Anda di halaman 1dari 6

J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2012) 1-6

1
AbstrakMetode inversi impedansi akustik merupakan salah
satu metode indirect detection hidrokarbon yang telah banyak
digunakan, baik oleh perusahaan minyak dan gas ataupun oleh
peneliti. Dalam beberapa kasus, metode ini sangat dapat
dipercaya untuk mendeteksi hidrokarbon. Dalam peper ini,
penulis menyajikan hasil dari metode direct detection dengan
menggunakan metode EMD (Empirical Mode Decomposition)
untuk mendeteksi adanya hidrokarbon, dan hasilnya akan
dibadingkan dengan hasil dari metode inversi impedansi akustik
untuk mengetahui keakuratan metode EMD ini. Setelah
dilakukan penelitian didapatkan hasil yang cukup memuaskan
yakni hasil metode EMD dinyatakan dapat menyamai hasil dari
metode inversi impedansi akustik. Anomali keberadaan
hidrokarbon ditemukan pada lapangan X pada pada CDP 474-
498 dan CDP 516-522 yang terletak pada kedalaman 700-800 ms,
CDP 1038-1080 yang terletak pada kedalaman 790-850 ms dan
pada CDP 1108-1208 yang terletak pada kedalaman 750-850 ms.
Sehingga metode EMD ini sangat direkomendasikan untuk
dilakukan pada kegiatan eksplorasi.
Kata KunciHidrokarbon, Impedansi Akustik, EMD
(Empirical Mode Decomposition).
I. PENDAHULUAN
ksplorasi hidrokarbon dalam industri minyak dan gas bumi
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menemukan cadangan hidrokarbon yang ekonomis untuk
dilakukan tahapan eksploitasi selanjutnya. Metoda seismik
refleksi merupakan salah satu metoda geofisika yang
digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon untuk mendapatkan
gambaran struktur geologi dan perlapisan bawah permukaan
yang berpotensi sebagai jebakan hidrokarbon dengan tingkat
keakuratan serta detail yang tinggi. Seiring peningkatan jumlah
pemakaian bahan bakar fosil, tuntutan untuk meningkatkan
produksi bahan bakar fosil atau hidrokarbon meningkat. Usaha
untuk meningkatkan produksi hidrokarbon tidak hanya dengan
cara mencari sumber-sumber hidrokarbon baru, tetapi juga
dengan mengembangkan lapangan-lapangan yang sudah ada,
dengan demikian diperlukan diperlukan teknik analisa lebih
lanjut mengenai kondisi reservoir terkait.
Deteksi hidrokarbon dengan metode-metode yang baru
sangat dibutuhkan, baik metode mendeteksi hidrokarbon
secara langsung (direct detection) ataupun metode yang
digunakan mendeteksi hidrokarbon secara tidak langsung
(indirect detection). Metode langsung untuk mendeteksi
hidrokarbon adalah metode yang hanya menggunakan data
seismik untuk menemukan reservoir atau hidrokarbon,
sedangkan metode tidak langsung merupakan metode yang di-
dalamnya menggunakan data seismik serta data sumur untuk
mendeteksi reservoir ataupun karakterisasinya. Badan
Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas)
menyebutkan bahwa untuk melakukan pengeboran sumur
Migas dibutuhkan biaya minimal sebesar US$ 5 juta atau
sekitar Rp 50 miliar, padahal untuk melakukan eksplorasi akan
adanya hidrokarbon tidak cukup hanya melakukan pengeboran
satu atau dua sumur, sangat bisa dipastikan bahwa biaya yang
dibutuhkan tidaklah murah, maka sangat diperlukan sekali
metode metode yang dapat mendeteksi hidrokarbon secara
langsung (direct detection) guna meminimalisasi biaya ataupun
bencana yang akan ditimbulkan dengan adanya pengeboran
sumur.
Dalam Paper ini akan membandingkan antara dua metode
secara langsung dan metode secara tidak langsung guna
mengetahui apakah hasil deteksi hidrokarbon metode langsung
yang di gunakan sudah menyamai dari hasil yang diperoleh
dari metode secara tidak langsung. Dalam metode tidak
langsung penulis menggunakan metode inversi impedansi
akustik yang telah banyak digunakan dalam mendeteksi
hidrokarbon dan dalam metode langsung penulis menggunakan
metode EMD (Empirical Mode Decomposition) yang
diharapkan akan menunjukkan hasil yang dapat menyerupai
hasil yang dilakukan dengan metode inversi impedansi akustik.

A. Batasan Masalah
Penelitian paper ini dibatasi oleh beberapa hal, yaitu
sebagai berikut:
1. Pengolahan data seismik menggunakan data post-stack
seismik 2D pada lapangan X
2. Deteksi hidrokarbon dilakukan pada formasi Air
Benakat pada lapangan X
3. Deteksi hidrokarbon di lakukan menggunakan metode
inversi impedansi akustik dan metode EMD
(Empirical Mode Decomposition).
Deteksi Lapisan Hidrokarbon dengan Metode
Inversi I mpedansi Akustik dan EMD (Empirical
Mode Decomposition) pada Formasi Air
Benakat Lapangan "X"
M.mushoddaq dan Bagus J aya Sentosa
J urusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
J l. Arief rahman hakim, surabaya 60111
E-mail: bjs@physics.its.ac.id
E
J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

2
4. Pada perolehan atribut Sweetness dilakukan sampai
tahap normalisasi
5. Pengolahan dilakukan dengan perangkat lunak
Humpson Russell dan Promax.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menentukan lapisan hidrokarbon dengan menggunakan
metode inversi impedansi akustik pada formasi Air
Benakat pada lapangan X
2. Menentukan lapisan hidrokarbon dengan menggunakan
metode EMD (Empirical Mode Decompotitio) pada
formasi Air Benakat pada lapangan X
Memperoleh hasil penggambaran yang terbaik berdasarkan
perbandingan dari pengolahan menggunakan metode inversi
impedansi akustik dengan metode EMD (Empirical Mode
Decomposition) untuk mendeteksi lapisan hidrokarbon pada
formasi Air Benakat lapangan X.
II. DASAR TEORI
A. Acoustic Impedance (AI)
Impedansi akustik merupakan parameter fisis yang diekstrak
dari nilai respon kecepatan gelombang seismik (vp) dikalikan
dengan densitas batuan. Kecepatan memiliki peran yang lebih
penting dalam mengontrol harga AI karena perubahan
kecepatan lebih signifikan daripada perubahan densitas secara
lateral maupun vertikal. Perubahan nilai AI dapat menandakan
perubahan karakteristik batuan seperti litologi, porositas,
kekerasan, dan kandungan fluida. AI dapat dianalogikan
berbanding lurus terhadap kekerasan batuan dan berbanding
terbalik dengan porositas.

B. Metode Seismik Inversi
Seismik inversi adalah suatu teknik pembuatan model
geologi bawah permukaan, dengan menggunakan data seismik
sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono,
2009). Pada dasarnya inversi seismik merupakan proses untuk
mengubah data seismik yang berupa kumpulan nilai amplitudo
ke dalam kumpulan nilai impedansi akustik. Perbedaan antara
data seismik dengan data impedansi akustik adalah bahwa data
seismik hanya melihat pola perlapisan bumi sedangkan data
impedansi akustik melihat sifat fisik dalam lapisan itu sendiri.
Oleh karena itu, tampilan impedansi akustik akan mendekati
nilai riil dan lebih mudah dipahami.
Seismik inversi AI menjadi metode standar yang dikerjakan
oleh geofisikawan karena mampu mendeskripsikan sifat fisik
dari tiap lapisan batuan secara lebih detail. Dengan kata lain,
inversi seismik merupakan pemodelan kebelakang (backward
modeling), dimana inputnya merupakan rekaman seismik yang
dimodelkan inversi ke dalam penampang AI
Berdasarkan macam data, metode seismik inversi dibagi
menjadi dua, yaitu inversi pada data seismik yang telah di-
stack (post-stack inversion) dan inversi pada data yang belum
di-stack (pre-stack inversion)















Gambar 2.1 Macam-macam teknik inversi (Sukmono,
2009)

C. Hilbert Huang Transform (HHT)
HHT merupakan nama yang diberikan oleh NASA,
diusulkan oleh Huang et al. (1998). Ini merupakan hasil dari
Empirical Mode Decomposition (EMD) dan Hilbert spectral
analysis (HSA). HHT menggunakan metode EMD untuk
mendekomposisi sinyal ke fungsi mode apa yang disebut
intrinsik, dan menggunakan metode HSA untuk memperoleh
data frekuensi sesaat. HHT, yang menyediakan metode baru
analisis data non-stationary dan non-linier.
Bagian mendasar dari HHT adalah EMD. Dengan
menggunakan metode EMD, data rumit didekomposisi menjadi
terbatas dan menjadi sejumlah kecil komponen, yang
merupakan kumpulan IMF. IMF merepresentasikan model
osilasi yang terdapat pada data.

D. Aplikasi EMD Pada Pengolahan Data Seismik
EMD merupakan teknik mendekomposisi sinyal menjadi
beberapa IMF. Selain dapat diaplikasikan pada awal
processing seismik, EMD juga dapat diaplikasikan pada
advance processing. Teknik f-x EMD Filtering merupakan
salah satu metoda filtering yang dilakukan pada domain f-x
dan dapat bekerja pada sinyal stasioner dan non-stasioner.
Teknik f-x EMD dapat diaplikasikan pada data dengan
irregular geometri.
Adapun langkah yang dilakukan dalam f-x EMD filtering
adalah sebagai berikut ini (Bekara,2009) :
1. Pemilihan Time Window dan transform data ke domain
frekuensi
2. Untuk tiap frekuensi :
Pisahkan komponan real dan imaginer dalam sekuen
spasial
Hitung IMF 1 untuk sinyal real dan kurangi sinyal
untuk memperoleh sinyal yang telah di filter
Ulangin untuk bagian imaginer
Kombinasikan untuk membentuk sinyal komplek yang
telas di filter
3. Transform data ke domain t-x
4. Ulangi untuk domain berikutnya
Penggunaan f-x EMD sedikit berbeda dengan Hilbert
Huang Transform. yang bekerja pada time-frekuensi domain.
Dalam metoda filtering ini, EMD diaplikasikan dalam
domain frekuensi-offset (f-x) untuk mendekomposisi sinyal
dan membuang sinyal non-stasionernya. Proses Transformasi
J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

3
menggunakan Tranformasi fourier yang telah di windowing
terlebih dahulu.
Dalam seismik f-x EMD memiliki berbagai aplikasi yang
variatif. Teknik f-x EMD filter perupakan salah satu aplikasi
EMD pada pengolahan data seismik bagian awal, EMD juga
dapat digunakan pada pengolahan data seismik lanjut.
Contohnya yaitu aplikasi EMD pada deliniasi reservoar lapisan
tipis, dll
III. METODOLOGI
Pada metodologi alur pemrosesan dibagi menjadi dua, yang
pertama dilakukan pemrosesan impedansi akustik
menggunakan software humpson russell dan yang kedua
dilakukan prosess EMD (Empirical Mode Decomposition)
yang dilakukan melalui software Promax.





















Gambar 3.1 Diagram alir proses inversi impedasi akustik



















Gambar 3.2 Diagram alir proses EMD
IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Crossplot












Gambar 4.1 Crossplot P-Impedance vs Density dengan skala
warna Gamma-Ray: 67 (cutoff GAPI)

Sebelum melakukan analis crossplot diperlukan penurunan
log yaitu log densitas, log porositas, dan log P-wave. Dalam
studi ini analisa crossplot dilakukan antara AI dengan
Densitas.
Analisa crossplot dapat digunakan sebagai parameter
masukan untuk membuat model porositas yang didapatkan dari
hasil inversi. Analisa tersebut juga menunjukkan sebuah
hubungan antara nilai impedansi akustik dengan nilai densitas,
hubungan tersebut memberikan hubungan yang sangat baik
yaitu semakin kecil impedansi akustiknya semakin kecil pula
nilai densitasnya dan ini menunjukkan bahwa porositas yang
dihasilkan sangat besar nilainya.
Analisa crossplot dapat juga digunakan untuk memisahkan
litologi antara reservoir batu pasir dengan batu lempung
daerah sekitar, maka perlu digunakan log Gamma-Ray sebagai
trend lines untuk memisahkan litologi dari batu pasir
(sandstone) dan batu lempung (shale). Batu pasir ditunjukkan
dengan trend lines berupa warna kuning dan coklat untuk batu
lempung. Hasil analisa crossplot bahwa pada lapangan X,
jumlah persebaran batu lempung cukup banyak sehingga batu
pasir hanya ditemukan dipermukaan zona interest saja. Yakni
tepat ada daerah atas Formasi Air Benakat. Dapat disimpulkan
bahwa memang lapangan ini adalah lapangan yang potensial
akan reservoir hirokarbon dan ditunjukkan pula gambar
tersebut bahwa perbedaan warna kuning dan coklat dapat
memisah. Sehingga hal ini dapat membuktikan bahwa data log
pada lapangan ini dapat dilakukan metode inversi impedansi
akustik. Karena syarat inversi AI salah satunya adalah dilihat
dari hasil crossplot terlebih dahulu, apakah litologi yang
ditunjukkan dapat terpisah atau tidak.

B. Analisa Well Seismic Tie
Pengikatan data seismik dengan keempat sumur yaitu
sumur 1, sumur 4, sumur 5 dan dan sumur 6 pada penampang
seismik dilakukan dengan wavelet sintetik (seismic wavelete).
Karena wavelet sintetik merupakan wavelet yang mewakili
data seismik dan semua sumur. Karena wavelet tersebut
merupakan pencerminan dari data statistikal seismik dan data
sumur itu sendiri yang dianggap sudah benar-benar mewakili
J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

4
kecocokan trace seismik dan sintetik serta event seismik
dengan sumur sebenarnya. Hasil korelasi untuk wavelet
statistik adalah untuk sumur 1 sebesar 0.690, untuk sumur 4
sebesar 0.752, untuk sumur 5 sebesar 0.668 dan untuk sumur 6
sebesar 0.677. Setelah mengekstrak wavelet dari statistik
seismik, diperoleh output log P-wave hasil korelasi (P-wave
corr) yang natinya P-wave corr inilah yang akan di pakai pada
proses inversi, karena sudah menyatu dengan seismik di daerah
sekitar.













Gambar 4.2 well seismic tie pada sumur 1.
Penulis melakukan analisa inversi inversi Modelbased,
inversi bandlimited, inversi Sparse Spike Linier Programing
dan inversi maximum likelihood sparse. Korelasi hasil inversi
dihitung dari interval horizon Formasi Air Benakat (ABF)
sampai Formasi Gumai (GUF), dengan harapan dapat
dihasilkan korelasi yang optimal pada zona target.
Dengan menggunakan semua jenis model inversi maka
didapatkan hasil yang paling baik yakni model inversi Sparse
Spike Linier Programing yang memiliki hasil pada sumur 1
korelasi sebesar 0.988013 dan nilai error sebesar 0.15838,
pada sumur 4 di dapatkan hasil kerelasi sebesar 0.990592 dan
nilai error sebesar 0.137238, pada sumur 5 di dapatkan hasil
korelasi sebesar 0.986574 da nilai error sebesar 0.167486, dan
pada sumur 6 memiliki nilai korelasi yang paling tinggi yaitu
sebesar 0.991082 dan nilai error sebesar 0.13349. dengan
didapatkan nilai korelasi dan nilai error dari masing-masing
sumur maka dapat dihitung rata-rata dari inversi Sparse Spike
Linier Programing yakni untuk rata-rata nilai korelasi
0.989065 da nilai rata-rata error yakni sebesar 0.149149. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil dari inversi Sparse Spike Linier
Programing merupakan hasil yang memiliki nilai kecocokan
yang sangat besar dengan data seismik yang berarti bahwa
kedua data ini nyaris mirip dalam hal kedalaman-waktu,
frekuensi, amplitudo, nilai AI, dan trace seismiknya.
Sedangkan perhitungan error pada zona target yang
ditunjukkan pada kurva sebelah kiri dari gambar analisa
inversi didapatkan dari model inisial dikurangi dengan hasil
inversi dengan tren kurva pada garis biru (original log) relatif
sama dengan garis merah (hasil inversi) dan garis hitam
(model awal) Sehingga sangat baik ketika akan di gunakan
pada prosses inversi Impedansi Akuistik dan sangat
diharapkan akan dapat menemukan zona reservoir pasir di-
lapanganX.














Gambar 4.3 Hasil inversi Sparse Spike Linier Programing
pada sumur 1. Kotak biru menunjukkan kurva
error pada inversi tersebut

Pada Gambar 4.3 merupakan hasil perhitungan error
inversi dan korelasi data seismik dengan data sumur. Tampilan
error sebelah kiri adalah perbandingan model awal (kurva
biru) dengan model inversi yang dihasilkan (merah) dalam
bentuk blok-blok. Gambar yang di tengah adalah hasil
korelasi seismik riil dengan seismik sintetik (sumur).
Tampilan kurva sebelah kanan merupakan error total yang
terhitung pada analisa inversi. Kolom biru langit pada zona
target menunjukkan selisih nilai AI pada model awal dengan
model dan didapatkan juga analisa nilai error AI sebesar
1367 yang berarti bahwa adanya selisih nilai AI sumur (model
awal) dengan AI model inversi yang dihasilkan sebesar 1367
((ft/s)*(g/cc)) atau sekitar 2.5% dari nilai kisaran AI sumur
(model awal) dan hasil inversi yakni 6258-40000
((ft/s)*(g/cc)). Garis lurus pada kurva error sebelah kanan
gambar analisa di atas menunjukkan bahwa nilai error total
yang terhitung sebesar 0,162. Dapat disimpulkan bahwa
kontribusi error terbesar diberikan oleh model inisial dengan
model inversi yang dihasilkan pada kurva masih ada selisih
nilai AI pada masing-masing model ini. Bisa dilihat pada
waktu (depth-time) 300-360 ms dan 600-680 ms pada daerah
zona target kurva dari model inisial dan model inversi yang
dihasilkan masih mempunyai ruang kosong, artinya adanya
perbedaan atau selisih nilai AI. Sehingga pada saat pembacaan
error total terlihat pada kurva error total sebelah kanan yang
telah dikotak biru terlihat kurva bergelombang (tidak lurus),
semakin lurus garis kurva maka error yang terbaca akan
semakin kecil.
Karena inversi dilakukan dengan menggunakan
inversi Sparse Spike Linier Programing yang nilai error hanya
sekitar 2.5% maka peneliti menyimpulkan model inversi yang
telah dibuat memberikan pendekatan terbaik pada data
seismik dan layak digunakan untuk rekontruksi model geologi
bawah permukaan lapangan X, berikut ini tampilan gambar
penampang pada lapangan X.





J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

5








Gambar 4.4 Penampang Hasil Inversi Sparse Spike Linier
Programing dari CDP 456 sampai CDP 1244
yang melewati sumur 1 dan sumur 4 pada
lapangan X

Sangat terlihat dari gambar 5.5 bahwa daerah reservoar
sandstone yang diduga memiliki kandungan hirokarbon yaitu
pada kedalaman 700-900 ms, terletak pada CDP 477-621,
pada kedalaman 600-800 ms yang terletak pada CDP 630-721
dan dapat dilihat pula pada kedalaman 620-700 ms yang
terletak pada CDP 780-835

C. Analisa Sumur Validasi
Untuk mengetahui keberadaan hidrokarbon penulis telah
berupaya menggunakan dua metode yaitu metode inversi
impedansi akustik untuk mengetahui reservoar sandstone atau
zona poroust dan metode EMD yang selanjutnya di
aplikasikan dengan memunculkan atribut sweetness yang
nantinya akan menemukan zona anomali keberadaan
hidrokarbon di lapangan X.
Dari hasil metode inversi impedansi akustik, penulis dapat
menemukan zona reservoar sandstone dengan sangat baik.
Dan hasil dari atriibut sweetnees data olahan EMD diharapkan
dapat menyerupai hasil reservoar atau anomali yang mirip
dengan EMD. Mengingat hasil dari atribut sweetness dari
prosses EMD hanya terdiri dari data seismik saja, maka sangat
diragukan kebenarannya untuk mendeteksi hidrokarbon. Oleh
sebab itu penulis merasa sangat perlu akan adanya sebuah
sumur validasi untuk menguji kebenaran dari hasil atribut
sweetness. Agar nantinya data yang dihaslkan dapat dipercaya,
penulis menggunakan sumur 1 untuk menggunakan sebagai
sumur validasi. Karena kebetulan sumur 1 adalah sumur yang
memiliki data log mengenai Ratio gas yang terkandung di
dalam Lapangan X.
Sangat terlihat pada gambar 4.5 bahwa terdapat
adanya hidrokarbon kotak biru yaitu pada kedalaman 700-850
ms dan pada kedalaman 1025-1125 ms. Dan pada kotak
berwarna hitam merupakan zona Interest yang di pilih oleh
penulis.
Dari hasil ini diharapkan hasil dari atribut sweetnees
dapat tervalidasi kebenarannya sehingga nantinya dapat
ditemukan proses dari IMF yang mana yang paling bagus
menjukkan kenampakan hidrokarbon yang ada. Sehingga tidak
akan mustahil ketika dapat ditemukan zona reservoar
hidrokarbon di daerah lain setelah diketahui kevalidan dari
IMF yang dikatahui yang paling bagus.















Gambar 4.5 Sumur 1 sebagai sumur validasi

D. Analisa Hasil EMD
Pada penilitian ini penulis ingin membandingkan hasil
atribut sweetness dengan hasil inversi imedansi akustik, maka
penulis akan membagi dalam beberapa zona yang diduga dapat
mendeteksi anomali hidrokarbon





















J URNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

6

Gambar 4.6 merupakan hasil dari sweetness dan inversi
impedansi akustik (a) nilai sweetness dari IMF
data asli, (b) nilai sweetness dari IMF 1, (c) nilai
sweetness dari IMF 2, (d) nilai sweetness dari IMF
3, (e) nilai sweetness dari IMF 4, (f) nilai
sweetness dari IMF 5, (g) nilai sweetness dari
penjumlahan IMF 1,2,3, (h) nilai sweetness dari
penjumlahan IMF 1,2,3 dan EMD 3, (I) hasil dari
inversi impedansi akustik di zona sekitar sumur 1

Dari gambar 4.6 (a) dapat kita lihat bahwa untuk hasil
nilai sweetness data sesimik asli sama sekali tidak dapat
memperlihatkan anomali adanya hidrokarbon. Hal ini
membuktikan bahwa untuk mendeteksi hidrokarbon dengan
menggunakan atribut sweetness tidak dapat langsung dibuat
tanpa adanya prosses EMD. Gambar 4.6 (b) yakni hasil atribut
sweetness menggunakan IMF 1 terlihat bahwa anomali sudah
terlihat disebelah kanan sumur 1, tetapi ketika dicocokan
dengan sumur validasi yang terdapat kandungan hidrokarbon
dipenampang sumur 1, maka disimpulkan bahwa hasil atribut
sweetness yang telah dihasilkan dari IMF 1 dinyatakan masih
kurang tepat karena pada daerah sumur 1 tidak ditemukan
adanya anomali keberadaan hidrokarbon. Dari gambar 4.6 (c)
hasil atribut sweetness yang dihasilkan dari IMF 2 terlihat
sangat jelas dan baik akan kenampakan hidrokarbon,
kenampakan ini jelas sekali terlihat di daerah sumur 1 dan sisi
kanan dan sisi kirinya. Hal ini sangatlah mirip dengan sumur
validasi yang menyatakan adanya anomali keberadaan
hidrokarbon disumur 1. Dan ketika dibandingkan dengan hasil
inversi impedansi akustik terlihat memang terdapat anomali
keberadaan hidrokarbon disebelah sisi kiri dan kanan sumur 1.
Dari gambar 4.6 (d) hasil atribut sweetness yang dihasilkan
dari IMF 3 masih nampak adanya anomali keberadaan
hidrokarbon tapi seperti nilai sweetness dari IMF 1 tidak
adanya anomali yang terdeteksi pada sumur 1, sehingga
disimpulkan juga bahwa nilai sweetness dari IMF 3 kurang
dapat merepresentasikan anomali hidrokarbon yang
sesungguhnya. Dari gambar 4.6 (e) dan (f) hasil atribut
sweetness yang dihasilkan dari IMF 4 dan IMF 5 tidak dapat
mendeteksi anomali keberadaan hidrokarbon, sehingga untuk
zona-zona berikutnya hasil dari IMF 4 dan IMF 5 tidak akan
ditampilkan. Dari gambar 4.6 (g) dan (h) hasil atribut
sweetness yang dihasilkan dari penjumlahan IMF 1,2,3dan
penjumlahan IMF 1,2,3 dan EMD 3 terlihat bahwa nilai
anomali keberadaan hidrokarbon dapat terdeteksi dan ketika
dibandingkan denga hasil inversi impedansi akustik nampak
bahwa sisi kiri dan sisi kanan sumur 1 juga nampak adanya
hidrokarbon, namun sayang dalam hasil sweetness dari gambar
(g) dan (h) ini kurang jelas nilai sweetness yang dihasilkan
sehingga untuk mengetahui zona reservoir tidak dapat
ditemukan.
Setelah melihat dan menganalisa hasil dari gambar diatas
maka disimpulkan bahwa hasil dari nilai sweetness yang
didapatkan dari IMF 2 merupakan yang terbaik. Dapat dilihat
pula setelah di bandingkan dengan sumur validasi, hasil yang
didapatkan bahkan sangat mirip, yakni diketahui adanya
lapisan anomali keberadaan hidrokarbon pada kedalaman 700-
800 ms. Setelah dibandingkan dengan inversi impedansi
akustikpun dapat dapat dilihat bahwa kemenerusan adanya
anomali keberadaan hidrokaron ada pada sisi kiri dan kanan.
Sehingga hasil sweetness dari IMF 2 dapat dikatakan benar-
benar dapat mendeteksi adanya hidrokarbon.
V. KESIMPULAN/RINGKASAN
Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan dalam
prosess inversi impedansi akustik dan EMD (Empirical Mode
Decomposition) dalam menentukan lapisan anomali
keberadaan hidrokarbon pada lapangan X, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Pada metode Inversi impedansi akustik ditemukan
beberapa zona reservoir sandstone yang ditandai denga
adanya nilai impedansi akutik yang sangat rendah pada
kedalaman itu yaitu pada CDP 471-490 kedalaman
700-780 ms, CDP 1035-1065 yang terletak pada
kedalaman 800-850 ms dan pada CDP 1040-1205
yang terletak pada kedalaman 774-864 ms
2. Hasil nilai sweetness yang paling mendekati dengan
sumur validasi dan hasil metode inversi impedansi
akustik adalah hasil dari data IMF 2
3. Pada nilai sweetness yang dihasilkan dari data IMF 2
di temukan beberapa zona anomali keberadaan
hidrokarbon yaitu pada CDP 474-498 dan CDP 516-
522 yang terletak pada kedalaman 700-800 ms, CDP
1038-1080 yang terletak pada kedalama 790-850 ms
dan pada CDP 1108-1208 yang terletak pada
kedalaman 750-850 ms
4. Ternyata dapat dibuktikan bahwa metode EMD
(Empirical Mode Decomposition) yang hanya
menggunakan data seismik saja dapat mendeteksi
hidrokarbon
DAFTAR PUSTAKA
[1] Huang, J ing, Kumar, S. Ravi, & Zabih, Ramin. (1998).
An Automatic Hierarchical Image Classification Scheme.
Pages 219-228 of: ACM Multimedia.
[2] Bekara M. dan Van der Baan M. (2009) F-x domain noise attenuation
by empirical mode decomposition. 70th Mtg., EAGE, Rome, P154.
[3] Sukmono Sigit, 2009, Advance Seismic Atribut Analysis, Laboratory of
Reservoir Geophysics: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai