NIM : 1195020002
Kelas : 7-A
Kajian utama sastra bandingan yaitu melalui Teori Jost yang membagi kajiannya kepada
empat bagian
Karya : Ayatrohaedi
Analogi mengatakan seseorang tidak apa untuk berduka, supaya nanti ketika
duka itu hilang dan kegembiraan datang, maka rasa gembiranya akan lebih
terasa.
Analogi bait ini sama seperti bait sebelumnya, bahwa menangis itu ada
baiknya, supaya nanti Ketika tangis itu hilang dan kita mulai tertawa, maka
akan lebih terasa menyenangkan.
Analogi pada bait ini juga sama seperti bait-bait sebelumnya, kita merana itu
juga ada baikya, supaya saat Bahagia dating akan lebih terasa.
Analogi pada bait inipun sama seperti sebelumnya, bahwa tidak mengapa kita
berpisah dengannya, supaya nanti jika ditakdirkan bertemu Kembali, akan
menjadi lebih mesra dan bermakna.
ِ َسَأا َر... !!
ك
aku akan menemuimu didalam khayalan sebagai kekasih yang dipisahkan oleh harapan
صاِئ ِد دُلَّنِي
َ ََواالَنَ يا ُك َّل الهَ َزاِئ ِم فِي الق
dan saat ini semua kekalahan yang ada pada bait puisiku, tunjukan
َما ُك ْنتَ يَوْ ًما فِي ِس َوا َو ْه ِمي َحبِيبًا.. لَ ِكنَّ َما
tetapi apa.. kenyataan kau hanya menjadi kekasih dalam khayalanku
ت نَف ِسي بِالتَّ َجاه ُِل َك ْي اُ ِحبَّك دُونَ َما اَ ْخ َشي افِ َراقًا اِنَّ َما
ُ ص ْن
َ لَ ِكنَّنِي َح
akan tetapi aku menguatkan diri dengan abai dalam mencintaimu tanpa rasa takut akan suatu
perpisahan
1. Pengaruh
Bait-bait puisi diatas menggambarkan seseorang yang berharap kembalinya sang
kekasih, pengaruh terhadap pembaca adalah membuat pembaca kuat dalam
menghadapi perpisahan dengan orang yang dicintainya, dapat dilihat pada bait
terakhir pada puisi diatas.
Kecenderungan pada puisi diatas adalah kesedihan, sama seperti puisi karya
ayatrohaedi, karena memiliki tema yang sama, juga isi dari bait-baitnya pun hampir
sama.
Bentuk dari puisi tersebut termasuk kepada puisi modern karena tidak terikat dengan
kaidah-kaidah puisi lama.
Jenis puisi termasuk kepada janis syair yang berisikan tentang curahan hati seseorang
yang ditinggalkan kekasihnya.
Tema yang di ambil puisi ini bertemakan romantis yang isinya terdapat curahan hati
seorang kepada orang yang dicintainya dan berharap dia kembali.
Analisis Struktur
“Layla-Majnun” Qays bin Al Mulawwah merupakan tokoh sentral dalam novel ini,
bukanlah tokoh fiktif, ia memang benar-benar hidup pada masa Bani Umayyah, sepeninggal
Qays kisah cinta Qays dengan Layla tersebar dari mulut ke mulut dalam bentuk syair dalam
berbagai versi, kemudian Dalam versi Nizami Qays dan Layla sama-sama jatuh cinta ketika
keduanya bertemu disekolah tempat mereka menuntut ilmu bersama kisah ini diawali oleh
perasaan cinta yang menggila dari seorang pemuda tampan yang terkenal dikawasan bani
Amir Jazirah Arab, bernama Qays. Ia mencintai Layla dan Laila pun sama, mereka menjalin
kisah cinta secara sembunyi karena pada waktu itu mereka belum saatnya untuk memadu
cinta tapi seiring berjalannya waktu kisah mereka tidak bisa disembunyikan lagi, semua
orang pada tau bahkan keluarganya yang pada akhirnya mereka tidak bisa bertemu lagi.
Dalam perjalanan, Layla dinikahkan secara paksa oleh ayahnya dengan lelaki yang bernama
Ibnu Salam. Namun dia tidak bisa menjamah kegadisan Layla, yang selalu setia kepada Qais
hingga akhir hayatnya, Lama tidak bertemu qais tidak kuat menahan rasa cinta yang seperti
bara, iapun seperti gila, bertingkah dan berpenampilan aneh hingga orang-orang
memanggilnya majnun. Dari rasa kecintaannya yang mendalam majnun mendapat berita
bahwa Layla menikah dan kabar buruk lain yang lain berita ayahnya yang meninggal,
kemudian tidak lama setelah itu sang Ibu tercintapun mengikuti jejak ayahnya. Inilah puncak
kesedihan, hingga suatu peristiwa yang membuat hati terluka ketika majnun mendengar sang
kekasih meninggal dunia lalu majnun mengunjungi makam Layla Lalu menangis dan
menjerit. Ia memeluk kuburan Layla hingga Majnu menghembuskan nafas terakhirnya diatas
kuburan Layla. Syaikh Nizami (1141-1209) pada tahun 1188 menghimpun dan menuliskah
kisah tersebut.
Sinopsis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Karya Buya Hamka
Sebagai seorang pemuda yang datang dari Makasar, ia merasa asing di Padang.
Apalagi tanggapan saudara-saudaranya demikian. Demikian pula ketika ia dapat berkenalan
dengan Hayati karena meminjamkan payungnya pada gadis itu. Hubungan antara Zainuddin
dan Hayati makin hari tersiar ke seluruh dusun dan Zainuddin tetap dianggap orang asing
bagi keluarga Hayati maupun orang-orang di Batipuh.
Untuk menjaga nama baik kedua orang muda dan keluarga mereka masing-masing,
Zainuddin disuruh meninggalkan Batipuh oleh mamak Hayati. Dengan berat hati Zainuddin
meninggalkan Batipuh menuju Padang Panjang. Di tengah jalan Hayati menemuinya dan
mengatakan bahwa cintanya hanya untuk Zainuddin.
Zainuddin menerima kabar bahwa Hayati akan pergi ke Padang Panjang untuk
melihat pacuan kuda atas undangan sahabat Hayati yang bemama Khadijah. Zainuddin hanya
dapat bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak ia terusir dari pagar
tribun. Pertemuan yang sekejap itu membuat Hayati mendapat ejekan dari Khadijah.
Khadijah sendiri sebenamya bermaksud menjodohkan Hayati dengan Aziz, kakak Khadijah
sendiri. Karena merasa cukup mempunyai kekayaan warisan dari orang tuanya setelah Mak
Base meninggal,
Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hayati. Temyata surat Zainuddin bersamaan
dengan lamaran Aziz. Setelah diminta untuk memilih, Hayati memutuskan memilih Aziz
sebagai calon suaminya. Zainuddin kemudian sakit selama dua bulan karena Hayati
menolaknya. Atas bantuan dan nasehat Muluk, anak induk semangnya, Zainuddin dapat
merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta.
Dengan nama samaran “Z”, Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang
amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil “Andalas”, dan kehidupannya
telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan
usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.
Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz. Perkembangan
selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya bekerja karena hutang yang menumpuk dan harus
meninggalkan rumah sewanya karena sudah tiga bulan tidak membayar, bahkan barang-
barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz di Surabaya, ia telah menunjukkan
sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar malam bersama perempuan jalang, berjudi,
mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh cinta pada Hayati. Akibatnya, setelah mereka tidak
berumah lagi. Mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin.
Beberapa hari kemudian diperoleh kabar bahwa Aziz telah menceraikan Hayati. Aziz
meminta supaya Hayati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang pula berita dari
sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat tidur di sebuah hotel di
Banyuwangi.
Hayati meminta kesediaan Zainuddin untuk menerimanya sebagai apa saja, asalkan ia
dapat bersama-sama serumah dengan Zainuddin. Permintaan itu tidak diterima baik oleh
Zainuddin, ia bahkan amat marah dan tersinggung karena lamarannya dulu pemah ditolak
Hayati, dan sekarang Hayati ingin menjadi isterinya. la tidak dapat menerima periakuan
Hayati.
Dengan kapal Van Der Wijck, Hayati pulang atas biaya Zainuddin. Namun Zainuddin
kemudian berpikir lagi bahwa ia sebenamya tidak dapat hidup bahagia tanpa Hayati. Oleh
sebab itulah setelah keberangkatan Hayati ia berniat menyusul Hayati untuk dijadikan
isterinya. Zainuddin kemudian menyusul naik kereta api malam ke Jakarta.
Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi
Hayati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hayati tak dapat diselamatkan. Karena luka-luka
di kepala dan di kakinya akhimya ia meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Surabaya.
Pengaruh Budaya
Budaya yang dibawa oleh kedua tokoh tersebut sangatlah berbeda yakni budaya timur
tenggah dalam novel Layla Majnun dengan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang
mengangkat budaya Minangkabau. Perbedaan yang sangat signifikan terletak pada
penggambaran tokoh pria antara Qais dengan Zaenudin, walaupun mereka tergila-gila oleh
seorang wanita, dalam novel Layla Majnun tokoh Qais dijadikan tergila-gila oleh Layla dari
awal hingga kisah tersebut, Qais diceritakan tidak berubah untuk memperbaiki dirinya ia
malah terjerumus oleh buaian kecantikan dan kecintaannya kepada Layla, segala cara yang
dilakukan oleh ayahnya dengan mengajak pergi haji tidak merubah kondisi Qais menjadi
membaik malah Qais berdoa agar rindu dan perasaannya tersampakan melalui doa suci yang
lantunkan didepan kakbah serta berbagai usaha yang dilakukan oleh teman-temanya pun
sama juga tidak merubah kondisi Qais membaik. Sedangkan dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijk tokoh pria digambarkan orang yang terluka teraniyaya oleh status sosial
dan hukum adat yang berlaku di daerah Minangkabau, Walaupun perasaan cinta Zaenudin
kepada Hayati benar-benar tulus akan tetapi cinta mereka tertolak oleh restu orag tua Hayati
dengan berbagai alasan, tokoh Zaenudin sempat menjadi orang yang paling tersakiti oleh
peristiwa itu, akan tetapi Zaenudin berniat untuk memperbaiki diri dengan pergi
meninggalkan kota Padang Panjang ke Batavia untuk menjadi Jurnalistik/Penulis, Zaenudin
menjadi penulis terkenal keseluruh penjuru daerah, walaupun dirinya menjadi penulis
terkenal tetapi dirinya masih merasa bahwa dirinya masih menyukai Hayati dengan
menuliskan Karya yang mengkisahkannya. Perbedaan budaya antara budaya timur tengah
dengan budaya minangkabau didalam penulisan tersebut tergambarkan pada setiap bagian
alur, latar dan penokohan yang diambil pada cerita tersebut.
Alur
Sama-sama maju, tetapi pengemasan dan penggambaran dalam cerita dibuat berbeda
sesuai dengan keterangan yang ada pada tabel. Diceritakan dari awal hingga kematian pada
tokoh utamanya, perbedaan mencolok terdapat pada bagian konflik nanti dibahas dibagian
selanjutnya, serta tokoh utama pria yang ada pada cerita, didalam layla majnun Qais
diceritakan menjadi gila bahkan tergila-gila oleh layla, sedangkan dalam novel tenggelamnya
kapal van der wijk tokoh Zaenudin ada gejolak jiwa untuk bangkit dari rasa keterpurukannya
oleh rasa cintanya terhadap Hayati.
Tema
Pada novel Layla Majnun dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki
persamaan yakni kisah wanita yang cinta kasihnya tak tersampaikan kepada seorang yang
dicintai dan kasihinya. Serta penolakan rasa cinta seorang pemuda kepada orang yang
dikasihinya dikarena adanya berbagai kekurangan. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh
budaya adat istiadat bahwa seorang terpandang tidak sembarangan dalam memilih jodoh serta
orang tua lebih condong memilihkan jodoh untuk putrinya dengan kriteria yang tak lazim,
dengan kata lain pada kedua cerita tersebut menganut asas kesamaan dalam strata sosial.
Latar
Kutipan teks sastra di atas menunjukan adanya persamaan pada penggambaran tokoh
dari dimensi fisik dan pengambaran waktu perkenalan kedua tokoh yang hampir sama, kedua
tokoh diceritakan mengalami rasa cinta pada pandangan pertama yakni laila dengan qais
dalam novel “Laila Majnun” karya Syeikh Nizami dan hayati dan zaenudin dalam novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dan adanya persamaan letak pertemuan mereka yakni
Layla dan Qais bertemu di Madrasah sedangkan Hayati dengan Zaenudin bertemu di Surau.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki latar tempat Mengkasar (tempat
Zainuddin dilahirkan), Dusun Batipuh (tempat Hayati tinggal dan bertemu dengan Zainuddin
pertama kali), Padang Panjang (tempat Zainuddin pindah dari Batipuh untuk mendalami
ilmu, tempat khadijah tinggal, tempat adanya pacuan kuda dan pasar malam), Jakarta/Batavia
(tempat Zainuddin dan menjadi penulis bersama sahabatnya Muluk, tempat pindahan kerja
Azis dan Hayati), Lamongan (di rumah sakit, tempat terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati
berdialog sebelum meninggal). Sedangkan pada novel layla majnun latar tempatnya lebih
dominan pada daerah timur tengah seperti gurun pasir. Padang pasir, hutan belantara, mekkah
dan najjed, di rumah layla dan didepan tembok rumah layla qais meratap. Latar suasana
dalam novel layla majnun cenderung sedih dan membuat haru pembaca tetapi dalam novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki latar suasana yang cenderung disaat zainudin
di tolak lamarannya oleh keluarga hayati suasananya adalah sedih tetapi dalam kisah tersebut
ada rasa optimisme untuk bangkit menjadi seorang pria yang lebih baik sedangkan didalam
novel layla majnun qais malah menjadi gila terbuai akan rasa cintanya kepada layla, qais
tenggelam dalam dalam rasa cintanya kepada layla sehingga membuatnya tidak waras. Tetapi
terdapat kesamaan dan kemiripan yakni pada tokoh pria setelah terpuruk mereka berdua
menjadi orang yang pandai bersyair dan bercerita, qais mahir bersyair sehingga syairnya
mashyur didaerahnya bahkan hewan-hewanpun bisa paham akan perasaan qais yang
dilantunkan dalam syair, sedangkan dalam novel tenggelamnya kapal van der wijck zaenudin
menjadi seorang yang ahli membuat karya sastra baik novel maupun karya sastra lainya
setiap karyanya merupakan luapan perasaannya kepada hayati yang tak terbalas.
Genre
Genre pada Novel Layla Majnun maupun Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk adalah Sastra
Klasik. Dipengaruhi juga oleh latar belakang kedua pengarang, Syekh Nizami dan Buya
Hamka.
Gerakan
Kecenderungan
Terdapat kecenderungan religi pada novel Layla Majnun