Anda di halaman 1dari 8

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma.

Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatakan bahwa
patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih
utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).
Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan
kaki dalam posisi fleksi, dan gerakan memuntir yang keras. Fraktur kedua
tulang ini sering terjadi dalam kaitan satu sama lain :
Klasifikasi fraktur :
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut
Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
1. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
2. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
3. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang
berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan
sebagainya).
Berdasarkan posisi fragmen :
1. Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen
tidak bergeser.
2. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
1. Tertutup
2. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme
trauma
1. Garis patah melintang.
2. Oblik / miring.
3. Spiral / melingkari tulang.
4. Kompresi
5. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada
patela.
Berdasarkan kedudukan tulangnya :
1. Tidak adanya dislokasi.
2. Adanya dislokasi
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
1. Tipe Ekstensi: Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi,
lengan bawah dalam posisi supinasi.
2. Tipe Fleksi: Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang
lengan dalam posisi pronasi. (Mansjoer, Arif, et al, 2000)
Etiologi
1. Cidera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan
kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada
fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Patofisiologis
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat
kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah
dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang
tersebut.
Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang
tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis,
terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini
mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering
ditemukan adanya fraktur terbuka

Manifestasi klinis:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama
lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar
fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
Komplikasi fraktur
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan
yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas
bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau
necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh
hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak
dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor
instability.
Pemeriksaan penunjang
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di
dalam darah

Penatalaksanaan Fraktur
Tujuan pengobatan fraktur
1. Reposisi dengan maksud mengembalikan fragmenfragmen ke posisi
anatomi.
2. Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi
fragmenfragmen tulang tersebut setelah direposisi sampai terjadi
union.
3. Penyambungan fraktur (union)
4. Mengembalikan fungsi (rehabilitasi)
Prinsip Dasar Penanganan Fraktur
1. Revive; Yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila
pernafasan ada hambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway,
Breathing, Circulation) agar pernafasan lancar.
2. Review; Yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi : look feel,
novemert dan pemeriksaan fisik ini dilengkapi dengan foto rontgent
untuk memastikan adanya fraktur.
3. Repair; Yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan
konservatif. Tindakan operatif meliputi : Orif, Oref, menjahit luka dan
menjahit pembuluh darah yang robek, sedangkan tindakan konservatif
berupa pemasangan gips dan traksi.
4. Refer; Yaitu berupa pemindahan pasien ke tempat lain, yang
dilakukan dengan hati-hati, sehingga tidak memperparah luka yang
diderita.
5. Rehabilitation; Yaitu memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa
produktif.
Proses penyembuhan tulang
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma; Pembuluh darah robek dan
terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler; Sel-sel yang mengalami proliferasi ini
terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus; Selsel yang berkembang memiliki
potensi yang kondrogenik dan osteogenik (bersifat
menghasilkan/membentuk tulang), bila diberikan keadaan yang tepat,
sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
4. Stadium Empat-Konsolidasi; Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru.
5. Stadium Lima-Remodelling; Fraktur telah dijembatani oleh suatu
manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun,
pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus.

Anda mungkin juga menyukai