PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....... TAHUN ....... TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a. bahwa sehubungan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor perkara 002/PUU-I/2003 tentang Permohonan Uji Formil Materiil terhadap Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dan adanya perkembangan dalam kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, perlu dilakukan penyesuaian terhadap materi pengaturan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman yang lebih jelas dalam kegiatan usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (6), Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (2), Pasal 31 ayat (5), dan Pasal 37, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
PENJ ELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....... TAHUN ....... TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI
UMUM
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), mengingat minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis takterbarukan yang dikuasai negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, dan penghasil devisa negara yang penting, maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar- besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi tersebut, telah ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi jo Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 21 Desember
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 2 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4216); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 69); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123), (Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 2004 Tahun 4435) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 81), (Tambahan Lemabaran negara RI Tahun 2005 Nomor 4530).
2004 atas permohonan pengujian formil dan materiil terhadap Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, mengakibatkan beberapa ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2001 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, dan oleh karenanya harus dilakukan penyempurnaan. Berkaitan dengan hal tersebut, khusus mengenai ketentuan-ketentuan yang terkait dengan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi perlu adanya penyesuaian dan penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi jo Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Disamping hal tersebut diatas, adanya perkembangan terkini mengenai Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, mengharuskan adanya perangkat peraturan perundang-undangan dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang lebih komperehensif dan lebih memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaannya.
Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, diperlukan perbaikan dan penyempurnaan perangkat pengaturan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan melakukan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi jo Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 3 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
MEMUTUSKAN: n PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Minyak Bumi, Gas Bumi, Minyak dan Gas Bumi, Kuasa Pertambangan, Survei Umum, Kegiatan Usaha Hulu, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia, Wilayah Kerja, Badan Usaha, Bentuk Usaha Tetap, Kontrak Kerja Sama, Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Pelaksana, Menteri adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 1
Cukup J elas 2. Gas Methana Batubara (Coalbed Methane) yang selanjutnya disebut Gas Methana B adalah gas bumi (hidrokarbon) dimana gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap (terabsorbsi) di dalam batubara dan/atau lapisan batubara.
3. Wilayah Terbuka adalah bagian dari Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia yang belum ditetapkan sebagai Wilayah Kerja.
4. Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
5. Kontrak Kerja Sama lain adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama selain
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 4 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Kontrak Bagi Hasil untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.
6. Kontraktor adalah satu atau lebih Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang menandatangani Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana sebagai pemegang Interest untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja .
7. Interest adalah hak dan kewajiban yang dimiliki oleh satu atau lebih Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam suatu Wilayah Kerja.
8. Pimpinan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap adalah pengurus Badan Usaha atau Bentuk Usaha tetap yang bertanggungjawab dalam pengusahaan hulu minyak dan gas bumi pada suatu Wilayah Kerja.
9. Operator adalah Kontraktor atau salah satu Kontraktor yang ditunjuk atau gabungan Kontraktor yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan para Kontraktor, yang bertindak untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada Wilayah Kerja.
10. Data adalah semua fakta, petunjuk, indikasi, dan informasi baik dalam bentuk tulisan (karakter), angka (digital), gambar (analog), media magnetik, dokumen, perconto batuan, fluida, dan bentuk lain yang didapat dari hasil Survei Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.
11. Departemen adalah departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 5 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN 12. Pertamina adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara juncto Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
13. PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan perseroan (Persero) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Pasal 2
(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis merupakan kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara dan diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan.
(2) Penyelenggaraan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri melalui penetapan kebijakan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
(3) Pemerintah membentuk Badan Pelaksana untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan berpedoman pada kebijakan Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 2
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 6 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN BAB II SURVEI UMUM
Pasal 3 (1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja, Menteri melakukan kegiatan Survei Umum.
Pasal 3 Ayat (1)
Cukup J elas (2) Kegiatan Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada Wilayah Terbuka.
Ayat (2)
Cukup J elas (3) Kegiatan Survei Umum antara lain meliputi survei geologi termasuk pemboran (slim hole), survei geofisika, dan survei geokimia.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pemboran (slim hole) dalam ketentuan ini adalah pemboran dalam rangka mencari dan melengkapi Data (coring). Pasal 4
Selain sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (2), Survei Umum dapat dilaksanakan melintasi Wilayah Kerja setelah terlebih dahulu memberitahukan kepada Operator Wilayah Kerja dan Badan Pelaksana. Pasal 4
Tujuan dilaksanakannya Survei Umum melintasi suatu Wilayah Kerja adalah untuk memberikan gambaran kondisi geologi permukaan secara menyeluruh dalam suatu sistem cekungan sedimen, keperluan teknik prosesing suatu jenis survei tertentu serta tujuan lainnya dalam pengertian efisiensi operasi di lapangan.
Pasal 5 (1) Dalam rangka pelaksanaan Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Menteri dapat memberikan izin kepada Badan Usaha sebagai pelaksana Survei Umum.
Pasal 5
Ayat (1) Badan Usaha yang dapat melakukan Survei Umum adalah Badan Usaha yang bergerak di bidang Survei Umum dan dalam pelaksanaannya wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. (2) Pelaksanaan Survei Umum oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan atas biaya dan risiko sendiri. Ayat (2)
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 7 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 6
Ketentuan mengenai pedoman dan tata cara pelaksanaan Survei Umum dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 6
Peraturan Menteri sebagai pelaksana dari ketentuan ini memuat substansi pokok antara lain; pelaksana dan wilayah survei umum, tata cara pengajuan izin survei umum, pelaksanaan survei umum, dan sanksi.
BAB III WILAYAH KERJ A
Bagian Pertama Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Pasal 7
(1) Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan pada suatu Wilayah Kerja.
Pasal 7
Cukup J elas (2) Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disiapkan dan ditawarkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari Badan Pelaksana.
Pasal 8
(1) Menteri menetapkan Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap.
Pasal 8
Ayat (1)
Dalam penetapan Wilayah Kerja termasuk penyiapan Kontrak Kerja Sama, Menteri memperhatikan pertimbangan Badan Pelaksana.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 8 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Penetapan Wilayah Kerja oleh Menteri meliputi; a. Koordinat dan batas-batas Wilayah Kerja b. Tata Cara, mekanisme dan persyaratan pelaksanaan penawaran Wilayah Kerja. c. Bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja sama.
Ayat (2)
Cukup J elas
(3) Dalam penetapan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri berkonsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang akan ditawarkan. Ayat (3)
Dalam pelaksanaan konsultasi dalam ketentuan ini, Gubernur wajib menyertakan Bupati/walikota yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang ditawarkan. Dan apabila setelah dilakukannya konsultasi terdapat perubahan koordinat Wilyah Kerja cukup memberitahukan kepada Gubernur yang bersangkutan.
(4) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensial mengandung sumber daya Minyak dan Gas Bumi menjadi Wilayah Kerja. Ayat (4)
Cukup J elas
Pasal 9
(1) Menteri menetapkan kebijakan penawaran Wilayah Kerja berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis, dan prinsip keterbukaan, akuntabilitas dan persaingan.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 9 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Kebijakan penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa penawaran melalui Lelang atau Penawaran Langsung. Ayat (2)
Yang dimaksud Lelang dalam ketentuan ini adalah mekanisme Penawaran Wilayah Kerja yang Wilayah Kerjanya disiapkan oleh Menteri. Sedangkan yang dimaksud dengan Penawaran Langsung dalam ketentuan ini adalah mekanisme penawaran Wilayah Kerja yang Wilayah Kerjanya diusulkan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dengan persyaratan tertentu.
Penetapan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada Lelang dan Penawaran Langsung didasarkan pada hasil evaluasi teknis dan ekonomis oleh suatu tim penawaran wilayah kerja.
Pasal 10
(1) Penawaran Wilayah Kerja kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dilakukan oleh Menteri.
Pasal 10
Ayat (1)
Dalam rangka pelaksanaan penawaran Wilayah Kerja, Badan Usaha dan/atau Bentuk Usaha Tetap dapat mengusulkan Wilayah Terbuka Tertentu untuk ditawarkan secara lelang atau penawaran langsung.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 10 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang dapat mengikuti penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang bergerak dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dan wajib memiliki kemampuan teknis dan finansial.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang bergerak dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dalam ketentuan ini adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang didirikan untuk kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang ditunjukkan dalam akte pendirian perusahaan, atau Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang mempunyai pengalaman dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. Sedangkan kemampuan teknis dan finansial ditunjukan dengan profile company dan laporan keuangan perusahaan dalam periode tertentu atau dokumen perusahaan lainnya.
(3) Dalam hal PT. Pertamina (Persero) mengajukan permohonan kepada Menteri untuk mendapatkan Wilayah Kerja terbuka tertentu, Menteri dapat menyetujui permohonan tersebut dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT. Pertamina (Persero) dan sepanjang saham PT. Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh Negara.
Ayat (3)
Cukup J elas (4) PT. Pertamina (Persero) sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak dapat mengajukan permohonan untuk Wilayah Kerja yang telah ditawarkan. Ayat (4)
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 11 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 11
(1) Berdasarkan hasil penawaran Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagai pemenang penawaran Wilayah Kerja. (2) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) membentuk Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap baru (anak perusahaan) yang akan menandatangani Kontrak Kerja Sama, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang membentuk Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap baru wajib memegang kepemilikan saham paling sedikit sebesar 90%.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup J elas
Ayat (2)
Kepemilikan saham paling sedikit sebesar 90% dimaksudkan agar Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagai pemenang Penawaran Wilayah Kerja tetap bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan usaha hulu yang wajib dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang baru dibentuk.
Pasal 12
(1) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagai Kontraktor untuk melakukan Kegiatan Usaha Hulu pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(2) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) membentuk Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap baru (anak perusahaan) yang akan menandatangani Kontrak Kerja Sama, Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang membentuk Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap baru tersebut wajib menjamin hak dan kewajiban Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 12
Ayat (1)
Menteri dalam menetapkan Wilayah Kerja berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Tim Penawaran Wilayah Kerja.
Ayat (2)
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 12 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (3) Untuk setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya diberikan satu Wilayah Kerja.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ketentuan mengenai tata cara penetapan dan penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 13 Peraturan Menteri sebagai pelaksanaan dari ketentuan ini memuat substansi pokok, antara lain; penyiapan dan penetapan Wilayah Kerja, Penawaran Wilayah Kerja, pelaksanaan lelang, pelaksanaan penawaran langsung, jaminan, dan kriterian penilaian.
Bagian Kedua Pengembalian Wilayah Kerja
Pasal 14
(1) Kontraktor wajib mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri, sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.
Pasal 14
Ayat (1)
Pengembalian Wilayah Kerja secara bertahap dalam ketentuan ini dilaksanakan secara terjadwal, dimana Wilayah Kerja yang tersisa pada akhir Tahun Keenam paling banyak 20% (dua puluh persen) dari luas awal atau lebih besar dari 20% (dua puluh persen) apabila lapangan yang ditemukan lebih besar daripada 20% (dua puluh persen).
Dalam hal masa Eksplorasi diperpanjang sampai dengan Tahun Kesepuluh, pada akhir Tahun Kesepuluh Wilayah Kerja yang tersisa adalah paling banyak seluas lapangan produksi yang ada dan/atau struktur penemuan yang akan dikembangkan.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 13 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontraktor dapat mengembalikan sebagian atau seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri sebelum jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan Menteri menunjuk Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap lain untuk mengusahakan bagian Wilayah Kerja yang diserahkan Kontraktor sehingga pemanfaatan sumber Daya minyak dan Gas Bumi dapat dilakukan secara optimal.
(3) Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerja kepada Menteri setelah jangka waktu Kontrak Kerja Sama berakhir. Ayat (3)
Cukup J elas Pasal 15
Dalam hal Kontraktor mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), dan belum menyelesaikan seluruh komitmen pasti, terlebih dahulu wajib memenuhi seluruh komitmen pasti Eksplorasi dan kewajiban lain berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Komitmen Pasti dalam ketentuan ini adalah komitmen yang wajib dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahun pertama masa Eksplorasi.
Pasal 16
Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjadi Wilayah Terbuka.
Pasal 16
Cukup J elas
Pasal 17
Terhadap bagian Wilayah Kerja yang tidak dimanfaatkan oleh Kontraktor, Menteri dapat meminta bagian Wilayah Kerja tersebut dan menetapkan kebijakan pengusahaannya berdasarkan pertimbangan optimasi pemanfaatan sumber daya Minyak dan Gas Bumi setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pelaksana. Pasal 17
Ketentuan ini dimaksudkan agar lapangan-lapangan Minyak dan/atau Gas Bumi yang bagi Kontraktor tidak ekonomis (marginal) dapat dimanfaatkan secara optimal.
Menteri dalam meminta bagian Wilayah Kerja yang tidak dimanfaatkan tersebut didasarkan pada kajian teknis dan ekonomis untuk mempercepat Eksplorasi dan meningkatkan produksi.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 14 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 18
Ketentuan mengenai pengembalian Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Pasal 18
Cukup jelas BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA HULU
Bagian Pertama Operator
Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi, Kontraktor bertindak sebagai Operator.
(2) Dalam hal Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih dari satu, maka salah satu Kontraktor pemegang Interes atau gabungan Kontraktor dapat bertindak sebagai Operator berdasarkan kesepakatan para Kontraktor yang lain.
(3) Kontraktor tidak dapat menunjuk Operator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) selain dari Kontraktor di Wilayah Kerja yang bersangkutan.
(4) Operator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) bertindak dan mewakili sebagai pelaksana Eksplorasi dan Eksploitasi di Wilayah Kerja baik secara teknis dan administrasi.
Pasal 19
Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 15 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Bagian Kedua Kontrak Kerja Sama
Pasal 20
(1) Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
(2) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama yang akan diberlakukan untuk Wilayah Kerja tertentu dengan mempertimbangkan tingkat resiko dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara serta ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, setelah mendapat pertimbangan Badan Pelaksana.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Bentuk Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk Kontrak Kerja Sama Lain seperti Kontrak J asa. Tingkat risiko didasarkan pada tahapan kegiatan, lokasi dan ketersediaan Data serta infrastruktur.
Pasal 21 Ketentuan mengenai pedoman, tata cara, dan syarat-syarat mengenai Kontrak Kerja Sama ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
Pasal 21 Cukup jelas
Pasal 22 (1) J angka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 22
Ayat (1) Cukup jelas (2) J angka Waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas jangka waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi. Ayat (2) Cukup jelas (3) J angka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 6 (enam) tahun. (4) Kontraktor dapat mengajukan kepada Menteri perpanjangan J angka waktu Eksplorasi paling lama 4 (empat) tahun dengan disertai alasan-alasan yang dapat diterima. Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 16 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
(5) Apabila dalam jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) Kontraktor tidak menemukan cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi yang dapat diproduksikan secara komersial maka Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri. Ayat (5) Yang dimaksud dengan produksi komersial dalam ketentuan ini adalah produksi yang secara komersial menguntungkan baik bagi negara maupun Kontraktor. Kewajiban pengembalian Wilayah Kerja dalam ketentuan ini dilaksanakan Kontraktor setelah rencana pengembangan lapangan dari cadangan tersebut (pengembangan lapangan yang pertama) tidak mendapatkan persetujuan Menteri. Pasal 23
(1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan.
Pasal 23 Ayat (1) Dalam hal perpanjangan jual beli gas bumi melebihi masa perpanjangan 20 (dua puluh) tahun, Kontraktor yang ditunjuk untuk melanjutkan Eksplorasi dan Eksploitasi pada Wilayah Kerja tersebut wajib menjamin kelangsungan penjualan sampai berakhirnya perjanjian jual beli. (2) Ketentuan-ketentuan pokok dan bentuk Kontrak Kerja Sama pada perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus tetap menguntungkan bagi Negara.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 24 (1) Kontraktor dapat mengajukan permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) kepada Menteri. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas (2) Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Ayat (2) Dalam memberikan persetujuan perpanjangan Kontrak Kerja Sama, Menteri mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 17 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
(3) Permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat disampaikan paling cepat 10 (sepuluh) tahun dan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum Kontrak Kerja Sama berakhir. Ayat (3) Cukup jelas (4) PT. Pertamina (Persero) dapat mengajukan permohonan kepada Menteri untuk Wilayah Kerja yang habis jangka waktu Kontraknya. Ayat (4) Cukup jelas (5) Menteri dapat menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan PT. Pertamina (Persero) sepanjang saham PT. Pertamina (Persero) 100% (seratus per seratus) dimiliki oleh Negara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Kontrak Kerja Sama yang bersangkutan. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 25 (1) Kontraktor melalui Badan Pelaksana dapat mengusulkan kepada Menteri perubahan (amandemen) ketentuan dan persyaratan Kontrak Kerja Sama.
Pasal 25 Cukup jelas
(2) Menteri dapat menyetujui atau menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana dan manfaat yang optimal bagi negara.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 18 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
Bagian Ketiga Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Pasal 26 (1) Dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal efektif berlakunya Kontrak Kerja Sama, Kontraktor wajib memulai kegiatannya.
Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan memulai kegiatan dalam ketentuan ini ini adalah menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran (Work Program and Budget) kepada Badan Pelaksana untuk mendapatkan persetujuan.
Dalam memberikan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran, Badan Pelaksana, disamping memperhatikan aspek teknis dan eknomis, wajib memperhatikan pula peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal Kontraktor tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memulai kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontraktor wajib menyampaikan alasan-alasan yang dapat diterima kepada Menteri disertai dengan bukti-bukti yang mendukung alasan tersebut. Ayat (2) Cukup jelas (3) Dalam hal Kontraktor tidak menyampaikan alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri dapat mengakhiri Kontrak Kerja Sama. Ayat (3) Dalam mengakhiri Kontrak Kerja Sama, Menteri mendapatkan pertimbangan dari Badan Pelaksana.
Pasal 27
(1) Selama 3 (tiga) tahun pertama pada jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dan ayat (4), Kontraktor wajib melakukan program kerja pasti dengan perkiraan jumlah pengeluaran yang ditetapkan dalam Kontrak Kerja Sama.
Pasal 27
Ayat (1) Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 19 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Apabila dalam pelaksanaan program kerja pasti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, Kontraktor melalui Badan Pelaksana dapat mengusulkan perubahan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan dalam jangka waktu program pasti. Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tidak dapat dilaksanakan dalam ayat ini adalah harus disertai dengan alasan-alasan yang dapat diterima oleh Menteri disertai dengan bukti-bukti yang mendukung alasan tersebut. (3) Menteri dapat menyetujui atau menolak usul perubahan program kerja pasti sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana. Ayat (3) Cukup jelas (4) Dalam hal Kontraktor mengakhiri Kontrak Kerja Sama dan tidak dapat melaksanakan sebagian atau seluruh program kerja pasti sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Kontraktor wajib membayar kepada Pemerintah senilai program kerja pasti yang belum dapat dilaksanakan. Ayat (4) Nilai yang harus dibayar terkait dengan program kerja pasti yang tidak dapat dilaksanakan didasarkan pada perhitungan yang dilakukan Badan Pelaksana.
Pembayaran yang dilakukan oleh Kontraktor tersebut digunakan untuk pengembangan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Pasal 28 Dalam hal Kontraktor tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan Kontrak Kerja Samanya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Menteri dapat mengakhiri Kontrak Kerja Sama.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan Kontraktor tidak melaksanakan kewajibannya dalam ketentuan ini adalah Kontraktor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai Kontrak Kerja Samanya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena kesengajaan atau kelalaian atau tidak adanya itika baik untuk melaksanakan kewajiban- kewajibannya atau disebabkan oleh peristiwa-peristiwa selain force majeur yang berakibat Kontraktor tidak dapat menjalankan kewajiban-kewajibannya. Pengakhiran Kontrak Kerja Sama dilakukan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan Badan Pelaksana.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 20 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Bagian Keempat Pengalihan Interest dan Perubahan Pemegang Saham Kontraktor Pasal 29 (1) Kontraktor dapat mengalihkan, sebagian atau seluruh Interest pada Wilayah Kerjanya kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap lain setelah mendapat persetujuan Menteri. (2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap lain yang menerima pengalihan Interes sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib bergerak dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi dan memiliki kemampuan finansial serta kemampuan teknis.
Pasal 29 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap lain dalam ayat ini adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap affiliasi atau bukan affiliasi.
Dengan adanya persetujuan Menteri atas pengalihan Interest tersebut, maka Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap pemegang interes baru menjadi Kontraktor pada Wilayah Kerja tersebut dan wajib menandatangani Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
Ayat (2)
Cukup J elas (3) Dalam hal pengalihan, sebagian atau seluruh Interest Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang bukan afiliasi atau kepada perusahaan selain mitra kerja dalam wilayah kerja yang sama, Menteri dapat meminta Kontraktor untuk menawarkan terlebih dahulu kepada perusahaan nasional. Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perusahaan nasional dalam ketentuan ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi, usaha kecil, dan perusahaan swasta nasional yang keseluruhannya dimiliki oleh warga negara Indonesia. Dalam ketentuan ini, dalam hal Kontraktor telah menawarkan kepada perusahaan nasional dan tidak ada yang berminat, maka Kontraktor dapat menawarkan kepada pihak lain. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan affiliasi adalah perusahaan atau badan lain yang mengendalikan atau
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 21 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN dikendalikan salah satu pihak atau satu perusahaan atau badan lain yang mengendalikan atau dikendalikan oleh suatu perusahaan atau badan lain dimana ia mengendalikan salah satu pihak, dan dimengerti bahwa mengendalikan memiliki makna kepemilikan oleh suatu perusahaan atau badan lain paling sedikit 51% (lima puluh satu per seratus) dari saham dengan hak suara atau hak pengendalian atau keuntungan, jika badan lain itu bukan suatu perusahaan. (4) Pembukaan (disclose) Data dalam rangka pengalihan sebagian atau seluruh Interest Kontraktor kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri. Ayat (4) Cukup jelas (5) Kontraktor dilarang mengalihkan Interest secara mayoritas kepada Badan Usaha dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun pertama masa Eksplorasi. Ayat (5)
Yang dimaksud dengan mayoritas adalah kepemilikan interes lebih besar atau sama dengan 51% dari interest yang dimilki oleh Kontraktor. Apabila Kontraktor lebih dari 1, maka masing- masing Kontraktor tetap mempertahankan kepemilikan interest secara mayoritas.
Pengalihan interes tersebut tidak mengurangi kewajiban kontraktor dalam melaksanakan kewajiban memenuhi komitmen pasti. Pasal 30 (1) Sebelum Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap menandatangani Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana, wajib menyampaikan susunan pemegang saham kepada Menteri. (2) Apabila setelah Kontrak Kerja Sama ditandatangani terjadi perubahan susunan pemegang saham, maka Kontraktor wajib melaporkan kepada Menteri. Pasal 30 Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 22 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Bagian Kelima Sertifikasi Cadangan
Pasal 31
(1) Menteri melaksanakan Sertifikasi Cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi.
(2) Dalam pelaksanaan Setifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri dapat menunjuk lembaga sertifikasi cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 31
Cukup jelas
Bagian Keenam Rencana Pengembangan Lapangan (Plan of Development)
Pasal 31
(1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja termasuk perubahannya wajib mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana.
Pasal 31 Ayat (1) Rencana pengembangan lapangan yang disampaikan kepada Menteri antara lain memuat; sejarah blok, potensi eksplorasi dan pengembangan lapangan lainnya, hasil kajian geologi dan geofisika, teknik resevoar, skenario pengembangan lapangan, tenaga kerja dan pemanfaatan produksi dalam negeri, jadwal proyek, dan keekonomian proyek (biaya investasi dan biaya operasi, abandonment cost, dan penerimaan negara).
Dalam memberikan pertimbangan kepada Menteri, Badan Pelaksana melakukan kajian dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis, keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup dan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat, serta pemanfaatan tenaga kerja dan produksi dalam negeri.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 23 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri melakukan konsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya meliputi lapangan yang akan dikembangkan.
(3) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi terutama yang terkait dengan rencana tata ruang dan rencana penerimaan daerah dari Minyak dan Gas Bumi. Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas Pasal 32 (1) Dalam hal Kontraktor telah mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) tidak melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pengembangan lapangan, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama, Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah Kerjanya kepada Menteri. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terhadap pengembangan lapangan Gas Bumi, apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum terdapat perikatan jual beli Gas Bumi, Menteri dapat menetapkan kebijakan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bagi Kontraktor yang bersangkutan. Pasal 32 Ayat (1) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan tidak melakukan kegiatan sesuai dengan rencana pengembangan lapangan adalah tidak terlaksananya kegiatan tersebut yang disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian Kontraktor atau tidak adanya itikad baik dalam melaksanakan kegiatan atau peristiwa- peristiwa selain force majeur yang menyebabkan kegiatan tersebut tidak dilaksanakan.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan perikatan dalam ketentuan ini adealah perjanjian jual beli antara penjual dan pembeli. Pasal 33 (1) Rencana pengembangan lapangan yang kedua dan selanjutnya yang akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja termasuk perubahannya wajib mendapatkan persetujuan Badan Pelaksana. Pasal 33 Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 24 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Pelaksana wajib mengacu kepada rencana pengembangan lapangan yang pertama yang telah disetujui oleh Menteri serta wajib mempertimbangkan hal-hal antara lain: a. perkiraan cadangan dan produksi Minyak dan Gas Bumi; b. rencana pemanfaatan Minyak dan gas Bumi; c. skenario pengembangan lapangan; d. perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengembangan lapangan dan biaya produksi Minyak dan Gas Bumi; e. proses eksploitasi Minyak dan Gas Bumi; f. perkiraan penerimaan Negara dari Minyak dan Gas Bumi; g. penggunaan tenaga kerja, penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri; h. keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup dan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat. Pasal 34
Kontraktor wajib mengembangkan setiap struktur penemuan di Wilayah Kerjanya dan untuk pengembangan lapangannya wajib memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Pemerintah.
Pasal 34
Cukup jelas Pasal 35 (1) Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan Minyak dan Gas Bumi Kontraktor wajib melakukan konservasi dan melaksanakannya sesuai dengan Kaidah Keteknikan yang baik.
Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 25 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui upaya optimasi eksploitasi dan efisiensi pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pengertian optimasi eksploitasi dalam ketentuan ini adalah memproduksikan Minyak dan Gas Bumi untuk jangka waktu selama mungkin. Sedangkan pengertian efisiensi pemanfaatan adalah mengurangi semaksimal mungkin pemborosan/kehilangan (losses) pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi serta pembakaran Gas Bumi (flare gas) di lapangan. (3) Kaidah Keteknikan yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : Ayat (3) Cukup jelas. a. memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup;
b. memproduksikan Minyak dan Gas Bumi sesuai dengan kaidah pengelolaan reservoar (Reservoir Management) yang baik;
c. memproduksikan sumur Minyak dan Gas Bumi dengan cara yang tepat;
d. menggunakan teknologi perolehan minyak tingkat lanjut (EOR) yang tepat;
e. meningkatkan usaha peningkatan kemampuan reservoar untuk mengalirkan fluida dengan teknik yang tepat;
f. memenuhi ketentuan standar peralatan yang dipersyaratkan.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 26 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 36
(1) Kontraktor dilarang melakukan pembakaran Gas Bumi (flare gas) dari kegiatan Eskplorasi dan/atau Eksploitasi.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan alasan keselamatan kerja pada kegiatan Eksplorasi dan keekonomian pada kegiatan Eksploitasi, Kontraktor dapat melakukan pembakaran Gas Bumi (flare gas) dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 36
Cukup jelas Pasal 37
Dalam rangka optimalisasi pengurasan cadangan Minyak dan Gas Bumi, Menteri dapat mengatur dan menetapkan kebijakan pengelolaan dan pengembangan lapangan Minyak dan Gas Bumi. Pasal 37
Yang dimaksud dengan pengelolaan dan pengembangan lapangan Minyak dan Gas Bumi dalam ketentuan ini, antara lain meliputi sumur tua, lapangan marginal, brownfield.
Pasal 38
Ketentuan mengenai Rencana Pengembangan Lapangan (Plan of Development), pembakaran Gas Bumi (flare gas), pengelolaan dan pengembangan lapangan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, pasal 36 dan Pasal 37, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 38
Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 27 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Bagian Ketujuh Penawaran Participating Interest kepada BUMD/Perusahaan Nasional
Pasal 39
Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu Wilayah Kerja, Kontraktor wajib menawarkan participating interest 10% (sepuluh per seratus) kepada Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 39 Yang dimaksud Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam ketentuan ini adalah BUMD yang didirikan oleh Pemerintah Daerah yang daerah administrasinya meliputi lapangan yang bersangkutan. BUMD tersebut harus memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk berpartisipasi. participating interest dilakukan antara Kontraktor dan BUMD secara kelaziman bisnis.
Pasal 40 (1) Pernyataan minat dan kesanggupan untuk mengambil participating interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 disampaikan oleh Badan Usaha Milik Daerah dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor.
Pasal 40 Ayat (1)
Cukup jelas (2) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontraktor wajib menawarkan kepada perusahaan nasional. Ayat (2) Yang dimaksud perusahaan nasional dalam ketentuan ini adalah Badan usaha Milik Negara (BUMN), koperasi, usaha kecil, dan perusahaan swasta nasional yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. (3) Dalam hal perusahaan nasional tidak memberikan pernyataan minat dan kesanggupan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor kepada perusahaan nasional, maka penawaran dinyatakan tertutup. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 41 (1) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah menyatakan minat dan kesanggupan untuk mengambil participating interest, Badan Usaha Milik Daerah tersebut wajib melakukan uji tuntas (due diligent) dan dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari wajib telah menandatangani Memorandum of Pasal 41 Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 28 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Participating (MoP). (2) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah tersebut berminat untuk mengambil participating interest, kewajiban yang harus dibayarkan adalah sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari seluruh biaya operasi (at cost) dan kewajiban lainnya yang telah dikeluarkan oleh Kontraktor yang tercantum dalam Kontrak Kerja Sama.
Pasal 42
Ketentuan mengenai Tata Cara Penawaran participating interest kepada Badan Usaha Milik Daerah atau perusahaan nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 42
Cukup jelas. Bagian Kedelapan Unitisasi Pelamparan Reservoar
Pasal 43 Kontraktor melalui Badan Pelaksana wajib melaporkan kepada Menteri apabila diketemukan dan memperoleh bukti adanya pelamparan reservoar Minyak dan/atau Gas Bumi yang memasuki Wilayah Kerja Kontraktor lainnya, Wilayah Terbuka atau wilayah/landas kontinen negara lain.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44 (1) Kontraktor wajib melakukan unitisasi apabila terbukti adanya pelamparan reservoar yang memasuki Wilayah Kerja Kontraktor lainnya. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. (2) Untuk pelamparan reservoar yang memasuki Wilayah Terbuka, Kontraktor wajib melakukan unitisasi apabila Wilayah Terbuka tersebut kemudian menjadi Wilayah Kerja.
Ayat (2) Cukup jelas.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 29 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (3) Dalam hal sampai dengan jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun Wilayah Terbuka sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum menjadi Wilayah Kerja, maka Kontraktor yang bersangkutan melalui Badan Pelaksana dapat meminta perluasan Wilayah Kerjanya secara proporsional. Ayat (3) Penetapan paling lama jangka waktu 5 (lima) tahun dimaksudkan agar dalam hal diperlukan pengembangan terhadap lapangan yang harus dilakukan secara unitisasi menjadi tidak terhambat terutama pengembangan Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan pasar. (4) Unitisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib mendapatkan persetujuan Menteri. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 45 Menteri menentukan operator pelaksana unitisasi berdasarkan kesepakatan diantara para Kontraktor yang melakukan unitisasi dan pertimbangan Badan Pelaksana. Pasal 45 Cukup jelas.
Pasal 46 Untuk pelamparan reservoar yang memasuki wilayah/landas kontinen negara lain penyelesaiannya akan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan perjanjian landas kontinen antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah negara lainnya yang terkait serta pertimbangan manfaat yang optimal bagi negara. Pasal 46 Cukup jelas. Bagian Kesembilan Fasilitas Lapangan Pasal 47 (1) Kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri yang dilakukan Kontraktor yang bersangkutan merupakan Kegiatan Usaha Hulu.
Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 30 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Dalam hal terdapat kapasitas berlebih pada fasilitas pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan persetujuan Badan Pelaksana, Kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut untuk digunakan pihak lain berdasarkan prinsip pembebanan biaya operasi (cost sharing) secara proporsional. Ayat (2) Dalam ketentuan pasal ini, pemberian fasilitas kepada pihak lain tersebut merupakan Kegiatan Usaha Hulu dan tidak memerlukan izin usaha dari Pemerintah. Mengenai pengenaan biaya akan ditentukan dengan memperhitungkan biaya investasi, biaya operasi dan biaya perawatan.
Pasal 48 (1) Fasilitas yang dibangun Kontraktor untuk melaksanakan kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba.
Pasal 48
Cukup jelas. (2) Dalam hal fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan bersama dengan pihak lain dengan memungut biaya atau sewa sehingga memperoleh keuntungan dan/atau laba, Kontraktor wajib membentuk Badan Usaha Kegiatan Usaha Hilir yang terpisah dan wajib mendapatkan Izin Usaha.
Bagian Kesepuluh Kewajiban Pasca Operasi
Pasal 49 (1) Kontraktor wajib mengalokasikan dana untuk kegiatan pasca operasi Kegiatan Usaha Hulu.
Pasal 49
Cukup jelas. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sejak dimulainya masa eksplorasi dan dilaksanakan melalui rencana kerja dan anggaran.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 31 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
(3) Penempatan alokasi dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), disepakati Kontraktor dan Badan Pelaksana dan berfungsi sebagai dana cadangan khusus kegiatan pasca operasi Kegiatan Usaha Hulu di Wilayah Kerja yang bersangkutan.
(4) Tata cara penggunaan dana cadangan khusus untuk pascaoperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dalam Kontrak Kerja Sama.
BAB V DATA MINYAK DAN GAS BUMI
Pasal 50 (1) Data yang diperoleh dari Survei Umum dan Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik negara yang dikuasai oleh Pemerintah.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup J elas (2) Data yang diperoleh dari Survei Umum dan Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diserahkan kepada Menteri. Ayat (2)
Penyerahan Data kepada Menteri dilaksanakan setelah berakhirnya jangka waktu kontrak kerja sama penyimpanan, pemeliharaan, dan pemasyarakatan Data. (3) Menteri menetapkan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan Data yang diperoleh dari Survei Umum dan Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Ayat (2)
Pengelolaan dan pemanfaatan Data bertujuan untuk menunjang penetapan Wilayah Kerja, Perumusan kebijakan teknis, penyelenggaraan urusan Pemerintah dan pengawasan di bidang Eksplorasi dan Eksploitasi, pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi, dan pemasyarakatan Data bagi para pengguna serta pertukaran Data.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 32 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
Pasal 51
(3) Pengelolaan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 meliputi perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan Data .
Pasal 51
Cukup J elas (4) Pemanfaatan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 meliputi, antara lain penggunaan dan pemasyarakatan Data.
Pasal 52 (1) Pengiriman, penyerahan dan atau pemindahtanganan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 wajib mendapatkan izin dari Menteri.
Pasal 52
Cukup J elas (2) Menteri menetapkan jenis-jenis Data yang wajib mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 53 (1) Kontraktor dapat mengelola Data hasil kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi di Wilayah Kerjanya selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama, kecuali pemusnahan Data.
Pasal 53
Ayat (1)
Dalam melaksanakan pengelolaan Data, Kontraktor wajib melaporkan inventarisasi Data secara berkala kepada Menteri.
(2) Apabila Kontraktor dalam pengelolaan Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menunjuk pihak lain, wajib mendapatkan persetujuan Menteri. Ayat (2)
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 33 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (5) Pihak lain yang ditunjuk untuk mengelola Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (3)
Cukup J elas (6) Kontraktor wajib menyimpan Data yang dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia. Ayat (4)
Penyimpanan Data oleh Kontraktor di Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia dilaksanakan selama jangka waktu Kontrak Kerja Sama yang bersangkutan.
Pasal 54 (1) Dalam hal Kontraktor mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya, Kontraktor wajib menyerahkan kepada Menteri seluruh Data yang diperoleh dari hasil Eksplorasi dan Eksploitasi di bagian Wilayah Kerja yang dikembalikan tersebut. Pasal 54 Ayat (1)
Cukup J elas
(2) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Kontraktor wajib menyerahkan kepada Menteri seluruh Data yang diperoleh dari hasil Eksplorasi dan Eksploitasi. Ayat (2)
Penyerahan Data dalam ketentuan ini dilakukan setelah diverifikasi oleh Menteri.
(3) Kontraktor yang Kontrak Kerja Samanya berakhir atau yang mengalihkan semua interesnya kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap lain, dapat mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk menyimpan dan menggunakan salinan data dari Wilayah Kerjanya. Ayat (3)
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 34 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (4) Salinan Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), hanya dapat digunakan untuk kepentingan Kontraktor yang Kontrak Kerja Samanya berakhir atau yang mengalihkan semua interesnya kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap lain dan tidak dapat dialihkan. Ayat (4)
Cukup J elas Pasal 55 Kontraktor wajib menyerahkan Data hasil Eksplorasi dan Eksploitasi kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya perolehan, pengolahan dan interpretasi Data. Pasal 55
Cukup J elas Pasal 56 Pertukaran Data antar Kontraktor di dalam negeri atau antar Kontraktor dalam negeri dengan pihak lain di luar negeri dapat dilakukan setelah mendapatkan izin Menteri.
Pasal 56
Pertukaran Data tersebut dapat dilaksanakan sepanjang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Pasal 57 Dalam hal kerahasiaannya, Data diklasifikasikan sebagai berikut : Pasal 57
Cukup J elas b. Data Umum; merupakan data mengenai identifikasi dan letak geografis potensi, cadangan dan sumur Minyak dan Gas Bumi serta produksi Minyak dan Gas Bumi.
c. Data Dasar; merupakan deskripsi atau besaran dari hasil rekaman atau pencatatan dari penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, kegiatan pemboran dan produksi.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 35 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN d. Data Olahan; merupakan Data yang diperoleh dari hasil analisis dan evaluasi Data Dasar.
e. Data Interpretasi; merupakan Data yang diperoleh dari hasil interpretasi Data Dasar dan/atau Data Olahan.
Pasal 58
(1) Data Dasar, Data Olahan dan Data Interpretasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 bersifat rahasia untuk jangka waktu tertentu.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup J elas (2) Masa kerahasiaan Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
Ayat (2)
Masa kerahasiaan Data dihitung sejak status Data Dasar, Data Olahan, dan Data Interpretasi ditetapkan oleh Menteri.
a. Data Dasar, ditetapkan 4 (empat) tahun.
b. Data Olahan, ditetapkan 6 (enam) tahun.
c. Data Interpretasi, ditetapkan 8 (delapan) tahun.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 36 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (3) Apabila suatu Wilayah Kerja dikembalikan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, maka seluruh Data dari Wilayah Kerja yang bersangkutan tidak lagi diklasifikasikan sebagai Data yang bersifat rahasia.
Ayat (3)
Yang dimaksud tidak lagi diklasifikasikan sebagai Data yang bersifat rahasia dalam ketentuan ini adalah bahwa Data tersebut dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan dalam Eksplorasi dan Eksploitasi.
Pasal 59
Ketentuan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan Data yang diperoleh dari Survei Umum, Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57 dan Paal 58, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 59
Peraturan Menteri sebagai pelaksanaan ketentuan ini memuat substasni pokok antara lain; klasifikasi dan kerahasiaan Data, pengelolaan Data, penyerahaan Data, pemanfaatan dan peremajaan dan pemusnahan Data. BAB VI PEMANFAATAN MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN DALAM NEGERI
Bagian Pertama Prioritas Pemanfaatan
Pasal 60 Pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri dan bertugas menyediakan cadangan strategis Minyak Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar dalam negeri.
Pasal 60
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 37 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 61 (1) Dalam pelaksanaaan pemberian prioritas pemanfaatan Gas Bumi, Menteri menetapkan kebijakan mengenai penetapan prioritas pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri. (2) Dalam hal terjadi kelangkaan Gas Bumi di daerah tertentu, Menteri menetapkan prioritas pemanfaatan Gas Bumi sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.
Pasal 61
Cukup J elas
Bagian Kedua Tanggung Kontraktor Pasal 62 (1) Kontraktor bertanggungjawab untuk ikut serta memenuhi kebutuhan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk keperluan dalam negeri dari setiap cadangan yang dibuka.
Pasal 62
Cukup J elas (2) Besaran kewajiban Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 25% (dua puluh lima perseratus) bagiannya dari hasil produksi Minyak dan/atau Gas Bumi.
Pasal 63 Menteri menetapkan kebijakan mengenai pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk keperluan dalam negeri setiap tahun sekali. Pasal 63
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 38 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 63 (1) Terhadap cadangan Gas Bumi yang baru ditemukan Kontraktor wajib menyampaikan laporan terlebih dahulu kepada Menteri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal .
Pasal 63
Cukup J elas (2) Dalam hal cadangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diproduksikan, Menteri terlebih dahulu memberikan kesempatan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun kepada konsumen di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhannya.
(3) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya batas waktu 1 (satu) tahun pemberian kesempatan kepada konsumen di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri menyampaikan pemberitahuan kepada Kontraktor mengenai kondisi kebutuhan di dalam negeri.
(4) Dalam hal Menteri menyampaikan adanya kebutuhan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Kontraktor wajib untuk memulai melakukan negosiasi dengan konsumen dalam negeri.
(5) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri tidak menyampaikan adanya kebutuhan dalam negeri atau negosiasi antara Kontraktor dan konsumen dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dinyatakan gagal, maka Kontraktor wajib mendapatkan persetujuan Menteri untuk menjual Gas Bumi kepada pasar internasional.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 39 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (6) Persetujuan Menteri untuk menjual Gas Bumi kepada pasar internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), tidak menghapuskan tanggung jawab Kontraktor dalam memenuhi kebutuhan Gas Bumi untuk keperluan dalam negeri.
Pasal 64 Mekanisme pelaksanaan penyerahan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diatur dalam Kontrak Kerja Sama.
Pasal 64 Cukup J elas Pasal 65 (1) Menteri menetapkan kebijakan pemanfaatan Gas Bumi dari cadangan Gas Bumi dengan mengupayakan agar kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi secara optimal dengan mempertimbangkan kepentingan umum, kepentingan negara, dan kebijakan energi nasional.
Pasal 65
Cukup J elas (2) Dalam menetapkan kebijakan pemanfaatan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri mempertimbangkan aspek teknis yang meliputi cadangan dan peluang pasar Gas Bumi, infrastruktur baik yang tersedia maupun yang direncanakan dan usulan dari Badan Pelaksana.
Bagian Ketiga Evaluasi Mutu
Pasal 66 (1) Terhadap Minyak Bumi dan Gas Bumi yang ditemukan, diproduksikan dan dijual wajib dilakukan evaluasi mutu.
Pasal 66
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 40 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Biaya yang timbul dalam melakukan evaluasi mutu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan sebagai biaya operasi.
(3) Pengaturan lebih lanjut tentang tatacara evaluasi mutu Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
BAB VII PENERIMAAN NEGARA Pasal 67 (1) Kontraktor yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu wajib membayar penerimaan Negara yang berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 67 Cukup jelas (2) Penerimaan Negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas: a. pajak-pajak; b. bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai; c. pajak daerah dan retribusi daerah.
(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas: a. bagian Negara; b. pungutan Negara yang berupa iuran tetap dan iuran Eksplorasi dan Eksploitasi; c. bonus-bonus.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 41 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 68 Sebelum Kontrak Kerja Sama ditandatangani, Kontraktor dapat memilih ketentuan kewajiban membayar pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf a dengan pilihan sebagai berikut: a. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat Kontrak Kerja Sama ditandatangani; atau b. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Pasal 68 Cukup jelas
Pasal 69 Ketentuan mengenai penetapan besarnya bagian negara, pungutan negara, dan bonus-bonus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) serta tata cara penyetorannya diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 (1) Pembagian hasil Minyak dan Gas Bumi pada Kontrak Bagi Hasil antara Pemerintah dan Kontraktor dilakukan pada titik penyerahan. Pasal 70 Cukup jelas (2) Dalam penyerahan Minyak dan Gas Bumi pada titik penyerahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib digunakan sistem alat ukur yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 71 (1) Pengeluaran biaya investasi dan operasi dari Kontrak Bagi Hasil wajib mendapatkan persetujuan Badan Pelaksana. Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 42 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Kontraktor mendapatkan kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial.
Ayat (2)
Pengembalian biaya tersebut disetujui oleh Badan Pelaksana dengan mengacu dengan ketentuan yang terkait dalam Kontrak Kerja Sama yang bersangkutan. Pasal 72 Ketentuan mengenai pengembalian biaya operasi (cost recovery) pada Kontrak Bagi Hasil diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 72
Cukup J elas
Pasal 73 Seluruh produksi Minyak dan Gas Bumi yang dihasilkan Kontraktor pada Kontrak J asa merupakan milik Negara dan wajib diserahkan Kontraktor kepada Pemerintah.
Pasal 73 Dalam Kontrak J asa seluruh produksi Minyak dan Gas Bumi yang dihasilkan Kontraktor merupakan bagian Negara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 74 a. Kepada Kontraktor yang melakukan Eksploitasi Minyak dan/atau Gas Bumi berdasarkan Kontrak J asa diberikan imbalan jasa (fee). Pasal 74 Cukup jelas b. Besarnya imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah produksi Minyak dan/atau Gas Bumi yang dihasilkan dan ditetapkan berdasarkan penawaran dari Badan Usaha/Badan Usaha Tetap.
c. Kontraktor yang melakukan Eksploitasi Minyak dan/atau gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menanggung seluruh biaya dan resiko dalam memproduksi Minyak dan/atau Gas Bumi.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 43 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN d. Imbalan jasa (fee) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan setelah produksi komersial.
Pasal 75 Ketentuan mengenai Kontrak J asa diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri. Pasal 75
Cukup jelas Pasal 76 Penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) merupakan penerimaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 76
Cukup jelas Pasal 77 Penerimaan Negara bukan pajak setelah dikurangi penerimaan Pemerintah Daerah merupakan penerimaan Negara bukan pajak dari sektor Minyak dan Gas Bumi yang dapat dimanfaatkan sebagian oleh Departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 77 Penggunaan sebagian Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Departemen adalah dalam rangka menunjang kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi dan upaya untuk menarik investor dalam meningkatkan pencarian dan penemuan cadangan baru. Disamping itu penggunaan sebagian Penerimaan Negara bukan Pajak, juga dimaksudkan agar dapat dilakukan upaya yang menunjang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang kondusif, pelaksanaan survei, promosi Wilayah Kerja, Konsultasi dengan Pemerintah Daerah, dan lain-lain.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 44 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN BAB VIII PELAPORAN Pasal 78 (1) Kontraktor wajib menyampaikan laporan secara tertulis Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan dan perubahannya yang telah disetujui oleh Badan Pelaksana kepada Menteri.
Pasal 78 Ayat (1) Cukup jelas
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah disetujui oleh Badan Pelaksana.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 79
(1) Kontraktor wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri setiap penemuan (discovery) Minyak dan/atau Gas Bumi pada setiap pemboran sumur eksplorasi dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari setelah dilakukan uji kandungan lapisan.
(2) Menteri mengumumkan secara resmi penemuan (discovey) Minyak dan/atau Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 79
Ayat (1)
Laporan penemuan (discovery) Minyak dan/atau Gas Bumi mencakup antara lain data mengenai lokasi,lapisan, kedalaman, dan besarnya laju aliran (flow rate).
Ayat (2) Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kepastian mengenai hal-hal yang terkait dengan penemuan (discovery) Minyak dan/atau Gas Bumi tersebut.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 45 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 80
(1) Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah penemuan minyak dan/atau gas bumi, Kontraktor wajib menyelesaikan kegiatan untuk mengkonfirmasi perkiraan besarnya cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi.
(2) Kontraktor wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri perkiraan besarnya cadangan Minyak dan/atau Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk perubahannya.
Pasal 80
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan mengkonfirmasi perkiraan besarnya cadangan antara lain meliputi pemboran deliniasi, kajian teknis dan ekonomis.
Ayat (2) Cukup J elas Pasal 81 (1) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dimulainya Survey Geologi, Geofisika, atau Geokimia, Kontraktor wajib memberitahukan secara tertulis kepada Menteri. (2) Dalam hal terjadi perubahan atas rencana dan pelaksanaan Survey Geologi, Geofisika dan Geokimia Kontraktor wajib memberitahukan secara tertulis kepada Menteri. (3) Kontraktor wajib menyampaikan laporan secara tertulis mengenai perkembangan pelaksanaan Survey Geologi, Geofisika atau Geokimia kepada Menteri. (4) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya survey dan diperolehnya hasil Survey Geologi, Geofisika dan Geokimia, Kontraktor wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri.
Pasal 81
Ayat (1) Cukup J elas
Ayat (2) Cukup J elas
Ayat (3) Cukup J elas
Ayat (4) Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 46 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 82
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelumnya dimulainya pemboran Eksplorasi, pemboran penilaian dan pemboran pengembangan, Kontraktor wajib memberitahukan secara tertulis kepada Menteri. (2) Apabila terjadi perubahan atas rencana dan pelaksanaan pemboran Eksplorasi, pemboran penilaian dan pemboran pengembangan, Kontraktor wajib memberitahukan secara tertulis kepada Menteri. (3) Kontraktor wajib menyampaikan laporan secara tertulis mengenai perkembangan pelaksanaan pemboran Eksplorasi, pemboran penilaian dan pemboran pengembangan kepada Menteri. (4) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari, Kontraktor wajib menyampaikan laporan secara tertulis mengenai hasil pemboran Eksplorasi, pemboran penilaian dan pemboran pengembangan kepada Menteri.
Pasal 82
Ayat (1) Cukup J elas
Ayat (2) Cukup J elas
Ayat (3) Cukup J elas
Ayat (4) Cukup J elas
Penjelasan: Khusus untuk pengeboran Eksplorasi dan menemukan minyak dan gas bumi berlaku ketentuan 2 hari lapor (cek pasalnya)
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 47 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 83
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah ditemukannya reservoir baru beserta batas-batasnya, data reservoir dan perkiraan cadangan yang diperoleh, Kontraktor wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Menteri. (2) Kontraktor wajib melakukan kajian manajemen reservoir atas cadangan Minyak dan Gas Bumi yang ditemukan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1). (3) Hasil kajian manajemen reservoir sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) wajib disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan. (4) Apabila dianggap perlu, Menteri dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan kajian ulang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2). (5) Berdasarkan hasil kajian manajemen reservoir, Menteri memberikan sertifikasi atas cadangan pada lapangan Minyak dan Gas Bumi yang baru ditemukan.
Pasal 83
Ayat (1) Cukup J elas
Ayat (2) Cukup J elas
Ayat (3) Cukup J elas
Ayat (4) Cukup J elas
Ayat (5) Cukup J elas
Pasal 84
Tata cara pelaksanaan pelaporan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81, dan Pasal 82, Pasal 83, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 84
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 48 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN BAB IX
TATA CARA PENYELESAIAN PENGGUNAAN TANAH HAK ATAU TANAH NEGARA
Pasal 85 (1) Kontraktor yang akan menggunakan bidang-bidang tanah hak atau tanah negara di dalam wilayah kerjanya wajib terlebih dahulu mengadakan penyelesaian penggunaan tanah dengan pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara, sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 85
Ayat (1)
Pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara dalam ketentuan ini antara lain adalah:
a. pemgang hak atas tanah yang bersertipikat atau belum bersertipukat, atau; b. masyarakat hukum adat yang tanah ulayatnya terkena pembangunan, atau; c. pihak yang megnausai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah, atau; d. nadzir, bagi tanah wakaf, atau; e. pemakai tanah diatas tanah negara,atau; f. pemilik bangunan, tanaman atau benda-benda lain berkaitan dengan tanah.
(2) Masyarakat pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara wajib mengizinkan Kontraktor yang telah memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau salinannya yang sah, untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi di atas tanah yang bersangkutan, apabila Kontraktor dimaksud telah melakukan penyelesaian penggunaan tanah atau memberikan jaminan penyelesaian yang disetujui oleh pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara. Ayat (2)
Yang dimaksud dengan J aminan dalam ketentuan ini adalah antara lain berupa pernyataan kesanggupan penyelesaian pemberian ganti kerugian olhe Kontraktor yang disepakati oleh pemegang hak atas tanah.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 49 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
Pasal 86 (1) Penyelesaian penggunaan tanah oleh Kontraktor, dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di atas tanah negara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 86
Ayat (1)
Cukup J elas (2) Musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan secara langsung dengan pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah diatas tanah negara yang bersangkutan dengan cara jual beli, tukar menukar, ganti rugi yang layak, pengakuan atau bentuk penggantian lain. Ayat (2) Penyelesaian penggunaan tanah dalam bentuk pengakuan atau penggantian lain dapat berupa: a. ganti kerugian untuk tanah ulayat dilaksanakan berdasarkan musyawarah danmufakat sesuai hukum adat setempat; b. kaveling siap bagun; c. tanah pengganti; d. perumahan sederhana atau sangat sederhana dengan fasilitas Kredit Perumahan Rakyat (KPR); e. rumah susun dengan fasilitas Kredit Perumahan Rakyat (KPR); f. real estate dengan fasilitas Kredit Perumahan Rakyat (KPR); g. relokasi, atau; h. bentuk pengalihan lainnya yang dapat diusahakan oleh Kontraktor dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (3) Dalam hal tanah yang bersangkutan adalah tanah ulayat masyarakat hukum adat, tata cara musyawarah dan mufakat harus memperhatikan tata cara pengambilan keputusan masyarakat hukum adat setempat. Ayat (3)
Penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Qonun untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Peraturan Daerah Propinsi (Perdasi) untuk Propinsi Papua, diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 50 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN bermanfaat bagi masyarakat setempat, dan terhadap tanah wakaf/peribadatan lainnya ganti rugi diberikan dalam bentuk tanah, bangunan, dan perlengkapan yang diperlukan.
Kriteria keberadaan tanah ulayat dimaksud ditentukan sesuai dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku.
Pasal 87 (1) Dalam hal jumlah masyarakat pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah negara cukup banyak, sehingga tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah tersebut dapat dilaksanakan secara parsial atau dengan wakil yang ditunjuk oleh dan yang bertindak selaku kuasa pemegang hak, dengan surat kuasa yang dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup J elas (2) Dalam hal tidak tercapai musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) para pihak dapat menunjuk pihak lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pihak lain dalam ketentuan ini dadpat berupa tim atau penitia yang dibentuk pejabat yang berwenang.
Pasal 88 (1) Penetapan ganti kerugian terhadap tanah berpedoman pada hasil musyawarah, dengan memperhatikan Nilai J ual Objek Pajak erakhir.
Pasal 88
Ayat (1)
Cukup J elas (2) Penetapan ganti kerugian terhadap bangunan, tanaman dan bendabenda lain yang berada di atas tanah, berpedoman pada standar teknis terkait. Ayat (2) Yang dimaskud dengan standar teknis dalam ketentuan ini adalah standard yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 51 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
Pasal 89 (1) Bersamaan dengan pemberian ganti kerugian dibuat surat pernyataan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan sekurang- kurangnya 2 (dua) orang saksi .
Pasal 89
Cukup J elas (2) Pada saat pembuatan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemegang hak atas tanah menyerahkan sertipikat dan atau asli surat-surat tanah yang bersangkutan kepada Kontraktor.
Pasal 90 (1) Tanah yang telah diselesaikan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 menjadi milik Negara dan dikelola Badan Pelaksana, kecuali tanah sewa. Pasal 90
Ayat (1)
Cukup J elas
(2) Tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dimohon sertipikat hak atas tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) Sertipikat yang dimaksud dalam ketentuan ini diterbitkan atas nama Pemerintah.
Pasal 91 (1) Wilayah Kerja Kontraktor yang belum digunakan untuk Eksplorasi dan Eksploitasi, dapat digunakan untuk kegiatan selain Eksplorasi dan Eksploitasi oleh pihak lain setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri dan izin penggunaan dari Pemerintah Daerah setempat.
Pasal 91
Cukup J elas (2) Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan rekomendasi Menteri dapat memohon hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 52 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
Pasal 92 (1) Kontraktor dapat melakukan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi selain kegiatan sebagaimana dalam Pasal 47 di dalam Wilayah Kerja Kontraktor yang bersangkutan sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.
Pasal 92
Cukup J elas
(2) Kontraktor dapat membangun fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 di atas bidang tanah didalam dan/atau diluar Wilayah Kerja Kontraktor setelah dilakukan pengadaannya sesuai ketentuan dalam Bab ini.
(3) Kepemilikan, pendaftaran hak atas tanah dan pembukuan atas bidang tanah yang digunakan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku ketentuan Pasal 91.
Pasal 93 (1) Kontraktor yang memiliki Right of Way (ROW) pipa transmisi Minyak dan Gas Bumi diwajibkan mengizinkan Kontraktor lainnya menggunakan ROW tersebut untuk pembangunan dan penggunaan pipa transmisi Minyak dan Gas Bumi. Pasal 93
Cukup J elas (2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada pertimbangan teknis dan ekonomis serta keselamatan dan keamanan.
(3) Kontraktor yang akan menggunakan ROW sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat melakukan perundingan secara langsung dengan Kontraktor/pihak lain pemilik ROW.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dicapai kesepakatan, Kontraktor mengajukan kepada Menteri melalui Badan Pelaksana untuk menetapkan penyelesaian lebih lanjut.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 53 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 94 Tanah yang digunakan untuk Right of Way (ROW) pipa transmisi Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dapat dimohonkan hak atas tanahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 94
Cukup J elas
BAB X KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJ A SERTA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP SERTA PENGEMBANGAN MASYARAKAT SETEMPAT
Bagian Pertama Ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Penerapan Kaidah Keteknikan Yang Baik
Pasal 95
Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib menjamin dan menaati ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta Penerapan Kaidah Keteknikan yang baik.
Apa perlu dibuat bab lagi, karena akan diatur dalam PP sendiri.
Pasal 95
Kewajiban pengelolaan lingkungan hidup antara lain berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pasca operasi pertambangan.
Pasal 96 Ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta Penerapan Kaidah Keteknikan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 96 Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 54 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
Bagian Kedua Pengembangan Lingkungan dan Masyarakat Setempat
Pasal 97 (1) Kontraktor dalam melaksanakan kegiatannya wajib ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.
Pasal 97
Ayat (1)
Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat dilaksanakan oleh Kontraktor untuk membantu program Pemerintah dalam meningkatkan produktifitas masyarakat dan kemampuan sosial ekonomi kerakyatan secara mandiri dengan mendayakan potensi daerah secara berkesinambungan. (2) Tanggung jawab Kontraktor dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah keikutsertaan dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi kemampuan masyarakat setempat antara lain dengan cara mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas tertentu sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta keharmonisan antara Kontraktor dengan masyarakat di sekitarnya. Ayat (2) Cukup J elas
Pasal 98
Dalam keikutsertaan untuk pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1), Kontraktor mengalokasikan dana dalam setiap penyusunan rencana kerja dan anggaran tahunan. Pasal 98
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 55 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
Pasal 99
(1) Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat oleh Kontraktor dilakukan dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
Pasal 99
Cukup J elas (2) Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diutamakan untuk masyarakat di sekitar daerah dimana Eksploitasi dilaksanakan.
Pasal 100
Pelaksanaan keikutsertaan Kontraktor dalam pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) diberikan dalam bentuk natura berupa sarana dan prasarana fisik, atau pemberdayaan usaha dan tenaga kerja setempat. Pasal 100 Cukup J elas
Pasal 101
Ketentuan mengenai pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, dan Pasal 100, , diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 101
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 56 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN BAB XI PEMANFAATAN BARANG, J ASA, TEKNOLOGI DAN KEMAMPUAN REKAYASA DAN RANCANG BANGUN DALAM NEGERI Pasal 102 (1) Seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu yang dibeli Kontraktor menjadi milik/kekayaan negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana.
Pasal 102
Ayat (1) Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah sebagai konsekuensi dari status barang sbagai Barang Milik Negara sehingga harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bukandimaskudkan untuk mengatur mengenai pembinaan terhadap aspek mikro atas penggunaan Barang Milik Negara oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. (2) Dalam hal barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari luar negeri, tata cara impor barang dan peralatan tersebut ditetapkan oleh Menteri dan Menteri lain terkait. Ayat (2) Cukup J elas (3) Barang dan peralatan oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (3) Cukup J elas (4) Kontraktor dapat menggunakan barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selama berlakunya Kontrak Kerja Sama. Ayat (4) Cukup J elas Pasal 103 (1) Kontraktor wajib mengutamakan pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri dengan mencantumkan kandungan lokal (local content). Pasal 103 Ayat (1) Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri dala ketentuan ini tetap harus mempertimbangkan persyaratan teknis, kualitas, ketepatan pengiriman dan harga.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 57 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (2) Pengutamaan pemanfaatan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan apabila barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa rancang bangun tersebut telah dihasilkan atau tersedia dalam negeri serta memenuhi kualitas/mutu, waktu penyerahan, dan harga sesuai ketentuan dalam pengadaan barang dan jasa. Ayat (2) Cukup J elas Pasal 104 Barang dan peralatan, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dapat diimpor selama belum diproduksi di dalam negeri dan selama barang dan peralatan, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun yang akan diimpor memenuhi persyaratan standar/mutu, efisiensi biaya operasi, jaminan waktu penyerahan dan dapat memberikan jaminan pelayanan purna jual. Pasal 104
Cukup J elas Pasal 105 (1) Pengelolaan barang dan peralatan yang dipergunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu dilakukan oleh Badan Pelaksana. Pasal 105
Ayat (1) Cukup J elas (2) Kelebihan persediaan barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dialihkan penggunaannya kepada Kontraktor lain di Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia atas persetujuan Badan Pelaksana dan dilaporkan secara berkala kepada Menteri dan Menteri Keuangan. Ayat (2) Cukup J elas (3) Dalam hal kelebihan persediaan barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak digunakan oleh Kontraktor lain, Badan Pelaksana wajib melaporkan kepada Menteri Keuangan melalui Menteri untuk ditetapkan kebijakan pemanfaatannya. Ayat (3) Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 58 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN
(4) Dalam hal barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) akan dihibahkan, dijual, dipertukarkan, dijadikan penyertaan modal negara, dimusnahkan atau dimanfaatkan oleh pihak lain dengan cara dipinjamkan, disewakan dan kerjasama pemanfaatan, wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan atas usul Badan Pelaksana melalui Menteri. Ayat (4) Dalam hal barang dan peralatan dijual pada pihak lain, maka hasil penjualannya wajib disetorkan kepada Kas Negara. (5) Dalam hal Kontrak Kerja Sama telah berakhir, barang dan peralatan Kontraktor wajib diserahkan kepada pemerintah untuk ditetapkan kebijakan pemanfaatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Ayat (5)
Cukup J elas Pasal 106 Ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa, pemanfaatan aset, dan tata cara pelaksanaan impor barang operasi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, Pasal 104, dan Pasal 105, Pasal 106, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 106
Cukup J elas BAB XII KETENAGAKERJ AAN Pasal 107 (1) Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya, Kontraktor wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja warga negara Indonesia dengan memperhatikan pemanfaatan tenaga kerja setempat sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan.
Pasal 107
Cukup J elas (2) Kontraktor dapat menggunakan tenaga kerja asing untuk jabatan dan keahlian tertentu yang belum dapat dipenuhi tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 59 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN (3) Penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri dan Menteri lain terkait.
Pasal 108 Ketentuan mengenai hubungan kerja, perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja serta penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain diatur sesuai dengan peraturan perundang- undangan di bidang ketenagakerjaan. Pasal 108
Cukup J elas Pasal 109 Untuk mengembangkan kemampuan tenaga kerja Indonesia agar dapat memenuhi standar kompetensi kerja dan kualifikasi jabatan Kontraktor wajib melaksanakan pembinaan dan program pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia. Pasal 109 Yang dimaksud dengan Kontraktor dalam ketentuan ini adalah termasuk perusahaan jasa penunjang. Pasal 110 (1) Kontraktor wajib melaksanakan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia melalui program pemagangan, pendidikan dan pelatihan. (2) Pembinaan dan pengembangan tenaga kerja Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 110
Cukup J elas Pasal 111
Dalam hal Wilayah Kerja telah dinyatakan komersial dan dapat diproduksikan, Menteri menetapkan standar renumerasi seluruh tenaga kerja di Wilayah Kerja tersebut. Pasal 111
Pengaturan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesenjangan antara tenaga kerja nasional dan tenaga kerja asing.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 60 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN BAB XIII KETENTUAN LAIN Pasal 112 Ketentuan mengenai pengusahaan Gas Metana B termasuk bentuk dan ketentuan- ketentuan Kontrak Kerja Samanya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 112 Cukup J elas
Pasal 113
(1) Dalam hal adanya kepentingan nasional yang mendesak, dengan tetap mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara, dapat dilakukan pengecualian terhadap beberapa ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama mengenai: a. penawaran participating interest kepada Badan Usaha Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38; b. pengembalian biaya investasi dan operasi dari Kontrak Bagi Hasil sebagaimana Pasal 69; c. jangka waktu Kontrak Kerja Sama pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
d. besaran bagi hasil sebagaimana dimaskud dalam Pasal ....
(2) Kepentingan nasional yang mendesak sebagaimana diaksud dalam ayat (1) adalah untuk mempercepat peningkatan produksi minyak dan gas bumi.
Pasal 113
Ayat (1)
Huruf a Cukup J elas
Huruf b Cukup J elas
Huruf c Pengecualian jangka waktu Kontrak Kerja Sama, dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum penetapan jangka waktu kontrak paling lama 30 (tiga puluh) tahun dalam suatu Kontrak Kerja Sama baru.
Huruf d Cukup J elas
Ayat (2) Kepentingan nasional yang mendesak untuk meningkatkan produksi Minyak dan Gas Bumi adalah peningkatan penerimaan negara, pemenunhan kebutuhan minyak dan gas bumi dalam negeri, dan peningkatan pengembangan ekonomi dan penerimaan daerah.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 61 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN Pasal 114
Pengecualian terhadap beberapa ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 hanya dapat diberikan apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut: a. tersedianya cadangan Minyak dan Gas Bumi yang cukup besar yang segera dapat diproduksikan; b. diberlakukan pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan; c. adanya partisipasi modal nasional dalam pengusahaan. Pasal 114 Cukup J elas
Pasal 115
Menteri mengajukan permohonan pengecualian ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama untuk suatu Wilayah Kerja tertentu berdsarkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. Pasal 115 Cukup J elas
Pasal 116 Berdarakan persetujuan Presiden, Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama dan menetapkan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pasal 116 Cukup J elas
BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 117 Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku : Pasal 117 Cukup J elas
a. Kontrak Bagi Hasil dan kontrak lain yang berkaitan dengan Kontrak Bagi Hasil antara Pertamina dan pihak lain tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yang bersangkutan.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 62 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN b. Kontrak Bagi Hasil dan kontrak lain yang berkaitan dengan Kontrak Bagi Hasil sebagaimana dimaksud dalam huruf a, beralih kepada Badan Pelaksana.
c. Kontrak-kontrak antara Pertamina dengan pihak lain yang berbentuk J oint Operating Agreement (J OA)/J oint Operating Body (J OB) beralih kepada Badan Pelaksana dan berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yang bersangkutan.
d. Hak dan kewajiban (participating interest) dalam JOA dan JOB sebagaimana dimaksud dalam huruf c beralih dari Pertamina kepada PT Pertamina (Persero).
e. Kontrak-kontrak antara Pertamina dengan pihak lain yang berbentuk Technical Assistance Contract (TAC) dan Kontrak Enhanced Oil Recovery (EOR) beralih kepada PT Pertamina (Persero) dan berlaku sampai berakhirnya kontrak yang bersangkutan.
f. Setelah J OA/J OB sebagaimana dimaksud dalam huruf c berakhir, Menteri menetapkan kebijakan mengenai bentuk dan ketentuan kerja sama dari wilayah bekas kontrak- kontrak tersebut.
g. Setelah Technical Assistance Contract (TAC) dan Kontrak Enhanced Oil Recovery (EOR) sebagaimana dimaksud dalam huruf e yang berada pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina berakhir, wilayah bekas kontrak tersebut tetap merupakan bagian wilayah kerja PT Pertamina (Persero).
h. Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu Kontrak sebagaimana dimaksud dalam huruf e diperoleh kesepakatan para pihak, Menteri dapat menentukan kebijakan bentuk lain dari kontrak yang bersangkutan.
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 63 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN i. Besaran kewajiban pembayaran PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf i dan huruf j kepada negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada bekas Wilayah Kuasa Pertambangan Pertamina.
j. Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan Kontrak Kerja Sama bagi PT Pertamina (Persero) dan anak perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf h, huruf i, dan huruf j.
k. Pengalihan kontrak-kontrak sebagaimana dimaksud dalam huruf b, tidak mengubah ketentuan-ketentuan kontrak.
l. Kontrak-kontrak dalam rangka kontrak Kerja Sama yang terkait dengan Liquified Natural Gas, antara lain: Priciple of Agreement, Processing Agreement, Agreement for Use and Operation of the Plant, EPC Contract, Liquid Natural Gas Sales Agreement, Supply Agreement, Time charter Party Agreement dan perjanjian yang terkait dengan pendanaan oleh pihak ketiga diantaranya Trustee and Paying Agent Agreement dan Producers Agreement antara Pertamina dengan pihak lain beralih kepada PT. Pertamina (Persero).
m. Dalam pelaksaan huruf l atas nama BPMigas, PT. Pertamina (persero) berwenang untuk mengatur para Kontraktor Kontrak Kerja Sama terkait dalam hal sebagai berikut: - penyuplaian gas diperlukan untuk penjualan Liquified Natural Gas sesuai dengan Kontrak-kontrak penjualan Liquified Natural Gas yang harus dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero).
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 64 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN - hubungan dengan pihak-pihak dalam kontrak-kontrak sebagaimana disebut dalam huruf o.
BPMigas wajib membantuk PT. Pertamina (persero) dalam pelaksanaan wewenang tersebut. n. Dalam hal PT. Pertamina (Persero) tidak dapat melakukan penjualan LNG sesuai dengan perjanjian penjualan LNG yang disebabkan tidak tersedianya suplai gas oleh kontraktor KKS, segala akibat hukum yang timbul akan ditanggung oleh Kontraktor KKS yang bersangkutan dan BPMigas.
o. Segala biaya yang timbul oleh PT. Pertamina (Persero), terkait dengan pelaksanaan kontrak-kontrak dimaksud huruf l dibebankan kepada hasil penjualan LNG yang teredia dalam trustee. Dalam hal PT. Pertamina (persero) harus mengenluarkan biaya yang timbul akibat kegagalan kontraktor KKS untuk menyediakan gas yang diperlukan dalam penjualan LNG sesuai dengan kontrak-kontrak penjualan LNG yang harus dilakukan oleh PT. Pertamina (persero),biaya tersebut harus ditanggung oleh Kontraktor KKS yang bersangkutan bersama dengan BPMigas dan Pemerintah.
p. Menteri dapat mengatur lebih lanjut ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l.
Pasal 118 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 mengenai pedoman dan syarat-syarat Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi, dan pembinaan dan pengawasan Minyak dan Gas Bumi, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pasal 118
Cukup J elas
DRAFT RPP HULU MIGAS
DRAFT RPP HULU MIGAS 65 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
PENJELASAN BAB XV PENUTUP Pasal 119 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pasal 119 Cukup J elas
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di J akarta pada tanggal .......................... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di J akarta pada tanggal ........................... SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd. YUSRIL IHZA MAHENDRA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ......... NOMOR ............