Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium, yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk. Di tubuh manusia parasit ini
berkembang biak di hati dan kemudian akan menginfeksi sel darah merah.
Gejala-gejala malaria yaitu demam, sakit kepala, dan muntah. Biasanya
gejala ini muncul antara 10-15 hari setelah digigit oleh nyamuk. J ika tidak
segera ditangani bisa mengancam jiwa karena akan terjadi gangguan
pembagian darah ke organ-organ vital. Banyak kasus di dunia bahwa
parasit ini telah resisten dengan obat-obatan anti malaria (WHO, 2009).

2.1.1 Etiologi
Malaria disebabkan oleh infeksi parasit Protozoa darah genus
Plasmodium. Ada empat spesies Plasmodium yang menyebabkan
penyakit ini, yaitu: P.falciparum, P.vivax, P.ovale, dan P.malariae. Pada
perkembangan terbaru terdapat satu spesies lain yang dapat menyebabkan
malaria yaitu P.knowlessi (WHO, 2009). Di Sumatera utara sejak 1997 s.d.
2001 departemen kesehatan telah melakukan survei pada 6 desa, yang
mendapatkan dua spesies Plasmodium yaitu P.falciparum dan P.vivax
(Pasaribu S. dan Lubis C.P, 2002).

2.1.2 Cara Penularan
Parasit malaria ini ditransmisikan secara alamiah dari manusia ke manusia
lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Diperkirakan terdapat 380
spesies nyamuk Anopheles, namun 60 spesies saja yang dapat
mentransmisikan penyakit tersebut. Penyakit malaria juga dapat ditularkan
secara tidak alamiah yaitu melalui transfusi darah, transplantasi organ,
Universitas Sumatera Utara
penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi atau penularan selama
persalinan yang disebut dengan malaria kongenital.
Salah satu jenis nyamuk Anopheles yang menyebabkan malaria yaitu
Anopheles aconitus yang hidup pada daerah air tenang atau sedikit
mengalir seperti persawahan. Nyamuk ini menggigit dengan cara
menungging dan biasanya pada malam hari, berbeda halnya seperti
nyamuk Aedes yang menggigit dengan posisi agak mendatar dan
beraktivitas waktu pagi dan sore hari (Soegeng, 2007).

2.1.3 Patogenesis
Infeksi malaria dimulai dari masuknya sporozoit yang dikeluarkan dari
kelenjar ludah nyamuk Anopheles melalui gigitannya. Dalam waktu 30-60
menit (rata-rata 45 menit), sporozoit tidak ditemukan lagi dalam darah dan
telah bersarang dalam hati dan mengadakan penetrasi ke dalam hepatosit
serta telah memulai siklus eksoterositik atau fase reproduksi aseksual,
yaitu: trofozoit- skison- merozoit. Pada P.vivax fase ini memakan waktu 9-
16 hari. Merozoit yang dihasilkan jumlahnya beribu-ribu tergantung dari
jumlah Plasmodium-nya. Pada P.vivax dihasilkan sekitar 10.000 merozoit.
Merozoit ini akan merusak hepatosit dan masuk ke dalam aliran darah.
Sebagian merozoit akan rusak, tapi sebagian besar merozoit ini akan
berikatan dengan reseptor spesifik pada membran eritrosit dan terjadilah
penetrasi ke dalam eritrosit. Di dalam eritrosit inilah mulai siklus aseksual
eritrositik, yaitu merozoit- trofozoit muda (bentuk cincin)- trofozoit tua-
skison. Skison yang tua akan terus berkembang. Bagian-bagian inti
membelah dalam eritrosit, kemudian diikuti sitoplasmanya. Akhirnya
eritrosit pecah dan keluarlah merozoit- merozoit. Merozoit-merozoit ini
akan kembali menginfeksi eritrosit yang lain dan mengulang siklusnya
kembali. Siklus ini dapat berlangsung dan berulang terus. Pada
Plasmodium vivax, setiap siklusnya berlangsung selama 42-48 jam.
Setelah mengalami 2-3 kali siklus eritrositik, terjadilah suatu fenomena
gametogenesis, yaitu beberapa merozoit tidak berubah menjadi trofozoit
Universitas Sumatera Utara
atau skison, tetapi berkembang menjadi bentuk yang mempunyai potensi
seksual melalui siklus gametogoni membentuk makrogametosit(betina)
dan mikrogametosit(jantan). Masa ini disebut tunas intrinsik. Proses
gametogenesis untuk P.vivax membutuhkan waktu kira-kira 4 hari.
Pada stadium eritrositik sebelum pembentukan gametosit, sistem imun
akan memproduksi antibodi terhadap gametosit. Pada P.vivax terjadi siklus
eritrositik sekunder, dimana sebagian merozoit-merozoit hasil dari siklus
preeritrositik tidak masuk ke peredaran darah untuk mengikuti siklus
eritrositik, melainkan kembali ke sel-sel hepar yang lain untuk mengulangi
siklusnya di sana. Siklus eksoeritrositik sekunder inilah yang bertanggung
jawab atas timbulnya relaps pada malaria. Informasi terakhir mengatakan
siklus ini dapat disebabkan oleh aktivasi parasit malaria yang sempat
sembunyi di dalam hepar. Pada wanita hamil dengan menurunnya
kekebalan tubuh maka relaps lebih sering terjadi pada trimester kedua dan
ketiga. Siklus hidup didalam tubuh nyamuk (fase vektor) merupakan
pertumbuhan seksual. Dimulai dari masuknya gametosit- gametosit pada
saat nyamuk mengigit penderita malaria. Parasit- parasit bentuk aseksual
maupun seksual ikut terhisap, akan tetapi hanya bentuk seksual saja yang
mampu berkembang terus di tubuh nyamuk. Proses yang terjadi di dalam
tubuh nyamuk adalah mikrogametosit mengalami eksflagelasi menjadi
mikrogamet, sedangkan makrogametosit mengalami pemasakan menjadi
satu makrogamet, selanjutnya terjadi fertilisasi yang menghasilkan zigot,
24 jam kemudian berubah menjadi ookinet. Ookinet kemudian menembus
dinding usus dan melekat pada membran basalis di dinding luar usus dan
tumbuh menjadi ookista. Ookista akan tumbuh menjadi sepuluh kali lipat
ukuran semula yang berisi ribuan sporozoit. J ika ookista pecah, maka
sporozoit akan tersebar kedalam hemolimph nyamuk, terutama terkumpul
dalam kelenjar ludah nyamuk, sehingga nyamuk tersebut sangat infeksius
dan siap menyebarkan penyakit malaria. Sekali gigitan nyamuk mampu
mengeluarkan 10% dari keseluruhan jumlah sporozoit yang ada di dalam
kelenjar ludah nyamuk. Pada saat inilah sporozoit tumbuh dalam tubuh
Universitas Sumatera Utara
hospes(manusia). Beberapa trofozoit akan dihancurkan oleh makrofag atau
antibodi penderita. Akan tetapi jika penderita yang non-imun, trofozoit
akan segera melakukan penetrasi ke dalam hepatosit.
Proses patofisiologi pada manusia merupakan akibat dari destruksi
eritrosit, pelepasan parasit dan material eritrosit ke dalam aliran darah,
serta reaksi dari hospes terhadap kejadian-kejadian tersebut. Pecahnya
eritrosit yang terinfeksi skison diikuti gejala panas, sakit kepala dan nyeri
otot. Pada penderita yang non-imun biasanya gejala sudah muncul pada
derajat parasitemia yang lebih rendah.
Parasit malaria melepaskan sejumlah endotoksin yang mengakibatkan
aktivasi jaras sitokin. Sel-sel dari makrofag dan monositjuga mungkin
endotelium terstimulasi mengeluarkan sitokin. Pada awalnya dihasilkan
TNF (Tumor Necrosis Factor) dan IL-1 (Interleukin-1) yang kemudian
menginduksi pelepasan sitokin-sitokin lain seperti IL-6 dan IL-8. Pirogen
endogen IL-1 dapat diidentifikasi dalam darah pada saat terjadi krisis
kimia. Pecahnya eritrosit juga diikuti pelepasan kalium, fosforilasi
glukosa, proses oksidasi hemoglobin, rusaknya globin. Juga terjadi
perlekatan mekanis eritrosit yang mengandung skison pada endotelium
(Soegeng, 2007).

2.1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, berat
ringannya infeksi yang dipengaruhi oleh jenis/strain Plasmodium, daerah
asal infeksi, umur, konstitusi genetik, keadaan dan nutrisi, kemoprofilaksis
dan pengobatan sebelumnya.
Gambaran klinis malaria tanpa komplikasi secara umum hampir sama pada
keempat spesies. Gejala awal tidak spesifik, menyerupai influensa biasa
seperti nyeri kepala, nyeri otot, rasa tidak enak di perut, lesu dan lemah
yang biasanya terjadi selama 2 hari sebelum demam. Suhu badan
kemudian meningkat disertai sakit kepala yang hebat, mengigil dan
hilangnya nafsu makan.
Universitas Sumatera Utara
Demam merupakan gejala khas pada semua jenis malaria. Gejala klinis
malaria ditandai beberapa serangan demam dengan interval tertentu
(paroksismal). Demam paroksisme ini biasanya terjadi dalam 3 stadium
(trias malaria) yang berurutan dan berlangsung selama 8-12 jam yaitu
stadium dingin, stadium panas, dan berkeringat. Pada infeksi P.vivax
demam paroksisme ini terjadi setiap 2 hari sedang P.falciparum
paroksisme tidak teratur atau mengikuti pola tertentu. Stadium dingin
(cold stage), berlangsung 15-60 menit; mulai mengigil, penderita sering
membungkus diri dengan selimut, badan bergetar, lalu diikuti dengan
meningkatnya temperatur. Stadium panas(hot stage), muka merah, nadi
cepat, panas badan tetap tinggi beberapa jam, kemudian diikuti dengan
berkeringat. Kemudian stadium berkeringat( sweating stage), penderita
berkeringat banyak dan temperatur turun sehingga penderita merasa sehat,
trias malaria sering pada infeksi P. vivax. Serangan paroksismal biasanya
terjadi pada waktu sore.
Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 714 hari. Setelah itu
derajat parasitemia akan turun, tetapi limpa akan masih membesar dan
panas masih akan berlangsung, dan pada akhir minggu kelima panas mulai
turun secara krisis. Pada malaria vivax gejala yang tampak lebih berat
namun mortilitas rendah. Malaria serebral dapat terjadi walaupun jarang.
Pada penderita yang semi imun perlangsungan malaria vivax tidak spesifik
dan ringan saja, parasitemia hanya rendah, serangan demam hanya pendek
dan penyembuhan lebih cepat. Resistensi terhadap klorokuin juga pernah
dilaporkan.
Parasitemia P.vivax, P. malariae, P. ovale relatif rendah, terutama karena
parasit lebih menyukai sel darah merah muda atau tua, tetapi tidak
keduanya; P.falciparum menyerang sel darah merah semua umur,
termasuk sel darah merah eriteropoietik di dalam sum-sum tulang, dan
parasitemianya mungkin sangat tinggi. P.falciparum juga menyebabkan
sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan
untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler, dengan akibat
Universitas Sumatera Utara
obsruksi, trombosis, dan iskemia lokal. Oleh karena itu P.falciparum
seringkali lebih berat dari pada yang lainnya, dengan angka komplikasi
berat atau fatal yang jauh lebih tinggi ( malaria serebral, hiperpireksia
malaria, gangguan gastrointestinal, blackwater malaria). Akibatnya,
diagnosa malaria falciparum yang tepat dan segera penting sekali dan
mungkin menyelamatkan nyawa, P. malariae juga dikaitkan dengan
sindrom nefrotik pada anak-anak dengan insidens puncak sekitar umur 5
tahun (Jawetz, 1996).
Malaria berat sering terjadi karena P. falciparum yang disebut pernicous
manifestation. Malaria berat biasanya terjadi mendadak tanpa gejala
sebelumnya, dan sering terjadi pada ptenderita yang non-imun.
Komplikasi ini bila lebih dari 5% eritrosit terinfeksi parasit malaria, 10%
daripadanya mengandung lebih dari 1 parasit. Penderita malaria dengan
komplikasi umumnya malaria berat. Defenisi malaria berat menurut WHO
adalah bila ditemukan parasit aseksual daram darah tepi disertai salah satu
atau lebih komplikasi, seperti : malaria serebral, anemia berat, gagal ginjal,
edema paru, hipoglikemia, shock, perdarahan spontan, kejang umum
berulang, asidemia dan hemoglobinuria (Soegeng, 2007).

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis malaria harus dipikirkan pada setiap penderita demam disertai
menggigil, pernah berkunjung atau pernah bertempat tinggal di daerah
endemis. Tapi hendaknya diingat bahwa tidak semua penderita malaria
menunjukkan gejala-gejala kuat, bahkan kadang hanya mirip serangan flu
biasa.
Diagnostik pasti dapat diegakkan bila ditemukan parasit malaria dalam
darah penderita dari sediaan darah tetes tebal maupun tipis dengan
pengecatan Giemsa atau Wright. Sediaan ini mengkonsentrasikan parasit
dan memungkinkan deteksi walaupun infeksinya ringan. Tetapi, untuk
menemukan parasit dalam darah akan lebih besar kemungkinannya bila
pengambilan darah dilakukan pada serangan waktu febris.
Universitas Sumatera Utara
Sediaan tetes tebal berguna untuk diagnosis pada derajat
parasitemia yang rendah, oleh karena itu sangat berguna untuk tes
skrining. Sedangkan tetes tipis optimal untuk pemeriksaan morfologi
parasit sehingga dapat dibedakan beberapa spesies malaria serta dapat
digunakan dalam menentukan derajat parasitemia maupun anemia.
Metode lain yang dapat digunakan adalah penggunaan sistem filter-
Acridine Orange (AO) yaitu tergolong metode fluorokrom, yakni metode
yang mampu menghasilkan intentitas fluoresen yang tinggi dan perbedaan
warna yang sangat mencolok. Objek akan tampak dengan inti berwarna
hijau dan sitoplasma yang berwarna merah.
Gambaran laboraturium lain yang dapat ditemukan seperti anemia
normositik yang beratnya berbeda-beda. Selama waktu paroksismal
mungkin terdapat leukositosis; selanjutnya, timbul leukopenia serta
peningkatan reaktif sel mononuklear besar. Tes fungsi hati dapat
memberikan hasil abnormal selama serangan, tetapi fungsi hati dapat
kembali notmal setelah pengobatan atau membaik spontan. Adanya protein
dan silinder dalam air kemih anak menunjukkan adanya nefrosis kuartana.
Pada P.falciparum yang berat, kerusakan ginjal dapat menyebabkan
oliguria dan adanya silinder, protein, dan sel darah putih dalam air kemih
(Jawetz, 1996)).

2.1.6 Pengobatan dan Pencegahan
Klorokuin (Aralin) adalah obat pilihan selama serangan akut; 1,5 gram
(basa) diberikan melebihi periode 3 hari atau 1,8 gram selama 4 hari lebih.
Pada kasus koma malaria falciparum (malaria serebral), kuinin
dihidroklorida (sekarang tidak dapat lagi di Amerika Serikat) atau kuinidin
glukonat parenteral harus digunakan sampai pengobatan oral dapat
diberikan. Telah dilaporkan strain P.vivax yang resisten terhadap
klorokuin, tapi klorokuin tetap merupakan obat pilihan pertama, kecuali
parasit yang diketahui telah resisten. Primakuin, membunuh bentuk
eksoeritrosit di hati (berpotensi untuk menimbulkan kekambuhan malaria),
Universitas Sumatera Utara
yang dikenal sebagai pengobatan radikal. Malaria falciparum tidak
ditemukan lagi dihati setelah fase eritrositik, maka untuk mengobati
bentuk klinik adalah dengan pengobatan radikal. Pengobatan primakuin
sebaiknya mengikuti terapi untuk malaria klinis. Penderita defisiensi
G6PD (glukosa 6 fosfat dehidrogenase) sebaiknya diberikan dosis rendah
primakuin yang lebih lama (tidak sama sekali), kemungkinan terjadi
anemia hemolitik. Primakuin juga memiliki daya kerja gametositisidal
terhadap P.falciparum dengan dosis tunggal 45 mg (untuk dewasa). Untuk
malaria berat dapat di berikan artesunate dan artemisinin suppositoria.
Profilaksis supresif dapat dicapai dengan klorokuin sulfat atau amodiakuin
kecuali pada daerah falciparum yang resisten klorokuin. Meflokuin
sekarang merupakan obat kemoprofilaksis pilihan untuk daerah resisten-
klorokuin. Doksisiklin, yang diberikan setiap hari, dapat digunakan pada
daerah yang P.falciparum nya resisten terhadap berbagai obat. Tetapi
tidak ada obat yang secara pasti dapat mencegah malaria. Para pelancong
sebaiknya menghindari gigitan nyamuk, dengan menggunakan rapelan
dietiltoluoamid, dan tidur menggunakan kelambu yang dilapisi pyterin
(Jawetz, 1996).


2.1.7 Pengendalian
Pengendalian malaria bergantung pada pembersihan tempat
perkembangbiakan nyamuk, perlindungan perorangan terhadap nyamuk
(kasa, kelambu, obat nyamuk), pengobatan dengan obat supresi bagi orang
yang kontak, dan pengobatan edekuat terhadap penderita dan pembawa
parasit. Pemberantasan, memerlukan pemutusan antara nyamuk Anopheles
dan manusia dalam jangka waktu yang cukup untuk mencegah penularan.
Dalam pengendalian cara sederhana misalnya dengan menghimbau
masyarakat petani agar tetap memelihara kondisi saluran pengairan
sehingga aliran air di persawahan tetap lancar tanpa ada kantong-kantong
di pinggir saluran, Petani harus menanam padinya serentak dan
Universitas Sumatera Utara
mengeringkan sawahnya tiap 10 hari selama 2 hari, Ternak agar
ditempatkan kandangnya di dekat perindukan diluar rumah, dan tidak
menyatu dengan rumah, serta penebaran ikan pemakan jentik di sawah, dll
(Nurmaini, 2003).



2.2 Perilaku
Perilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Dua hal yang dapat mempengaruhi perilaku yaitu faktor genetik
(keturunan) dan lingkungan. Faktor keturunan merupakan konsepsi dasar atau
modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya dan
lingkungan adalah kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku
tersebut.
Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) berkata bahwa
perilaku adalah hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respon). Respon dibedakan menjadi dua, yakni:
a. Respondent respons ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan tertentu. Respon-respon yang timbul umumnya relatif tetap.
b. Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut reinforcing
stimuli karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respon
yang telah dilakukan organisme.
Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan dan makanan
serta lingkungan. Menurut Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:
a. Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Universitas Sumatera Utara
b. Perilaku sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa
sakit.
c. Perilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Bloom (1908) membagi perilaku ke dalam 3 domain namun tidak
mempunyai batasan yang jelas dan tegas yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.

2.2.1 Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman
seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu.
Pengetahuan tau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seeorang terhadap suatu
rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni:
a. Tahu (know)
Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan
pengalaman yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus
mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam
komponen-komponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek (Notoatmodjo, 2005).

2.2.2 Sikap
Merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus
ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup.
Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005),
sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni:
a. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
b. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain :
a. Menerima (receiving)
Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang
dipilihnya dengan segala resiko.

Universitas Sumatera Utara
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon
terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan
bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya.
Namun secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan
loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.



2.2.3 Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.
Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatau sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator raktek tingkat dua.
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia
sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik.
2.2.4 Indikator Pengetahuan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang, ada beberapa indikator
yang dapat digunakan dan dikelompokkan menjadi:
Universitas Sumatera Utara
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit,
gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan dan kemana mencari
pengobatan, cara penularan dan cara pencegahan suatu penyakit.
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
meliputi jenis-jenis makanan bergizi, manfaat makanan bergizi bagi
kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, bahaya merokok,
minuman keras, narkoba dsb, pentingnya istirahat cukup, relaksasi dsb.
Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi manfaat air bersih, cara
pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah
yang sehat, dan akibat yang ditimbulkan polusi bagi kesehatan (Notoatmodjo,
2003).




















Universitas Sumatera Utara
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep berikut disusun berdasarkan tujuan penelitian yaitu
untuk mengetahui gambaran perilaku masyarakat Kecamatan Kutambaru,
Kabupaten Langkat tentang penyakit malaria.







Gambar. 3.1 Kerangka Konsep

3.2. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan
masyarakat Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat tentang penyakit malaria.












Malaria
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
.
Variabel Definisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Pengetahuan Segala sesuatu yang
diketahui responden
mengenai malaria
Kuesioner 1: Baik
2: Sedang
3: Kurang
Ordinal
2. Sikap Tanggapan atau
reaksi responden
mengenai malaria
Kuesioner 1: Baik
2: Sedang
3: Kurang
Ordinal
3. Tindakan Segala sesuatu yang
telah dilakukan
responden
sehubungan dengan
pengetahuan dan
sikap tentang
malaria
Kuesioner 1: Baik
2: Sedang
3: Kurang
Ordinal


3.3. Cara Ukur
3.3.1. Pengetahuan
Pengetahuan responden diukur melalui 5 pertanyaan. J ika pertanyaan
dijawab benar oleh responden maka diberi nilai 1, jika responden menjawab salah
maka diberi nilai 0. Sehingga skor total yang tertinggi adalah 5.
Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi
sebagai berikut:
a. Baik, apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya
tentang malaria (skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi yaitu
5).
b. Sedang, apabila responden mengetahui sebagian tentang malaria (skor
jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi yaitu 2-4).
Universitas Sumatera Utara
c. Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil tentang malaria
(skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu <2).

3.3.2. Sikap
Sikap diukur melalui 5 pertanyaan jika responden menjawab benar akan
diberi skor 1 sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0. Sehingga total skor
tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5.
Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi
sebagai berikut:
a. Baik, apabila skor jawaban responden >75% yaitu 5.
b. Sedang, apabila skor jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi
yaitu 2-4.
c. Kurang, apabila skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu
<2.

3.3.3. Tindakan
Tindakan diukur melalui 5 pertanyaan, responden yang menjawab benar
akan diberi skor 1 sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0. Sehingga total
skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5.
Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi
sebagai berikut:
a. Baik, apabila skor jawaban responden >75% yaitu 5.
b. Sedang, apabila skor jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi
yaitu 2-4.
c. Kurang, apabila skor jawaban responden <40% dari nilai tertinggi yaitu
<2.





Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai