cahaya lampu minyal yang kecil dan
oleng oleh angina. Namun, pandangan tertarik padanya ketika ia masuk. Ia memakai rijbroek
dan kaplaars Jepang dan sebuah jasa Peta. Seperti lain-lainnya, ia tidak membawa bedil
karena tentunya dioper kawan-kawan yang bertugas di lini pertama. Rambutnya panjang
seperti yang lain-lain, tetapi tak berkumis dan berjenggot. Raut mukanya halus, naluriku
membisikkan yang samara-samar.
Dia perempuan, bisik kawan disampingku seolah-olah membaca pikiranku.
Aku kenal dia karena sekampung dengan dia di Sala.
Gimana ceritanya?
Dia mengungsi dari Surabaya. Ayah dan saudaranya yang sulung waktu pasukan-pasukan
kita terdesak mundur. Ayahnya dikota, kakaknya di Gunungsari. Tinggal ibunya yang sangat
lemah dan adiknya laki-laki yang waktu itu berumur 16 tahun. Hidup mereka yang melarat itu
tambah sengsara ketika adiknya itu berangkat juga ke Front menggantikan ayahnya dan
kakaknya. Saudara dapat bayangkan bagaimana sengsara hidup kedua perempuan itu. Badan
yang mengurus nasib keluarga pejuang tidak ada yang resmi. Untung ada yang mengrus para
pengungsi, tapi itu pun hanya sekedar membantu, tidak bias menanggung seluruhnya. Anak itu
bekerja pada penjahit, dasar pelajar SKP jadi bias juga, tapi rupa-rupanya penghasilan tidak
cukup. Rukun kampung ikut juga membantu mereka. Keluargaku pun kadang-kadang
menyokong mereka juga berupa rempah-rempah dapur dan lain-lain. Kopi, teh, garam, sabun,
dan sebagainya. Sebagian besar aku dapat pembagian dari pasukan. Kalu siang dapat saudara
lihat dia manis juga. Memang banyak pemuda yang mau. Aku sendiri berhasrat, tapi ia ruparupanya tak mau memikir kea rah itu. Dan kami sendiri juga masih segan-segan memikir lebih
lanjut, karena perjuangan masih meminta tenaga dan pikiran kita sepenuh-penuhnya, bukan?
Sinopsis Cerpen "Perawan di Garis Depan"

Cerpen di atas menceritakan tentang kisah seorang wanita pejuang yang bernama
Kusumastuti. la sepasukan dengan pengarang ketika berangkat ke garis depan (front) Genuk,
Semarang.
Pengarang mendengar kabar bahwa Kusumastuti dari Surabaya meskipun aslinya Sala
(solo). Hal ini disebabkan oleh ayah dan kakaknya gugur, sedangkan adiknya tidak tahu
rimbanya. Kemudian, diketahuinya juga bahwa adiknya gugur disusul ibunya meninggal
karena sedih. Demikian juga rumahnya dilalap api akibat korban perang.
Untuk menebus orang-orang dikasihani itulah, ia kemudian ikut berjuang dii garis depan
dengan semangat yang melebihi pejuang laki-laki sepasukannya.
Perlu diketahui juga bahwa buku kumpulan cerpen Hujan Kepagian karya Nugroho
Natosusanto berisi enam buah cerpen, yaitu:
a. Senyum,
b. Konyol,
c. Pembalasan Dendam,
d. Perawan di Garis Depan,
e. Bayi, dan
f. Eksekusi.
Keenam cerpen tersebut menampilkan kisah-kisah di sekitar revolusi, menceritakun anakanak yang masih muda yang ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Padahal
sebenarnya masih ingin melanjutkan sekolah. Tak ketinggalan pengarangnya sendiri pun
terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan itu sebagai anggota tentara pelajar.
2. Mendeskripsikan Unsur-unsur Pembentuk Cerita dalam Novel tentang Tokoh,
Watak Tokoh.
Unsur-unsur dalam sebuah cerita, meliputi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik ialah unsur yang membangun karya sastra itu dari dalam. Unsur tersebut, antara lain,
tema, alur atau plot, setting atau latar, dan karakter. Unsur ekstrinsik ialah unsur yang
membangun karya sastra dari luar. Unsur itu antara lain, sejarah penciptaan dan sejarah
pengarang.
Suatu kisah dalam novel dapat dikembangkan melalui penampilan sejumlah tokoh dengan
bermacam-macam watak. Setiap tokoh juga memiliki sikap hidup yang berbeda pula.
Perbedaan tersebut merupakan rangkaian kisah atau alur yang dapat dikembangkan oleh
pengarang untuk menghidupkan suasana konflik dalam sebuah novel.
Pelintas-pelintas cakrawala
Uang sudah diduga sang ayah benar. Tak peduli apa pun yang akan dikatakan orang
tuanya, Bowo merasa yakin pilihannya tepat. Jadi, suka tidak suka ayah dan ibunya
sepantasnya melamar Agatha untuk putra mereka dari tuan Nicolas Pavlos Anasopoulas dan
Maria Alexandra Anapoulas di pulau Samos, Yunani. Sebetulnya pernikahan model angkatan
Bowo, apalagi di Barat, tidak memerlukan upacara melamar gadis bagi si anak. Itu urusan dua
sejoli yang ingin sendiri berlayar dalam biduk pernikahan: orang tua kedua belah pihak
apalagi pihak lelaki. Tinggal Hamin bin Haminah binti Hamin. Atau mengomel tak berdaya.
Tetapi suami istri Wiranti yang masih belum mau lepas adat tradisional sekolah pohon
beringin Jawa, sesudah berbincang-bincang dengan putra-putrinya semua, merasa tidak srek,
mosok tidak saling kenal dahulu, paling tidak lewat pakai acara lamaran bukan rasional
melulu, banyak menyangkut soal srek tidak srek, mantap tidak mantap, nanti bagaimana,
jangan-jangan ini-itu, dan sebagainya; Jadi tinggal keputusan orang tualah mau berbuat apa.
Si calon menantu sendiri, Agatha nama manisnya, menyatakan, alangkah senangnya bila
calon mertua, apalagi bila Nefi (lainnya, juga, tetapi terhalang tugas-tugas sehari-hari) suka,
ikut mengunjungi orang tuanya di Yunani. Akhirnya diputuskan, melamar hanya lewat
suratlah. Namun resmi dibawa oleh Bowo pribadi. Hal akhir ini terutama oleh desakan yang
kuat dan keras dari anak perempuan sulung Anggraini yang merasa tidak sepantasnyalah (dan
tidak menguntungkan) seorang letnan jenderal mantan duta besar, dan komisaris satu Bank
Pusat, dan sebagainya, dan sebagainya, kok menghadap secara pribadi kepada seorang
"saudagar ikan biasa di suatu pulau terpencil negara yang tidak berarti". Yah, begitulah selalu
Anggi, selalu berpolitik. Kalau tidak dicari jalan kompromi akan heboh. Neti jengkel juga

sebab ayahnya sebetulnya sudah mau terbang ke Yunani sambil mengajak Neti, kan
kesempatan bagus untuk belajar tentang negeri seberang, kok gengsi, gengsi lagi yang
diributkan kakak sulungnya itu. Seandainya jadi pun maminya toh tidak akan ikut; Neti
pahamilah, begitu pun Papi, bahwa dalam hati Yuniati agak kecewa akan punya menantu dari
negeri seberang, walaupun ia mampu mengusai diri untuk tidak menyinggung perasaan
Agatha maupun anak terkasihnya, Bowo. Tak ada gunanya memberi kesan antipatik kepada
calon besan, tetapi terutama calon menantu yang ternyata berkesan simpatik. Memang soal
begini bukanlah melulu soal rasional saja. Yuniati tidak melawan, tetapi tidak antusias
mendukung keputusan putra terkasihnya itu. Dalam hati ia tidak habis bertanya diri, mengapa
kok anak Yunani yang dipilih Bowo. Tetapi jodoh tetap jodoh, sulit dikalkulasi kapan dan
mengapa saling bertemu. Dan untuk tidak merestui pilihan putra terkasihnya jelas seperti
tenis dan berlayar, walaupun kedua-duanya sumber keterangan gembira yang sama-sama
membuat hidup terasa segar. Semakin mengenai Agatha, Neti merasa semakin harus memuji
abangnya, begitu pandai ia memilih jodoh. Memilih atau dipilih? Atau hanya soal untunguntungan kebetulan belaka? Dan Agatha sendiri? Ternyata rencana belajar Agatha di
Universitas Leiden dulu ada hubungannya dengan niat pendalaman ilmu sejarahnya lewat
penelitian tentang peran para pedagang Belanda di Desima bagi modernisasi Jepang, ini
ia urungkan, demi suatu penelitian lain yang berhubungan dengan transisi sikap hidup di
berbagai negeri Asia Tenggara. Apa persisnya dia belum tahu jelas, tetapi kecenderungan hari
sekarang tertuju ke wilayah Maluku. Katanya Maluku dan Yunani sangat mirip dalam paling
sedikit dua hal. Kalau Agatha boleh percaya kepada buku-buku dan foto-foto; kedua-duanya
daerah maritim serba kepulauan. Dan sangat indah alamnya. Mungkin dalam segi ketiga juga
sama, yakni benih tradisi demokrasi asli. Agatha selalu tertarik kepada apa saja yang
berhubungan dengan lautan dan susunan pulau-pulau yang majemuk. Tetapi lautan dunia
perhatian Bowo masih, jauh lebih luas dan penting bagi hari depan, mengasyikkan meski
maha sulit, harus diakui, katanya dengan pandangan kagum sayang kepada tunangannya.
Maka jadilah acara istimewa, Agatha diajak Neti berkunjung ke kampung kumuh. Pada
kunjungan kedua ia mulai mengajari gadis-gadis sebuah tarian Yunani yang jenaka sangat
dinamis menggelitik saraf-saraf, anak-anak senang sekali, lebih bagus daripada dangdut.
sorak-sorak mereka. Terutama irama musik gitar dari negeri seberang itu langsung membuat
mereka bergerak-gerak serba spontan belia tanpa kecam mesum seperti pada dangdut, teriring
banjir tawa dan senda ria. Tentu saja kedatangan seorang perempuan bule muda, cantik,
simpatik sangat mengundang banyak lelaki dan perempuan, apalagi para pemuda sehingga
latihan menjadi tontonan yang ramai. Acara mencapai puncak ketika Agatlia mcngajak berajojing seorang pemuda yang dulu pernah menjadi kernet truk tetapi karena suatu kecelakaan
pincang jalannya. Tanpa malu-malu si kernet menari se-jadi-jadinya. Sorak-sorai jelaslah
tidak kepalang tanggung. Sampai Pak RT pun, yang biasanya sudah kebal dengan segala hal
yang bising onar dan sedang menyembelih ayam, datang juga dengan ayam penuh darah,
masih di tangannya.
"Gondek keranjingan! Gondek Tergila-gila!" teriak kawan-kawannya.
"Gondek sembuh seketika tidak pincang lagi!
Bu Neil cemburu tidak ajojing dengan Gondek?"
"Yasas! Yasas!" teriak anak-anak ketika Agatha dan Neti minta diri pulang, meniru ibu
guru mereka yang baru itu dalam bahasa Yunani.
"Yasas!" lambat Agatha.
Dikerumuni sekian puluh anak dan serombongan pemuda serta lelaki yang senang
mengalami peristiwa tidak sehari-hari itu, Agatha dan Neti diangkut ke mobil.
"Yassas!" Yassas!" Kombek Kombek egeeen!" seru beberapa anak asongan yang sudah
makan cuilan roti internasional. "Si Yu! Si yu egeeen!"
"Manis-manis anak-anak itu," komentar Agatha. "Dan para lelaki itu sopan-sopan,"
pujinya. "Oh, dalam kampung mereka biasanya hormat kepada perempuan. Tetapi tentu saja
kau harus hati-hati kalau berjalan di pasar atau terminal. "Ah; sebenarnya mereka bukan
orang jahat. Mereka makhluk-makhluk baik yang menjadi baik kalau dihargai secara baik.
Tetapi biasanya mereka dibuat jahat, dipaksa untuk menjadi jahat."
"Ya, di negeriku pun sama. Apalagi ketika dulu kami masih mengalami suasana perang.
Saudara dan pertumpahan darah terus-menerus, melawan Italia, melawan Jerman, kemudian
kaum komunis, disusul diktator tentara. Keadaan yang serba banyak pengangguran menekan
semua, kami kenal itu. Kalau sudah sampai waktunya menikah, keberangan menjadi-jadi,
karena harus menghadapi kenyataan belum mampu dan tanpa harapan punya hari depan yang

mantap bersama seorang istri secara terhormat, ya begitulah, lalu banyak perempuan menjadi
pelampiasan frustasi."
"Kau pernah ada pikiran mengeluh mengapa kok kebetulan jadi perempuan?"
"Dulu pernah. Sekarang tidak ."
"Heh? Lucu. Aku juga."
O ya?
"Bahkan mungkin seandainya aku boleh lahir kembali dan ditanya Tuhan ingin jadi apa,
lelaki atau perempuan aku mungkin sekali, ah, mengapa mungkin, jelas yakin aku akan
berkata, mohon jadi perempuan saja."
"Heh? Ini lucu juga, Aku pula sering berpikir begitu."
O ya?
Dikutip dari Burung-Burung Rantau
halaman 74-80, karya Y.B. Mangunwijaya

D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

Alokasi Waktu

1 Pendahuluan

5 menit

2 Inti
Membaca contoh esai Sastra Indonesia (cerpen)
Mengidentifikasi penulisan esai Sastra Indonesia
(cerpen) berdasarkan prinsip penulisan esai Sastra
Indonesia
Membahas hasil diskusi temuan
Menyimpul hasil temuan
3

Metode

Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi
15 menit

E. Media dan Sumber Bahan


Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung.
Contoh naskah cerpen
F. Evaluasi
Baca dan cermati petikan cerpen dibawah ini, kemudian buatlah sinopsisnya!
Senyum
Di batas desa yang rindang aku berhenti sebentar. Kuikuti jalan setapak dengan
pandanganku, mula-mula turun kemudian naik, mendaki lereng sebuah bukit penuh tegalan
singkong. Aku memandang ke langit biru dengan koyakan mega putih. Kemudian kacamata
Ray Ban kupakai dan pemandangan jadi sejuk seperti suasana dusun di belakangku. .
"Makamnya di atas bukit itu, Pak," kata bocah cilik yang cuma pakai celana kolor hitam
dan membawa pecut. "Di bawah pohon-pohon kelapa gading di tengah itu!"
Aku tersenyum sambil membelai kepala botaknya.
"Bapak sudah tahu," kataku. "Berapa umurmu, Gus?"
Lima tahun, pak jawabnya lancer dan tidak malu-malu.
Lima tahun, kataku pada diri sendiri. Kini tahun 1954, jadi lahirmu tahun 1949persis.
Saya lahir dijaman perang, pak, kata anak kecil itu sambil memandang dengan tak
berdosa padaku dengan sebelah mata; mata yang satunya sedang digosok-gosoknya dengan
jari.

Ya, waktu kau lahir masih ada perang disini. Kau tahu makam siapa itu?
Tahu, pak, ia mengangguk-angguk dengan giat, makam pahlawan.
pahlawan siapa?
Pahlawan desa ini, pak!
Ya aku tahu, aku ketawa. yang aku tanyakan nama pahlawan itu!
Kepalanya kulepaskan. Aku merogoh kantong dan mengeluarkan Wembley. Aku
nyalakan sebatang kemudian kupandang bocah itu dengan saksama. Kepalanya bulat, mata
hitam, mulut kecil, perut gendut, wajah dan dada penuh debu. Celana hitamnya sampai ke
bawah lutut. Kurasa tanganku gatal melihat perupaannya. Saku-saku aku gagapi semua.
Kutemukan sekaleng Valda pastilles yang tinggal seperempat isinya. Aku jongkok di depan
bocah berpecut itu.
"Kau doyan ini?" aku ambilkan sebutir pastiles yang hijau itu.
la menerima dengan mata bertanya, sebentar memandang padaku sebentar pada benda
hijau di tanganku.
"Icipi," aku dorong tanganku ke mulutnya. Matanya bersinar curiga, kemudian ketika
pastiles itu sudah basah dijilatinya ada kilau kepuasan.
"Enak, Pak," katanya tenang seperti pada bapaknya sendiri.
"Masukkan dalam mulutmu," ia menurut dengan rela. ,
"Enak pedas!" katanya sambil mendesis-desis seperti lokomotif. la memandang dengan
ramah tamah kepadaku.
"Kau mau semua?" seluruh kaleng aku sodorkan padanya. Matanya bertanya lagi,
sikapnya ragu-ragu, ia berhenti mendesis.
"Ambil kalau mau," kataku sambil mempertunjukkan isi kaleng itu. Matanya bulat
membesar. "Semua?" Tanyanya sambil mencap lidah dan bibirnya dengan pandangan
kepingin.
"Ya," aku mengangguk. Kini ia tegas. Dengan lahap kaleng itu direbutnya dari tanganku
yang teracung padanya. Kemudian, ia berlari pulang sambil berseru berulang-ulang," Aku
diberi! Aku di beri !"
Aku berdiri dan berjalan menurut jalan setapak itu, Leica yang bergantung pada leher,
memukul-mukul dada. Lima tahun yang lalu yang bergantung di situ sebuah teropong
infanteri, pikirku. Aku memandang ke bawah, pada tanah yang retak-retak karena kering,
memandang sepatu-sepatuku. Sepatuku Feetmaster lebih pantas di Pasar Baru daripada di
sini. Lima tahun pikirku. Lima tahun, dan aku teringat pada bocah tadi.
Dari: Hujan Kepagian,,
Nugroho Notosusanto, Balai Pustaka 1987
Dengan pengubahan

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
10.1 Menyusun dialog dalam pementasan drama satu babak dengan tema tertentu
B. Indikator
Menentukan tema drama
Merumuskan judul berdasarkan tema
Membuat kerangka cerita drama dalam bentuk pembabakan
Menyusun naskah drama
C. Materi Pokok
Drama merupakan satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan
oleh aktor. Kata drama berasal dari Bahasa Yunani yang berarti aksi". Drama bisa
diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, atau televisi.
Naskah drama yang dibuat dengan tujuan dipentaskan di atas panggung disebut juga
sebagai repertoar. Ciri khas naskah tersebut ialah berbentuk cakapan atau dialog antartokoh.
Pembicaraan dalam dialog tersebut tidak terlepas dari tema yang mendasari jalan cerita. Tema
drama biasanya mencerminkan kondisi politik, ekonomi, sosial, dan budaya dilingkungan
sekitar pengarangnya.
Dalam menyusun naskah drama, kita harus memerhatikan hal-hal berikut ini.
a. tema relevan dengan keperluan pementasan,
b. konflik cukup tajam
c. watak pelaku bertentangan dan memungkinkan ketajaman konflik,
d. bahasa mudah dihayati dan komunikatif, dan
e. mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Penulisan dialog dalam drama ialah sebagai berikut:
A : Selamat pagi, Mr. Sunrise!
B : Pagi juga!
Atau
A:
Selamat pagi, Mr.Sunrise!
B:
Pagi juga!
Untuk menyusun naskah drama, lakukan langkah-langkah berikut:
a. tentukan tema
b. rumuskan judul berdasarkan tema, dan
c. buatlah kerangka cerita drama
Menyusun kerangka karangan drama merupakan salah satu cara untuk menyusun suatu
rangkaian yang jelas dan struktur yang teratur dari naskah drama yang akan digarap.
Perhatikan naskah drama berikut!
Budi, Anton, dan Pengemis
Karya Raysha F.
Pada pagi yang cerah, duduk dua orang anak. Mereka adalah Budi dan Anton. Mereka
membicarakan tentang kehebatan ayah mereka.
Babak I
Budi : Ayahku seorang dokter yang hebat. Para pasiennya adalah orang-orang besar.
Anton : Ayah lebih hebat lagi. Ia seorang pilot yang selalu sukses mengendarai pesawat. Jadi ia
disukai banyak orang.
Budi : Ayahku sangat baik. Ia selalu memberikan mainan saat pulang dari rumah sakit.
Anton : Ayahku lebih baik lagi. Ia selalu memberikanku baju setiap pulang bertugas.
Budi : (Tidak mau kalah) Ayahku juga memberi mainan pada teman-temanku.

Anton : (Juga tidak mau kalah)Ayahku malah membelikan baju untuk para pengemis dan
gelandangan.
Babak II
Seorang pengemis masuk ke panggung. Pakaiannya compang-camping.
Ia menghampiri Budi dan Anton.
Pengemis : Hai, kalian berdua! Ayahku walau Cuma pengemis tapi ia lebih hebat! Ia tahan tidak
makan dua hari dan bersedia menjadi tukang parkir yang jujur! Ia selalu memberikan
makan satu bungkus nasi padahal ia sendiri belum makan. (berkata dengan bangga)
Penggalan naskah di atas merupakan pengembangan dari kerangka berikut:
Babak I
a. Budi dan Anton berada iatas panggung
b. Mereka membicarakan tentang kehebatan ayah mereka masing-masing.
Babak II
a. Pengemis memasuki panggung dan menghampiri mereka.
b. Pengemis juga membanggakan kehebatan ayahnya.
Manfaat menyusun kerangka cerita drama ialah sebagai berikut :
a. Mencegah penulis keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik atau judul.
b. Memperlihatkan bagian-bagian pokok cerita serta memberikan kemungkinan bagi perluasan
bagian-bagian tersebut.
c. Memperlihatkan bahan-bahan atau materi yang diperlukan dalam pembahasan cerita.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
Mengidentifikasi unsur-unsur dalam penulisan naskah
drama
Menyusun naskah drama
Membacakan
Memberikan tanggapan
3

Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi
15 menit

E. Media dan Sumber Bahan


Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung
F. Evaluasi
Jawablah pertanyaan ini dengan benar!
1. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam menyusun naskah drama?
2. Apakah tema dari penggalan drama tadi?
3. Apakah yang dimaksud dengan dialog?
4. Apakah yang dimaksud dengan teks samping?
5. Sebutkan langkah-langkah menyusun naskah drama!
6. Mengapa perlu menyusun kerangka cerita drama sebelum menulis naskah drama?
Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 8 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
10.2 Menyusun dialog dalam pementasan drama satu babak dengan tema tertentu
B. Indikator
Mendesain latar tempat
Menentukan unsur musikalisasi untuk mengukur keberhasilan drama yang dipentaskan
Mementaskan drama
C. Materi Pokok
Mendesain Latar Tempat dan Menempatkan Unsur Musikalisasi
Dalam pementasan drama, terdapat setting panggung yang didesain sebagai latar
tempat sesuai dengan skenario drama. Untuk mendesain latar tempat, diperlukan
perlengkapan pentas yang terdiri dari :
a. Stage atau Dekorasi atau Panggung
Panggung pementasan terdiri atas panggung prosenium dan panggung arena
1) panggung prosenium ialah panggung yang penontonnya hanya dapat melihat
pertunjukan dari arah depan saja.
2) Panggung arena ialah panggung yang penontonnya dapat melihat pertunjukan dari
arah depan dan samping kanan maupun kiri.
b. Set Props, yaitu barang-barang yang terletak dilantai pentas atau panggung, misalnya
meja, kursi untuk ruang tamu.
c. Hands Props, yaitu peralatan pentas yang digunakan oleh aktor, misalnya tongkat, kursi
roda, kacamata atau topi.
d. Rims Props, yaitu peralatan yang berfungsi sebagai dekor pentas, misalnya lukisan, foto,
pigura dan jam dinding.
e. Efek Props, berfungsi sebagai efek, misalnya salju, payung atau hujan.
Setting panggung yang berfungsi dan didesain sebagai latar tempat dalam pementasan
drama merupakan bagian dari unsur artistik. Artistik dan teknis berperan penting dalam
menghidupkan peran diatas pentas. Bagian artistik berhubungan dengan make up atau tata
rias, kostum atau tata busana, tata musik dan efek suara.
Tata musik dalam pementasan disebut juga sebagai unsur musikalisasi. Musik dalam
pementasan drama berfungsi sebagai berikut :
a. memberikan efek tertentu secara psikologis (panik, terkejut atau sedih)
b. memberikan ilustrasi yang mengesankan keindahan.
c. Memberikan informasi latar belakang (kebudayaan, sosial)
d. Melukiskan suasana (bunyi hujan)
Pengaturan musik dalam pementasan perlu dilakukan secara seksama. Pengaturan
musik juga membutuhkan penyusunan plot. Jadi, seseorang yang bertanggung jawab terhadap
unsur musik perlu mempelajari naskah untuk mencari musik yang cocok. Kru musik
hendaknya juga mengikut jalannya latihan sehingga unsur musik dalam pementasan drama
dapat selaras dengan pementasan.
Pelaku yang Sesuai dengan Tuntutan Skenario Drama
Drama ialah kenyataan yang diangkat ke atas pentas. Kesempurnaan sebuah naskah
drama akan terlihat setelah dipentaskan. Hal itu disebabkan dialog-dialog yang tidak lengkap
akan dilengkapi oleh gerakan (gesture), musik, ekspresi wajah, dan hal-hal lain yang
mendukung.
Dari sebuah naskah, kamu bisa mengetahui w atak atau karakter tokoh. Tokoh ialah
pelaku yang membawakan dialog dalam drama. Setelah menyusun sebuah naskah drama yang
akan dipentaskan, kamu harus menentukan pelaku yang sesuai dengan tuntutan skenario
drama.

P e l a k u merupakan tulang punggung pementasan. Pelaku inilah yang akan berperan


sebagai tokoh-tokoh dalam naskah. Penentuan pelaku yang sesuai dengan tuntutan skenario
drama disebut casting. Teknik pemilihan pelaku atau casting ada lima, yuitu:
a. Casting by Ability (berdasarkan kemampuan)
Pemilihan berdasarkun kemampuan aktris terhadap peran yang ditawarkan. Kecerdasan
aktor atau aktris memegang peranan penting dalan membawakan pesan yang sulit dan
dialognya panjang. Aktor atau aktris dituntut untuk memiliki daya tanggap yang cukup
cepat.
b. Casting by Type (berdasarkan kesamaan fisik dan watak)
Pemilihan jenis ini berdasarkan pada kecocokan secara fisik dan psikologis (karakter atau
watak), misalnya tokoh tua dibawakan oleh tua, tokoh pekerja dibawakan oleh orang
yang suka bekerja keras. .
c. Anti Type casting (bardasarkan pertentangan watak)
Casting memilih pemeran yang bertentangan secara fisik maupun watak. Casting jenis
ini bermaksud mendidik seseorang memerankan watak dan tokoh yang sama sekali
berbeda dengan dirinya sendiri.
e. Caving to Emotional Ternprarnent (berdasarkan tempramen)
Tempramen yang cocok akan membantu proses penghayatan terhadap peran tokoh yang
dibawakan.
e. Therapeutic Casting (untuk terapi)
Latihan teater difungsikan untuk terapi seseorang yang sakit secara psikologis. Orang
yang selalu ragu-ragu diharuskan untuk memerankan tokoh yang tegas dan cepat
mengambil keputusan. Casting jenis ini bertujuan membentuk dan mengembangkan
kepribadian seseorang.
Dalam pementasan drama, aktor atau aktris harus berakting. Berakting ialah berperan
menjadi orang lain sesuai dengan tokoh dalam naskah drama. Dalam memerankan tokoh,
seseorang hendaknya meninggalkan egonya dan karakternya sendiri dari memasuki serta
mengekspresikan tokoh yang dibawakan.
Aktor atau aktris harus menghayati setiap situasi yang diperankan dan mampu
menyelami dan menghidupkan jiwa tokoh yang diperankan sebagai dirinya sendiri. D i dalam
berperan, imajinasi sangat penting karena dalam berperan, seorang aktor berpura-pura
menjadi orang lain, dan kepura-puraan itu tidak boleh diketahui oleh orang lain (penonton).
D i dalam pementasan drama, terdapat seseorang yang mengkoordinasikan segala unsur
pementasan sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai. la adalah sutradara.
Berdasarkan cara penyutradaraan, ada dua macam cara pemilihan pelaku atau casting,
yaitu sebagai berikut.
a. Cara diktator
Seluruh langkah, gerak, dan segala hal dan pemain ditentukan oleh sutradara.
b. Cara laisesez faire
Sutradara berperan sebagai supervisor yang membiarkan pemain melakukan proses
kreatif. Jadi aktor dan aktris merupakan pencipta permainan dalam pementasan.
Untuk suatu pementasan, sutradara perlu menyelenggarakan latihan yang terus menrus
dalam waktu yang cukup lama agar pemain dapat menghayati peranannya.
Pementasan Drama
Pada pelajaran kali ini, kamu akan berlatih mementaskan drama. Oleh karena itu, kamu
perlu memahami pementasan drama tersebut. Drama merupakan naskah cerita yang
dipentaskan. Naskah drama dapat dijadikan bahan studi sastra, dan dapat dipergelarkan
dengan media audio, berupa drama radio atau kaset. Pergelaran pentas dapat di depan publik
langsung dan dapat juga di dalam televisi.
Pementasan drama tidak dapat lepas dari berbagai unsur. Unsur-unsur tersebut, antara
lain, naskah, pelaku (aktor atau aktris), sutradara, dan artistik. Seluruh unsur pementasan
harus bekerja sama. Pentas di atas panggung perlu dikelola dengan baik. Peran sutradara
dalam hat ini sangat penting.
Sutradara adalah seorang yang bertugas mengkoordinir hal-hal di atas. Penata rias,
kostum, musik, dan artistik yang lain, harus melalui persetujuan sutradara, sebelum
memutuskan apa yang akan mereka padukan untuk menyempurnakan pentas. Pengelolaan ini

bertujuan untuk mengatur pementasan agar dapat terlaksana dengan baik. Tanpa manajemen
yang bagus, pementasan akan kacau.
Pengelolaan ini harus dipahami oleh semua personel yang mendukung pementasan,
meskipun pengelolaan ini merupakan tugas sutradara. Tanpa komunikasi yang baik anatara
sutradara sebagai koordinator artistik dengan tim-tim artistik, tidak akan diperoleh
pementasan drama yang maksimal.
Perhatikan penggalan naskah drama berikut ini!
Panggung menggambarkan sebuah gubuk yang kecil, terdapat seorang ibu dan
anaknya yang sangat miskin dan sekarang anaknya sedang sakit parah.
Ibu
: (sambil menangis) "Nak. Mengapa panas badanmu tak turun. juga?"
Anak : (sambil terbaring lemas tak bertenaga) "Sudahlah bu jangan pikirkan aku, aku
tak apa-apa nanti mungkin panasnya turun sendiri."
Ibu
: "Kau harus segera dibawa ke dokter."
Anak : "'Tapi, tapi apa 1bu punya uang yang cukup untuk ke dokter?"
Ibu
: "Ya, tidak, tapi ibu bisa menjual kalung emas satu-satunya ini kan."
Anak : "Jangan bu. Itukan kalung peninggalan almarhum ayah."
Ibu
: "Tak apa-apa dari pada sakitmu tambah parah."
Anak : "Ya; sudah ibu tak usah memikirkan aku dulu, sekarang ibu berangkat kerja aja
aku di rumah tidak apa-apa!"
Ibu
: (kemudian sambil berjalan perlahan-lahan ke tempat kerjanya, setelah
sesampainya) "Ah, capeknya!"
Juragan : "Kenapa kamu terlambat Sari'?"
1bu
: "Anakku sakit nyonya. Makanya aku terlambat datang,"
Juragan : "Kenapa kamu tidak membawanya ke dokter saja?"
1bu
: "Saya tak punya uang, nyonya."
Juragan : "Kamu bisa pinjam uang sama saya?"
Ibu
: (dengan rasa sungkannya) "Tidak nyonya, nyonya sudah terlalu baik sama
saya."
Setelah itu, ibu itu mulai bekerja, dan setelah agak sore lalu ia pulang ke rumah, dan
dilihatnya anaknya telah pingsan.
Ibu
: "Nak, bangun-bangun!"
anak
: (dengan panas yang tambah tinggi) "Ibu, Ibu!"
Karya Susan Nabila

Penggalan naskah drama di atas memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Naskah


merupakan salah satu unsur dalam pementasan drama. Dalam naskah di atas, termuat unsurunsur yang lain, yaitu pelaku atau tokoh cerita, latar atau setting, dan artistik.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
Membaca naskah drama
Menentukan pemeranan tokoh-tokoh dalam (di dalam
atau di luar sekolah)
Mengadakan latihan dialog dan bloking
Mengatur latar tempat, unsur musikalisasi
Mementaskan drama
Mendiskusikan hasil pementasan
Merangkum hasil diskusi
Melaporkan hasil diskusi
Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi

15 menit

E. Media dan Sumber Bahan


Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung.
F. Evaluasi
Buatlah kelompok yang terdiri atas 4 5 orang! Kemudian jawablah soal-soal di bawah
ini!
1. Tontonlah sebuah pementasan drama!
2. Analisis pelaku-pelaku dalam pementasan drama tersebut.
3. Sudah sesuaikah pelaku-pelaku dalam pementasan drama tersebut dengan tuntutan
skenario?
4. Ungkapkan atau desainkan latar tempat yang sesuai dengan naskah yang sudah kalian
tentukan.
Tentukan unsur musikalisasi yang sesuai
Teknik penyutradaan
Teknik percakapan
Teknik pemeranan
Teknik pementasan/panggung (pengaturan panggung)

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010


Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd


NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

Anda mungkin juga menyukai