Anda di halaman 1dari 57

1

EKLAMPSIA

PENDAHULUAN
1,2,3,4

Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab utama tingginya
angka kematian ibu, angka kesakitan ibu dan kesakitan anak hampir di seluruh
dunia.

Eklampsi dan sindroma HELLP merupakan bagian dari klasifikasi hipertensi
dalam kehamilan. Sampai saat ini penyebab eklampsia belum diketahui secara
pasti dan belum dapat menjawab semua pertanyaan memuaskan. Penyebab
utamanya adalah disfungsi vaskuler pada ibu dan dapat menyebabkan
penurunan perfusi utero plasenta. Tindakan satu-satunya yang dapat dapat
memperbaiki sindroma ini adalah kelahiran.

DEFINISI
1,2,3,4

Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata
tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-
tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia
yang disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma.

Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi atas
1. Eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum) yaitu eklampsia yang
terjadi sebelum masa persalinan 4-50%
2. Eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum) yaitu eklampsia yang
terjadi pada saat persalinan 4-40%
3. Eklampsia post partum (eklampsia puerperium) yaitu eklampsia yang
terjadi setelah persalinan 4-10%

2



FREKUENSI
3,4

Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain.
Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya
pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup
dan penanganan preeklampsia yang sempurna.
Di negara-negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3%
- 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05%
- 0,1%.

ETIOLOGI
1,3,4,13

Sampai saat ini penyebab eklampsia belum diketahui secara pasti dan belum
dapat menjawab semua pertanyaan memuaskan. Zweifel (1916) menyebutkan
bahwa preeklampsia adalah the disease of theories.
Saat ini ada 4 hipotesis utama yang paling banyak diteliti :


1). Iskemik Plasenta
Menurut kelompok Oxford, PE merupakan penyakit plasenta yang terdiri atas
2 tahap. Pada tahap pertama iskemik mempengaruhi arteri spiralis sehingga
terjadi defisiensi aliran darah utero plasenta. Tahap kedua adalah merupakan
kelanjutan iskemik plasenta baik pada ibu maupun janin.

2). VLDL versus aktivitas anti toksin
Pada PE, asam lemak bebas sudah meningkat 15-20 minggu sebelum onset
penyakit. Diantara asam lemak bebas ini, asam oleat, asam linoleat dan
asam plamitat meningkat sebesar berturut-turut 37%, 25% dan 25%. Inkubasi
3

asam linoelat menurunkan kadar monofosfat guanosin siklik pada endotel
sampai 70% sehingga kemampuannya untuk menginhibisi agregasi platelet
sebesar 40%. Plasma albumin merupakan zat isoelektrik dengan kadar
isoelektrik ISO (isoelectric point) pl 4,8 5,6. Semakin banyak asam lemak
bebas terikat ke albumin maka pH 5,6 akan menurun menjadi 4,8 yang akan
mengakibatkan toksisitas VLDL tidak tercegah dan terjadi PE.

3). Maladaptasi Imun
Pada manusia, transplantasi organ akan ditolak bila terdapat perbedaan HLA
donor resipien. Pada kehamilan normal tampak bahwa sel-sel trofoblas yang
berhubungan dengan darah ibu tidak mengandung MHC kelas I dan kelas II
alloantigen, sedang yang berhubungan dengan darah ibu mengandung
adalah MHC kelas I positif. Sel-sel desidua banyak mengandung CD
45
yang
berasal dari sumsum tulang. Pada endometrium fase sekresi lanjut akan
ditemukan CD
56
yang tidak umum dijumpai, suatu marker leukosit granul
besar pada pembuluh darah perifer yang bersifat dominan. Leukosit ini
sangat mirip dengan natural killer NK (penghancur alamiah) sel-sel
walaupun tidak sekuat sel-sel NK pada pembuluh darah perifer.

4). Genetic Imprinting
Cooper dan Liston meneliti bahwa penyakit PE dan E diwariskan melalui
suatu gen tunggal. Hipotesa ini baru hanya sampai pada lambat berkembang
mungkin disebabkan besarnya dana yang dibutuhkan serta teknologi dan
peralatan yang sangat kompleks dan mahal yang dibutuhkan untuk
membuktikan hipotesa ini. Namun menarik untuk diperhatikan bahwa salah
satu predisposisi PE dan E yang kita kenal bukanlah lagi primigravida
tetapi primi paternal. Walaupun seorang ibu multigravida, tetapi bila ia hamil
dengan suami yang baru maka ia mempunyai kemungkinan yang sama
besarnya untuk menderita PE/E dibanding dengan primigravida. Demikian
juga kehamilan secara inseminasi buatan atau bayi tabung dengan
menggunakan sperma donor.
4


PATOFISIOLOGI
1,3,12


Membahas tentang patofisiologi tidak lebih dari sekedar mengumpulkan
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli.

a. Spasmus pembuluh darah
Penyempitan pembuluh darah menyebabkan hambatan aliran darah yang
akan menyebabkan hipertensi. Spasme pembuluh darah menyebabkan
gangguan aliran darah (termasuk utero plasenter) sehingga menimbulkan
kerusakan dan hipoksia jaringan. Keadaan hipoksia jaringan ini akan
mengaktifkan siste renin angiotensin yang akan menahan air dan garam.
Juga sistem ini akan merangsang dikeluarkannya AADH. Angiotensin II juga
akan mempengaruhi secara langsung sel endotel melalui keseimbangan
kadar prostasiklin dan tromboksan A
2
, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Semuanya ini akan bekerjasama untuk menaikkan tekanan darah untuk
mencegah hipoksia serta kerusakan end organ. Namun pada preeklampsia /
eklampsia bila hal ni tidak segera diatasi maka keadaan hipoksia dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat dan bahkan kematian janin
dalam kandungan.
b. Peningkatan respon pressor
Gant dkk (1973) menyatakan bahwa pada wanita hamil yang mempunyai
kecenderungan menderita preeklampsia terdapat peningkatan kepekaan
terhadap efek pressor angiotensin II setelah kehamilan 18 minggu. Pada
nullipara normotensif akan mengalami refractory effect terhadap efek pressor
sedang pada wanita yang nantinya akan mengalami PE akan kehilangan
kekebalannya terhadap efek pressor beberapa minggu sebelum timbulnya
hipertensi. Hipertensi ini tidak saja dapat mengancam jiwa ibu namun dapat
juga membahayakan janin. Akibat hipertensi dapat terjadi hipoksia kronis
yang mengganggu sirkulasi utero plasenta dan dapat menyebabkan
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), Solusio Plasenta yang dapat
5

mengakibatkan kematian mendadak pada janin yang juga dapat
membahayakan jiwa ibu.
c. Faktor utero plasenter
Iskemia plasenta akan mengakibatkan penurunan produksi progesteron
plasenta yang merupakan antagonis dari aldosteron sehingga secara relatif
aldosteron meningkat dan menyebabkan retensi natrium dan cairan sehingga
terjadi hipertensi dan edema. Menurunnya sirkulasi utero plasenta secara
kronis ini juga tidak hanya mengganggu produksi hormon plasenta tetapi
dapat juga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan janin dan bahkan
Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK).

FAKTOR PREDISPOSISI
2,3,5

Seorang gravida cenderung dan mudah mengalami hipertensi dalam kehamilan
bila mempunyai faktor predisposisi sebagai berikut :
Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi yang ekstrim,
yaitu umur remaja muda (teenager) atau umur 35 tahun keatas primitua).
Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes mellitus,
hidrop fetalis, bayi besar.
Riwayat keluarga pernah preeklampsia, obesitas dan hidramnion
Faktor nutrisi, genetika, ras dan golongan etnik
Golongan darah


GEJALA DAN TANDA
1,3,4,6
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual yang hebat, nyeri epigastrium dan hiperreflexia.
6

Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1).Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)
Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-
gerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak
-
mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan
kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlangsung selama sekitar 30 detik.
2). Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan
kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan
sianosis, lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.
3). Stadium kejang klonik
Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang
dalam tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa
dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianotik.
Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya sehingga penderita dapat
terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung selama 1 - 2 menit,
kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti
mendengkur.
4). Stadium koma
Lamanya koma ini beberapa menit sampai berjam jam. Secara
perlahan-lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara
kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan
koma
Setelah terjadi koma, penderita tidak akan mengingat serangan kejang
tersebut atau, pada umumnya kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring
dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
7

Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya
yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai
bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati.

Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya
sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang
berkepanjangan dan hampir kontinu.
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita
yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap
serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha
perlawanan. Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang
lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali
kejang dapat diikuti oleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya
kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernafasan setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat
mencapai 50 kali permenit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat
asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat
dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39

C atau lebih adalah tanda yang


buruk karena dapat merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin
kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi
anuria. Setelah melahirkan, peningkatan pengeluaran urin biasanya merupakan
tanda awal perbaikan. Proteinuria dan edema biasanya hilang dalam
seminggu. Pada sebagian besar kasus, tekanan darah kembali ke normal
dalam beberapa hari sampai 2 minggu setelah melahirkan. Pada eklampsia
antepartum, tanda-tanda persalinan dapat mulai segera setelah kejang dan
berkembang cepat. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan
intensitas his dapat meningkat dan durasi persalinan dapat memendek. Karena
ibu mengalami hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang
janin mengalami bradikardia setelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih
dalam 3 sampai 5 menit; apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu
8

dipertimbangkan, misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.
Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat
dua mekanisme penyebab :
1). Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila
kejang disertai oleh muntah.
2). Gagal jantung yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat
dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.
Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi
bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak
masif. Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak
lebih besar kemungkinannya pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi
kronik. Walaupun jarang, perdarahan tersebut mungkin disebabkan oleh ruptur
aneurisma beri (berry aneurysm) atau malformasi arteriovena. Pada sekitar 10
persen wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang.
Kebutaan juga dapat timbul spontan pada preeklampsia paling tidak terdapat dua
kausa :
1). Ablasio retina dengan derajat bervariasi
2). Iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis
Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik
dan biasanya tuntas dalam seminggu.

DIAGNOSIS
1,3,7

Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan
adanya tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang
seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan.
Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :
1). Epilepsi ; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau
9

pada hamil muda dan tanda preeklampsia tidak ada.
2). Kejang karena obat anestesi; apabila obat anestesi lokal tersuntikkan ke
dalam vena, dapat timbul kejang.
3). Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,
ensefalitis dan lain-lain.

KOMPLIKASI
1,3

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia atau eklampsia.
Komplikasii yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia :
1) Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut atau
lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo
15,5% solusio plasenta disertai preeklampsia.

2). Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan
kadar fibrinogen secara berkala.
3). Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinis hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah inii merupakan kerusakan sel -sel hati atau destruksi sel darah
merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi
penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4). Perdarahan otak
10

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5). Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina;
hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6). Edema paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dan 69 kasus eklampsia, hal
ini disebabkan karena payah jantung.
7). Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia - eklampsia merupakan akibat
vasospasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain.
Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,
terutama penentuan enzim-enzimnya.
8). Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low
platelet.
9). Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10). Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation).
11). Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.

11

PROGNOSIS
3,4

Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan dengan
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Diketahui kematian ibu berkisar 9,8%
- 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%.
Sebaliknya kematian ibu dan janin di negara maju lebih kecil. Kematian ibu
biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan
edema paru-paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan
pernafasan sewaktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterine
dan prematuritas.

Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia :
1). Koma yang lama (prolonged coma)
2). Nadi diatas 120
3). Suhu 103

F atau 39,4

C atau lebih
4). Tekanan darah di atas 200 mmHg
5). Konvulsi lebih dari 10 kali
6). Proteinuria 10 gr atau lebih
7). Tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas eklampsia masuk kelas
ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk kelas berat dan prognosis akan lebih
jelek.
Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang
disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal;
penderita eklampsia sering datang terlambat; karenanya terlambat memperoleh
pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni,
tidak menyebabkan hipertensi menahun.
12


PENCEGAHAN
3,4

Mencegah timbulnya eklampsia jauh lebih penting dari mengobatinya, karena
sekali ibu hamil mendapat serangan, prognosa akan jauh lebih jelek. Pada
umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.
Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri dari :
1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsia
bukanlah penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka
masyarakat awam.
2. Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan ibu hamil serta
mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan kehamilannya
sejak hamil muda.
3. Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu mencari pada tiap-tiap
pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya sedini mungkin
bila dijumpai
4. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas, apabila setelah dirawat mondok; tanda-tanda tidak dapat menghilang.

PENANGANAN
2
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan preeklampsia berat.
Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan
ibu mengizinkan.
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena penyebab
eklampsia belum diketahui dengan pasti.
Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa
dan obstetrik.
Prinsip penanganan eklampsia adalah :
1) Menghentikan dan mencegah kejang
13

2) Mengatasi hipertensi dan penyulit
3) Mengatasi oksigenasi jaringan/mencegah asidosis
4) Terminasi kehamilan

Dasar-dasar pengelolaan eklampsia menurut Pedoman Pengelolaan Hipertensi di
Batam 2005 :
A). Terapi supportive untuk stabilisasi pada ibu
- Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
- Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
- Mengatasi dan mencegah kejang
- Koreksi hipoksemia dan acedemia
- Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.
B). Perawatan kejang :
- Tempatkan pendenta di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang
- Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
- trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi
- Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna
- mencegah aspirasi pneumonia
- Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas
- Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
- Rail tempat tidur harus terpasang dan terkunci dengan kuat.
C). Perawatan koma :
- Derajat kedalaman koma diukur dengan "Glasgow-Coma Scale"
- Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
- Hindari dekubitus
- Perhatikan nutrisi
D). Pengobatan Medisinal
2,5

1. MgSO
4

a. Loading dose
14

4 gram MgSO
4
20% dalam larutan 20 cc iv selama 5 menit
8 gram MgSO
4
40% dalam larutan 20 cc
b. Maintenance dose
MgSO
4
1 2 gram per jam per infus
Lanjutkan pemberian MgSO
4
sampai 24 jam pasca persalinan atau
kejang terakhir.
c. Bila kejang berulang diberikan MgSO
4
20% 2 gram iv
Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila
setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan
Phenobarbital 3-5 mg/kgBB iv perlahan-lahan
2. Infus Ringer Laktat sebanyak 1000 cc kemudian disambung dengan
Dextrose 5% 500 cc. Jumlah cairan selama 24 jam sekitar 2000 cc.
3. Antibiotika dengan dosis yang cukup
4. Perawatan pada serangan kejang
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang
b. Masukkan tongue spatel ke mulut penderita
c. Kepala direndahkan dan lendir dihisap dari daerah nasofaring
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna
menghindari fraktur
e. Pemberian oksigen
f. Pasang kateter menetap
5. Perawatan pada penderita koma :
a. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow
Pittsburg Coma Scale Skor Tanda Vital (STV)
b. Perlu diperhatikan pencegahan terhadap dekubitus
c. Pada koma yang lama (> 24 jam) diberikan makanan melalui naso
gastric tube (NGT) sonde feeding
6.Diuretikum tidak diberikan kecuali jika terdapat edem paru, gagal jantung
dan edema anasarka. Antihipertensi bila setelah pemberian MgSO
4
TD
sistol 180 mmHg atau diastol 120 mmHg
15

7.Kardiotonikum (cedilanid) jika ada indikasi
8.Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangan seksio
sesarea

Pengobatan Obstetrik
2

Pengelolaan eklampsia berdasarkan Pedoman Pengelolaan Hipertensi di Batam
2005 :
1. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah terjadi stabilisasi dalam 4-8 jam, yaitu setelah
salah satu atau keadaan dibawah ini :
a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
b. Setelah kejang terakhir
c. Setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir
d. Penderita mulai sadar
e. Pada penderita koma dipakai Skor Tanda Vital (STV)
STV = 10 : boleh terminasi
STV = 9 : tunda 6 jam, bila tidak ada perubahan lakukan terminasi
3. Persalinan
5

Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien
stabil.
Cara persalinan :
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya,
maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.
1. Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas
kejang dengan atau tanpa amniotomi
2. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forseps. Bila
16

janin mati embriotomi.
3. Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi), kepala janin masih tinggi;
atau ada kesan disproporsi sefalopelvik; _ atau ada indikasi obstetrik lainnya;
sebaiknya dilakukan seksio sesaria (bila janin hidup).


KOMPLIKASI IBU DAN JANIN
4

1. Perdarahan otak atau trombosis
2. Edema paru
3. Nekrosis atau perlemakan hati
4. Trauma, fraktur
5. HELLP syndrom
6. Gagal ginjal
7. Gagal jantung
8. Kelainan mata
9. Hyperpyrexia dan puerperal psichoss
10. Pertumbuhan Janin Terhambat (IUGR)
11. Solutio plasenta
12. Kematian janin dalam kandungan









17














DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F. Bary; Williams Obstetrics ; 21st edition; McGraw Hill, USA,
2001 in Hypertensive Disorders in Pregnancy ; 567 - 609.

2. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Pedoman Pengelolaan
Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia; edisi kedua; 2005.

3. Winknjosastro H; Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga; Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo Jakarta, 1994 dalam Preeklampsia dan Eklampsia;
hal 281 - 301.

4. Mochtar Rustam; Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi;
Edisi 5; 1995; Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 218- 230.

5. Foley R Michael; Strong Thomas; Obstetric Intensive Care; A
Practical Manual; WB Saunders Company; 1997; page 63 - 75.

18

6. Miller Alistrair WF; Callander Robin; Obstetrics Illustrated; Fourth edition;
Churchill Livingstone; Hypertension in Pregnancy ; 169 - 175.

7. Cohen Wayne R; Complications of Pregnancy ; Fifth Edition; Lippincott
Williams & Wilkins 2000; Preeklampsia and Hypertensive Disorders ; 207 -
233.

8. Alarm International; a Program to Reduce Maternal Mortality and Morbidity;
Second edition; Pregnancy Induced Hypertension; 85 - 91.

9. Ratnam SS; Arulkumaran S; Problem Oriented Approach to Obstetrics and
Gynaecology ; Oxford University Press; 1997; Hypertension in Pregnancy ;
75 - 79.

10. Saifuddin AB; Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2002.
11. De Cherney AH, Phernol ML. Current Obstetric and
Gynecologyic.Diagnosis and Treatment, 8
th
ed, Appleton ang Lange,
Norwalk 1994 : 380-8
12. Arias Fernando. Preeklampsia and Eklampsia: Practical Guide To High
Pregnancy and Delivery, 2
nd
ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210









19

BAB I
PENDAHULUAN
Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh hipertensi dalam
kehamilan merupakan masalah di bidang obstetric. Sampai saat ini, angka
kematian ibu tidak dapat turun seperti yang diinginkan. Disamping pendarahan
dan infeksi, preeklampsi, impending eklampsi, serta eklampsi merupakan
penyebab kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi terutama di
Negara berkembang.
Berbagai faktor penyebab seringkali dijumpai secara bersamaan dan
tumpang tindih turut menyebabkan angka kematian ibu yang terjadi, diantaranya
status gizi, ekonomi, hygiene, sanitari, kesadaran hidup sehat, pendidikan,
ketidaktahuan, tradisi, status reproduksi seperti kehamilan resiko tinggi yang tidak
disadari masalahnya oleh ibu hamil.
Eklampsia adalah penyebab utama kematian ibu, dengan klasik neurologis
gejala yang mencakup sakit kepala, mual, muntah, kebutaan, koma, dan kejang.
Perubahan serebrovaskular telah terbukti mirip dengan yang dijelaskan untuk
hipertensi.
Dalam proses perkembangan kehamilan dapat disertai hipertensi yang
terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejaala klinis lainnya atau gejala klinis
yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Hipertensi dapat diklasifikasikan
menjadi hipertensi gestasional, preeklampsi ringan, preeklampsi berat, impending
eklampsi, serta eklampsi.







20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan
yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.
1
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.
1
Pre
eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat
timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Pre
eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
2
Impending eklamsia adalah preeklamsia disertai gejala beberapa gejala
dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan
kenaikan tekanan darah yang progesif. Impending eklamsia ditangani sebagai
eklamsia.
3
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.
1

21

2.2. Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori-teori dikemukakan para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh
karena itu disebut penyakit teori. Namun belum ada yang memberikan jawaban
yang memuaskan. Teori yang sekarang ini dipakai sebagai penyebab
Preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini. Rupanya tidak
hanya satu faktor yang menyebabkan pre eklampsia dan eklampsia. Diantara
faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab dan
mana yang akibat.
1
Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui walaupun diyakini
bahwa preeklampsia berhubungan erat dengan plasenta. Hipotesis yang penting
pada patogenesis preeklampsia adalah terdapatnya senyawa yang dihasilkan
jaringan uteroplasenta yang masuk kedalam sistem sirkulasi ibu dan menyebabkan
kerusakan endotel. Perubahan endotel yang terjadi dianngap sebagai penyebab
utama timbulnya gejala preeklampsia seperti hipertensi, proteinuria, dan aktivasi
sistem hemostasis.
3
C. Faktor risiko
Faktor faktor risiko preeklampsia dan eklapsia adalah:
1,2,3
1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu
remaja dan umur 35 tahun ke atas.
2. Multigravida dengan kondisi klinis:
a. Kehamilan ganda dan hidrops fetalis
22

b. Penyakit vaskuler termasuk hipertensi essensial kronik
c. Penyakit-penyakit ginjal
d. Hidrops fetalis
3. Riwayat keluarga preeklampsia-eklampsia
4. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
5. Hiperplasentosis : Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis
6. Faktor genetik





23

Perubahan perubahan pada organ pada preeklampsia-eklampsia:
1,4
1. Perubahan pada otak
Pada preeklampsi, aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-
batas normal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini
terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema dapat terjadi sehingga
dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus, bahkan
pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.

2. Perubahan pada uterus, koriodesidua dan plasenta
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah
patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia,dan merupakan daktor
yang menentukan hasil akhir kehamilan.
a. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan
antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah
sirkulasi yang berkurang.
b. Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di
uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah
itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat
vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi
tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
c. Karena gangguan sirkulasi utero plasenter ini, terjadi penurunan
suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari
gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

3. Perubahan pada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun
sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria dan anuria.
24


4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan
oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa
pula karena terjadinya aspirasi pneumonia.

5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasme pembuluh darah. Bila ini
dijumpai adalah sebagai tanda preeklampsi berat. Pada eklampsi dapat
terjadi ablasio retina, disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah
penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi
kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari
pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya : skotoma,
diplopia, dan amblyopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada preeklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada
metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi
ketidak seimbangan elektrolit, gula darah, bikarbonastrikus dan pH normal.
Pada preeklampsi berat dan pada eklampsi: kadar gula darah naik
sementara asam laktat dan asam organic lainya naik sehingga cadangan
alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang.
Setelah konvulsi selesai zat-zat organic dioksidasi sehingga natrium
dilepas lalu bereaksi degan karbonik sehingga terbentuk
bikarbonasnatrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih
normal.


25

2.3. Patofisiologi

Pathogenesis
1

Vasospasme
Konsep vasospasme diajukan Volhard (1918) dari observasi langsung pembuluh
darah kecil pada ujung kuku, fundus oculi, dan konjungtiva bulbaris. Hal tersebut
juga ditentukan dari perubahan histologis yang terlihat dari organ-organ yang
bersangkutan. Konstriksi vaskuler menyebabkan peningkatan resistensi dan
menjadi hipertensi. Disaat yang sama, sel endothelium yang rusak menyebabkan
perembesan isi darah, termasuk platelet dan fibrinogen tersimpan dalam
subendotelium. Beberapa peneliti juga menemukan adanya perusakan pada
protein junctional endothelium. Kurangnya aliran darah karena maldistribusi,
iskemia pada jaringan disekitarnya yang akan menuju nekrosis, hemoragik, dan
gangguan-gangguan end-organ yang lain menjadi karakteristik sindrom ini.
Aktivasi sel endothelium.
Dalam dua dekade terakhir, Aktivasi sel endothelium telah menjadi poin utama
dalam pembelajaran tentang pathogenesis preeclampsia. Dalam skema ini, faktor-
faktor yang belum diketahui yang mungkin berasal dari plasenta, disekresi ke
dalam sirkulasi maternal dan menyebabkan aktivasi dan disfungsi dari endotel
vaskuler. Sindroma klinis dari preeclampsia adalah hasil dari perubahan sel
endothelium yang menyeluruh. Beberapa penelitian telah melaporkan adanya
peningkatan circulating endothelial cell (CEC) sebanyak 4 kali lipat pada
pembuluh darah perifer pada wanita preeklampsia.
Endotel yang utuh punya antikoagulan, dan sel endothelial menumpulkan respons
otot polos vaskuler terhadap agonis dengan mengeluarkan nitrit oksida. Sel
endotel yang aktif atau rusak akan memproduksi nitrit oksida dengan jumlah lebih
rendah dan mengeluarkan substansi yang menginduksi koagulasi dan
meningkatkan sensitivitas terhadap vasopressor. Bukti lain yang menunjukkan
26

aktivasi endotel adalah perubahan karakteristik morfologi endotel kapiler
glomerulus, permeabilitas kapiler yang meningkat, dan peningkatan konsentrasi
substansi yang berhubungan dengan aktivasi endotel dalam darah. Banyak faktor-
faktor dalam plasma seorang wanita yang menderita preeklamsia bergabung untuk
memunculkan efek vasoaktif.
Peningkatan Respons Pressor
Wanita hamil secara fisiologis menimbulkan suatu pengurangan respons terhadap
vasopressor yang diinfus. Wanita dengan preeklampsia yang akut mengalami
peningkatan reaktivitas vaskuler terhadap norepinefrin dan angiotensis II.
Peningkatan sensitivitas ini dimulai sebelum onset hipertensi gestasional. Pasien
yang nullipara dan normotensi akan tetap mengalami refrakter terhadap
angiotensin II infus, tetapi pada pasien yang pelan-pelan menjadi hipertensi,
kehilangan refrakternya dalam beberapa minggu sebelum onset hipertensi.
Prostaglandins
Jumlah prostaglandin pernah menjadi sentral dari patofisiologi sindroma
preeklampsia. Secara spesifik, Respon pressor yang menumpul akan terlihat pada
kehamilan normal karena sebagian dikarenakan oleh kekurangan responsivitas
vaskuler yang dimediasi oleh pembentukan prostaglandin endothelial. Sebagai
contoh, produksi endothelial prostacyclin (PGI2) berkurang pada preeklamsia
dibandingkan pada kehamilan normal. Pada waktu yang sama, sekresi
thromboxane A2 dari platelet meningkat, sehingga rasio
prostacyclin:thromboxane A2 berkurang. Hasilnya meningkatkan sensitivitas
terhadap angiotensin II infus, dan vasokonstriksi. Pada salah satu penelitian,
menunjukkan perubahan ini dimulai paling cepat 22 minggu pada wanita yang
nantinya menjadi preeklampsia.

27

Nitrit Oksida
Vasodilator yang kuat ini dibentuk dari L-arginine dari sel endothelial. Penarikan
dari nitrit oksida akan menyebabkan gejala klinis yang mirip dengan preeklamsia
pada model hewan yang mengandung. Inhibisi dari sintesis nitrit oksida
meningkatkan tekanan arteri rata-rata, menurunkan denyut jantung, dan
membalikkan refrakter yang dipicu kehamilan terhadap vasopressin. Pada
manusia, nitrit oksida adalah suatu senyawa yang mempertahankan tekanan
rendah pada keadaan vasodilatasi normal, karakteristik dari perfusi fetoplasenta.
Hal tersebut juga diproduksi dari endotel fetal dan meningkat dengan respons
terhadap preeklamsia, diabetes, dan infeksi.
Efek dari nitrit oksida pada preeklamsia kurang jelas. Sindroma preeklamsia ini
tampaknya berhubungan dengan penurunan jumlah pengeluaran nitrit oksida
sintase endothelial, menyebabkan inaktivasi nitrit oksida. Respon ini mungkin
berhubungan dengan ras, dengan wanita afrika-amerika memproduksi lebih
banyak nitrit oksida.
Endotelin
Endotelin, sebuah peptide 21-aa adalah vasokonstriktor baik, dan endotelin-1 (ET-
1) adalah isoformis primer yang dibentuk dari endotel manusia. ET-1 plasma level
meningkat pada pasien hamil yang normotensi, namun pada pasien preeklamsi
jumlahnya meningkat. Menurut beberapa penelitian, plasenta bukan penyebab
peningkatan konsentrasi ET-1, dan lebih memungkinkan peningkatan dari aktivasi
endotel sistemik. Pengobatan dari wanita preeklamsia dengan magnesium sulfate
menurunkan konsentrasi ET-1.

28

Patofisiologi
Inhibisi pembentukan uterovaskuler
Banyak perubahan yang terjadi ketika seorang wanita sedang hamil. Banyak yang
meyakini bahwa perubahan tersebut terjadi karena interaksi antara janin dan
allograf maternal yang menyebabkan perubahan pembuluhbdarah lokal maupun
sistemik. Telah ditunjukkan dalam pasien-pasien yang eklamsia, perkembangan
arteri uteroplasenta tersebut melambat.
Penurunan regulasi pembuluh darah otak
Dalam eklamsia, ditemukan adanya aliran darah serebri yang abnormal dalam
keadaan hipertensi ekstrim. Regulasi dari perfusi serebri terhambat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas, memunculkan keadaan
edema serebri. Hal tersebut menyebabkan iskemia dan ensefalopati. Dalam kasus
hipertensi ekstrim, vasokonstriksi kompensasi yang normal akan menjadi defektif.
Disfungsi endotel
Faktor-faktor yang telah ditunjukkan memiliki ikatan terhadap gangguan endotel
mengalami peningkatan di dalam sirkulasi sistemik wanita yang menderita
eklamsia. Hal tersebut mencakup fibronektin seluler, faktor von Willebrand,
molekul adhesi sel (VCAM-1), molekul adhesi interseluler (ICAM1),Sitokin dan
tumor necrosis factor. Dijumpai beberapa faktor antiangiogenik seperti protein
Plasenta FMS-like tyrosine kinase 1 dan aktivin A mengantagonis VEGF.
Peningkatan jumlah protein tersebut menyebabkan penurunan jumlah VEGF dan
menginduksi disfungsi sel endotel lokal maupun sistemik. Protein yang merembes
keluar dari sirkulasi dan edema generalisata adalah sekuelae dari disfungsi endotel
dan menjadi faktor penting yang berhubungan dengan preeklamsia dan eklamsia.

29

Stress Oksidatif
Cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa jumlah molekul Leptin meningkat
dalam sirkulasi wanita dengan eklamsia, memicu stress oksidatif,faktor lain dalam
eklamsia pada sel. Stress Oksidatif ditemukan menstimulasi produksi don sekresi
faktor anti angiogenik aktivin A dari sel plasenta dan endotel. beberapa penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas leukosit memiliki peran dalam mediasi
stress oksdatif, inflamasi, dan gangguan sel endotel.
2.4 Gejala Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeclampsia yaitu hipertensi dan proteinuria,
merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu
keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai
timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.
1,4

1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeclampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak
mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah
peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolic mungkin merupakan tanda
prognostic yang lebih andal dibandingkan tekanan sistolik, dan tekanan diastolic
sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukkan keadaan abnormal.
1,4


2. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan
preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda
pertama preeclampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per
minggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo dalam seminggu atau 3 kilo
dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsi harus dicurigai.
Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan
oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema non
30

dependent yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak, kedua
tangan atau kaki yang membesar.
1,4


3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukkan adanya suatu penyebab
fungsional (vasospasme) dan bukannya organic.Pada preeclampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus
yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l.
proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan
biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.
1,4


4. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada
kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan
oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesic biasa. Pada wanita
hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hamper dipastikan
mendahului serangan kejang pertama.
1,4


5. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadaran kanan atas merupakan keluhan yang sering
ditemukan preeclampsia berat dan dapat menunjukkan serangan kejang yang akan
terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat
edema atau perdarahan.
1,4


6. Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau
total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan petekie pada korteks
oksipital.
1,4


7. Oliguria : produksi urin< 400 500 cc / 24 jam; kenaikan kreatinin serum
5

8. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanine atau aspartate amino transferase
5

31

9. Sindroma HELLP
5

Manifestasi klinis eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang tonik-
klonik dan disusul dengan koma.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
5

1. Stadium invasi (tingkat awal atau aura)
Mula mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan
gerakan gerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik
seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri.
Hal ini berlangsung selama sekitar 30 detik.

2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan
berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, dan lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20 30 detik.

3. Stadium kejang klonik
Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi berulang-
ulang dalam tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar
ludah berbusa, lidah dapat tergigit, mata melotot, muka kelihatan
kongesti, dan sianotik. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya
hingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah
berlangsung selama 1-2 menit, kejang klonik berhenti dan
penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.

4. Stadium koma
Koma berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Secara
perlahan-lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang
32

antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap
dalam keadaan koma.
Komplikasi
Komplikasi dari eklamsia antara lain kebutaan, gangguan serebrovaskuler dan
arteri koroner. Kerusakan neurologis dari kejang rekuren atau perdarahan
intrakranial, insufisiensi renal dan gagal ginjal akut, perubahan pada fetus
termasuk IUGR, abruptio placentae, dan oligohydramnios, kerusakan hepar,
gangguan hematologis, kemungkinan tinggi preeklamsi maupun eklamsi yang
rekuren pada kehamilan yang mengikuti, dan kematian ibu serta janin.

2.5. Diagnosis
Diagnosis:
Dalam pengelolaan klinis, preeklampsia dibagi sebagai berikut :
1. Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg
b. Proteinuria 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick 1 +
2. Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika tanda dan gejala sebagai
berikut :
6

a. Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat : sistolik 160
mmHg dan diastolik 110 mmHg
b. Proteinuria 5 gr/24 jam atau dipstick 2+
c. Oligurie < 500 ml/24 jam
d. Serum kreatinin meningkat
e. Oedema paru atau cyanosis
3. Dan disebut sebagai imending eclampsia apabila pada penderita ditemukan
keluhan seperti :
7

a. Nyeri epigastrium
33

b. Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur ( gangguan
susunan saraf pusat)
c. Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau
aspartate amino transferase
d. Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik
e. Trombositopenia < 100.000/mm
3

f. Munculnya komplikasi sindroma HELLP
4. Dan disebut sebagai eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat
dijumpai kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma


2.7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang definitif
adalah segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam
penatalaksanaanya harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya, antara
lain umur kehamilan, proses perjalanan penyait,dan seberapa jauh keterlibatan
organ.
8
34

Tujuan penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah:
- Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu
mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.
- Mencegah terjadinya kejang/ eklampsia yang akan memperburuk keadaan
ibu hamil.
Pada dasarnya pengelolaan preeklampsia berat, sedapat mungkin harus berusaha
mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm, persalinan
pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio sesarea. Jika
perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda-tanda impending
eclampsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan.
Disamping itu pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus dilakukan secara
ketat. Biometri janin, biophysical profile janin harus dievaluasi 2x seminggu, bila
keadaan janin memburuk, terminasi kehamilan harus segera dilakukan,tergantung
dari keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan pervaginam atau
perabdominal.
Pada kehamilan preterm < 34 minggu yang akan dilakukan terminasi, pemberian
kortikosteroid seperti dexamethasone atau betamethasone untuk pematangan paru
harus dilakukan.
Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk memperbaiki
keadaan ibu dan janinnya adalah :
1. Magnesium sulfat : mencegah dan mengurangi kejang
2. Anti hipertensi
3. Kortikisteroid : untuk pematangan paru
Sikap terhadap kehamilan pada pasien preeklampsi-eklampsi:
5
- Ekspetatif; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu
Artinya : kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan
terapi medikamentosa
- Aktif; agresif : bila umur kehamilan 37 minggu
35

Artinya : kehamilan diakhiri setelah mendapatkan terapi medikamentosa
untuk stabilisasi ibu.

Pemberian terapi medikamentosa :
5

1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring
3. Oksigen
4. Kateter menetap
5. IVFD : ringer asetat, ringer laktat, koloid
Jumlah inputcairan : 1500 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis,
insensible water loss dan CVP. Awasi balance cairan
6. Magnesium sulfat
a. Regim Prichart : loading: 4 gr IV (4-5 menit) dan 10 gr IM;
maintainance : 5gr setiap 4 jam IM
b. Regim Zuspan : loading : 6 gr IV (5-10 menit); maintainance : 1-2
gr/jam IV
Syarat pemberian MgSO4:
a. Refleks patella normal
b. Respirasi > 16x/menit
c. Produksi urin dalam 4 jam selanjutnya > 100 cc; 0,5 cc/kg BB/jam
d. Siapkan ampul calcium glukonas 10% dalam 10 cc
Antidotum : bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4 maka
diberikan injeksi calcium glukonas 10% dalam 10 cc dalam 3
menit
Refrakter terhadap MgSO4 dapat diberikan salah satu regimen
dibawah ini:
- 100 mg IV sodium thiopental
- 10 mg IV diazepam
- 250 mg IV sodium amobarbital
- Phenytoin :
o Dosis awal 100 mg IV
36

o 16,7 mg/menit/jam
o 5000 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam

7. Anti hipertensi
5

Diberikan bila tensi 180/110 atau MAP 126
Jenis obat:
a. Nifedipine : 10 20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam. Tekanan darah diturunkan secara bertahap :
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik. Tekanan darah
diturunkan mencapai : < 160/100 dan MAP < 125.
b. Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL
diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat
diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal
dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5
menit.
8. Diuretikum
5

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena memperberat
penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan
hemokonsentrasi. Diuretium yang diberikan hanya atasindikasi : edema
paru, payah jantung kongestif, edema anasarka.

9. Diet : diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih
5

Sikap terhadap kehamilan
5

Perawatan konservatif; ekspektatif
Bertujuan untuk mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan
yang memenuh syarat janin dapat dilahirkan dan meningkatkan kesejahteraan bayi
baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.
Indikasi : kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala-gejala
impending eclampsia.
37

Terapi medikamentosa:
Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsia ringan, maka masih
dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang. Penderita boleh dipulangkan : bila
penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklampsia berat, masih tetap dirawat 3
hari lagi baru diizinkan pulang.
Cara persalinan :
Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan
aterm. Bila penderita inpartu, perjalananpersalinan diikuti seperti lazimnya
(misalnya dengan grafik friedman). Bila penderita inpartu, maka persalinan
diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria.
Perawatan aktif; agresif
5

Bertujuan : terminasi kehamilan
Indikasi :
1. Indikasi ibu:
a. Kegagalan terapi medikamentosa :
i. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan darah yang persisten
ii. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan
medikamentosa, terjadi kenaikan desakan darah yang
persisten
b. Tanda dan gejala impending eklampsi
c. Gangguan fungsi hepar dan ginjal
d. Dicurigai terjadi solusio plasenta
e. Timbunya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
2. Indikasi janin
a. Umur kehamilan 37 mgg
b. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
c. Timbulnya oligohidramnion
38

3. Indikasi laboratorium : trombositopenia progresif yang menjuruskan ke
sindrom HELLP
4. Cara persalinan : sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
Bila penderita belum inpartu
1. Dilakukan induksi persalinan bila skor bishop 8
Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi
persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak,
induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan
caesar
2. Indikasi pembedahan caesar:
a. Tidak ada indikasi ntuk persalinan pervaginam
b. Induksi persalinan gagal
c. Terjadi maternal distress
d. Terjadi fetal distress
e. Bila umur kehamilan < 33 minggu
Bila penderita sudah inpartu
1. Perjalanan persalinan diikuti dengan partograpgh
2. Persingkat kala II
3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dengan gawat
janin
4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar
5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak dianjurkan
anestesia umum.
Penatalaksanaan eklampsia
5

Sikap dasar pengelolaan eklampsia: semua kehamilan dengan eklampsia
harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif. Saat pengakhiran kehamilan
39

ialah bila sudah terhadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme
ibu.
Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu
atau lebih keadaan sperti dibawah ini, yaitu setelah :
1. Pemberian obat anti kejang terakhir
2. Kejang terakhir
3. Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
4. Penderita mulai sadar ( dapat dinilai dari GCS yang meningkat)
Dasar-dasar pengelolaan eklampsia:
1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
2. Selalu diingat ABC (airway, breathing, circulation)
3. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
4. Mengatasi dan mencegah kejang
5. Koreksi hipoksemia dan asidemia
6. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
7. Melahirkan janin pada saat yang teat dengan cara persalinan yang tepat.
Perawatan kejang
1. Tempatkan penderita diruang isolasi atau ruang khsus dengan lampu
terang (tidak diperkenankan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila
terjadi sianosis tidak dapat diketahui)
2. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
tredelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi
3. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna
mencegah aspirasi pneumonia
4. Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas
5. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
6. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

40

Perawatan koma
1. Derajat kedalaman koma diukur dengan GCS
2. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
3. Hindari dekubitus
4. Perhatikan nutrisi
Cara persalinan
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya,
maka dipilih cara persalinan yang memenuh syarat pada saat tersebut.










41

BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk :
9 Februari 2014
Co-ass I :
Co-ass II :
Dokter Ruangan :
dr.
Dokter COW :
dr.
Dokter Kepala Ruangan :
dr.
Jam :
18.30
No. RM :
00.59.04.04

ANAMNESE PRIBADI
Nama : Umi Kalsum
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Minang
Agama : Islam
Alamat : Gg. Sepakat Dusun V Kab. Batu Bara

ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama : Kejang
Telaah :
Hal ini dialami os sejak 1 hari ini, dialami sebanyak 3 kali selama 2 menit.
Riwayat tekanan darah tinggi setelah 20 minggu masa kehamilan (+).
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat nyeri kepala
(+),riwayat nyeri ulu hati (+), pandangan kabur (+), mual dan muntah (+),
mulas mulas mau melahirkan (-), riwayat keluar lender darah (-), keluar
air dari kemaluan (-)
BAK (+) dan BAB (+) normal. Os merupakan kiriman RS luar dengan
diagnosis: Eklampsia
42

RPT : -
RPO : -

ANAMNESE ORGAN
Jantung Sesak napas : -
Angina pektoris : -
Edema : +
Palpitasi : -
Lain-lain : -
Sal. Pernafasan Batuk-batuk : -
Dahak : -
Asma, bronkitis : -
Lain-lain : -
Sal. Pencernaan Nafsu makan : -
Keluhan menelan : -
Keluhan perut : -
Penurunan BB : -
Keluhan defekasi : -
Lain-lain : -
Sal. Urogenital Sakit BAK : -
Mengandung batu : -
BAK tersendat : -
Keadaan urin :
normal
Lain-lain :
Sendi dan tulang Sakit pinggang : -
Kel. Persendiaan : -
Keterbatasan gerak : -
Lain-lain : -
Endokrin Haus/polidipsi : -
Poliuri : -
Polifagi : -
Gugup : -
Perubahan suara : -
Lain-lain : -
Syaraf Pusat Sakit kepala : + Hoyong : -
Lain-lain : -
Darah dan P.
darah
Pucat : -
Petechie : -
Perdarahan : -
Purpura : -
Lain-lain : -
Sirkulasi Claudicatio intermitten : - Lain-lain : -

ANAMNESE FAMILI : -


43

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Apatis
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 88 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 28 x/i
Temperatur : 36,8
o
C
Proteinuria : +4
Pancaran Wajah : lemah
Sikap paksa : -
Refleks fisiologis : +
Refleks patologis : -
Keadaan Gizi : sedang
Keadaan Umum : buruk
Anemia (-). Ikterus (-). Dispnoe (-).
Sianosis (-). Udem (+). Purpura (-).
Turgor kulit : baik

KEPALA
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-), ikterus (-), pupil : isokor, ukuran 3
3mm.
Refleks cahaya direk (+) / indirek (+), kesan : normal
Lain-lain : -
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : Lidah : dalam batas normal
Gigi/geligi : dalam batas normal
Tonsil/faring : dalam batas normal
LEHER
Struma : tidak membesar, tingkat : -
Pembesaran kelenjar limfe (-)
Posisi trakea : Medial. TVJ : R+2 cmH
2
O
Kaku kuduk : (-), lain-lain : -

THORAX
Dalam batas normal
44


ABDOMEN
Bentuk : membesar asimetris
TFU : 3 jari bpx
Tegang : kiri
Terbawah : kepala
Gerak : +
HIS : -
DJJ : 140x/i

VT
Dilakukan setelah pemberian MgSo4
Cervix : tertutup
Adekuasi Panggul
Promontorium : tidak teraba
Linea Innominata : teraba 2/3 anterior
Arcus Pubis : tumpul 90
Spina Ischiadicus : tidak menonjol
Os Sacrum : cekung
Os Coccygeus : mobile
Kesan : Panggul adekuat

USG TAS
Janin : tunggal
Posisi : kepala
Anak : hidup
Fetal Movement : +
Fetal Heart Rate : +
Biparietal Diameter : 9,52 mm
Femur Length : 3,46 mm
Abdomen Circumference : 35,45 mm
45

Amnion Fluid Index : cukup
Plasenta : corpus anterior
Kesan : Intra Uterine Pregnancy (38-39 w) + Head Presentation + Fetus Alive

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah Kemih
Hb : 13.60 g%
Lekosit: 32.74 x 10
3
/mm
3
LED : tidak diperiksa
Eritrosit : 5.74 x 10
4
/ mm
3
Ht : 43.20%
Hitung Jenis: N/L/M/E/B:
85.70/8.40/5.80/0/0.100
Trombosit : 583 x 10
3
/ mm
3

Warna : kuning keruh
Reduksi : tdp
Protein : +3
Bilirubin : tdp
Urobilinogen : tdp


RESUME
ANAMNESE
KU : Kejang
Hal ini dialami os sejak 1 hari ini, dialami sebanyak 3 kali
selama 2 menit. Riwayat tekanan darah tinggi setelah 20 minggu
masa kehamilan (+).
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat nyeri
kepala (+),riwayat nyeri ulu hati (+), pandangan kabur (+), mual
dan muntah (+).
STATUS
PRESENS
Keadaan Umum : Baik / Sedang / Buruk
Keadaan Penyakit : Ringan / Sedang / Berat
Keadaan Gizi : Kurang / Normal / Berlebih
PEMERIKSAAN
FISIK
Kepala : mata: anemis (-), sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH
2
O
Thoraks : dbn
Abdomen: membesar asimetris, TFU 3 jari bpx, tegang disebelah kiri,
46

bagian terbawah kepala, gerak (+), HIS (-), DJJ (140x/i)
VT: Cervix tertutup, Kesan panggul adekuat
USG Kesan : Kehamilan Dalam Rahim (38-39 m) + Presentasi
Kepala + Anak Hidup
Laboratorium
Rutin
Hb : 13.60 g%
Lekosit: 32.74 x 10
3
/mm
3
LED : tidak diperiksa
Eritrosit : 5.74 x 10
4
/ mm
3
Ht : 43.20%
Hitung Jenis: N/L/M/E/B: 85.70/8.40/5.80/0/0.100
Trombosit : 583 x 10
3
/ mm
3

Kemih: Warna : kuning keruh Sedimen
Keton : + Eritrosit : 40-50/lpb
Protein : +3 Lekosit : 0-1 /lpb
Bilirubin : - Silinder : -
Urobilinogen : - Epitel : 3-5 /lpb
Tinja: tdp
Diagnosa
Eklampsia + Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (aterm) +
Presentasi Kepala + Anak Hidup + Inpartu
Aktivitas : Tirah Baring
Penatalaksanan
O
2
2-4 l/i
Inj. MgSO
4
20% (20cc: 4 gr) loading dose bolus
IVFD RL + MgSO
4
40% (30cc: 12 gr) 14 gtt/i
Nifedipine 4x10 mg
Inj. Ceftriaxone 2 gr profilaksis skin test
Kateter
SC Emergency


47

FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
09/02/2014 kejang (+) Sensorium : Apatis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 88 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36,8
o
C
Proteinuri : +3
Leher : TVJ R+2 cmH
2
O
Thoraks: SP:vesikuler
ST: -
Abdomen
Bentuk : membesar asimetris
TFU : 3 jari bpx
Tegang : kiri
Terbawah: kepala
Gerak : +
HIS: -
DJJ : 140x/i

Eklampsia +
Partial HELLP
Syndrome +
Primigravida +
Kehamilan Dalam
Rahim (aterm) +
Presentasi Kepala
+ Anak Hidup +
Inpartu
O
2
2-4 l/I
Inj. MgSO
4
20% (20cc: 4 gr)
loading dose bolus
IVFD RL + MgSO
4
40% (30cc: 12
gr) 14 gtt/i
Nifedipine 4x10 mg
Inj. Ceftriaxone 2 gr profilaksis
skin test
Kateter
SC Emergency
-
48

Hasil Laboratorium (09/02/14):
Darah Lengkap:
Hb : 13.60 g% (13.2-17.3)
Lekosit: 32.74 x 10
3
/mm
3
(4.5-11)
Eritrosit : 5.74 x 10
4
/ mm
3
(4.20-4.87)
Ht : 43.20% (43-49)
Hitung Jenis: N/L/M/E/B:
85.70/8.40/5.80/0/0.100
Trombosit : 583 x 10
3
/ mm
3
(150-450)
MCV: 75.30 fL (85-95), MCH: 23.70 g
(28-32), MCHC: 31.50 g/dl (33-35)
Karbohidrat
KGD adrandom :78 mg/dl
LFT
SGOT :143 (<38)
SGPT: 37 (<41)
Albumin: 2.7 (3.5-5.0)
RFT:
Ureum: 23.70 (<50)
Kreatinin: 1.55 (0.70-1.20)

49

Elektrolit:
Na: 140 (135-155)
K :4.3 (3.6-5.5)
Cl: 113 (96-106)

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
10/02/2014 - Sensorium : CM
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 100 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 22 x/i
Temperatur : 36.5
o
C
S.O:
Abdomen: soepel
TFU: 1 Jari bpx
P/v: (-) lochea (+) rubra
L/o: tertutup verban, kesan kering
BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam
BAB (-) flatus (-)
PEMERIKSAAN LAB:
Darah Lengkap:
Post SC a/i eklampsi +
partial HELLP syndrome
+ NH0
- Tirah baring
- O
2
2-4 l/i
- IVFD RL + MgSO
4
40%
30 mg 14 gtt/i
- IVFD RL + oksitosin 10-
10-5-5 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12
jam/ IV
- Inj. Ketorolac 30mg/ 8
jam/ IV
- Inj. ranitidine 50 mg/ 8
jam/ IV
- Inj. Dexamethasone 10-10-
15 / IV
Cek partial
HELLP
syndrome, darah
rutin, konsul
HOM
50

Hb : 11.30 g% (13.2-17.3)
Lekosit: 36.10x 10
3
/mm
3
(4.5-11)
Eritrosit : 4.70 x 10
4
/ mm
3
(4.20-4.87)
Ht : 35.60% (43-49)
Hitung Jenis: N/L/M/E/B:
80.10/10.70/9.10/0/0.100
Trombosit : 439 x 10
3
/ mm
3
(150-450)
MCV: 75.70 fL (85-95), MCH: 24.00 g
(28-32), MCHC: 31.70 g/dl (33-35)
Karbohidrat
KGD adrandom :85 mg/dl
LFT
Albumin: 2.0 (3.5-5.0)
AGDA
pH : 7.348 (7,35-7,45)
pCO2: 19.5 (38-42)
pO2: 192.5 (85-100)
tCO2 : 11.1 (19-25)
HCO3 : 10.5 (22-26)
BE : -13.4
Kesan: Asidosis respiratorik belum
- Nifedipine 4x10 mg
Metronidazole infuse 500
mg
51

terkompensasi
Saturasi O2: 99 (96-100)
Ginjal
Ureum: 25.80 (<50)
Kreatinin: 1.47 (0.70-1.20)
Elektrolit:
Na: 139 (135-155)
K :5.1 (3.6-5.5)
Cl: 115 (96-106)

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
11/02/2014 KU: Perut
kembung
Sensorium : CM
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36.5
o
C
S.L: Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Thorax: SP: VEsikuler ST:-
Abd: peristaltic (+) soepel
S.O:
Post SC a/i eklampsi +
Partial HELLP
syndrome + NH1
Tirah baring
- O
2
2-4 l/i
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12
jam/ IV
- Inj. ranitidine 50 mg/ 8
jam/ IV
- Inj. Dexamethasone 10-10-
15 / IV
LFT

52

TFU: 1 Jari bpx, kontraksi kuat
P/v: (-) lochea (+) rubra
L/o: tertutup verban, kesan kering
BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam
BAB (-) flatus (+)
Protein: (-)

- Nifedipine 4x10 mg jika
TD > 180/110 mmHg max
120 mg
Metronidazole infuse 500
mg /8 jam
Alinamin inj/ 8 jam
- substitusi albumin 1 fls

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
12/02/2014 - Sensorium : CM
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Nadi : 90 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36.6
o
C
S.O:
Abdomen: soepel
TFU: 1 Jari bpx
P/v: (-) lochea (+) rubra
L/o: tertutup verban, kesan kering
BAK: via kateter, UOP +/- 40 cc/jam
Post SC a/i eklampsi +
partial HELLP
syndrome + NH2
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/
8 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/ 8 jam
- Nifedipine 4 x 10 mg


53

BAB (-) flatus (-)

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
13/02/2014 KU:- Sensorium : CM
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36.6
o
C
S.L: Mata: anemis (-/-) ikterik (-/-)
Thorax: SP: VEsikuler ST:-
Abd: peristaltic (+) soepel
S.O:
TFU: 1 Jari bpx, kontraksi kuat
P/v: (-) lochea (+) rubra
L/o: tertutup verban, kesan kering
BAK: (+)
BAB (-) flatus (+)
Protein: (-)

Post SC a/i eklampsi +
Partial HELLP
syndrome + NH3
Tirah baring
- O
2
2-4 l/i
- aff kateter dan infus
- cefadroxil 2 x 500 mg
- PCT 3 x 500 mg
- Vitamin B comp 2x1


54

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
13/02/2014 KU:- Sensorium : CM
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 80 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36.7
o
C

Post SC a/i eklampsi +
Partial HELLP
syndrome + NH4
PBJ, kontrol Poli Ibu Hamil
16 februari 2014





55


BAB IV
DISKUSI

Teori Kasus
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria akibat kehamilan,
setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Pre eklampsia
ringan adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan/atau edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Pre eklampsia
berat adalah suatu komplikasi kehamilan
yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
160/110 mmHg atau lebih disertai
proteinuria dan/atau edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.
Eklampsia adalah kelainan akut pada
wanita hamil, dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang
atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.
Pada kasus ini, pasien adalah wanita
dengan umur 16 tahun datang dengan
keluhan kejang, yang merupakan gejala
eklampsia, sebelumnya o.s memiliki
riwayat tekanan darah tinggi selama
hamil (150/90 mmHg) dan proteinuria
(+4) yang merupakan gejala pre-
eklampsia-eklampsia.

Beberapa penelitian menyimpulkan
sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeclampsia. Faktor resiko
tersebut meliputi: riwayat preeklampsia,
primigravida, kegemukan, kehamilan
ganda, hipertensi kronik, diabetes,
penyakit ginjal atau penyakit degenerative
Pada kasus ini, faktor resiko yang
terdapat pada o.s adalah primigravida,
karena pada primigravida pembentukan
antibody penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga
meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia-eklampsia.
56

seperti reumatik arthritis atau lupus. Perkembangan preeclampsia semakin
meningkat pada umur kehamilan pertama
dan kehamilan dengan umur yang
ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu
tua.
Faktor lain yang dapat menyebabkan
preeklampsia-eklampsia terjadi pada ibu
ini adalah riwayat keluarga pada
preeklampsia-eklampsia ataupun faktor
genetik.
Gejala klinis pada pasien-pasien yang
menderita preeklampsia yaitu hipertensi
dan proteinuria, merupakan kelainan
yang biasanya tidak disadari oleh wanita
hamil. Pada waktu keluhan seperti sakit
kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium mulai timbul, kelainan
tersebut biasanya sudah berat
Pada kasus ini, selain hipertensi dan
proteinuria, o.s mengeluhkan nyeri
kepala, nyeri ulu hati, pandangan kabur,
dan mual dan muntah. Keadaan ini
memberi tanda bahwa preeklampsia
pasien ini sudah menjadi berat.
Pada dasarnya pengelolaan preeklampsia
berat, sedapat mungkin harus berusaha
mempertahankan kehamilan sampai
aterm. Pada kehamilan aterm, persalinan
pervaginam adalah yang terbaik bila
dibandingkan dengan seksio sesarea. Jika
perjalanan penyakitnya memburuk dan
dijumpai tanda-tanda impending
eclampsia, kehamilan harus segera
diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan
Pada pasien ini dilakukan operasi SC
untuk mengeluarkan janin (38-39
minggu), dan penanganan terhadap
preeklampsia - eklampsianya adalah
sikap aktif dan agresif yaitu, dengan
kehamilan yang lebih dari 37 minggu,
kehamilan diakhiri setelah stabilisasi ibu
(tirah baring, oksigen, kateter menetap,
IVFD RL, MgSO
4
). Farmakoterapi yang
diberikan adalah MgSO
4
untuk mencegah
dan mengurangi kejang, anti hipertensi
(nifedipine), dan kortikosteroid
(dexamethasone) untuk pematangan paru.
57

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, FG et al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams
Obstetrics, 21
st
ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange.
Connecticut. 2001. 653-694
2. Lange. Hypertension in Pregnancy. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics
& Gynecology, 10
th
ed. The McGraw-Hill Companies. 2006. 1-14.
3. Wagner, LK. Diagnosis and Management of Preeclampsia. 2004. American
Family Physician. Derived from www.aafp.org/afp.
4. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2008. 281-308
5. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan
Hiperensi dalam Kehamilan di Indonesia.Semarang : Indonesia p.1-28
6. Sibai, BM. Diagnosis and Management of Gestational Hypertension and
Preeclampsia Obstet Gynecol 2003. 102 : 181 92
7. Lipstein H., et al. Current Concept of Eclmapsia. American Journal of
Emergency Medicine 2003; 21 (3) : 233 7
8. Sibai, BM. Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia, Obstetrics
& Gynecology, vol 105, number 2, february 2005, page 405 410
9. Salgas Gestosis POGI. Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di
Indonesia. Ed. 1985.
10. Webmaster. Resiko Tinggi Kehamilan Remaja (Usia Muda). Disitasi
dari:http://www.creasoft.wordpress.com pada tanggal:11 Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai