Anda di halaman 1dari 5

Hakikat dan Tujuan Pendidikan

Pendidikan pada intinya merupakan proses penyiapan subjek didik menuju manusia masa
depan yang bertanggung jawab. Kata bertanggung jawab mengandung makna bahwa subjek
didik dipersiapkan untuk menjadi manusia yang berani berbuat dan berani pula bertanggung
jawab atas perbuatannya.
Di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa datang (Pramitha,
2010). Merujuk dari definisi pendidikan menurut UU RI No.2 Tahun 1989 tersebut, pendidikan
dengan sengaja dipersiapkan dan dilakukan untuk membekali generasi mendatang menghadapi
era globalisasi dimana pada era tersebut segala macam kompetisi menjadi suatu hal yang wajar.
Menurut Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1
disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan pilihan strategis untuk melakukan proses perubahan sosial menuju
masyarakat yang cerdas, beradab, adil, makmur dan sejahtera (Khotimah, 2011).
Definisi-definisi mengenai pendidikan di atas pada dasarnya adalah sama yaitu
pendidikan merupakan proses yang dilakukan dengan berbagai cara agar peserta didik dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya untuk dapat menghadapi tantangan-tantangan
hidup di waktu mendatang. Tujuan pendidikan ini selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional
bangsa Indonesia.
Tujuan Pendidikan Nasional dijabarkan dalam UUD 1945 yang tertuang dalam Undang-
Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3 yaitu, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab" (UUD 1945, 2003).
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-
Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis,
"Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan." Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah
diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi (Anonim, 2010).
Berdasarkan pasal-pasal dalam Undang-Undang, tujuan pendidikan nasional masih sesuai
dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Namun, pelaksanaan tujuan pendidikan nasional secara ideal masih
menjadi PR yang harus segera direalisasikan demi terwujudnya bangsa yang maju dan beradab.

Tiga Pilar Alasan Pendidikan tidak Boleh Mahal
Pendidikan merupakan aset dan investasi. Dikatakan aset karena pendidikan merupakan
salah satu barang yang sangat berharga, bahkan lebih berharga daripada emas sekalipun.
Seseorang rela membayar atau mengeluarkan uang berapapun demi membiayai pendidikan.
Sedangkan dikatakan investasi karena hasil dari pendidikan akan kita rasakan kelak ketika kita
sudah memperoleh apa yang telah kita pelajari selama menjalani proses pendidikan tersebut.
Begitu pentingnya pendidikan bagi manusia, ditunjukkan dalam suatu hadis Nabi yaitu
yang intinya Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, dan menuntut ilmu dimulai dari
lahir hingga ke liang lahat. Setiap orang berhak mengenyam pendidikan. Namun, hal tersebut
sangat ironi dengan kondisi saat ini. Banyak anak usia sekolah justru berada di tengah jalan dan
kota untuk mencari uang demi membiayai kehidupannya sehari-hari. Seragam dan buku sekolah
menjadi sesuatu yang hanya akan selalu berada di angan-angan mereka. Berikut ini dijabarkan
tiga alasan yang menjadi pilar mengapa pendidikan tidak boleh mahal.


1. Tersurat dalam Batang Tubuh Undang-Undang dasar 1945, bahwa Pendidikan adalah
Hak Tiap Warga
Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 amandemen ke-4 menyebutkan bahwa Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan (UUD 1945, 2002). Pendidikan yang dimaksud disini adalah
pendidikan yang layak dan memadai. UUD 1945 merupakan dasar kebijakan maupun filosofi
dari segala kebijakan dan peraturan di Indonesia. Bunyi ayat pada pasal 31 tersebut nampaknya
belum terlaksana secara keseluruhan. Pasalnya, masih banyak anak usia dini yang tidak sekolah.
Data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33
provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2007 sudah mencapai 11,7 juta jiwa. Jumlah itu
pasti sudah bertambah lagi tahun ini, mengingat keadaan ekonomi nasional yang kian
memburuk. Jumlah tersebut naik begitu drastis ketika ditinjau data anak putus sekolah pada
tahun 2006 yaitu masih berkisar 9,7 juta (Manurung, 2008). Angka putus sekolah di Indonesia
mulai dari jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak atau 1,7 persen dari 31,05 juta anak SD
putus sekolah setiap tahunnya. Anak-anak putus sekolah usia SD dan yang tak dapat ke SMP
tercatat 720.000 Siswa (18,4 persen) dari lulusan SD tiap tahunnya (kusumaningrum, 2012).
Peringkat Indonesia dalam rilis yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNESCO), mengalami penurunan.
Indeks pembangunan pendidikan Indonesia dalam EFA Global Monitoring Report
2011, peringkat Indonesia turun pada posisi ke-69 dari 127 negara (Kusumaningrum, 2012).
Data jumlah anak putus sekolah menunjukkan bahwa pendidikan masih belum menjadi
hak setiap warga. Faktor terbesar tingginya angka anak putus sekolah adalah biaya dan
kemiskinan. Semakin tinggi biaya pendidikan, semakin banyak anak yang harus rela
menguburkan semangat dan cita-citanya. Mereka tidak bersekolah karena miskin sehingga tidak
kuat membayar biaya sekolah. Padahal, kemiskinan tidak dapat dihilangkan tanpa adanya
pendidikan.
.
2. Pendidikan sebagai Ujung Tombak Kemajuan dan Peradaban Bangsa
Pendidikan merupakan parameter mutlak untuk melihat kemajuan dan peradaban suatu
bangsa. Suatu negara dikatakan maju dan memiliki peradaban yang tinggi apabila pendidikan di
negara tersebut berkembang pesat sehingga melahirkan Sumber Daya manusia (SDM) hebat
yang mampu melahirkan karya-karya luar biasa yang berguna bagi manusia. Sebaliknya, suatu
negara dikatakan masih terbelakang apabila rakyatnya belum mengenyam pendidikan atau masih
dalam taraf rendah.
Peradaban-peradaban yang telah kita ketahui pada masa lampau sangat dipengaruhi dari
tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan oleh manusia pada saat itu. Mulai dari
zaman purba, zaman batu, hingga zaman peradaba-peradaban di beberapa negara kuno
menunjukkan tingkat kemajuan yang berbeda. Oleh karena itu, kemajuan dan peradaban di
Indonesia juga tidak akan terlepas dari sistem pendidikan di negeri ini.
Permasalah yang paling meradang dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah
kesenjangan pendidikan di berbagai daerah, sistem pendidikan Nasional, dan standarisasi
pendidikan. Kesenjangan pendidikan daerah terkait dengan fasilitas dan media yang pada
akhirnya berujung dengan biaya, sistem Pendidikan nasional berkaitan dengan metode
Pemerintah dalam mengatur kebijakan pendidikan di Indonesia dan standarisasi pendidikan
berkaitan dengan patokan standar mutu pendidikan yang belum jelas digunakan dalam sistem
pendidikan di Indonesia. Mahalnya biaya pendidikan akan berdampak pada ketiga hal diatas.

3. Pendidikan sebagai Media Pencetak para Pemimpin Masa Depan
Pemimpin adalah penguasa dan pengatur dunia. Tidak ada manusia yang terlahir secara
langsung untuk menjadi seorang pemimpin. Butuh proses pembekalan dan pematangan diri agar
dia dapat berdiri sebagai sosok pemimpin yang bijaksana dan mampu menjadi contoh para
pengikutnya. Proses tersebut diperolehnya melalui proses yang namanya pendidikan.
Dalam pidato yang disampaikan oleh Megawati Soekarno Putri, bahwa kriteria pemimpin
ideal sangat sulit dijawab karena harus terukur secara akurat dari berbagai segi. Namun, ia
berpendapat seseorang bisa menjadi pemimpin melalui dua jalur, yakni faktor keturunan dan
pendidikan. Faktor akibat keturunan seperti di negara monarki, sedangkan dari jalur pendidikan
adalah seperti yang Anda sekalian alami saat ini. Calon-calon pemimpin masa depan harus
dididik dengan menanamkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki (Metrotvnews, 2012).
Melalui pendidikan, seseorang dapat mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan dan apa
yang seharusnya tidak ia lakukan. Meskipun tidak menjadi pemimpin negara, dia tetap akan
menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri yang harus mempu mengatur langkah hidupnya menuju
kehidupan yang baik dan bermartabat.

Solusi Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional:
Stop Pendidikan Mahal, Hapus Pendidikan Gratis
Pendidikan masih menjadi momok bagi sebagian kalangan masyarakat. Munculnya
komersialisasi pendidikan berdampak pada mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung
oleh para siswa. Tidak melihat bagaimana kondisi ekonomi dari orang tua siswa, penetapan
besarnya biaya dari pihak sekolah seakan-akan menjadi suatu hal yang wajar. Data angka
kemiskinan yang tidak kunjung turun dan data jumlah anak putus sekolah yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa terdapat sesuatu yang salah pada sistem
yang ada di negeri ini. Akar dari permasalah tersebut adalah pendidikan. Para pejabat pemegang
dan pembuat kebijakan menjadikan pendidikan hanya sebagai proyek yang setiap tahun harus
berganti. Lalu, bagaimana nasib generasi penerus yang harus siap menghadapi era globalisasi
yang notabene penuh dengan kompetisi dalam segala bidang?
Harus ada tindakan yang segera diambil agar cita-cita mewujudkan Pendidikan nasional
segera tercapai. Tujuan Pendidikan Nasional sangat mulia demi mewujudkan kemajuan bangsa
yang semakin beradab. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah Stop Pendidikan mahal,
dan Hapus Pendidikan Gratis.
Biaya pendidikan akan mempengaruhi fasilitas dan metode yang digunakan dalam suatu
sistem pendidikan. Dewasa ini, banyak orang tua yang rela mengeluarkan biaya yang sangat
tinggi demi menyekolahkan anaknya di sekolah unggulan. Mereka percaya bahwa semakin
mahal suatu sekolah, maka hasilnya pun semakin bagus. Hal ini berdampak pada kesenjangan
sistem pendidikan.
Paradigma mahalnya biaya pendidikan akan menghasilkan kualitas yang bagus bermula
ketika sekolah swasta mulai terang-terangan meminta biaya yang tinggi kepada para siswanya
untuk meningkatkan media fasilitas di lingkup sekolah. Dengan pengelolaan sendiri tanpa
campur tangan dari pemerintah, pihak sekolah akan lebih leluasa dalam meningkatkan aset,
fasilitas, dan juga mutu dari sekolah tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri yang tidak berani
memungut biaya tinggi kepada siswanya karena konon mendapatkan biaya bantuan pemerintah
berupa bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS). Bantuan BOS tersebut hanya menutupi
sebagian kecil dari pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh sekolah. Disisi lain, masyarakat
menganggap bahwa mereka tidak harus membayar biaya pendidikan lagi karena sudah ada
bantuan BOS. Oleh karena itu, sekolah negeri harus mempu mengoperasionalkan bantuan
tersebut meskipun hanya terbatas. Alhasil, fasilitas sekolah dan metode pendidikan pun pas-
pasan dan kurang layak. Inilah yang menjadi dinamika dan kesenjangan akhir-akhir ini.
Untuk mengatasi hal tersebut, seharusnya pemerintah memberikan dana bantuan
pendidikan baik kepada sekolah negeri maupun swasta. Besarnya bantuan pun tidak hanya
sekedar menutup keperluan buku mata pelajaran. Biaya pendidikan yang dialokasikan oleh
pemerintah sebesar 20% dari APBN nampaknya perlu dievaluasi. Anggaran pemerintah
Indonesia yang dialokasikan untuk pendidikan merupakan terendah di Asia Tenggara. Dari
APBN anggaran pendidikan ditetapkan sebesar 20%, namun dalam pelaksanaannya anggaran
pendidikan yang disediakan tidak mencapai 20%. Dana APBN untuk tahun 2006 sebesar Rp 420
triliun yang dialokasikan untuk pendidikan baru 9% atau sekitar 85 triliun secara keseluruahn
seperti gaji guru dan dosen sampai pendidikan kedinasan. Sebenarnya, yang dimaksud 20%
untuk anggara pendidikan adalah diluar gaji guru dan dosen serta pendidikan kedinasan.
Sehingga anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan umum dan dikelola oleh Departemen
Pendidikan Nasional belum memenuhi amanat UUD dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional, yaitu sebesar 20% dari APBN (Nugroho dkk, 2006). Palaksanaan anggaran
pendidikan yang sesuai dengan undang-undang serta pemerataan bantuan kepada sekolah-
sekolah di seluruh wilayah Indonesia akan mengurangi besarnya biaya yang harus ditanggung
oleh orang tua murid. Dengan demikian, pendidikan mahal pun dapat dihilangkan. Pengalokasian
biaya anggara pendidikan juga seharusnya memberikan perhatian yang lebih kepada anak kurang
mampu agar hak mendapatkan pendidikan menjadi terpenuhi.
Solusi berikutnya yaitu penghapusan iklan pendidikan gratis. Tidak ada pendidikan yang
gratis. Pepatah jawa mengatakan Jer basuki mowo bea yang atinya pendidikan itu
membutuhkan biaya. Jadi, sangat tidak mungkin jika dikatakan bahwa pendidikan itu gratis.
Pendidikan gratis hanya akan menimbulkan asumsi kebohongan dari masyarakat kepada
pemerintah mengenai program tersebut. orang tua murid enggan mengeluarkan biaya karena
mereka beranggapan bahwa biaya sekolah anaknya sudah ditanggung oleh pemerintah. Hal ini
akan berdampak buruk karena biaya dari pemerintah pun terbatas sehingga masih tetap
membutuhkan dukungan biaya dari orang tua murid. Akan lebih bijaksana jika bantuan biaya
pendidikan itu tanpa diembel-embeli dengan iklan pendidikan gratis.
Pendidikan adalah modal fundamental bagi kemajuan bangsa. Jayalah Pendidikanku,
Jayalah Negeriku!!!

Anda mungkin juga menyukai