Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,
2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga
berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap
cedera bagian tubuh lainya.
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan, cedera kepala
sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala atau askep cidera kepala
baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani
secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat
sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk
mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan
fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis
dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera
kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus kelolaan kelompok dengan judul
Asuhan Keperawatan Pasien masuk RS dengan diagnosa medis cedera kepala, pasien
mengeluh meringis sambil memegang kepala. Pasien sempat mengalami muntah selama
perjalanan menuju RS, pasien gelisah.




2

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala
berat.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang berhubungan
dengan cedera kepala ringan berat.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan cedera kepala
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan cedera
kepala
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan cedera kepala
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan cedera
kepala
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada klien dengan
cedera kepala

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur
yang ada, baik di buku, jurnal maupun di internet.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi dan pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan pemeriksaan
penunjang.
BAB III : Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
BAB IV : Penutup terdiri dari : kesimpulan dan saran.

3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak.
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala.
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia,
dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan
bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam maupun
benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang
disertai atau tanpa pendarahan.

B. Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda-benda tajam/runcing.


4

2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma
Scale:
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15, pasien
sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit, tidak
ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan
pusing, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria
cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi, letargi
dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa mengikuti
perintah sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam,
konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda
battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan
derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam,
tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.

C. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah raga,
kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru.

D. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan
otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
5

berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi
autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.

E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala, yaitu:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan
dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.

F. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
6. Edema cerebri
7. Kebocoran cairan serobospinal

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6

6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial


H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang
adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala. Penatalaksanaan umum
adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 %
atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
7

Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa
5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8
jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt
(2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.

Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.

Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik (Mansjoer, dkk, 2000).











8

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Nn. F
Umur :
Alamat : Doplang RT 05/03 Pontianak
Status perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Belum bekerja
Diagnosa medis : Cedera
No RM : 264623/1071353

B. Keluhan utama
Penurunan kesadaran tingkat kesadarn koma
C. Riwayat kesehatan sekarang
Pada tanggal ......................... terjadi cedera kepala yang membuat pasien meringis kesakitan dan
memegang kepalanya yang sakit. TD: 120/80 x menit, N: 100x menit. Dari IGD klien
dipindahkan ke ruang ICU jam 19.00 guna mendapatkan perawatan intensive.

D. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular atau
penyakit generative seperti diabetes, Tb atau sebagainya.


E. Pemeriksaan fisik


TD : 120/80 mmHG
N : 100 x/ menit


9


1. Kepala
Kepala klien normocephalic, rambut klien panjang lurus, rambut kotor terdapat darah
yang mengering pada rambut, penyebaran rambut merata.
2. Muka
Wajah tanpak simetris, warna kulit tidak pucat, terdapat hematom pada dahi kanan 12
cm
3. Mata
Mata simetris, Konjungtiva anemis, Sklera anikterik, edema pada palpebrae, pupil
anisokor, reaksi pupl terhadap cahaya menurun.
4. Telinga
Posisi daun telinga simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat serumen, tidak ada
pengeluaran darah maupun cairan.
5. Hidung dan sinus
Lubang hidung simetris, septum hidung tepat di tengah, tidak terdapat pernafasan
cuping hidung, tidak terdapat pengeluaran cairan atau darah dari hidung, oksigen
terpasang 3 lpm dengan nasal kanul, terpasang NGT
6. Mulut dan tenggorokan
Bibir terletak tepat ditengah wajah, warna bibir merah muda, tidak kering, terdapat luka
pada bibir bagian bawah, tidak sianosis, tidak ada kelainan congenital, terdapar sekret
pada tenggorokan dan mulut, terpasang mayo, tidak terdapat lidah jatuh, mulut klien
berbau tidak sedap, suara nafas gargling
7. Leher
Tidak terdapat jejas di leher, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
8. Thorak
Inspeksi thoraks
Thoraks simetris, klien tidak menggunakan otot bantu nafas (retraksi dada), pergerakan
dinding dada sama, pernafasan 28 x/menit, warna kulit merata.
Palpasi
10

Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak terdapat massa, tidak terdapat
fraktur thorak.
Perkusi thoraks
Perkusi paru resonan.
Auskultasi thoraks
Tidak terdapat suara tambahan di paru-paru
9. Jantung
Heart rate 132x/menit, perkusi jantung pekak
10. Payudara
Payudara simetrs, letak puting susu tepat di tengah areola, tidak terdapat benjolan di
sekitar payudara.
11. Abdomen
Bentuk abdomen datar, warna kulit normal, kulit tubuh tampak kotor, kulit elastis, tidak
terdapat lesi ataupun nodul masa, tidak terdapat striae maupun spider nevy, bising usus
10x /menit, perkusi timpani.
12. Genetalia dan perineal
Klien terpasang kateter ukuran 16, urine berwarna kuning jernih, terdapat penyebaran
sedikit rambut di mons pubis, tidak terdapat luka, labia minora dan mayora simetris,
tidak berbau dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal, terdapat anus.
13. Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus ukuran 22 di tangan kanan, tangan kiri deformitas
Ekstemitas bawah : terdapat VE pada lutut kiri, dan bula di kaki kanan, tidak terdapat
edema.
F. Pengkajian pola sistem
1. Pola persepsi dan managemen terhadap kesehatan
Klien saat ini mengalami koma, klien terbaring lemah dan gelisah. Keluarga klien
mengatakan saat ini yang paling penting anaknya dapat segera sadar, sehat dan dapat
kembali kerumah berkumpul dengan kluarga.
2. Pola nutrisi dan metabolic (diit dan pemasukan makanan)
Makanan
11

Keluarga Klien mengatakan saat dirumah klien biasa makan 3x/hari dengan lauk pauk
dan sayuran, minum 5-6 gelas sehari. Setelah dirumah dan semenjak tidak sadarkan diri
klien dipuasakan sampai tidak terdapat ulcer, terpasang infus RL 20 tts/menit.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi hari. Dan
Saat sakit klien belum pernah BAB, cateter terpasang dengan urin keluar 300 cc per 12
jam.
4. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien banyak menghabiskan waktunya
di luar rumah untuk bermain dengan teman-temanya. Klien dapat memenuhi
kebutuhanya sehari-hari tanpa dibantu keluarga. Saat sakit klien dengan tidak sadarkan
diri hanya berbaring di tempat tidur dengan kondisi lemah, semua kebutuhan sehari-
harinya di bantu oleh perawat dan keluarga.
5. Pola istirahat : tidur
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa tidur jika sudah larut
malam klien sering bergadang dengan teman-temannya sebelum tidur. Klien biasa tidur
pukul 23.00-07.00, tidur siang kadang-kadang. Saat ini klien dalam keadaan tidak sadar
6. Pola kognitif dan persepsi
Keluarga klien mengatakan klien tertutup, klien lebih sering menghabiskan waktu di
luar rumah. Klien saat ini tidak sadarkan diri dalam kondisi gelisah.
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
Keluarga klien mengatakan saat ini anaknya tidak sadarkan diri, terdapat bengkak pada
dahi sebelah kanan, pada kaki sebelah kanan terdapat bula dan yang dipikirkan saat ini
yaitu kesembuhan anaknya agar anaknya bisa pulang kerumah berkumpul dengan
keluarga.
8. Pola peran hubungan
Keluarga klien mengatakan saat ini klien dapat berhubungan baik dengan lingkungan,
baik kepada keluarga, tetangga, dan teman-temannya. Saat klien dirawat dirumah sakit
pun keluarga, tetangga, dan teman-temannya menjenguk klien.
9. Pola seksual dan reproduksi
12

Keluarga klien mengatakan klien belum menikah, sudah menstruasi saat berumur 13
tahun.
10. Pola koping dan toleransi terhadap stress
Keluarga klien mengatakan semenjak ibunya klien meninggal klien lebih tertutup dan
cenderung menghabiskan waktu di luar rumah
11. Pola nilai kepercayaan
Keluarga klien mengatakan agama yang dianut keluarga dan klien adalah islam. aktifitas
ibadah klien terganggu karna klien tidak sadarkan diri.

G. Analisa Data
Analisa data Etiologi Masalah
DS : -Pasien Muntah
-Meringis Kesakitan

DO : -Menringis Kesakitan sambil
memegang kepala
-TD : 120/80 mmHG
-N : 100 x/ menit

Edema serebral,
peningkatan TIK,
penurunan O2 ke
serebral

Ketidak efektifan perfusi
jaringan cerebral



DS :-
DO : Ku : jelek, kesadaran : coma,
GCS : E1V1M2, rambut klien kotor
terdapat bercak darah dirambut, bau
mulut tidak sedap, kulit tubuh
tampak kotor
Penurunan
kesadaran,
kelemahan fisik
Defisit self care

H. Diagnosa keperawatan
Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral b/d Edema serebral, peningkatan TIK, penurunan O2
ke serebral


13

I. Intervensi
No Diagnosa NIC NIC
1. Ketidak efektifan perfusi
jaringan cerebral b.d edema
serebral, peningkatan TIK
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3 x 24 jam
klien menunjukan status
sirkulasi dan tissue
perfusion cerebral
membaik dengan KH:
-TD dalam rentang
normal (120/80 mmHg)
-Tidak ada tanda
peningkatan TIK
-Klien mampu bicara
dengan jelas,
menunjukkan
konsentrasi, perhatian
dan orientasi baik
-Fungsi sensori motorik
cranial utuh : kesadaran
membaik (GCS 15, tidak
ada gerakan involunter)
Monitoring tekanan
intrakranium:
a. Kaji, observasi, evaluasi
tanda-tanda penurunan perfusi
serebral: gangguan mental,
pingsan, reaksi pupil,
penglihatan kabur, nyeri
kepala, gerakan bola mata.
b. Hindari tindakan
valsava manufer (suction lama,
mengedan, batuk terus
menerus).
c. Berikan oksigen sesuai
instruksi dokter
d. Lakukan tindakan
bedrest total
e. Posisikan pasien kepala
lebih tinggi dari badan (30-40
derajat)
f. Minimalkan stimulasi dari luar.
g. Monitor Vital Sign serta
tingkat kesadaran
h. Monitor tanda-tanda
TIK
i. Batasi gerakan leher dan kepala
j. Kolaborasi pemberian obat-
obatan untuk meningkatkan
volume intravaskuler sesuai
perintah dokter.
14

J. Implementasi dan Evaluasi
No. Tanggal Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi Paraf
1 Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
cerebral b/d
Edema
serebral,
peningkatan
TIK,
penurunan
O2 ke
serebral

1. Mengkaji KU
dan VS
2. Mengkaji,
observasi,
evaluasi tanda-
tanda
penurunan
perfusi serebral
3. Memonitor
oksigen sesuai
instruksi dokter
4. Mengkaji KU
dan VS
5. Mengatur
posisi tidur
yang nyaman
bagi klien
6. Mengkaji KU
dan VS
7. Mengkaji KU
dan VS
8. Mengkaji KU
dan VS
9. Melakukan
Kolaborasi
pemberian obat-
obatan (injeksi
iv Piracetam 1
gr, injeksi iv
Kalnex 500 mg,
injeksi
S : -Meringis
Kesakitan

O : -Meringis
Kesakitan
sambil
memegang
kepala
-Tampak
memegang
kepala
TD : 120/80
mmHG
N : 100
x/menit

A : Masalah
ketidakefektifan
perfusi jaringan
cerebral belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
1. Kaji, observasi,
evaluasi tanda-
tanda penurunan
perfusi serebral
2. Pertahankan
pemberian oksigen
sesuai instruksi
dokter

15

ivPheenytoin 1
amp)
10. Mengkaji KU
dan VS.
11. Mengkaji KU
dan VS
12. Mengkaji KU
dan VS
13. Mengkaji
tingkat
kesadaran, dan
Memonitor
tanda-tanda
TIK
14. Mengkaji KU
dan VS
15. Mengkaji KU
dan VS
16. Mengkaji KU
dan VS
17. Mengkaji KU
dan VS
18.
Mempertahanka
n pemberian O2
dengan
menambahkan
cairan
humidifier
19. Mengkaji KU
dan VS
20. Melakukan
Kolaborasi
3. Posisikan pasien
kepala lebih tinggi
dari badan
4. Monitor Vital Sign
serta tingkat
kesadaran
5. Monitor tanda-
tanda TIK
6. Kolaborasi
pemberian obat-
obatan

16

pemberian obat-
obatan (kalnex
3 x 500 mg dan
piracetam 3x1
gr)
21. Mengkaji KU
dan VS
22. Mengkaji KU
dan VS
23. Mengkaji KU
dan VS
24. Mengkaji KU
dan VS
25. Melakukan
Kolaborasi
pemberian obat-
obatan
(Phenitoin
2x1amp)
26. Mengkaji KU
dan VS
27. Mengkaji KU
dan VS
28. Mengkaji KU
dan VS
29. Mengkaji KU
dan VS
30. Melakukan
kolaborasi
pemberian obat-
obatan
(Piracetam
3x1gr dan
17

Kalnex
3x500gr)
31. Mengkaji KU
dan VS
32. Mengkaji
tingkat
kesadaran, dan
Memonitor
tanda-tanda
TIK
33. Mengkaji KU
dan VS
34. Mengkaji KU
dan VS

Anda mungkin juga menyukai