Anda di halaman 1dari 14

Nama : Adi Maulia Rahman

NIM : 1195020002

Kelas : 7-A

Perbandingan Struktur puisi Dari Suatu Perpisaahan dengan Aku Akan


Melihatmu

Kajian utama sastra bandingan yaitu melalui Teori Jost yang membagi kajiannya kepada
empat bagian

1. Pengaruh dan analogi


2. Gerakan dan kecendrungan
3. Genre dan bentuk-bentuk
4. Motif, jenis, dan tema

Dari Suatu Perpisahan

Karya : Ayatrohaedi

Terkadang ada baiknya kita berduka

Agar terasa betapa gembira

Pada saatnya kita bersuka

Terkadang ada baiknya kita menangis,

Agar terasa betapa manis

Pada saatnya kita tertawa


Terkadang ada baiknya kita merana

Agar terasa betapa bahagia

Pada saatnya kita Bahagia

Dan jika sekarang kita berpisah

Itupun ada baiknya juga

Agar terasa betapa mesra

Jika pada saatnya nanti

Kita ditakdirkan bertemu lagi

Hasil dan Pembahasan

1. Pengaruh dan analogi bait puisi “Dari Suatu Perpisahan”


 Bait-bait puisi diatas menggambarkan seseorang yang berharap kembalinya
sang kekasih, pengaruh terhadap pembaca adalah membuat pembaca merasa
tidak dihakimi Ketika bersedih, menangis dan berharap seseorang yang telah
meninggalkannya untuk Kembali.

 Analogi puisi fiersa bersari


‘’Terkadang ada baiknya kita berduka
Agar terasa betapa gembira
Pada saatnya kita bersuka“

Analogi mengatakan seseorang tidak apa untuk berduka, supaya nanti ketika
duka itu hilang dan kegembiraan datang, maka rasa gembiranya akan lebih
terasa.

‘’Terkadang ada baiknya kita menangis,


Agar terasa betapa manis
Pada saatnya kita tertawa“

Analogi bait ini sama seperti bait sebelumnya, bahwa menangis itu ada
baiknya, supaya nanti Ketika tangis itu hilang dan kita mulai tertawa, maka
akan lebih terasa menyenangkan.

‘’Terkadang ada baiknya kita merana


Agar terasa betapa bahagia
Pada saatnya kita Bahagia”

Analogi pada bait ini juga sama seperti bait-bait sebelumnya, kita merana itu
juga ada baikya, supaya saat Bahagia dating akan lebih terasa.

‘’Dan jika sekarang kita berpisah


Itupun ada baiknya juga
Agar terasa betapa mesra
Jika pada saatnya nanti
Kita ditakdirkan bertemu lagi”

Analogi pada bait inipun sama seperti sebelumnya, bahwa tidak mengapa kita
berpisah dengannya, supaya nanti jika ditakdirkan bertemu Kembali, akan
menjadi lebih mesra dan bermakna.

2. Garakan dan kecendrungan


Gerakan puisi ayatrohaedi adalah Gerakan Estetik yang lahir dari eropa lalu mulai
masuk ke Indonesia pada tahun 1950-an, karya-karyanya berbentuk lebih bebas serta
ekspresi- ekspresi kebahasaan yang lebih lugas dan langsung apabila dibandingkan
dengan karya-karya para pengarang dari era-era sebelumnya maupun setelahnya.
Kecenderungan puisi “Dari Suatu Perpisahan“ lebih ke arah olah rasa, tergamar pada
bait-baitnya, yang menyebutkan sifat-sifat kekecewaan.

3. Genre dan bentuk-bentuk


Genre puisi ini termasuk kepada al- qissah yang di dalamnya menceritakan seseorang
yang tengah terpuruk karena ditinggalkan oleh orang yang dicitainya.
Bentuk dari puisi ini termasuk kepada bentuk puisi lama karena mengindahkan gaya
bahasa atau aturan.

4. Motif, jenis, dan tema


Motif dari puisi ini kesedihan.
Jenis puisi ini termasuk kepada puisi romasa yang beerisi tentang kisah cinta atau
perasaan penyair tentang cinta
Tema yang di bawa dalam puisi ini yaitu tentang cinta

Aku akan Melihatmu


Karya : Fatimah Alami

ِ ‫ َسَأا َر‬... !!
‫ك‬

Aku akan menemuimu

‫ك فِي َو ْه ِمي َحبِيبًا فَ َر ْقتَنَا اُأْل ْمنِيَات‬ َ ‫ َسَأ‬.. !!


ِ ‫ار‬

aku akan menemuimu didalam khayalan sebagai kekasih yang dipisahkan oleh harapan

‫صاِئ ِد دُلَّنِي‬
َ َ‫َواالَنَ يا ُك َّل الهَ َزاِئ ِم فِي الق‬

dan saat ini semua kekalahan yang ada pada bait puisiku, tunjukan

‫ِم ْن اَ ْينَ لِي َوطَ ٌن بَ ِديْل؟‬

dimana aku dapatkan negeri pengganti?


َ ‫ِم ْن اَ ْينَ لِي ِح ْينَ ا ْستِفَا‬
َ ‫ضت ِم ْن ُعيُوْ نِ َي‬
‫صر َختِي‬

dimakanh, ketika aku meneriakan suara tangisan air mata

‫الز ْك َريَات‬ ْ َّ‫ص ْد ٌر يُ َجف‬


ِ ‫ف ع َْن ُشحُوْ بِي‬ َ

pada pelukan yang bisa mengeringkan ingatanku menjadi samar

u‫اَنَا ِم ْن َحنِ ْينِي ُمتَ َعبّة‬

aku sudah lelah oleh kerinduan ini

ِ ُ‫َو الجُرْ ُح تَ ْفتُقُه‬


‫الجهَات‬

sedangkan luka terpancar disetiap arah

‫َو خَ ِد ْي َعة االَ َمل الَ ِذي فِ ْينِي ت َِزيْد‬

dan tipu daya harapan yang kurasa semakin membesar

‫َحي َْرى اُفَتِّشُ فِيْك ع َْن زَ َم ِن ال َم ِجيئ‬

aku terperosok dalam kebingungan mencari waktu datangmu

‫ َما ُك ْنتَ يَوْ ًما فِي ِس َوا َو ْه ِمي َحبِيبًا‬.. ‫لَ ِكنَّ َما‬
tetapi apa.. kenyataan kau hanya menjadi kekasih dalam khayalanku

‫ َما َكانَ يُم ِكن اَن تَ َرانِي َما اَ َراك‬..

apakah kau dapat melihatku, sebagaimana aku melihatmu

‫ت نَف ِسي بِالتَّ َجاه ُِل َك ْي اُ ِحبَّك دُونَ َما اَ ْخ َشي افِ َراقًا اِنَّ َما‬
ُ ‫ص ْن‬
َ ‫لَ ِكنَّنِي َح‬

akan tetapi aku menguatkan diri dengan abai dalam mencintaimu tanpa rasa takut akan suatu
perpisahan

‫يَا ُك َّل ال َوا ِن التَ َعب‬

Duhai seluruh warna keletihan

1. Pengaruh
Bait-bait puisi diatas menggambarkan seseorang yang berharap kembalinya sang
kekasih, pengaruh terhadap pembaca adalah membuat pembaca kuat dalam
menghadapi perpisahan dengan orang yang dicintainya, dapat dilihat pada bait
terakhir pada puisi diatas.

2. Gerakan dan kecendrungan


Karena ini puisi modern maka gerakan pada puisi diatas adalah gerakan romantik

Kecenderungan pada puisi diatas adalah kesedihan, sama seperti puisi karya
ayatrohaedi, karena memiliki tema yang sama, juga isi dari bait-baitnya pun hampir
sama.

3. Genre dan bentuk


Pada puisi tersebut termasuk kepada genre Qissah yang sama denga puisi sebelumnya.

Bentuk dari puisi tersebut termasuk kepada puisi modern karena tidak terikat dengan
kaidah-kaidah puisi lama.

4. Motif, jenis, dan tema

Motif dari puisi ini kesedihan.

Jenis puisi termasuk kepada janis syair yang berisikan tentang curahan hati seseorang
yang ditinggalkan kekasihnya.

Tema yang di ambil puisi ini bertemakan romantis yang isinya terdapat curahan hati
seorang kepada orang yang dicintainya dan berharap dia kembali.
Analisis Struktur

Novel Layla Majnun dengan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk

Sinopsis Novel Layla Majnun Karya Nizami

“Layla-Majnun” Qays bin Al Mulawwah merupakan tokoh sentral dalam novel ini,
bukanlah tokoh fiktif, ia memang benar-benar hidup pada masa Bani Umayyah, sepeninggal
Qays kisah cinta Qays dengan Layla tersebar dari mulut ke mulut dalam bentuk syair dalam
berbagai versi, kemudian Dalam versi Nizami Qays dan Layla sama-sama jatuh cinta ketika
keduanya bertemu disekolah tempat mereka menuntut ilmu bersama kisah ini diawali oleh
perasaan cinta yang menggila dari seorang pemuda tampan yang terkenal dikawasan bani
Amir Jazirah Arab, bernama Qays. Ia mencintai Layla dan Laila pun sama, mereka menjalin
kisah cinta secara sembunyi karena pada waktu itu mereka belum saatnya untuk memadu
cinta tapi seiring berjalannya waktu kisah mereka tidak bisa disembunyikan lagi, semua
orang pada tau bahkan keluarganya yang pada akhirnya mereka tidak bisa bertemu lagi.
Dalam perjalanan, Layla dinikahkan secara paksa oleh ayahnya dengan lelaki yang bernama
Ibnu Salam. Namun dia tidak bisa menjamah kegadisan Layla, yang selalu setia kepada Qais
hingga akhir hayatnya, Lama tidak bertemu qais tidak kuat menahan rasa cinta yang seperti
bara, iapun seperti gila, bertingkah dan berpenampilan aneh hingga orang-orang
memanggilnya majnun. Dari rasa kecintaannya yang mendalam majnun mendapat berita
bahwa Layla menikah dan kabar buruk lain yang lain berita ayahnya yang meninggal,
kemudian tidak lama setelah itu sang Ibu tercintapun mengikuti jejak ayahnya. Inilah puncak
kesedihan, hingga suatu peristiwa yang membuat hati terluka ketika majnun mendengar sang
kekasih meninggal dunia lalu majnun mengunjungi makam Layla Lalu menangis dan
menjerit. Ia memeluk kuburan Layla hingga Majnu menghembuskan nafas terakhirnya diatas
kuburan Layla. Syaikh Nizami (1141-1209) pada tahun 1188 menghimpun dan menuliskah
kisah tersebut.
Sinopsis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Karya Buya Hamka

Sejak berumur 9 bulan, Zainuddin telah ditinggalkan Daeng Habibah, ibunya.


Kemudian menyusul ayahnya yang bernama Pendekar Sutan. Zainuddin tinggal bersama
bujangnya, Mak Base, Kira-kira 30 tahun yang lalu, ayahnya punya perkara dengan Datuk
Mantari Labih mamaknya, soal warisan. Dalam suatu pertengkaran Datuk Mantari terbunuh.
Pendekar Sutan kemudian dibuang ke Cilacap selama 15 tahun. Setelah selesai masa
hukumannya, ia dikirim ke Bugis untuk menumpas pemberontakan yang melawan Belanda.
Di sanalah Pendekar Sutan bertemu dengan Daeng Habibah. Untuk mencari keluarga
ayahnya, Zainuddin pergi ke desa Batipuh di Padang. Di Padang ia tinggal di rumah saudara
ayahnya, Made Jamilah.

Sebagai seorang pemuda yang datang dari Makasar, ia merasa asing di Padang.
Apalagi tanggapan saudara-saudaranya demikian. Demikian pula ketika ia dapat berkenalan
dengan Hayati karena meminjamkan payungnya pada gadis itu. Hubungan antara Zainuddin
dan Hayati makin hari tersiar ke seluruh dusun dan Zainuddin tetap dianggap orang asing
bagi keluarga Hayati maupun orang-orang di Batipuh.

Untuk menjaga nama baik kedua orang muda dan keluarga mereka masing-masing,
Zainuddin disuruh meninggalkan Batipuh oleh mamak Hayati. Dengan berat hati Zainuddin
meninggalkan Batipuh menuju Padang Panjang. Di tengah jalan Hayati menemuinya dan
mengatakan bahwa cintanya hanya untuk Zainuddin.

Zainuddin menerima kabar bahwa Hayati akan pergi ke Padang Panjang untuk
melihat pacuan kuda atas undangan sahabat Hayati yang bemama Khadijah. Zainuddin hanya
dapat bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak ia terusir dari pagar
tribun. Pertemuan yang sekejap itu membuat Hayati mendapat ejekan dari Khadijah.
Khadijah sendiri sebenamya bermaksud menjodohkan Hayati dengan Aziz, kakak Khadijah
sendiri. Karena merasa cukup mempunyai kekayaan warisan dari orang tuanya setelah Mak
Base meninggal,

Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hayati. Temyata surat Zainuddin bersamaan
dengan lamaran Aziz. Setelah diminta untuk memilih, Hayati memutuskan memilih Aziz
sebagai calon suaminya. Zainuddin kemudian sakit selama dua bulan karena Hayati
menolaknya. Atas bantuan dan nasehat Muluk, anak induk semangnya, Zainuddin dapat
merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta.

Dengan nama samaran “Z”, Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang
amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil “Andalas”, dan kehidupannya
telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan
usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.

Karena pekeriaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hayati pun mengikuti suaminya.


Suatu kali, Hayati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin
dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau “Z”. Karena ajakan Hayati Aziz bersedia menonton
pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir atau “Z”
adalah Zainuddin.

Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz. Perkembangan
selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya bekerja karena hutang yang menumpuk dan harus
meninggalkan rumah sewanya karena sudah tiga bulan tidak membayar, bahkan barang-
barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz di Surabaya, ia telah menunjukkan
sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar malam bersama perempuan jalang, berjudi,
mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh cinta pada Hayati. Akibatnya, setelah mereka tidak
berumah lagi. Mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin.

Setelah sebulan tinggal serumah, Aziz pergi ke Banyuwangi meninggalkan isterinya


bersama Zainuddin. Sepeninggal Aziz, Zainuddin sendiri pun jarang pulang, kecuali untuk
tidur. Suatu ketika Muluk memberitahu pada Hayati bahwa Zainuddin masih mencintainya.
Di dalam kamar kerja Zainuddin terdapat gambar Hayati sebagai bukti bahwa Zainuddin
masih mencintainya.

Beberapa hari kemudian diperoleh kabar bahwa Aziz telah menceraikan Hayati. Aziz
meminta supaya Hayati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang pula berita dari
sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat tidur di sebuah hotel di
Banyuwangi.

Hayati meminta kesediaan Zainuddin untuk menerimanya sebagai apa saja, asalkan ia
dapat bersama-sama serumah dengan Zainuddin. Permintaan itu tidak diterima baik oleh
Zainuddin, ia bahkan amat marah dan tersinggung karena lamarannya dulu pemah ditolak
Hayati, dan sekarang Hayati ingin menjadi isterinya. la tidak dapat menerima periakuan
Hayati.

Dengan kapal Van Der Wijck, Hayati pulang atas biaya Zainuddin. Namun Zainuddin
kemudian berpikir lagi bahwa ia sebenamya tidak dapat hidup bahagia tanpa Hayati. Oleh
sebab itulah setelah keberangkatan Hayati ia berniat menyusul Hayati untuk dijadikan
isterinya. Zainuddin kemudian menyusul naik kereta api malam ke Jakarta.

Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi
Hayati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hayati tak dapat diselamatkan. Karena luka-luka
di kepala dan di kakinya akhimya ia meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Surabaya.

Sepeninggal Hayati, kehidupan Zainuddin menjadi sunyi dan kesehatannya tidak


terjaga. Akhimya pengarang terkenal itu meninggal dunia. Ia dimakamkan di sisi makam
Hayati.

Pengaruh Budaya

Budaya yang dibawa oleh kedua tokoh tersebut sangatlah berbeda yakni budaya timur
tenggah dalam novel Layla Majnun dengan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang
mengangkat budaya Minangkabau. Perbedaan yang sangat signifikan terletak pada
penggambaran tokoh pria antara Qais dengan Zaenudin, walaupun mereka tergila-gila oleh
seorang wanita, dalam novel Layla Majnun tokoh Qais dijadikan tergila-gila oleh Layla dari
awal hingga kisah tersebut, Qais diceritakan tidak berubah untuk memperbaiki dirinya ia
malah terjerumus oleh buaian kecantikan dan kecintaannya kepada Layla, segala cara yang
dilakukan oleh ayahnya dengan mengajak pergi haji tidak merubah kondisi Qais menjadi
membaik malah Qais berdoa agar rindu dan perasaannya tersampakan melalui doa suci yang
lantunkan didepan kakbah serta berbagai usaha yang dilakukan oleh teman-temanya pun
sama juga tidak merubah kondisi Qais membaik. Sedangkan dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijk tokoh pria digambarkan orang yang terluka teraniyaya oleh status sosial
dan hukum adat yang berlaku di daerah Minangkabau, Walaupun perasaan cinta Zaenudin
kepada Hayati benar-benar tulus akan tetapi cinta mereka tertolak oleh restu orag tua Hayati
dengan berbagai alasan, tokoh Zaenudin sempat menjadi orang yang paling tersakiti oleh
peristiwa itu, akan tetapi Zaenudin berniat untuk memperbaiki diri dengan pergi
meninggalkan kota Padang Panjang ke Batavia untuk menjadi Jurnalistik/Penulis, Zaenudin
menjadi penulis terkenal keseluruh penjuru daerah, walaupun dirinya menjadi penulis
terkenal tetapi dirinya masih merasa bahwa dirinya masih menyukai Hayati dengan
menuliskan Karya yang mengkisahkannya. Perbedaan budaya antara budaya timur tengah
dengan budaya minangkabau didalam penulisan tersebut tergambarkan pada setiap bagian
alur, latar dan penokohan yang diambil pada cerita tersebut.

Alur

Sama-sama maju, tetapi pengemasan dan penggambaran dalam cerita dibuat berbeda
sesuai dengan keterangan yang ada pada tabel. Diceritakan dari awal hingga kematian pada
tokoh utamanya, perbedaan mencolok terdapat pada bagian konflik nanti dibahas dibagian
selanjutnya, serta tokoh utama pria yang ada pada cerita, didalam layla majnun Qais
diceritakan menjadi gila bahkan tergila-gila oleh layla, sedangkan dalam novel tenggelamnya
kapal van der wijk tokoh Zaenudin ada gejolak jiwa untuk bangkit dari rasa keterpurukannya
oleh rasa cintanya terhadap Hayati.

Tema

Pada novel Layla Majnun dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki
persamaan yakni kisah wanita yang cinta kasihnya tak tersampaikan kepada seorang yang
dicintai dan kasihinya. Serta penolakan rasa cinta seorang pemuda kepada orang yang
dikasihinya dikarena adanya berbagai kekurangan. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh
budaya adat istiadat bahwa seorang terpandang tidak sembarangan dalam memilih jodoh serta
orang tua lebih condong memilihkan jodoh untuk putrinya dengan kriteria yang tak lazim,
dengan kata lain pada kedua cerita tersebut menganut asas kesamaan dalam strata sosial.

Latar

Kutipan teks sastra di atas menunjukan adanya persamaan pada penggambaran tokoh
dari dimensi fisik dan pengambaran waktu perkenalan kedua tokoh yang hampir sama, kedua
tokoh diceritakan mengalami rasa cinta pada pandangan pertama yakni laila dengan qais
dalam novel “Laila Majnun” karya Syeikh Nizami dan hayati dan zaenudin dalam novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dan adanya persamaan letak pertemuan mereka yakni
Layla dan Qais bertemu di Madrasah sedangkan Hayati dengan Zaenudin bertemu di Surau.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki latar tempat Mengkasar (tempat
Zainuddin dilahirkan), Dusun Batipuh (tempat Hayati tinggal dan bertemu dengan Zainuddin
pertama kali), Padang Panjang (tempat Zainuddin pindah dari Batipuh untuk mendalami
ilmu, tempat khadijah tinggal, tempat adanya pacuan kuda dan pasar malam), Jakarta/Batavia
(tempat Zainuddin dan menjadi penulis bersama sahabatnya Muluk, tempat pindahan kerja
Azis dan Hayati), Lamongan (di rumah sakit, tempat terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati
berdialog sebelum meninggal). Sedangkan pada novel layla majnun latar tempatnya lebih
dominan pada daerah timur tengah seperti gurun pasir. Padang pasir, hutan belantara, mekkah
dan najjed, di rumah layla dan didepan tembok rumah layla qais meratap. Latar suasana
dalam novel layla majnun cenderung sedih dan membuat haru pembaca tetapi dalam novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki latar suasana yang cenderung disaat zainudin
di tolak lamarannya oleh keluarga hayati suasananya adalah sedih tetapi dalam kisah tersebut
ada rasa optimisme untuk bangkit menjadi seorang pria yang lebih baik sedangkan didalam
novel layla majnun qais malah menjadi gila terbuai akan rasa cintanya kepada layla, qais
tenggelam dalam dalam rasa cintanya kepada layla sehingga membuatnya tidak waras. Tetapi
terdapat kesamaan dan kemiripan yakni pada tokoh pria setelah terpuruk mereka berdua
menjadi orang yang pandai bersyair dan bercerita, qais mahir bersyair sehingga syairnya
mashyur didaerahnya bahkan hewan-hewanpun bisa paham akan perasaan qais yang
dilantunkan dalam syair, sedangkan dalam novel tenggelamnya kapal van der wijck zaenudin
menjadi seorang yang ahli membuat karya sastra baik novel maupun karya sastra lainya
setiap karyanya merupakan luapan perasaannya kepada hayati yang tak terbalas.

Genre

Genre pada Novel Layla Majnun maupun Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk adalah Sastra
Klasik. Dipengaruhi juga oleh latar belakang kedua pengarang, Syekh Nizami dan Buya
Hamka.

Gerakan

Kecenderungan
Terdapat kecenderungan religi pada novel Layla Majnun

Anda mungkin juga menyukai