Anda di halaman 1dari 2

khl

kelopak tabebuia yang menguning diterpa cahaya lampu malam ini enggan untuk merekah, seperti
malam - malam sebelumnya rasa penasaranku membuncah pada guratan batang yang terukir
tentang kesedihan dan harapan seseorang yang datang dikala malam. sang misterius
dengan jumper hitam wajah nyaris tertutup oleh bandana mengait pada sela - sela hidung hanya
menanggalkan sinar mata tajam penuh misteri.
menikmati taman di kota ini seakan hidup dikala malam, saat sepi dan segelintir manusia melintas
dijalanan. menikmati roh tumbuhan bersenandung Hn Jr dengan kesedihan untuk ibu alam
tempat ribuan tumbuhan bersemi dan mekar memeluk erat akar kehidupan. seperti rasa marahku
pada si misterius vandal penyayat dahan tabebuia dengan corak samar yang ku dokumentasikan
serupa simbol..
sekejab sirna seakan di telan malam setiap bidang ia selesaikan tiap goresan dengan menundukan
wajahnya seperti merajuk untuk kesalahan yang ia lakukan. kebodohanku adalah rasa takut yang
mendera mengelayut kuat dalam jantungku, dalam bualan terbesar manusia adalah kesombongan
yang tak pernah mereka tutupi dan lenyapkan dalam sifatnya adalah rasa keingintahuan.
keberanianku adalah mengambil pemukul kasti sebagai tameng nyawa bila bahaya menyeruak
membakar diriku, hingga larut kegelisahanku terus menyeruak rasa kantuk dan dinginya malam tak
membuat surut nyaliku.
bayangan itu datang dari rerimbunan tanaman perdu. dia nampak termenung menatap dahan
pohon tabebuia yang menguning asri, bunganya yang lebat seperti kembang gula terpancar terang
cahaya lampu. keringat dingin seperti getah nangka yang tersayat ucung parang mengucur dari dahi
dan leherku, manakala sesosok itu memancarkan terang warna putih dengan rambut panjang
tergerai.
serasa otot dan syarat kaku membeku tak ada keberanian untuk mendekat, ada kekuatan besar
yang terus menggerakkan kakiku ke arahnya. setapak demi setapak semakin dekat ku eratkan
genggamanku pada pemukul kasti berharap dia melawan dan beringas menyerang. semakin dekat
ke arahnya rasa gugup, takut, was was melebur dalam kedamaian. ketika ku lihat dengan utuh raut
wajahnya
semua tafsir logika tak dapat ku muntahkan pada peristiwa itu, wajahnya bersinar seperti malaikat
dengan pakaian puteri kayangan menuntuku ke arah dahan pohon yang ia ukir bermacam - macam
simbol. walau samar coba ku pahami dengan anggukan. kesadaranku terhipnotis ku hanya diam
ketika tangannya menngepalkannya pada kulit dahan pohon tabebuia diselipkannya kuncup bunga
pada sela - sela kupingnya.
sedetik ku melihat sebuah dunia yang tak lazim aku lihat sebuah taman yang indah pepohonan
menghijau dan pelangi warna bunga menyatu dengan biru langit seperti rona surga. indah,.. lebih
indah dari ribuan taman di dunia. dia hanya diam dan tersenyum,..mulut dan kerongkonganku
seperti terkatup oleh gembok raksasa berat dan erat..
masih dalam alam bawah sadar seakan ku dihadapkan pada tempat yang kering dan gersang, teriak
binatang beriringan melaknat kami para manusia. tak nampak pepohonan dan hijau rumput seperti
apa yang ku lihat sebelumnya, kesedihan dan ratapan mencoba untuk berbegas meninggalkan
tempat itu.
jangan kau rusak mereka. suara lembut itu melumpuhkan kesadaranku dengan berbagai
argumentasi, tak terucap sepatah katapun untuknya. aku hanya bisa mengangguk dengan nanar.
seakan kesedihan menjalar dalam relung jiwaku.
dahan yang besar seperti portal yang menghubungkan antar dimensi waktu. membawaku pada
setiap potongan episode kisah kerakusan, ketamakan dan kesombongan manusia. tak terasa air
mataku tak terbendung kesedihan maha dahsyat ketika ku lihat purwa rupa anak orang utan
terbelah tengkorak kepalanya.
dan seekor gajah tanpa kepala berlari - lari riang gembira dengan koloninya, seakan menyambut
kehadiran kami. dengan lembut dia usap anak gajah yang manja mengelayut pada pelukkannya.
entahlah..nalarku seakan berkarat..
dengan lebut dia memapahku ke sandaran kursi tepat di depan pohon tabebuia, segelas air dari
gelas keladi dia ulurkan padaku. kesegarannya mengejutkanku dengan kesadaran tersisa ku
ucapkan kalimat siapakah dirimu. dengan senyumnya yang menawan dia hanya menggeleng
seraya dia taruh biji - bijian yang mengering ditangan..lestarikan rumah ini. dengan tutur yang
halus membius.
ledakan kesadaranku pulih kembali saat kurasakan sinar itu seperti sunrise menyapa alam,
tanganku masih tergenggam erat perlahan ku buka..seonggok bijian aneka bentuk mengumpul
dalam genggamanku. kupandangi dahan pohon tabebuia perlahan ku amati dengan seksama.
guratan simbol - simbol itu telah hilang rupa goresan berganti dengan pelepah baru.
kupandangi langit - langit ranting seulas senyumnya memancar dalam kilau kuning bunga tabebuia
seakan menuntunku pada masa depan untuk menyemai kebaikan dari bijian yang dia berikan dan
merawat tiap kelopak serupa warna kehidupan dalam bait - bait keindahan

Anda mungkin juga menyukai