Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN


Gerakan dapat dibagi menjadi gerakan fasik dan gerakan tonik. Gerakan fasik
ditimbulkan oleh impuls piramidalis. Gerakan yang ditimbulkan oleh impuls piramidalis
adalah gerakan yang halus, jitu, dan tangkas. Dan gerakan tonik oleh impuls
ekstrapiramidalis. Sedangkan gerakan yang ditimbulkan oleh impuls ekstrapiramidalis
adalah gerakan masal. Agar gerakan tangkas itu dapat berlangsung, otot-otot itu perlu
memiliki tonus yang memadai (bukan hipo/hipertoni). Hal ini hanya dapat terlaksana, bila
penghantaran impuls umpan balik (feedback) dan impuls-impuls pra-kontrol dapat
berlangsung dengan sempurna. Hal-hal itu hanyalah dapat terwujud, bila susunan
ekstrapiramidalis berfungsi dengan baik. (Ngoerah, 1991)
Tonus otot ditentukan oleh keadaan susunan ekstrapiramidalis. Dengan
demikian, susunan ekstrapiramidalis memegang peranan utama dalam hal menentukan
kedudukan (postur) tubuh dan anggota tubuh. Susunan piramidalis dalam melaksanakan
fungsinya selalu bekerjasama dengan susunan ekstrapiramidalis. (Ngoerah, 1991)

Gerakan yang ditimbulkan oleh impuls piramidalis baru akan dapat bersifat
tangkas bila susunan ekstrapiramidal dapat melakukan fungsinya dengan baik.
Ketangkasan suatu gerakan ditentukan oleh keadaan susunan piramidalis, tetapi susunan
ekstrapiramidalis memberikan landasan yang menentukan agar gerakan tangkas itu dapat
dilakukan. (Ngoerah, 1991)
Susunan ekstrapiramidalis adalah susunan yang berada di luar susunan
piramidalis atau susunan yang tidak melewati piramis dari medula oblongata.

Secara
filogenetik susunan ekstrapiramidalis lebih tua daripada sistem kortikospinal. (Ngoerah,
1991)
Fungsi utama sistem ekstrapiramidal berhubungan dengan gerakan yang
berkaitan pengaturan sikap tubuh dan integrasi otonom. Lesi pada setiap tingkat dalam
sistem ekstrapiramidal dapat mengaburkan atau menghilangkan gerakan di bawah sadar
dan menggantikannya dengan gerakan di luar sadar (involunter movement). (Duus,2003;
Ngoerah,1991).
2

Gangguan fungsi sistem ekstrapiramidal dapat menyebabkan beberapa sindrom
klinik yang penting, antara lain: parkinsonisme, gerakan involunter (balismus, penyakit
Huntington, distonia), disfungsi serebelum (dismetri, ataksia, tremor saat beraktivitas).




























BAB II
NEUROFISIOLOGI SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL
3



Sistem ekstrapiramidal adalah suatu sistem fungsional yang terdiri dari inti-
inti, lintasan-lintasan lingkaran dan lintasan subkortikospinal. Berbeda dengan sistem
piramidal, sistem ekstrapiramidal tediri atas bangunan-bangunan yang terletak jauh satu
dengan yang lain. Adapun bagian-bagian susunan saraf pusat yang tercakup dalam susunan
ekstrapiramidal adalah korteks serebri bagian premotorik dimana terdapat area 4S (Strip
Area of hines), 6 (area premotorik), dan area 8, ganglia basalis (nukleus kaudatus, putamen
dan globus palidus), inti-inti di diensefalon (substansia nigra, nukleus ruber, korpus
subtalamikus, nukleus ventrolateralis dan center median talamus), serebelum beserta
inti-intinya (nukleus dentatus, nukleus emboliformis, nukleus globosus, dan nukleus
fastigii/tekti), inti-inti di batang otak (kolikulus superior, nukleus vestibularis, oliva
inferior, formasio retikularis), lintasan-lintasan lingkaran (circuits), serta lintasan-lintasan
yang membujur ke jurusan motor neuron (traktus sub-kortikospinal). (Duss, 2007;
Mardjono, 1997; Ngoerah, 1991; Snell 2001)
Fungsi susunan ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap gerakan
volunter. Persiapan itu berupa pembagian tonus kepada otot-otot skeletal baik yang akan
melakukan gerakan maupun yang harus memelihara sikap yang sesuai dengan gerakan yang
akan diwujudkan. Impuls yang dihasilkan oleh susunan ekstrapiramidal diteruskan ke korteks
piramidalis dan ekstrapiramidalis, merupakan perintah untuk penggalakkan motorneuron alfa
dan gama. Motorneuron alfa menerima impuls piramidalis dan digariskan untuk
membangkitkan kontraksi otot skeletal ekstrafusal. (Chusid JG, 1983; Mardjono, 1997)
Motorneuron gama menerima impuls yang berasal dan korteks ekstrapiramidalis.
Pengiriman impuls tersebut dilakukan oleh jaras multisinaptik yang dikenal sebagai traktus
frontopontin dan temporopontin. Melalui inti-inti di pons impuls ekstrapiramidalis itu dikirim
ke motorneuron gama melalui serabut-serabut subkortikospinalis. Setibanya impuls
ekstrapiramidalis di motorneuron gama, terjadilah eksitasi/inhibisi motorneuron gama yang
menimbulkan kontraksi otot-otot infrafusal yang menentukan tonus suatu otot skeletal.
(Asbury, 1992; Chusid JG, 1983; Ngoerah, 1991)
Impuls ekstrapiramidalis yang tidak sempurna itu merupakan impuls penggalak
gerakan involunter. Fenomena dimana suatu impuls abnormal dihasilkan oleh karena suatu inti
yang merupakan salah satu mata rantai sistem perakitan, tidak bekerja dengan baik, dikenal
sebagai fenomen release. Dalam konteks release itu dicerminkan suatu produk yang cacat
4

karena hilangnya kelola timbal-balik dalam sistema perakitan. Semua gerakan involunter dapat
dianggap sebagai hasil gangguan di salah satu inti susunan ekstrapiramidalis. (Chusid JG,
1983; Mardjono, 1997)
Gerakan involunter dapat dianggap sebagai gejala release. Bahwa teori tersebut
di atas mempunyai dasar yang rasional dapat dibuktikan oleh operasi nukleus ventralis lateralis
talami yang dilakukan untuk menghilangkan manifestasi penyakit Parkinson. Sebagaimana
sudah dijelaskan di atas, nukleus ventralis lateralis talami merupakan pintu pengeluaran impuls
ekstrapiramidalis yang sudah lengkap. Dengan dihancurkannya inti tersebut, maka impuls
ekstrapiramidalis yang tidak sempurna atau yang abnormal oleh karena substansia nigra yang
rusak (penyakit Parkinson) tidak dapat disampaikan kepada korteks ekstrapiramidalis. (Elias,
1984; Mardjono, 1997)


2.1. Lintasan-lintasan lingkaran ( circuit)
2.1.1. Lintasan lingkaran pertama
Lintasan lingkaran ini adalah lintasan lingkaran yang melalui serebelum.
- Mulai area 4 dan 6 melalui traktus frontopontin Arnold menuju nukleus pontis dan
melalui serabut-serabut pontoserebelar menuju korteks serebeli kemudian ke
nukleus dentatus. Melalui traktus dentatorubrotalamikus menuju ke ventrolateral
thalamus dan kembali ke korteks serebri area 4 dan 6. (Ngoerah,1991)
- Mulai area 4 S dan 8 melalui zona inserta menuju pars parvoselularis nukleus ruber
dan melalui traktus sentralis tegmenti menuju oliva inferior. Melalui serabut-serabut
olivoserebelaris menuju korteks serebeli dan nukleus dentatus. Dari nukleus
dentatus menuju ventrolateral talamus melalui traktus dentatorubrotalamikus dan
sampai ke korteks serebri area 4 dan 6. (Ngoerah,1991)
Serebelum menerima impuls-impuls proprioseptif dengan melalui traktus
spinoserebelaris dorsalis dan ventralis. Impuls proprioseptif ini harus diintegrasikan oleh
serebelum dengan impuls ekstrapiramidalis yang sampai di serebelum melalui nuklei pontis
dan oliva inferior. Dengan demikian maka serebelum berfungsi sebagai pemberi umpan-
balik (feed back ) agar gerakan-gerakan selama masih berlangsung dapat terlaksana dengan
baik. (Chusid JG, 1964 ; Chusid JG 1983 ; Waxman SG, 2003)
Impuls yang telah diolah oleh serebelum kemudian dipancarkan melalui
nukleus dentatus, traktus dentatorubrotalamikus dan VL ke korteks serebri area 4 dan 6.
Impuls ini melaksanakan pra-kontrol terhadap gerakan-gerakan yang kemudian akan
5

terjadi.

Bila ada sebuah impuls dicetuskan di korteks serebri yang ditujukan kepada otot
skeletal, maka pada saat itu juga korteks serebri memberitahu tentang hal itu kepada
serebelum dan ia dapat mengadakan pra-kontrol terhadap gerakan yang akan terjadi.
Begitu gerakan otot menjadi kenyataan, maka segera impuls-impuls proprioseptif
dihantarkan ke korteks serebelum melalui jaras spinoserebelaris. Melalui brakhium
konjungtivum impuls yang dicetuskan oleh inti dentatus atas rangsangan impuls dari
korteks serebelum, disampaikan kepada nukleus ventrolateralis talami. Atas kedatangan
impuls itu, nukleus ventrolateralis talami memancarkan impuls ke korteks piramidalis dan
ekstrapiramidalis. (Chusid JG 1983 ; Duss, 2007)
Impuls tersebutlah yang menjalankan peranan pra-kontrol terhadap gerakan
yang akan terjadi. Bila lintasan lingkaran ini oleh karena suatu penyakit terputus di suatu
tempat, maka timbul kecanggungan di dalam gerakan-gerakan yang dilakukan. Gangguan
gerakan yang akan tampak adalah ataksia, dismetria dan tremor sewaktu bergerak
(intention tremor). (Chusid JG, 1964 ; Mardjono, 1997 ; Ngoerah, 1991)


Gambar 1: Lintasan Lingkaran Pertama
Impuls dicetuskan di korteks motorik primer yang ditujukan kepada suatu
kelompok otot skeletal, maka pada saat itu juga korteks serebri memberitahu tentang hal itu
kepada serebelum. Dengan diterimanya pemberitaan ini, maka serebelum dapat mengadakan
6

pra-kontrol terhadap gerakan yang akan terjadi. Begitu gerakan otot skeletal menjadi suatu
kenyataan, maka segera impuls-impuls proprioseptif dihantarkan ke korteks serebeli melalui
jaras spinoserebelar. Melalui serabut-serabut dentato-rubro-talamik (brakhium konjungtivum),
maka impuls yang dicetuskan oleh korteks serebeli disampaikan kepada nukleus ventrolateralis
talami. Atas kedatangan impuls itu, nukleus ventrolateralis talami memancarkan impuls ke
korteks piramidalis dan ektrapiramidalis. Impuls tersebutlah membawa perintah untuk
diadakannya gerakan-gerakan sekutu yang sesuai dengan gerakan yang kemudian akan terjadi.
(Chusid JG, 1964 ; Chusid JG 1983 ; Ngoerah, 1991)
Mekanisme feedback tersebut terganggu oleh karena lesi di salah satu
komponen dan lintasan sirkuitnya, maka kejanggalan gerakan voluntar akan timbul. (Chusid
JG, 1964)


Gambar 2: Lintasan Lingkaran Pertama
2.1.2 Lintasan lingkaran kedua
Lintasan kedua ini adalah suatu lintasan lingkaran melalui substansia nigra. Bila
ada kerusakan pada substansia nigra, seperti misalnya pada penyakit Parkinson, maka
7

pengaruh tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik. Serabut-serabut nigrostriatal dan
nigropalidal menggunakan dopamine sebagai neurotransmitter. Kerusakan pada substansia
nigra akan menimbulkan suatu striatal dopamine deficiency syndrome, suatu keadaan
yang khas pada penyakit Parkinson, gejala yang tampak adalah tremor sewaktu istirahat
(resting tremor). (Ngoerah, 1991 ; Chusisd, 1983)

2.1.3. Lintasan lingkaran ketiga
Lintasan yang ketiga ini adalah suatu lintasan lingkaran yang melalui nukleus
kaudatus dan putamen. Impuls ekstrapiramidalis yang telah melalui lintasan lingkaran ini dan
kemudian ke area 4 dan 6 merupakan impuls penekan terhadap korteks motorik piramidalis dan
ekstrapiramidalis. Bila lingkaran ini terputus di nukleus kaudatus atau putamen, maka impuls
penekan ini tidaklah akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Gejala yang akan tampak
adalah gerakan spontan yang tidak terkendalikan ( gerakan involunter ) yang dikenal sebagai
gerakan khoreo-atetosis.

(Chussid, 1964 ; Mardjono, 1997 ; Ngoerah, 1991)
Impuls penekan ini dengan melalui fasikulus subtalamikus akan disampaikan pula
kepada nukleus subtalamikus ( Luysi ). Kerusakan pada korpus Luysi akan menimbulkan
gerakan involunter yang dinamakan balismus.
Nukleus interstitialis ( Cajal ) yang terletak di ujung rostral dari inti nukleus
nervus III, memiliki hubungan resiprokal dengan area 8. Disamping itu, nukleus ini pula
menerima serabut-serabut eferen dari nukleus vestibularis dan memiliki serabut-serabut eferen
yang membentuk traktus interstisiospinalis yang menjulur ke kaudal sampai setinggi daerah
servikal medula spinalis. Nukleus Cajal adalah suatu twist center, dan merupakan bagian
dari susunan untuk memutar kepala dan tubuh. (Chussid, 1964 ; Mardjono, 1997 ; Ngoerah,
1991).



2.2. Neurotransmiter dan Organisasi Sirkuit dalam Basal Ganglia
Kemungkinan besar fungsi utama basal ganglia berhubungan dengan perannya
dalam memberikan umpan balik yang memfasilitasi pelaksanaan gerakan halus. Jalur
umpan balik ini meliputi korteks serebri, korpus striatum, substansia nigra, nukleus
subtalamikus dan inti-inti talamus. Sebenarnya fungsi basal ganglia lebih kompleks dari
yang dibayangkan sebelumnya karena basal ganglia juga berperan dalam fungsi kognitif
dan aspek emosi tingkah laku. Berikut akan dibahas jalur aferen dan eferen korpus striatum
dan struktur-struktur yang berhubungan. (Mendoza, 2008 ; Mardjono, 1997)
8


2.2.1 Striatum (Nukleus Kaudatus dan Putamen)
Striatum mendapatkan input dari korteks serebri melalui kapsula interna dan
eksterna. Input kortikal ke striatum ini merupakan input eksitasi yang menggunakan
glutamat sebagai neurotransmiternya. Striatum juga menerima input dari substansia nigra
pars kompakta yang merupakan jalur dopamin, dapat bersifat eksitasi maupun inhibisi
tegantung pada reseptor yang dirangsang. (Greenstein, 2000)


Gambar 3: Striatum(Nukleus kaudatus dan putamen)
(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

Striatum mengeluarkan serat-serat eferen baik ke pars interna maupun pars
eksterna globus palidus ipsilateral dan juga ke substansia nigra. Dari pars interna globus
palidum keluar serat proyeksi ke talamus yang bersifat inhibisi. Serat-serat eferen striatum
yang mencapai pars eksterna globus palidum mengeluarkan proyeksi ke pars interna globus
palidum, talamus dan ke nukleus subtalamikus (Mendoza, 2008) .
Serat-serat sriatopalidal dan striatonigral menggunakan neurotransmiter GABA
( gamma aminobutyric acid ) dan bersifat inhibisi. Kekurangan GABA telah dihubungkan
dengan penyakit Huntington yang disertai degenerasi pada striatum terutama pada nukleus
kaudatus. (Greenstein, 2000)
9



Gambar 4: Striatum(Nukleus kaudatus dan putamen)
(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)


2.2.2. Globus Palidus
Sumber utama serat-serat aferen ke globus palidus berasal dari nukleus
kaudatus dan putamen. Serat-serat yang sampai ke pars interna maupun pars eksterna
globus palidus berturut-turut akan membentuk:
1. Lintasan langsung
2. Lintasan tidak langsung
Lintasan langsung terbentuk dari serat yang meninggalkan putamen menuju
pars interna globus palidus, sedangkan lintasan tak langsung terbentuk dari proyeksi
serat-serat eferen striatum ke pars eksterna globus palidus selanjutnya ke nukleus
subtalamikus dan pars interna globus palidum. Input yang sampai ke globus palidus dari
striatum adalah GABAergik dan bersifat inhibisi, sedangkan hubungan nukleus
subtalamikus-palidus adalah glutaminergik dan bersifat eksitasi. Selanjutnya serat-serat
yang keluar dari pars interna globus palidum diproyeksikan ke nuklei VA dan VL talamus
untuk selanjutnya balik ke korteks sensorimotorik (Noback, 1981; Mendoza, 2008).


10


Gambar 5. Jalur Langsung dan jalur tidak langsung pada striatum
(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

2.2.3 Nukleus Subtalamikus
Sumber serat aferen primer untuk nukleus ini adalah pars eksterna globus
palidus melaui fasikulus subtalamikus. Nukleus ini juga menerima serat aferen dari
korteks, nuklei sentromedian dan parafasikular talamus, dari pars kompakta substansia
nigra dan dari nukleus pedunkulopontin di batang otak. Serat palidosubtalamikus bersifat
inhibisi dan menggunakan GABA sebagai neurotransmiternya. (Mendoza,2008).
Input korteks ke nukleus subtalamikus bersifat eksitasi dan merupakan neuron
glutaminergik. Serabut eferen dari nukleus subtalamikus menuju ke globus palidus dan pars
retikulata substansia nigra. Serat eferen dari nukleus subtalamikus semuanya adalah
glutaminergik dengan demikian mereka mempunyai efek eksitasi terhadap sel neuron
proyeksinya. (Noback,1981; Mendoza,2008)


2.2.4 Substansia Nigra
Input aferen utama ke substansia nigra berasal dari nukleus kaudatus dan
putamen. Jalur ini menggunakan GABA sebagai neurotransmiternya. Serat aferen lainnya
berasal dari nukleus subtalamikus dan globus palidum.
11

Serabut eferen berasal dari pars kompakta menuju ke striatum. Jalur
nigrostriatal ini dapat bersifat eksitasi (reseptor D1) dapat pula bersifat inhibisi
(reseptorD2), tergantung subtipe reseptor dopamin striatum yang dirangsang. Neuron pada
nukleus kaudatus dan putamen yang mengeluarkan serat eferen ke pars interna globus
palidum menggunakan reseptor D1, di mana sinaps ini bersifat eksitasi, sedangkan serat
eferen substansia nigra ke pars eksterna globus palidum mempunyai reseptor D2 yang
bersifat inhibisi (Noback, 1981 ; Mendoza, 2008).


Pathway Transmitter (main type) Effect
Corticostriatal Glutaminergic Excitatory
Striatonigral GABAergic Inhibitory
Nigrostriatal Dopaminergic (D1) Excitatory
Striatopallidal
(internal segment)
GABAergic Inhibitory
Pallidothalamic GABAergic Inhibitory
Thalamocortical Glutaminergic Excitatory
(Net effect on cortical neurons positive)

Tabel 1 : Neurotransmiter pada jalur langsung
(Mendoza, Foundas. 2008)








Pathway Transmitter (main type) Effect
Corticostriatal Glutaminergic Excitatory
Striatopallidal
(external segment)
GABAergic inhibitory
Striatonigral GABAergic inhibitory
12

Nigrostriatal Dopaminergic (D2) inhibitory
Pallidosubthalamic GABAergic inhibitory
Subthalamopallidal
(internal segment)
Glutaminergic Excitatory
Pallidothalamic GABAergic inhibitory
Thalamocortical Glutaminergic Excitatory
(Net effect on cortical neurons positive)

Tabel 2 : Neurotransmiter pada jalur tidak langsung
(Mendoza, Foundas. 2008)


2.3 Berbagai disfungsi yang terjadi pada sistem sirkuit
Disfungsi basal ganglia menyebabkan gangguan pergerakan berupa hipokinesia
dan hiperkinesia. Hipokinesia, seperti pada penyakit parkinson, ditandai oleh gangguan dalam
awal gerakan (akinesia) dan pengurangan amplitudo dan kecepatan pergerakan volunter
(bradikinesia). Hiperkinesia ditandai oleh aktivitas motorik yang berlebihan dalam bentuk
gerakan involunter, seperti pada penyakit Huntington dan balismus. Hipokinesia dan
hiperkinesia terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara aktivitas jalur langsung dan tidak
langsung. Secara umum peningkatan konduksi melalui jalur tidak langsung menyebabkan
hipokinesia (dengan peningkatan inhibisi talamik) dan peningkatan konduksi melalui jalur
langsung menyebabkan hiperkinesia. Penyakit Parkinson merupakan prototype gangguan
pergerakan hipokinetik. Hilangnya input dopaminergik ke striatum menyebabkan peningkatan
aktivasi jalur tidak langsung dan penurunan aktivitas dalam jalur langsung. Kedua perubahan
tersebut berakibat dalam peningkatan output basal ganglia ke talamus, menyebabkan
peningkatan inhibisi dan neuron-neuron talamokortikal. (Chusid, 1964 ; Chusid, 1983 ; De
Jong, 1979 ; Mardjono, 1997)



Hipertoni-Hipomotiliti

2.3.1 Tremor
Tremor dalam istilah awam disebut gemetar, merupakan gerak involunter
bolak-balik suatu bagian anggota tubuh karena berkontraksinya otot-otot antagonis secara
13

bergantian. Tremor dapat disebabkan oleh bermacam etiologi, beberapa diantaranya tidak
patologis. Ada yang muncul saat istirahat (resting tremor), saat melakukan gerakan
(intention tremor), ataupun saat menahan postur tubuh terhadap gaya gravitasi. Tremor
yang sering dikaitkan dengan kelainan di basal ganglia adalah tremor pada saat istirahat
dengan frekuensi antara 4-6 kali perdetik yang khas dijumpai pada penyakit Parkinson
yang mengenai pergelangan tangan dan jari-jari. Tremor ini biasanya hilang jika bergerak.
Tremor saat bergerak (intension tremor) sering ditemukan pada kelainan serebelum
(Mendoza, 2008; Mardjono, 1981).
2.3.2 Khorea
Suatu gerakan involunter yang tidak teratur dan tidak bertujuan. Khorea
(tarian) sesuatu arus sinambung yang terdiri dari gerakan-gerakan yang berbeda-beda,
gerakan yang menyentak, tidak teratur, kuat, rapat, dan tanpa tujuan dan berlangsung pada
anggota badan disertai kedutan (twitchings) tidak sadar pada muka. Gerakan-gerakan ini
tampak terutama pada segmen distal anggota badan. Otot-otot dalam keadaan hipotonus.
(Chusid, 1983 ; Greenstein, 2000)


2.3.3 Atetosis
Merupakan gerak involunter yang lambat, tidak teratur, meliuk-liuk, dominan
mengenai bagian distal ekstremitas atas, walaupun otot-otot bagian proksimal bahu,
tungkai bawah dan badan dapat pula terkena. Atetosis yang mengenai daerah wajah
memberikan mimik yang aneh serta gerakan abnormal pada lidah. Tonus otot pada atetosis
sangat meningkat. Gerak involunter ini tampaknya merupakan hasil kontraksi simultan
otot-otot antagonis. Atetosis sering dihubungkan dengan cerebral palsy dimana basal
ganglia, khususnya striatum mengalami kerusakan (Mendoza, 2008; Ngoerah,1991).



2.3.4 Balismus
Balismus adalah gerak invoulunter yang tiba-tiba, gerakan seperti melempar
atau menghempaskan ekstremitas. Walaupun dapat mengenai kedua sisi tubuh, namun
lebih sering terjadi pada satu sisi (hemibalismus). Balismus dihubungkan dengan
14

kerusakan yang terjadi di nuklues subtalamikus. Terjadi karena lesi yang mengenai nukleus
subtalamikus. Lesi tersebut memotong jalur tidak langsung dan menyebabkan aktivitas
jalur langsung tidak ada yang menghambat. (Mendoza, 2008; Ngoerah,1991)
2.3.5 Distonia
Patofisiologi distonia belum dimengerti dengan baik. Distonia yang bersumber
dari kelainan basal ganglia sering terjadi setelah lesi fokal striatum, khususnya putamen.
Terjadi perubahan-perubahan kompensasi dalam afinitas atau jumlah reseptor dopamin
dalam striatum yang tersisa, atau terjadi reorganisasi topografi striatal, yang akhirnya
mungkin menyebabkan perubahan dalam aktivitas dari struktur basal ganglia yang lain.
(Chusid, 1983)

Gambar 6. Skema Patofisiologi Gangguan Hiperkinetik
(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

Hipotoni-Hipermotiliti
2.3.6 Parkinson
15

Penyakit Parkinson merupakan prototype gangguan pergerakan hipokinetik.
Hilangnya input dopaminergik ke striatum menyebabkan peningkatan aktivasi jalur tidak
langsung dan penurunan aktivitas dalam jalur langsung. Kedua perubahan tersebut
berakibat dalam peningkatan output basal ganglia ke talamus, menyebabkan peningkatan
inhibisi dan neuron-neuron talamokortikal. (De Jong, 1979 ; Mardjono, 1997 ; Ngoerah,
1991)


Gambar 7. Skema Patofisiologi Gangguan Hipokinetik
(H.J Groenewegen ; Y.C. Van Dongen, 2007)

Penyakit Parkinson memperlihatkan rigiditas. Timbulnya regiditas ini dapat
diterangkan seperti berikut:
Dalam susunan ekstrapiramidalis terdapat beberapa lintasan lingkaran.
Lintasan lingkaran yang melalui serebelum dan substansia nigra akan kembali lagi ke
korteks serebri area 4 dan 6. Lintasan lingkaran yang melalui serebelum memiliki drive
eksitasi terhadap sel-sel piramid kecil dan akan meningkatkan tonus serabut otot tipe I,
sedangkan drive lintasan lingkaran yang lewat di substansia nigra bersifat inhibisi
terhadap sel-sel piramid kecil di korteks serebri dan akan menurunkan tonus serabut otot
tipe I. Kerusakan pada penyakit Parkinson berada di substansia nigra. (Ngoerah,1991)
16

Neurotransmiter dopamin yang dipergunakan oleh lintasan lingkaran yang
melewati substansia nigra tidak dapat dibentuk di substansia nigra. Akibatnya adalah
transmisi impuls di korpus striatum akan terganggu, mengakibatkan drive penghambat
sel-sel kecil di kortek serebri akan lenyap. Dengan demikian maka driv perangsang dari
serebelum akan menonjol akibatnya meningkatnya impuls ke sel-sel motoneuron dan ke
tot-otot ionik (tipe I) yang akan menimbulkan hiperaktivitas fusimotor statik, yang diluar
tampak sebagai rigiditas dengan fenomena roda bergigi. (Serabut-serabut fusimotor statik
mempersarafi bagian nuclear chain dan kerucut otot).

(Ngoerah,1991 ; Chusid JG, 1983)


2.4. Lintasan Subkortikospinal
Lintasan ini meliputi traktus rubrospinal, tekstospinal, olivospinal,
vestibulospinal dan retikulospinal. Traktus sentrospinalis ( atau lebih tepat traktus
gigantospinalis) membawa impuls piramidalis agar sampai di motorneuron, di kornu
anterior. Impuls ekstrapiramidalis dengan melalui traktus retikulospinalis akan sampai pula
pada tempat yang sama, yang dengan tepat oleh Sherrrington dinamai the final common
pathway . (Ngoerah,1991; Sukardi,1984)
Tugas untuk meneruskan impuls yang sampai pada formasio retikularis ke
motor neuron dibebankan kepada pusat eksitasi di bagian dorsolateral dari batang otak
(mesensefalon, pons, sampai pada pertengahan medula oblongata) dan kepada pusat
penghambat yang terdapat di bagian medioventral dari medula oblongata. Pusat eksitasi ini
digalakkan oleh impuls dari ARAS dari nukleus vestibularis dan dari korteks serebri
dengan melalui ganglia basalis. Pusat eksitasi dan pusat penghambat keduanya memiliki
jaras retikulospinalis multisinaptik yang menghubungkannya dengan kornu anterior. Jaras-
jaras ini berakhir pada sel-sel interneuron di kornu anterior. (Ngoerah,1991; Sukardi,1984)
Jaras-jaras retikulospinalis yang berasal dari pusat eksitasi ditugaskan untuk
menggalakkan alfa dan gama motorneuron di kornu anterior. Sebaliknya tugas dari jaras
retikulospinalis yang berasal dari pusat penghambat adalah untuk menghambat alfa dan
gama motorneuron di kornu anterior. Walaupun tugasnya berbeda, namun namanya sama
yaitu traktus retikulospinalis. Traktus retikulospinalis yang berasal dari pusat eksitasi
jalannya tidak menyilang, terletak di funikulus anterior medula spinalis dan berakhir di
kornu anterior ipsilateral. Traktus retikulospinalis yang berasal dari pusat penghambat
jalannya sebagian menyilang dan sebagaian lagi tidak menyilang. Traktus ini terletak di
17

funikulus lateralis medula spinalis dan berakhir di kornu anterior kontralateral.
(Ngoerah,1991; Sukardi,1984 ; Chusid, 1983)
Formatio retikularis pada daerah batang otak berisi daerah inhibisi di daerah
kaudal dan inferior daerah fasilitator. Stimulasi yang terdapat pada daerah inhibisi akan
menurunkan tonus otot, sebaliknya bila terjadi destruksi daerah inhibisi atau eferen akan
menyebabkan peningkatan tonus otot. Dan bila terdapat destruksi daerah fasilitator atau
aferen fasilitator akan menyebabkan penurunan tonus. Atau jika jaras yang
menghubungkan korteks ekstrapiramidalis dengan pusat inhibisi terputus, maka pusat
eksitasi lebih aktif. Dan keadaan demikian mengakibatkan peninggian tonus. Perubahan ini
juga terjadi pada sistem gamma loop yang merupakan lintasan kedaan dari medulla spinalis
yang mencakup kumparan otot- otot dengan serabut-serabut gamma eferennya. Kumparan
otot dapat dianggap sebagai elemen perasa dari sistem refleks yang mencatat perbedaan
panjang antara sistem itu sendiri dengan masa otot utama, serta mengurangi perbedaan ini.
Kontraksi postural atau volunter yang tetap dapat dianggap sebagai sesuatu hasil inervasi
tonik dan fasilitasi alfa motorneuron lewat loop ini. (Ngoerah,1991; Chusid, 1983)


Gambar 8. Sistem inhibisi dan eksitasi batang otak

Lintasan inhibisi terdiri atas jaras:
1. kortiko-bulbo-retikular,
2. kaudato-spinal,
3. serebeloretikuar dan
4. retikulo-spinal.
18

Lintasan eksitasi mencakup jaras:
1. retikulo-spinal
2.vestibulospinal.
Pusat-pusat inhibisi ditandai dengan (-) dan pusat-pusat eksitasi dengan (+).
Interneuron yang menerima impuls eksitasi dan inhibisi itu akan menggalakkan atau
menekan aktivitas motorneuron sesuai dengan kegiatan pusat inhibisi dan eksitasi.
Mekanisme yang mendasari pengaruh interneuron terhadap motoneuron adalah peninggian
atau penurunan ambang rangsang pelepasan muatan listrik motorneuron yang
bersangkutan. (Chusid, 1983)
Di kornu anterior terdapat tiga macam motorneuron yaitu alfa motorneuron
besar yang mensarafi otot ekstafusal tipe II, alfa motoneuron kecil yang mensarafi otot
ekstrafusal tipe I, dan gama motoneuron yang mensarafi muscle spindle yang terdiri dari
bagian nuclear bag dan nuclear chain. Dengan melalui ketiga macam motorneuron
tersebut, impuls motorik piramidal dan ekstrapiramidal mengemudikan keseimbangan
tonus otot yang diperlukan bagi setiap gerakan tangkas. (Chusid, 1983)


Gambar 9: Gamma loop

(Chusid, 1964)

Tonus otot dipengaruhi oleh traktus subkortikospinalis yang bersifat inhibisi
dan eksitasi. Suatu lesi pada serebelum akn menimbulkan hipotoni. Bila lesi itu hanya
mengenai satu hemisfer serebeli saja, maka hipotoni itu tampak pada sisi ipsilateral saja.
19

Serebelum merupakan inhibitor dari pusat inhibisi di formasio retikularis. Suatu lesi dari
serebelum akn melenyapkan pengaruh suatu inhibitor terhadap suatu pusat inhibisi. Dan
timbullah suatu pusat inhibisi tanpa penghambat. Keadaan demikian akan menimbulkan
hipoaktivitas dari susunan gama dan hipotoni. (Chusid, 1983 ; Mardjono, 1997)
Corak gerakan otot tangkas ditentukan oleh pola impuls yang disalurkan oleh
lintasan piramidal dan ekstrapiramidal. Pola impuls tersebut menggalakkan dan
menghambat alfa dan gama motorneuron tertentu. Motorneuron-motorneuron hanya
bekerja sebagai pelaksana bawahan belaka. Jika motorneuron-motorneuron dibebaskan dan
pengaruh sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis (misalnya jika lintasan piramidalis dan
ekstrapiramidalis terputus) maka motorneuron-motorneuron masih dapat menggalakkan
sel-sel otot, tetapi corak gerakan otot yang terjadi tidak bersifat tangkas melainkan
reflektorik dan masal. (Chusid, 1983 ; Mardjono, 1997)

Jika terdapat kerusakan pada motorneuron, maka serabut-serabut otot yang
tergabung dalam motor unit motorneuron tersebut, tidak dapat berkontraksi, meskipun
impuls motorik masih dapat disalurkan oleh jaras-jaras piramidal dan ekstrapiramidal.
Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran impuls motorik yang dapat
menggalakkan serabut-serabut otot. Tergantung pada jumlah motorneuron yang rusak, otot
lumpuh ringan (paresis) atau lumpuh sama sekali (paralisis). Oleh karena motorneuron
dengn sejumlah serabut otot yang dipersarafinya merupakan satu kesatuan, maka kerusakan
pada motorneuron menimbulkan kerusakan pada serabut-serabut otot juga. Otot yang
terkena menjadi kecil (kurus) atau atrofik. Dan di samping itu dapat juga terlihat adanya
kegiatan abnormal pada serabut otot sehat (yang tersisa), yang dinamakan fasikulasi.
(Chusid, 1983 ; Mardjono, 1997 ; Duss, 2007)
Akson motorneuron berhubungan dengan serabut otot melalui penempelan
antara ujung-ujung akson tersebut dengan sarkolemna otot, dan bukannya bersambung
dengan otot dalam arti kata adanya pengikatan.

(Chusid, 1983)



BAB III
KESIMPULAN

20


Susunan ekstrapiramidalis memegang peranan utama dalam menentukan
kedudukan (postur) tubuh dan anggota tubuh serta tonus otot.
Susunan ekstrapiramidalis adalah susunan yang berada di luar susunan
piramidalis atau susunan yang tidak melewati piramis dari medula oblongata. Susunan
ekrapiramidalis dapat dianggap sebagai suatu sistem fungsional yang terdiri atas inti-inti,
lintasan-lintasan lingkaran (sirkuit), dan lintasan subkortikospinalis. Susunan
ektrapiramidalis penting karena mempengaruhi sirkuit umpan balik regulatoris dalam
medula spinalis, batang otak, serebelum dan korteks serebri.
Di dalam susunan saraf pusat ada beberapa zat kimia yang berperanan sebagai
neurotransmiter antara lain asetilkolin, noradrenalin, serotonin, GABA, dopamin, glisin,
glutamat, aspartat, substansi P, enkephalin dan endorphin.
Disfungsi basal ganglia menyebabkan gangguan pergerakan berupa hipokinesia
dan hiperkinesia. Hipokinesia, seperti pada penyakit Parkinson, ditandai oleh gangguan
dalam awal gerakan (akinesia) dan pengurangan amplitudo dan kecepatan pergerakan
volunter (bradikinesia). Hiperkinesia ditandai oleh aktivitas motorik yang berlebihan dalam
bentuk gerakan involunter, seperti pada penyakit Huntington dan balismus.








DAFTAR PUSTAKA


21


Chusid JG, McDonald JJ. 1964. Correlative Neuroanatomy and Fungsional
Neurology. 12
nd
ed.

New York: Lange Medical Publications. p.156 158.
Chusid JG. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Gajah Mada
University Press;1983: p. 30 31.
De Jong RN. 1979 The Neurologic Examination. 4
th
ed. Maryland: Harper and
Row.p. 292 301.
Sukardi E.1984. Neuroanatomia Medica. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
hal.320-325.
Greenstein. 2000. Color Atlas of Neuroscience; Neuroanatomy and
Neurophysiology. New York: Theme, Stuttgart. p. 184 185.
Mardjono M, Sidharta P. 1981. Neurologi Klinis Dasar. Ed 6. Jakarta: Dian Rakyat.
hal. 5-11, 356 362.
Mendoza J, Foundas A.2008. Clinical Neuroanatomy: A Neurobehavioral
Approach. New York: Springer. p.154-172.
Netter`s, Atlas of Neuroanatomy and Neurofisiology. Selections from the Netter
Collection of Medical Illustrastions. Texas; 2002: p. 4.
Ngoerah IGNG.1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga
university press. hal. 4-10.
Noback CR, Demarest RJ.1981. The Human Nervous System: Basic Principles of
Neurobiology. 3
rd
ed. New York: Mc Graw-Hill Inc. p. 443 460.
Baehr M,, Frotscher M. 2005. Duuss Topical Diagnosis in Neurology ; Anatomy,
Physiology, Signs, Symptoms. 4th ed. Stuttgart New York:Thieme.p.31-73
Waxman SG.2003. Clinical Neuroanatomy. 25
th
ed. New York: McGraw-Hill Inc.
p.189 - 199.

Anda mungkin juga menyukai