A. KONSEP TEORITIS Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama sehingga bayi berusia 30 bulan. Biasanya orangtua tergetar hatinya dengan kelahiran pertama anak mereka, tapi agak takut juga. Kekuatiran terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi tersebut mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan yang tidak dibuat-buat ini berakhir ketika seorang ibu baru tiba di rumah dengan bayinya setelah tinggai di rumah sakit untuk beberapa waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan semua peran-peran mengasyikkan yang telah dipercayakan kepada mereka. Peran tersebut pada mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi orangtua baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman- teman, dan para profesional perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah malam oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih secara psikologis dan fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan barangkali juga bekerja, selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu menderita sakit atau mengalami persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio besar. Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke dalam kelompok ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga berubah setiap anggota keluarga memangku peran yang baru dan memulai hubungan yang baru. Selain seorang bayi yang baru saja dilahirkan, seorang ibu, seorang ayah, kakek nenekpun lahir. Istri sekarang harus berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan juga sebagai ayah dan sebaliknya. Dan dalam keluarga yang memiliki anak sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi sangat berarti bagi saudaranya sama seperti pada pasangan yang menikah. Mengatakan pada seorang anak untuk menyesuaikan diri dengan seorang adik laki- laki atau perempuan yang baru mungkin sama dengan suami mengatakan pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang nyonya yang ia cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan Leanman, 1973). Ini merupakan suatu perkembangan kritis bagi semua yang terlibat. Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua menggambarkan tujuan yang teramat penting bagi semua pasangan, kebanyakan pasangan menemukannya sebagai perubahan hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian terhadap menjadi orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang tua merupakan pengalaman penuh arti dan menyenangkan, kedatangan bayi membutuhkan perubahan peran yang mendadak. Dua faktor penting yang menambah kesukaran dalam menerima peran orangtua adalah bahwa kebanyakan orang sekarang tidak disiapkan untuk menjadi orang tua dan banyak sekali mitos berbahaya yang tidak realistis meromantiskan pengasuhan anak didalam masyarakat kami (Fulcomer, 1977). Menjadi orangtua merupakan satu-satunya peran utama yang sedikit dipersiapkan dan kesulitan dalam transisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan bayi secara merugikan. Perubahan-perubahan sosial yang dramatis dalam masyarakat Amerika juga memiliki pengaruh yang kuat pada orangtua baru. Banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah dan memiliki karier, naiknya angka perceraian dan masalah perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi dan aborsi yang sudah lazim, dan semakin meningkatnya biaya perawatan dan memiliki anak merupakan faktor-faktor yang menyulitkan tahap siklus awal kehidupan pengasuh anak (Bradt, 1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983). 1. Masa Transisi menjadi Orangtua. Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang sangat penting dan sering merupakan krisis keluarga, sebagaimana yang digambarkan secara konsisten pada penelitian keluarga selama tahap siklus kehidupan keluarga ini (Clark, 1966 ; Hobbs dan Cole, 1976 ; LeMaster, 1957). Untuk mengetahui bagaimana anak yang baru lahir mempengaruhi keluarga, LeMaster, 1957, dalam studi klasik tentang penyesuaian keluarga terhadap kelahiran anak pertama, mewawancarai 46 orang tua dari kalangan kelas menengah di Kota (berusia 25 25 tahun) dan memperkirakan sejauhmana mereka dalam keadaan krisis. Ia menemukan bahwa 17 persen pasangan tidak mengalami masalah atau hanya masalah-masalah sedang, tapi sisanya mengalami masalah berat atau luar biasa. Masalah-masalah yang paling lazim dilaporkan adalah : a. Suami merasa diabaikan (ini paling sering disebutkan oleh suami) b. Terhadap peningkatan perselisihan dan argumen antara suami dan istri. c. Interupsi dalam jadwal yang kontinu begitu lelah sepanjang waktu, merupakan sebuah kometar khas). d. Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun. Akan tetapi, studi-studi belakangan ini, Hobbs dan Cole (1976), tidak menemukan pasangan yang melaporkan krisis ekstensif sebanyak yang dilaporkan oleh LeMaster. Studi-studi tentang keluarga dalam krisis menyatakan bahwa keluarga-keluarga mempunyai pemikiran yang salah dan idealis tentang menjadi orang tua sebelum kelahiran anak pertama dan kekuatan perkawinan menurun secara tajam dengan lahirnya anak pertama (Miller dan Solye, 1980) Clark, (1966) melakukan sebuah studi tentang keluarga secara kelahiran seorang bayi baru menyatakan kesulitan dalam penyesuaian diri menyangkut orangtua dan kebutuhan yang penting setelah kelahiran terhadap kesinambungan pelayanan keperawatan di rumah dan di klinik. Sebuah studi penting yang lain menyangkut transisi pasangan menjadi langka dilakukan oleh La Rossa, (1981). Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses transisi seperti yang dijelaskan dengan baik oleh model konflik, dimana terdapatnya waktu luang, konflik kepentingan diantara orangtua, legitimasi terhadap penentuan masalah-masalah perkawinan menyebabkan konflik antara kedua orangtua. Miller dan Myers Walls (1983), berdasarkan atas tinjauan studi mereka terhadap orangtua, meringksa stressor mengasuh anak yang spesifik yang diidentifikasi dalam penelitian. Stressor yang paling sering disebutkan adalah sedikitnya kebebasan pribadi karena tanggungjawab menyangkut anak, selain itu diidentifikasi juga kurangnya waktu dan persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih banyak tekanan perkawinan dilaporkan pada pasangan yang sulit memiliki anak atau pasangan memiliki anak dengan masalah kesehatan yang serius atau cacat. 2. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas yang penting (tabel 5). Suami, istri, dan bayi semuanya belajar peran-peran yang baru sementara keluarga inti memperluas fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi penggabungan tugas perkembangan yang terus menerus dari setiap anggota kelurga dan keluarga secara keseluruhan (Duvall, 1977).
Tabel 1. Tahap Kedua Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang sedang mengasuh anak dan Tugas-Tugas Perkembangan yang Bersamaan. Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga Keluarga sedang mengasuh anak 1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru ke dalam keluarga). 2. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga. 3. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan. 4. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran-peran orangtua dan kakek dan nenek. Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985) Kelahiran seorang anak membuat perubahan-perubahan yang logika dalam organisasi keluarga. Fungsi-fungsi pasangan suami istri harus dibedakan untuk memenuhi tuntutan-tututan baru perawatan dan penyembuhan. Sementara pemenuhan tanggungjawab ini bervariasi menurut posisi sosial budaya suami istri, sebuah pola yang umum adalah untuk orang tua agar menerima peran-peran tradisonal atau pembagian tanggungjawab (La Rossa dan La Rossa, 1981). Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal perlu disusun kembali dalam tahap ini. Peran-peran baru perlu dibuat kembali berkenaan menjadi kakek nenek dan hubungan antara orangtua dan kakek-nenek (Bradt, 1988). Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila bekerja dengan keluarga yang mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai orangtua bagaimana kedua orangtua berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya, dan bagaimana respons bayi tersebut. Klaus dan Kendall (1976), Kendall (1974), Rubbin (1967), dan yang lainnya menguji dampak penting dari sentuhan dan kehangatan awal setelah melahirkan ; hubungan positif antara orangtua anak pada hubungan orangtua dan anak di masa datang. Sikap orangtua tentang mereka sendiri sebagai orangtua, sikap mereka terhadap bayi mereka, karakteristik komunikasi orangtua dan stimulasi bayi (Davis, 1978) adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji. Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap tanggungjawab orangtua yang baru biasanya lebih cepat dipelajari oleh ibu daripada ayah. Anak merupakan realita pada calon ibu dari pada ayah, yang biasanya mulai merasa seperti ayah pada saat kelahiran, tapi kadang-kadang jauh lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah seringkali tetap netral pada awalnya sementara wanita secara cepat menyesuaikan diri dengan struktur keluarga yang baru. Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional tidak diikutsertakan dalam proses perinatal secara pasti memperlambat pria melakukan perubahan peran yang penting ini dan oleh karena itu menghalangi keterlibatan emosional mereka. Sayangnya, kesadaran yang meningkat tentang peran penting yang dipangku ayah dalam perawatan anak dan perkembangan anak telah menimbulkan keterlibatan ayah yang lebih besar dalam perawatan bayi dikalangan kelas menengah (Hanson dan Bozett, 1985). Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran orangtua mereka dalam berespons terhadap tuntutan-tuntutan yang berubah terus menerus dan tugas-tugas perkembangan dari orang muda yang sedang tumbuh, keluarga secara keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut Friedman (1957), orangtua melewati 5 tahap perkembangan secara berturut-turut. Dua tahap pertama meliputi fase kehidupan keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari arti dari isyarat-isyarat yang dikekspresikan oleh bayi untuk mengutarakan kebutuhan-kebutuhannya. Dengan setiap anak lahir berturut-turut, orangtua akan mengalami tahap yang sama ini sehingga mereka menyesuaikan setiap isyarat-isyarat unik bayi. Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar untuk menerima pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain khususnya orangtua yang baru memiliki anak pertama membutuhkan bimbingan dan dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas yang harus dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan dan latihan buang air (toilet training). Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan, konsep tentang saat yang tepat untuk mengajar mereka. Pada saat yang sama pula orangtua perlu bimbingan dalam memahami tugas-tugas yang harus mereka kuasai selama tahap ini. Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang dengan lahirnya anak, dimana pasangan berhubungan satu sama lain baik sebagai suami istri maupun sebagai orangtua. Pola transaksi suami istri terbukti telah berubah secara drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa orang tua bayi berbicara dan berkelakar lebih sedikit, pembicaraan yang merangsang lebih sedikit dan kualitas interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua merasa kewalahan dengan bertambahnya tanggungjawab, khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama bekerja secara penuh. Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk masalah dan perasaan pribadi, perkawinan dan orangtua adalah sangat penting. Pasangan harus terus memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan seksual dan juga berbagi dan berinteraksi satu sama lain dalam hal tanggungjawab sebagai orangtua. Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama kehamilan dan selama 6 minggu masa postpartum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa berikutnya umum terjadi, yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam dalam peran barunya, keletihan dan perasaan menurunnya daya tarik seksual dan juga perasaan suami bahwa ia tersingkir oleh bayinya. Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membentuk tiga serangkai. Orangtua harus belajar untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi dari bayinya. Misalnya, tangisan bayi perlu dibedakan kedalam ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar, rangsangan yang berlebihan, sakit, atau letih. Dan bayi mulai memberikan respon terhadap rangkulan, timangan dan berbicara yang kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua. Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung saat pemeriksaan setelah postpartum 6 minggu. Orangtua kemudian harus didorong secara terbuka untuk mendiskusikan jarak kelahiran dan perencanaan. Melihat meningkatkan tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang dibawakan oleh bayi, orangtua perlu menyadari bahwa kehamilan dengan jarak rapat dan sering dapat berbahaya bagi ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan unit keluarga. Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam keluarga besar dan dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain mencoba mendukung dan membantu orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul. Misalnya, meskipun kakek nenek dapat menjadi sumber pertolongan yang besar bagi orangtua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-nilai dan harapan-harapan yang ada antar generasi tersebut. Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau sistem pendukung sosial untuk mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda perlu mengetahui kapan mereka butuh bantuan dan dari siapa mereka harus menerima bantuan tersebut dan juga kapan mereka harus menggantungkan diri pada sumber-sumber dan kekuatan merek sendiri (Duvall, 1977). Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat penting bagi stabilitas dan moral keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan pasangan dengan kekuatan dan tenaga bagi bayi dan satu sama lain. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-tekanan yang bertentangan, seperti antara loyalitas ibu terhadap bayi dan terhadap suami, merupakan persoalan dan dapat menyiksa. Tipe konflik semacam ini dapat menjadi sumber sentral ketidakbahagiaan selama tahap siklus kehidupan ini. 3. Masalah-Masalah Kesehatan. Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas yang terpusat pada keluarga, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan masalah-masalah kesehatan fisik secara dini, imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga berencana, interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan kesehatan umum (gaya hidup). Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari kehidupan keluarga ini adalah inaksesibilitas dan ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk ibu yang bekerja, hubungan akan-orangtua, masalah-masalah mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan kelalaian terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orang tua. 4. Kemungkinan diagnosa Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Disfungsi seksual Gangguan tumbuh kembang Menyusui tidak efektif Resiko cidera Perubahan penampilan peran Gangguan komunikasi verbal 5. Peran perawat Monitor perawatanprenatal dan perujukan untuk masalah-masalah kehamilan Konselor pada nutrisi prenatal Konselor pada kebiasaan maternal prenatal Pendukung amnionsintesis Konselor pada menyusui Koordinator dengan layanan pediatrik Penyelia imunisasi Perujukan ke layanan-layanan tenaga sosial B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Tahap Pengkajian Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil data/informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Sumber informasi dari tahapan pengkajian dapat menggunakan metode : a. Wawancara keluarga b. Observasi fasilitas rumah c. Pemeriksaan fisik terhadap anggota keluarga (head to toe) d. Data sekunder, misalnya hasil laboratorium, hasil X-ray, PAP Smear dan sebagainya. Hal2 yang perlu di kaji dalam keluarga adalah: a. Data Umum Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi: 1) Nama kepala keluarga (KK) 2) Alamat dan telepon 3) Pekerjaan kepala keluarga 4) Pendidikan kepala keluarga 5) Komposisi Keluarga 6) Tipe keluarga Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah2 yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
7) Suku Bangsa Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebutserta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan. 8) Agama Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yg dapat mempengaruhi kesehatan. 9) Status sosial ekonomi keluarga Status sosial ekonomi keluarga di tentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi ditentkan pula oleh kebutuhan2 yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang2 yg dimiliki oleh keluarga , siapa yg mengatur keuangan. 10) Aktivitas rekreasi keluarga Rekreasi keluarga tidak hanya di lihat kapan saja keluarga pergi bersama2unuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton televisi dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi. b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga a) Tahap perkembangan keluarga saat ini Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari keluarga ini. b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi. c) Riwayat keluarga inti Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian biasa digunakan terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. d) Riwayat keluarga sebelumnya Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri. c. Pengkajian lingkungan a) Karakteristik rumah Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air minum yang digunakan serta denah rumah. b) Karateristik tetangga dan komunitas RW Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan/kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan. c) Mobilitas geografis keluarga Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat. d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat Menjelaskan mengenai waktu digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada sejauhmana interaksinya dengan masyarakat. e) Sistem pendukung keluarga Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencangkup fasilitas fisik, fasilitas psikologi atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat. d. Struktur Keluarga a) Pola komunikasi keluarga Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antara anggota keluarga. b) Struktur kekuatan keluarga Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku.
c) Struktur peran Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal. d) Nilai atau norma keluarga Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga, yang berhubungan dengan kesehatan. e. Fungsi Keluarga a) Fungsi efektif Hal yang perlu dikaji adalah gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga, terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai. b) Fungsi sosialisasi Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauhmana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku. c) Fungsi perawatan kesehatan Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit, sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit. Kesanggupan keluarga didalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat. Hal-hal yang di kaji sejauh mana keluaarga melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga adalah: Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga mengetahui mengenai fakta2 dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yg tepat, hal yang perlu dikaji adalah: - Sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah - Apakah masalah kesehatan di rasakan oleh keluarga - Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang di alami - Apakah keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan penyakit - Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan - Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada - Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan - Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi masalah Mengetahui sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya (sifat,penyebaran,komplikasi,prognosa dan cara perawatannya) - Sejauh mana keluar mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang di butuhkan - Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang di perlukan untuk perawatan - Sejauh mana keluarga mengetahui sumber2 yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggungjawab, sumber keuangan/Finansial, fasilitas fisik, psikososial) - Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit Untuk mengetahui Sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah: - Sejauh mana keluarga mengetahui sumber sumber keluarga yang dimiliki - Sejauh mana keluarga melihat keuntungan /manfaat pemeliharaan lingkungan - Sejauh mana keluarga mengetahui Pentingnya higiene sanitasi - Sejauh mana kekompakan antar anggota keluarga Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas /pelayanan kesehatan di masyarakat, hal yang perlu dikaji adalah: - Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan - Sejauh mana keluarga memahami keuntungan2 yang dapat di peroleh dari fasilitas kesehatan - Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan - Apakah keluarga mempunyai pengalaman yg kurang baik terhadap petuga kesehatan - Apakah Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga d) Fungsi reproduksi Hal yang perlu di kaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah: 1) Berapa juamlah anak 2) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga 3) Metode apa yang di gunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlsh anggota keluarga e) Fungsi Ekonomi Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah: 1) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan 2) Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga f) Stress dan Koping keluarga 1) Stresor Jangka pendek dan panjang stresor janka pendek yaitu stesor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang lebih 6 Bulan Stresor jangka panjang yaitu stresor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 Bulan. 2) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi /stressor 3) Strategi koping yang di gunakan Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan 4) Strategi adaptasi disfungsional Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang di gunakan bila menghadapi permasalahan g) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik klinik. h) Harapan Keluarga Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada. 2. Tahap Diagnosa a. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan keluarga. Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari: 1) Diagnosa Keperawatan Keluarga Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan) Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari gangguan kesehatan. 2) Diagnosa Keperawatan Keluarga Risiko (ancaman kesehatan) Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan. Misalnya lingkungan rumah yang kurang bersih, pola makan yang tidak adekuat, stimulasi tumbuh kembang yang tidak adekuat. 3) Diagnosa Keperawatan Keluarga Sejahtera/Potensial Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat di tingkatkan. Khusus untuk diagnosa keperawatan potensial (sejahtera) boleh tidak menggunakan etiologi. b. Menetukan Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga (menurut Ballon dan Maglaya, 1978). No. Kriteria Skor Bobot 1. Sifat Masalah Skala: - Aktual (Tidak/Kurang sehat) - Ancaman kesehatan
3 2
1 - Keadaan Sejahtera
1 2. Kemungkinan Masalah Skala: - Mudah - Sebagian - Tidak dapat
2 1 0
2 3. Potensial Masalah untuk Dicegah Skala: - Tinggi - Cukup - Rendah
3 2 1
1 4. Menonjolnya Masalah Skala: - Masalah berat harus segera ditangani - Ada masalah, tapi tidak perlu ditangani - Masalah tidak dirasakan
2 1 0
1 Skoring: Tentukan skor untuk setiap kriteria. Skore dibagi dengan angkat tertinggi dan kalikanlah dengan bobot. Catatan : skor dihitung bersama-sama dengan keluarga. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas: 1) Kriteria 1: Sifat masalah, bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat karena yang pertama memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga. 2) Kriteria 2: Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu memperhatikan terjangkaunya faktor2 sebagai berikut: Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani masalah. Sumber daya keluarga dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga. Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan waktu Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat: dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat dan sokongan masyarakat. 3) Kriteria 3: Potensial masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah: Kepelikan dari masalah, yang berhubungan dengan penyakit atau masalah . Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada Tindakan yang sedang di jalankan adalah tindakan2 yang tepat dalam memperbaiki masalah. Adanya kelompok high risk atau kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah. 4) Kriteria 4: Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai Skor yang tertinggi yang terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan keluarga. 3. Tahap Intervensi/Tahap Perencanaan Tindakan Keperawatan Keluarga Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang mencakup tujuan umum dan tujuan khusus serta dilengkapi dengan kriteria dan standar. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang ditetapkan. 4. Tahap Implementasi/Tahap Pelaksanaan Keperawatan Keluarga Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan perencanaan mengenai diagnosa yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal dibawah ini: Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara: a. Memberikan informasi b. Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan c. Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah d. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara: 1) Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan 2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga 3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tipa tindakan c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara: 1) Mendemonstrasikan cara perawatan 2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah 3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan 4) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, dengan cara: - Menemukan sumber2 yang dapat digunakan keluarga - Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin 5) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, dengan cara: - Mengenakan fasilitas kesehatan yang ada - Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada. 5. Tahap Evaluasi Sesuai dengan rencana tindakan yang telah di berikan, dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga. Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional: a) S adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah dilakukan intervensi keperawatan, misalnya : keluarga mengatakan nyerinya berkurang. b) O adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan intervensi keperawatan, misalnya : BB naik 1 kg dalam 1 bulan. c) A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang terkait dengan diagnosis. d) P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada tahapan evaluasi . e) Tahapan Evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang di lakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.