Anda di halaman 1dari 6

Urban Metabolism : Resource Consumption of Cities

Urbanisasi telah menjadi pemicu sejarah manusia, menjadikan hari ini dipercaya akan menjadi
sejarah urban abad 21. Akibat terus menerus dari peningkatan urbanisasi masyarakat berkaitan
dengan erosi sumber alam dan penggunaan berbagai sumber alam. Banyak penelitian mengindikasi
bahwa abad sebelumnya telah benar-benar pandai mengambil sumber alam yang memicu
pengalihan dari konsumsi sumber daya yang dapat diperbaharui ke sumber daya logam dan mineral
yang tidak dapat diperbaharui untuk membangun gedung dan infrastruktur kota. Urbanisasi yang
pesat dari jumlah populasi dunia yang besar telah menempatkan sumber daya dari perkotaan
sebagai bahan diskusi berkaitan dengan kritisnya sumber daya dan perubahan iklim global.
Urban Consumption
Bayangkan seorang arsitek yang bekerja di lantai atas sebuah gedung pencakar langit di NYC yang
melewati Wall Street. Tahun ini adalah 1996 dan pasar real estate dunia sekali lagi berkembang;
kontras apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada dekade ini. Bahkan ekonomi US
sedang mengalami pukulan berat dan sekali lagi pencakar langit dibangun di Manhattan. Arsitek ini
bekerja pada sebuah perusahaan internasional desain dan teknik yang besar yang mengkhususkan
diri dalam proyek skala besar, terutama gedung yang melayani pasar real estate global. Arsitek ini
biasanya memilih material untuk gedung-gedung yang nantinya akan menjadi perusahaan jasa
perumahan, firma asuransi, kantor hukum, bahkan bisnis arstitektur besar seperti miliknya. Banyak
hasil desainnya telah berkelana ke kota-kota Asia yang serentak mengembangkan kantor komersial
nya seperti: Shanghai, Jakarta, Kuala Lumpur, Beijing China. Belakangan, fokusnya telah kembali
pada pengembangan real estate domestik dan bahkan konstruksi di halaman belakangnya, NYC.
Arsitek ini sedang menyelesaikan desain bagian muka dari gedung kantor komersial kelas A di
tengah kota Manhattan. Bekerja dalam proyek lokal merupakan suatu kelegaan walaupun sang
desainer harus mengakui dalam hati bahwa desain gedungnya tidak benar-benar dipengaruhi oleh
kota dimana gedung ini dibangun. Bentuk gedung, sistem dan organisasi, dan material yang dipilih
dapat dengan mudah diadaptasi atau mengadaptasi dari salah satu dari banyak desain proyek
sebelumnya di Asia dan kenyataannya, elemen utama dari desain gedung ini berpindah dari satu
benua ke benua lainnya mencari pemilik yang mau membayar pembangunannya.
Pada kasus apapun, material untuk kaca, alumunium dan dinding batu sekarang ini membutuhkan
spesifikasi lebih lanjut. Kaca rendah emisi, produk yang relatif baru mulai dipertimbangkan seperti
halnya keseluruhan warna rangka kusen alumunium. Batunya masih harus di tentukan, oleh
karenanya rekan kerjanya di bagian bawah aula dikonsultasi dan sejumlah batu didaftar.
Batu yang akhirnya dipilih adalah granit dari galian Minas Gerais di tenggara Brazil. Terpilihnya batu
ini membutuhkan perjalanan ribuan kilometer, tidak hanya bagi arsitek dan rekannya tapi juga bagi
beberapa ton batu itu sendiri. Pertama, sang arsitek dan asistennya harus melakukan perjalanan ke
Brazil, dimana mereka akan bertemu dengan wakil penambang dan penjual batu kemudian
mengunjungi galian itu sendiri untuk memeriksa sampel batu yang sedang dipertimbangkan.
Pemilihan akhirnya harus dilakukan di lapangan dengan penambang yang menyajikan beberapa
contoh batu yang dipotong dalam irisan tipis bagi sang arsitek untuk di bawa dan digunakan untuk
kontrol kualitas saat potongan batu akan diterima. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke pabrik
pengolahan di Italia, dimana batu tersebut akan dikapalkan, sangat penting untuk memeriksa
potongan batu saat mereka diambil dari bongkahannya. Pada tahun 1996, Italia mendominasi
industri batu global dengan memproses material yang terpercaya dan lebih murah dibandingkan
tempat lain di seluruh dunia. Bongkahan dan potongan batu dari seluruh penjuru dunia sudah biasa
melewati pengolahan batu Italia di Carrara, yang bertempat di utara, 100km barat daya dari kota
Florence. Pada tahun 1996, tahun dari transaksi ini, Italia menyokong 45% dari impor batu US yang
berjumlah kira-kira 25.000 ton dari total 51.000 ton (survei geologi US tahun 1996; Taylor 1996).
Total konsumsi batu di US pada 1996 sekitar 1,3 juta ton dimana pada 2010 ini mencapai 14 juta ton
(survei geologi US 2011; Dolley, 2010). Pada tahun 2010 nilai total batu yang diimpor mencapai 2,4
juta dolar dan Brazil adalah pengekspor terdepan, memasok 44% nilai material. Transaksi
internasional batu telah mengalami perubahan dramatis sejak 1996. China pada saat ini adalah
suplier utama granit ke US, memasok 22% sedangkan Italia turun ke 13% (Dolley, 2010).
Ketika batu akhirnya dikirim ke tempat pembangunan di tengah kota Manhattan, sang arsitek
memeriksa potongan-potongannya dan bisa merasa puas ataupun tidak puas dengan kualitasnya
secara umum. Jika tidak puas, batu-batu itu akan dikirim kembali dan diganti dengan potongan yang
lebih baik; yang berarti tambahan perjalanan internasional untuk batu tersebut. Namun, apabila
sang arsitek puas, batu tersebut akan dipersiapkan untuk dinding. Tentu saja, seleksi terakhir dari
setiap potongan akan dilakukan dengan memajang batu untuk memeriksa konsistensi warna satu
sama lain agar tidak ada kecacatan sama sekali.
Kebetulan perusahaan ini baru mendengar kabar mengenai pesatnya perkembangan pasar gedung
yang dibuka di Teluk Persia. Minyak telah ditemukan di Uni Emirat Arab 30 tahun sebelumnya pada
tahun 1966 dan urbanisasi di Dubai telah meningkat melebihi perkiraan. Terlepas dari terbangnya
modal investasi dan tingkat perdagangan selama perang teluk 1990, sekarang jelas bahwa Dubai
sedang berada di tengah-tengah perkembangan yang melambung karena pendapatan minyak dan
spekulasi real estate. Rumor yang tidak dapat diperkirakan dari booming gedung yang akan bertahan
baik sampai milenium baru berkembang sampai ke semua perusahaan besar di NYC. Batu ini
sepertinya akan menjadi material sempurna untuk proyek pertama perusahaan di sana.
Cerita ini perlu menjadi bahan perhatian yang menunjukkan betapa seorang profesional yang
berpendidikan tinggi dapat menyebabkan perpindahan sejumlah material yang sangat besar dan
menghabiskan banyak energi global dalam upayanya untuk memberikan pelayanan lokal. Semua
perpindahan ini dipicu dengan mudah. Kemudahan ini difasilitasi oleh jringan yang rumit dari
perdagangan internasional yang memenuhi kebutuhan pasar global yang menyokong penjualan dan
pengiriman barang ke manapun. Tidak ada satupun dari proses ini dimana sang arsitek,
pengembang, penyuplai batu ataupun pengolahnya atau siapaun yang terlibat diminta untuk
mengukur bagaimana proses penggunaan energi atau sumber daya lain selain dari berapa besar
biaya yang diperlukan. Tidak ada titik dimana total nilai dari digunakannya batu Brazil tersebut
dipertanyakan berkaitan dengan kepantasan dari sumberdaya asli tersebut.
Sebagai tambahan, sang arsitek, pengembang, penyuplai batu, dan semua orang yang terlibat dalam
proses tidak memiliki alat atau keterampilan untuk membuat pengukuran selain dari segi keuangan.
Dalam segi keuangan, beragam stakeholder dalam proses ini telah dilatih dengan baik. Masing-
masing telah memiliki pemahaman dan ukuran dalam memahami dan menegosiasi harga dari batu.
Sedangkan nilai dari pemakaian sumber daya sama sekali tidak terlihat.
Tanpa adanya pengukuran yang tepat mengenai konsumsi sumber daya yang menyertai keputusan
dalam menggunakan batu Brazil khusus ini maka sangat jelas bahwa ini semua membutuhkan
pengeluaran yang besar. Gambar 2.1 memberikan gambaran umum mengenai pengeluaran langsung
dan tidak langsung dari perjalanan itu sendiri mulai dari estraksi sampai instalasi.
Keputusan untuk memilih batu Brazil demi nilai estetika telah menghasilkan total emisi CO
2
sebesar
45 ton; sebesar 68% dari berat batu itu sendiri.
Skenario akhir abad 20 ini, (pemilihan batu yang berjarak ribuan kilometer dari sumbernya,
pengolahannya yang dilakukan di benua lain, dan pengiriman akhir menuju benua yang lain lagi)
diperlukan untuk menggambarkan dengan mudah mengenai keragaman kemampuan ekonomi dan
konsumsi global yang sangat besar. Sketsa ini juga ditujukan untuk memberikan gambaran salah
satu dari sekian banyak dimana kota adalah hasil dari transfer global (berperan sebagai gerbang bagi
perdagangan dunia). Eksraksi dari semua benua memenuhi kebutuhan kota melalui muatan
internasional, perpindahan nilai finansial, informasi dan yang paling penting orang-orang dari
berbagai sektor dalam pasar global. Saat ini, banyak dari hal ini dibawa kepada konsumen melalui
internet dan perjalanan udara.
Membangun, menggunakan, dan mempertahankan serta menghentikan dan memperbaiki
lingkungan yang telah dibangun merupakan tanggung jawab pengguna material melalui pelayanan
masyarakat. Fakta ini telah disinggung bertahun-tahun lalu oleh peneliti awal seperti Jesse Ausubel,
Robert Ayers, dan Brad Allenby yang pandangannya mengenai metabolisme masyarakat dan industri
menjelaskan mengenai jejak lingkungan dan ekologi yang luas. Mereka menyatakan bahwa sampai
dengan 70% dari total material mengalir melalui masyarakat dan 20-30% dari limbah buangan
masyarakat dihasilkan dari kegiatan yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan
konstruksi (Ausubel dan Sladovich, 1989; Ayers dan Simonis, 1994; Allenby, 1999; Wernick et al
1997). Walaupun sebagian besar materi konstruksi tidak beracun, sebagian kecilnya jumlah ekstraksi
menyebabkan industri konstruksi sebagai salah satu penyebab utama degradasi lingkungan dan
oenurunan sumber daya. Sebagai contoh, di US setiap 1000 dolar kebutuhan akan campuran semen
padat siap pakai menghasilkan 1200 dolar kebutuhan di bidang industri non konstruksi dan yang
paling penting, dari 1 ton komponen semen tersebut memerlukan 1,5 ton beberapa material lain
(Horvath, 2004).
Industri konstruksi global merupakan bagian sektor ekonomi, ini karena keduanya terdistribusi luas
secara geografis dan menempati tempat paling efisien dan menguntungkan di pasar lokal dan karena
ini dihasilkan dari ribuan perusahaan-perusahaan bisnis kecil. Oleh sebab itu, limbah yang dihasilkan
dari konstruksi berasal dari banyaknya fasilitas produksi dan pengolahan yang bertempat di berbagai
wilayah di berbagai negara. Sebagai contoh, Cina memiliki beberapa ribu semen yang ditanamkan di
berbagai wilayah di negara tersebut dan masing-masing merupakan sumber dari partikel udara dan
emisi CO
2
.
Konstruksi tidak lain adalah satu sektor ekonomi yang melayani hunian urban masa kini. Konstruksi
menambahkan stok kota dengan memperluas infrastruktur transportasi, air dan energi, membuat
bangunan, mengelola jalur air, dan membentuk dan menata pemandangan alam. Kota yang sehat
secara ekonomi memiliki keseimbangan masa dimana jumlah limbah yang dihasilkan selalu lebih
sedikit dari material yang digunakan. Perbedaannya, dapat dilihat dari banyaknya material yang
digunakan untuk menambahkan stok jangka panjangkota; seperti jalan tol dan gedung, pembangkit
listrik dan sistem air.
Kota pada masa kini biasanya menjadi penggerak utama dalam konsumsi masyarakat. Banyak
penulis, pemikir, dan peneliti telah menemukan dan menjelaskan banyaknya cara dimana kota masa
kini mempromosikan ekstraksi material dan pembuangan limbah yang meluas baik secara regional
maupun internasional. Banyak dari peneliti ini juga yang telah mengingatkan mengenai bencana dari
berkurangnya sumber daya dan masalah regional dan internasional dalam beberapa pengukuran
yang ditunjukkan dengan adanya kebutuhan yang banyak sekali dari area kota terhadap material,
energi dan air. Aktivitas manusia yang berkelompok dan banyak bermukimnya populasi di tempat
tertentu telah menjadi pusat energi yang tidak efisien dan material yang intensif apabila
dibandingkan dengan lingkungan alami. H. T. Odum telah mengemukakan bahwa kota menghabiskan
10 sampai 100 kali energi dibanding ekosistem yang tidak diolah (Odum, 1971). Pusat kota juga
diidentifikasi sebagai penyumbang terbanyak dari residu industri modern: emisi karbondioksida;
(Intergovernmental Panel on Climate Change 2007) kota adalah bukti nyata peradaban, tapi juga
merupakan parasit berbahaya yang memiliki kemampuan untuk merusak wilayah melebihi batas-
batasnya. Akibat ekologis dari kota adalah lingkungan global yang ukurannya melebihi proporsi
ukurannya. Gambar 2.2 dan 2.3 menunjukkan gambaran dari akibat lokalisasi perkotaan.
Di sisi lain, peneliti, desainer, dan insinyur dan lainnya telah menyatakan bahwa kepadatan dapat
menyelamatkan kita dari diri kita sendiri. Jelasnya, memiliki populasi yang menetap (pekerja)
disekitar pusat pekerjaan (perusahaan) telah menjadi tekanan pengelompokkan terus-menerus yang
mempercepat dan mempertahankan ciptaan dan pengembangan kota dalam berbagai budaya, di
semua benua sepanjang sejarah manusia. Lebih umumnya, tempat yang memaksimalkan
keuntungan dan mengurangi biaya baik bagi masyarakat maupun bisnis dengan cara mengurangi
jarak yang ada yang kemudian akan mengawali penetapan tempat tinggal dan pertumbuhan kota.
Terlepas dari prediksi awal dari zaman digital bahwa kombinasi ekonomi berbasis jasa dan materi
dan penurunan kebutuhan interaksi tatap muka akan mengurangi dorongan pengelompokan,
kelihatannya hasilnya akan sebaliknya. Inovasi di perkotaan, pemusatan ide, besarnya nilai dari
interaksi tatap muka yang ditawarkan kota sepertinya akan menjadi jalan baru dimana
pengelompokkan kota akan berkembang dan menghasilkan gentrified polis of tomorrow (Glaeser,
1998; Ford, 2008).
Kepadatan dianggap sebagai salah satu tanda perkotaan, kenyataannya menggambarkan ruang kota.
Semakin padat kota dianggap sebagai perubahan positif menuju penggunaan lahan yang lebih
sempit, energi transportasi yang lebih rendah, energi dan materi yang lebih sedikit dibandingkan
dengan kota yang tersebar menutupi lahan yang lebih luas dengan kepadatan yang lebih rendah,
dengan gedung yang terpisah-pisah.
Namun pada kota-kota modern, bahkan yang paling berkembang, bisa jadi tidak menunjukkan pada
kepadatan yang lebih besar. Sejumlah contoh di Eropa menunjukkan bahwa populasi kota justru
cenderung berpindah menjauh dari pusat kota yang padat. Alasannya mencakup melejitnya
kemakmuran dan harga lahan, sehingga perumahan lebih banyak ditemukan di daerah pinggiran,
lokasi usaha di pinggiran dan sedikitnya rumah di pusat kota. Banyak kota-kota di Eropa saat ini
memiliki pusat yang indah dan unik, sedikit keragaman populasi dan kehidupan kota yang telah
diciptakan saat kota tersebut pertama kali terbentuk.
Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa Manhattan sekali masa memiliki populasi yang lebih
padat dibandingkan hari ini. Terlepas dari fakta bahwa populasi harian melipat ganda karena
tuntutan kerja, Manhattan adalah rumah bagi lebih sedikit orang dibandingkan dahulu. Populasi di
Manhattan pada 2012 adalah 1,6 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 1950 yang populasinya 2 juta
jiwa dan tahun 1910 yang mencapai 2,3 juta jiwa. Ini menunjukkan penurunan sebesar 30% selama
kurun waktu 102 tahun. Tentu saja pada tahun 1910, sebanyak 90.000 ruangan tanpa jendela
digunakan sebagai tempat tidur dan para imigran menempati ruang sempit dan padat pada kamar
petak apartemen (OLeary, 2012).
Lokasi masyarakat dan pekerja juga menjadi pengikat utama bagi efisiensi sumberdaya kota.
Penurunan emisi karena transportasi automobile, pemanfaatan transportasi massa, dan model
alternatif mobilitas kota, menciptakan simbiosis antara material dan energi dengan memanfaatkan
limbah panas dan material dan semua ini dilakukan pada ruang yang terbatas untuk menciptakan
kepedulian terhadap sumber daya dan lingkungan. Dimana sudah jelas bahwa kota selalu menjadi
pemicu utama ekstraksi sumberdaya manusia, konsumsi, dan penghasil limbah, abad 20
menawarkan bukti semu bahwa urbanisasi menjadi penyebab dan jalan keluar untuk terus
berkompromi dengan penurunan lingkungan dan sumber daya. Akhir-akhir ini, suatu rangka kerja
telah terbentuk yang memberikan kita alasan untuk menyambut intensitas dan percepatan dari
urbanisasi yang terus-menerus dari abad 21 (Glaeser, 2011a, 2011b, 2011c). Peningkatan kesehatan,
kemudahan akses terhadap pendidikan dan perdagangan, dan pemusatan keahlian, pengetahuan
dan teknologi diantara hal lainnya telah menghasilkan pertumbuhan taraf hidup di luar dugaan dan
munculnya kemakmuran di kota yang tersebar dan kontras dengan geografi, dan keragaman
ekonomi dan budaya. Sebagai pusat dari penanaman inovasi, pengembangan teknologi, organisasi
berkelanjutan, dan ikatan politik, kota menyajikan dirinya sebagai tempat perkembangan yang
membutuhkan sumber daya yang lebih banyak namun menawarkan jalan menuju produktivitas dan
masa depan manusia.

Anda mungkin juga menyukai