Anda di halaman 1dari 17

Next Entries

Prinsip Hukum Perlindungan Rahasia


Dagang (Bagian III)
Diterbitkan April 9, 2009 Artikel Dosen Ditutup
Tag:hukum perlindungan rahasia dagang, Padma D Liman
Oleh Padma D Liman


Pengantar Redaksi:
Artikel ini cuplikan dari ringkasan disertasi Dr Padma D Liman SH
MHum dalam ujian terbuka doktor ilmu hukum di Universitas
Airlangga 17 Maret 2009. Media online
GagasanHukum.WordPress.Com memuat sebagai artikel bersambung.
Bagian I edisi Kamis 26 Maret 2009, Bagian II edisi Kamis 2 April .
Bagian III edisi Kamis 9 April 2009. Bagian IV edisi Kamis 16
April 2009. Bagian V edisi Kamis 23 April 2009. Bagian VI edisi
Kamis 30 April 2009. Bagian VII edisi Kamis 7 Mei 2009. Bagian
VIII edisi Kamis 14 Mei 2009. Bagian IX edisi Kamis 21 Meil 2009.



BAB II

DASAR FILOSOFI DAN PRINSIP PERLINDUNGAN
RAHASIA DAGANG

1. Dasar Filosofi Lahirnya Perlindungan Rahasia Dagang

Landasan filosofis HKI dimulai sejak dikemukakannya ide
penghargaan bagi pencipta atau penemu atas kreasi intelektual mereka
yang berguna bagi masyarakat dalam politik Aristoteles(384-322
SM).[1] Aristoteles mengatakan bahwa pemilikan harta pribadi dalam
suatu negara menunjukkan adanya kebebasan yang diberikan dan
dijamin oleh negara itu bagi setiap warganya. Hal ini diartikan
sebagai kebebasan warga negara menikmati kesenangan dan
kebahagiaan atas pemilikan harta pribadi itu[2]. Apabila warga
negara dilarang mempunyai hak milik pribadi, ini berarti warga ne-
gara tidak memiliki kebebasan dan penghapusan harta milik pribadi
merupakan pemerkosaan terhadap kebebasan warga negara. Hal ini
sejalan dengan pendapat Hippodamus dari Miletus, yang mengaju-
kan proposal Sistem Penghargaan (reward system) bagi mereka yang
berjasa membuat penemuan yang berguna bagi masyarakat.
Menurut Hippodamus dalam proposalnya bahwa: If you reward the
creators of useful things, you get more useful things (jika anda
menghargai pencipta sesuatu yang berharga, maka anda akan mem-
peroleh sesuatu yang lebih berharga)[3].
Selanjutnya Aristoteles[4] menyebutkan ada 2 macam sistem
milik, yaitu bahwa semua barang dipunyai secara bersama, dan se-
mua barang dipunyai secara perorangan. Selain kedua sistem terse-
but masih ada pula yang disebut sistem campuran, yang menyata-kan
bahwa tanah adalah milik umum, tetapi hasilpertanian adalah bersifat
pribadi atau sebaliknya yaitu bila hasil pertanian itu adalah milik
umum maka tanahnya adalah milik pribadi.
Menurut Thomas Aquinas (1225-1274) manusia sebagai citra
Allah mempunyai relasi langsung dengan barang-barang eks-ternal
karena pemilikan barang-barang eksternal merupakan dasar bagi
perkembangan dan aktivitas kepribadian manusia oleh karena itu suatu
temuan dapat dihargai dan dijadikan milik pribadi.[5] Pada milik
bersama, manusia cenderung bersikap acuh tak acuh, tidak pe-duli dan
kurang bertanggung jawab. Setiap orang saling menunggu dan saling
melempar tanggung jawab sehingga jaminan adanya ke- teraturan
hidup bersama sangat kecil. Dengan menguasai dan me-
ngembangkan milik pribadi, manusia dapat juga[6] :

a. membebaskan dirinya dari ketergantungan pada orang lain
tetapi bersamaan dengan itu ia sekaligus dapat menjalin
hubungan setara dengan orang lain secara sehat tanpa harus
membuatnya tergantung
b. tergugah dan disapa. Ia akan keluar dari dirinya dan menyapa
orang lain dalam kelainannya untuk membantu nya sehingga
berkembang bersama dengan orang lain.

Thomas yang membahas aturan hidup manusia sejauh yang
didiktekan oleh akal budinya, dalam hukum alam primer, mengaju
pada norma yang dipegang oleh aliran Stoa, bahwa berikanlah ke-
pada setiap orang apa yang menjadi haknya (unicuique suum tri-
buere) dan jangan merugikan seseorang (neminem laedere)[7]. Hak
milik pribadi ini tidak bersifat individualistis tetapi mempunyai
semangat komunal. Oleh karena itu ada dua macam pengertian hak
milik pribadi[8], yaitu :
1. hak memperoleh dan mengurus barang milik;
2. hak menggunakan milik pribadi.

Ketika menggunakan milik pribadi, manusia tidak boleh
melihat barang ini sebagai pemilikan pribadi secara eksklusif,
melainkan sebagai barang milik pribadi yang secara sukarela akan
digunakan bersama dengan orang lain yang juga membutuhkannya.
Manusia harus memiliki barang-barang eksternal bukan sebagai
miliknya seorang diri, melainkan sebagai milik bersama sehingga ia
bersedia membagikannya dengan mereka yang
membutuhkan.[9] Untuk menjamin kepentingan bersama dalam
penggunaan hak milik pribadi ini maka menurutHutcheson dan Adam
Smith[10], yang menganut paham eksklusif tentang hak milik pribadi,
menerima campur tangan negara atas milik pribadi ini. Negara
diperkenankan untuk campur tangan terhadap milik pribadi ini demi
menjamin kepentingan bersama.
Hak milik pribadi selalu terbuka juga untuk digunakan
demi kepentingan orang lain. Demikian pula dengan kepemilikan atas
hak Rahasia Dagang, meskipun seseorang berhak memiliki suatu
informasi yang dirahasiakan, yang oleh undang-undang dilin-
dungi bahkan merupakan hak milik eksklusif[11] akan tetapi dalam
keadaan-keadaan tertentu hak keadaan tertentu hak eksklusif dari
pemilik dapat dikesampingkan oleh negara apabila akan digunakan
untuk kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan, keselamatan
masyarakat atau tindakan rekayasa ulang. Pembatasan hak eksklu- sif
inilah yang oleh ThomasAquinas diistilahkan dengan inklusif [12].
Sebagai kompensasi dari hak inklusif ini, maka pemilik harus
diberikan imbalan yang seimbang.
Selanjutnya Hugo de Groot atau Grotius[13] (1583-
1645) kurang sependapat dengan adanya penghargaan atas hasil
penemuan seseorang. Menurut Grotius, segala sesuatu dalam alam ini
adalah milik bersama, termasuk alam atau dunia, untuk digunakan
secara bersama oleh umat manusia. Maka tidak ada.. hal seperti
milik pribadi dalam tatanan alamiah, dan karena itu, di mata alam
tidak ada perbedaan dalam kepemilikan.[14] Pengertian milik
bersama bukan berarti bahwa semua orang adalah pemilik segala
barang dia-
lam ini, melainkan bahwa semua orang boleh menggunakan barang-
barang alam demi kepentingannya. Barang milik bersama terbuka
untuk digunakan oleh siapa saja karena semua manusia mempunyai
hak yang sama untuk menggunakan semua yang disediakan oleh alam.
Akan tetapi, sesuatu bisa menjadi milik pribadi, dalam pe-ngertian
bahwa seseorang bisa mempunyai hak untuk menggunakan secara
pribadi barang milik bersama[15]. Pengertian seseorang memiliki
sesuatu, adalah ia mempunyai kemampuan untuk menggu-nakan
secara tepat milik bersama (umum), dan bukannya bahwa sesuatu
menjadi miliknya sedemikian rupa sehingga tidak mungkin menjadi
milik individu lain mana pun juga.[16]
Grotius membedakan hak milik pribadi dengan apa yang
menjadi bagian dari pribadi seseorang
atau suum (miliknya)[17]. Yang dimaksud dengan suum mencakup
kehidupan seseorang, ang-gota tubuhnya, kebebasannya, dan juga
mencakup nama baik serta kehormatannya. Semuanya ini merupakan
hak asasi karena terlepas dari hukum positif dan menjadi bagian serta
milik seseorang sebe-lum orang tersebut memiliki barang-barang
milik pribadi. Suum ditetapkan dan ditentukan oleh hukum kodrat
bukan oleh hukum sipil dan sudah ada sebelum hukum positif. Untuk
itu hukum kodrat menghendaki agar suum dilindungi, dihargai dan
dijamin. Konseku-ensinya setiap pelanggaraan atas suum akan
dianggap sebagai suatu ketidak adilan; karena itu, tidak boleh ada
orang yang merenggut suum orang lain[18]. Pembedaan ini tidak
bermaksud untuk menge-mukakan bahwa keadilan hanya
melindungi suum, sebagaimana da-lam salah satu aturan keadilannya
yang menegaskan bahwa jangan biarkan siapa pun mengambil
barang milik yang telah dijadikan barang

milik orang lain dan
sebaliknya mengambil barang milik orang lain secara tidak sah pada
hakikatnya merupakan suatu ketidak adilan.[19] Keadilan terletak
dalam sikap menahan diri agar tidak sampai melanggar suum dan
barang milik pribadi orang lain.
Menurut Grotius[20], milik pribadi itu diperoleh melalui
pekerjaan atau occupation, Persis seperti hak untuk menggunakan
barang-barang yang bersangkutan, awal mulanya diperoleh melalui
kegiatan mengurus dan menjaga barang-barang fisik tersebut. de-
mikian pula sangat didambakan bahwa setiap milik pribadi dari
masing-masing orang harus diperoleh, sebagaimana adanya, melalui
kegiatan yang sama.[21] Diawali melalui bekerja mengurus dan men-
jaga barang-barang fisik tertentu, seseorang kemudian bisa meng-
klaim secara sah atas barang-barang tersebut sebagai milik pribadi-
nya. Grotiusberpendapat bahwa ada milik bersama tetapi diguna-kan
untuk kepentingan pribadi sedang menurut Thomas Aquinas, ada
milik pribadi tetapi digunakan juga

untuk kepentingan bersama.
Grotius sebagai peletak dasar hukum alam yang rasional,
mengemukakan[22] bahwa sifat khas manusia adalah ingin hidup
tenang dan bermasyarakat yang penuh damai. Agar tercipta keda-
maian, maka hak milik pribadi bukan merupakan suatu hak alamiah
tapi diberikan dan dijamin oleh hukum sipil yang dibuat sesuai dengan
pola rencana alam. Ini berarti Hak milik pribadi sejalan dengan hukum
kodrat dan ditetapkan oleh manusia berdasarkan kesepakatan bersama.
Manusia dalam keadaannya yang alamiah semakin mengetahui
keadaan dan barang milik mereka masing-masing serta barang milik
orang lain. Cepat atau lambat, hal ini menimbulkan persaingan di
antara manusia yang menjurus kepada pertikaian satu sama lain.
Untuk mengatasi situasi ini, manusia lalu membuat persetujuan
diantara mereka mengenai milik pribadi. Oleh karena itu, pranata
milik pribadi tidak muncul secara alamiah, melainkan muncul
berdasarkan persetujuan tertentu.[23] Menurut Sonny Keraf[24],
sebetulnya hak milik pribadi menurut Grotius,bukan muncul dari
kesepakatan bersama tetapi muncul bersamaan dengan kerja
manusia. Hanya saja legitimasi (sosial) nya yang muncul dari
persetujuan bersama. Persetujuan bersama atau hukum positif tidak
memberikan dan membagikan hak milik pribadi, melainkan hanya
mensahkan hak milik pribadi yang telah diperoleh melalui kerja
seseorang. Berdasarkan inilah maka rahasia dagang juga merupakan
hak milik pribadi yang telah diatur dan disahkan dalam UU No. 30 /
2000.
Menurut Saidin,[25] rahasia dagang sebagai salah satu bagian
dari HKI adalah hak yang bersumber dari hasil kerja otak atau hasil
kerja rasio yang dengan jerih payah diperoleh dari keahlian khusus
pemiliknya. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar[26] ini
jika dihubungkan dengan pendapat Grotiustentang milik pribadi, maka
rahasia dagang merupakan hak milik pribadi yang muncul bersamaan
dengan kerja manusia. Persetujuan bersama atau hukum positif hanya
mensahkan hak milik pribadi yang telah diperoleh melalui kerja
seseorang tersebut. Hak ini tidak dimiliki oleh semua orang karena
tidak semua orang mampu dan dapat mempekerjakan otaknya (nalar,
rasio, intelektual) secara maksimal. Hanya mereka yang mampu
mempekerjakan otaknya sajalah dapat menghasilkan hak kebendaan
tidak berwujud yang disebut Hak Kekayaan Intelek- tual
(HKI) atau Intellectual Property Rights (IRP). Menurut Saidin[27],
keadaan inilah yang menyebabkan hasil kerja otak yang membuahkan
HKI bersifat eksklusif. Sedangkan menurutGrotius, setiap orang wajib
untuk melindungi warga lainnya baik secara keseluruhan maupun
secara individu, dan untuk menyumbangkan secara pribadi hal-
hal yang perlu untuk orang lain dan yang perlu untuk seluruh
masyarakat.[28] Ini berarti hak milik pribadi mempu-nyai fungsi
sosial.
Menurut John Locke (1632-1704), hak milik pribadi dalam
arti sempit mengacu kepada barang-barang milik atau kepemilikan
atas suatu barang tertentu dan hak ini juga dianggap sebagai hak
asasi [29]. Hal ini nampak dalam pernyataannya: Life, Liberty and
Property (Hidup, Kebebasan dan Kepemilikan).[30] Pada awalnya
dalam status naturalis (state of nature) suasana aman tenteram dan
tidak ada hukum positif yang membagi kepemilikan atau pemberian
wewenang seorang tertentu untuk memerintah orang lain[31], semua-
nya merupakan kewajiban moral atas perilaku seseorang terhadap
orang lain. Untuk mempertahankan hidupnya, Tuhan memberikan
kepada setiap individu akal budi dan tenaga untuk mengolah serta
memanfaatkan bumi yang merupakan milik bersama, agar berguna
bagi hidupnya. Oleh karena itu dalam melangsungkan hidupnya,
manusia bekerja tidak hanya memanfaatkan apa yang telah diberi- kan
sebagai milik bersama, tetapi juga mengambil sebagian dari milik
bersama itu untuk dijadikan miliknya. Selanjutnya John
Locke mengembangkan teoriThe Fruit of Lubour [32] yang logikanya
adalah bahwa upaya yang dihasilkan atas suatu objek oleh orang
pertama, harus dianggap milik orang tersebut dan orang lain tidak
boleh mengganggunya. Orang lain wajib merelakan objek tersebut
menja- di milik atau kekayaan orang pertama tadi. Hak Milik Pribadi
atas suatu barang-barang tertentu adalah merupakan hak asasi manusia
dan terbentuk menurut hukum kodrat. Semua orang memiliki hak
bebas untuk berupaya dan menggunakan haknya sesuai dengan
kehendaknya dan menikmati haknya sebagaimana manusia menik-
mati ciptaan Tuhan di bumi. Orang yang bekerja lebih produktif, akan
memiliki lebih banyak produk dari pada orang yang kurang
produkif. Akan tetapi tindakannya ini tidak diperkenankan untuk
merugikan hak asasi orang lain bahkan harus dibagikan kepada orang
lain apabila hal ini sangat dibutuhkan terutama jika penggu-naannya
untuk kepentingan masyarakat. Menglegitimasi hak milik pribadi
tidak tergantung pada persetujuan para pemilik tetapi berdasarkan
pada hukum kodrat, karena hukum kodratlah yang menghendaki agar
milik pribadi lahir melalui kerja seseorang. Hak milik pribadi
dipertimbangkan dan dimasukkan dalam hukum positif serta
diratifikasi tanpa persetujuan khusus, agar hukum sipil yang
merupakan kontrak sosial, harus ikut pula menjamin dan me- lindungi
hak milik pribadi yang ada sebelum ada hukum positif ini.
Berdasarkan teori hak milik pribadi John Locke ini, maka
rahasia dagang sebagai salah satu hasil kerja intelektual sudah seha-
rusnya dihargai dan menjadi milik dari penemunya. Penghargaan ini
secara langsung merupakan upaya yang berimplikasi pada kompen-
sasi ekonomi (incentive)[33] sehingga dapat digunakan oleh pemilik-
nya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Untuk me-
njamin keamanan pemilik agar tidak dirugikan maka milik pribadi-
nya ini diatur dalam hukum positif. Di sinilah peran dari ketentuan
perundang-undangan untuk memberikan kepastian hukum dan rasa
aman kepada pemilik hak atas milik pribadinya.
Hegel, filsuf yang sangat berpengaruh di Jerman dan terke-
nal dengan ajaran dialektika[34], mengemukakan bahwa dalam meng-
ungkapkan pikirannya, manusia bebas mewujudkan dirinya dan
memproyeksikan dirinya sendiri bahwa ia bebas. Hanya dengan
kemauan bebas sebagai kecerdasan berpikir dan kemauan rasional
memikirkan lembaga-lembaga dimana ia memproyeksikan dirinya
sendiri[35]. Hegel mengembangkan konsep tentangRight, Ethic and
State[36], sebagai eksistensi dari kepribadian(the existence of
personality) bahwa The property is, among other things, the means
by which an individual could objectively express a personal, singular
will. In property a person exists for the first time as
reason.[37] Konsep yang dikenal juga sebagai teori metafisik ini,
menyatakan bahwa kepemilikan adalah suatu kebebasan seseorang
untuk menunjukkan kepribadiannya bukan hanya karena kekayaan-
nya tetapi juga karena kreasi intelektualnya. Kreasi inteletual meru-
pakan perwujudan kepribadian dan sebagai hak abstrak yang men-
jadi alasan manusia eksis. Penghargaan bukan semata-mata kom-
pensasi ekonomi, tetapi lebih bersifat etis dan moral (reward) yang
berimplikasi pada pengakuan hak moral (moral right). Oleh karena
itu konsep kesejahteraan individu sebagai manusia adalah manakala
diri manusia menjadi pemilik atas kekayaan tertentu.
Kekayaan (property
,
) dalam kreasi intelektual timbul dari cara
individu mem- bentuk pemikiran mereka yang dipengaruhi oleh
lingkungan materi- nya. Dengan demikian kekayaan (property)dapat
dialihkan melalui peralihan material bendanya atau peralihan
intelektualitas untuk membuat kreativitas ide baru[38].
Kepribadian (personality) menyangkut penggunaan kemau-
an berkenaan dengan benda-benda. Seseorang yang menjalankan
kemauannya atas suatu benda, maka memperoleh satu kekuasaan
untuk mengontrol benda tersebut. Kemauan orang lain dikucilkan dari
benda itu dan harus diarahkan kepada benda-benda yang dengannya
kepribadian lain belum mengindentifikasikandirinya[39].
Kepribadian merupakan kekuatan yang memberikan kemampuan
untuk mengenali dirinya sendiri dan menerjemahkan kebebasannya
secara eksternal untuk eksis sebagai suatu ide, maka
menurut Hegel suatu kekayaan (property) pada suatu tahap tertentu
harus menjadi hal yang bersifat pribadi (private) dan kekayaan
pribadi (private property) menjadi lembaga yang bersifat
universal.[40]
Roscoe Pound (1870-1964) yang terkenal dengan teorinya
bahwa hukum adalah alat untuk memperbaharui (merekayasa) ma-
syarakat (law as a tool of social engineering) mengemukakan bah- wa
dalam masyarakat yang beradab orang harus dapat beranggapan
bahwa mereka boleh menguasai, untuk tujuan yang menguntungkan
dirinya, apa yang telah mereka temukan dan punyai untuk penggu-
naan sendiri, apa yang telah mereka ciptakan dengan tenaga sendiri,
dan apa yang mereka peroleh di dalam ketertiban masyarakat dan
perekonomian yang terdapat pada waktunya[41]. Hukum milik
dalam arti seluas-luasnya meliputi milik yang tak berwujud (incor-
poreal property) dan doktrin yang tumbuh berkembang mengenai
perlin- dungan bagi hubungan ekonomi yang menguntungkan, mem-
berikan efek kepada kebutuhan dan permintaan masyarakat.
Perseorangan [42]menuntut supaya dapat menguasai dan
menggunakan untuk tujuan apa yang sudah ditemukannya dan
ditundukkannya kebawah kekua- saannya, apa yang diciptakannya
dengan tenaganya, baik dengan kerja jasmani maupun kerja otaknya,
dan apa yang diperolehnya di bawah sistem sosial, ekonomi dan
hukum dengan penukaran, pembelian, pemberian, atau pewarisan.
Sebagaimana pandangan-pandangan filsuf yang telah dike-
mukakan di atas, bahwa pada awalnya tidak dikenal adanya hak milik
pribadi atau perorangan atas benda apa pun juga. Segala benda yang
ada pada waktu itu dianggap sebagai milik bersama para anggota
masyarakat secara merata (res communes ataubonum
commune)[43]. Oleh karena itu setiap benda tersebut dikatakan juga
res nullius yang berarti benda tanpa ada yang berhak untuk dimiliki
oleh siapa pun juga secara pribadi. Kemudian lambat laun terjadi
pergeseran pandangan dan perkembangan atas milik bersama tersebut,
yaitu bahwa perlu adanya milik pribadi atas milik bersama. Proses
beralihnya milik bersama menjadi milik pribadi melalui beberapa
cara, diantaranya perolehan alamiah(natural acquisition) dengan
pendudukan atau dengan spesifikasi (membuat satu jenis, yaitu
ciptaan)[44].
Perolehan milik pribadi ini tidak disertai dengan perjanjian,
tetapi semata-mata berdasarkan kewajiban moral untuk menghargai
milik orang lain. Kesulitan yang timbul dalam cara perolehan ini
adalah bahwa jika perolehan tersebut menggunakan bahan atau
perkakas kepunyaan orang lain. Kecuali jika ciptaan itu dihasilkan
oleh otak, tidak memerlukan alat. Dalam hal ini Grotius menyeder-
hanakan ciptaan itu dengan kerja menjadi pendudukan, karena jika
seseorang membuat sesuatu dari apa yang ditemukannya, bahan-bahan
itu adalah kepunyaannya dengan pendudukan, dan jika tidak, maka
tuntutan hak orang lain terhadap bahan itu menentukan. Perselisihan
pendapat di kalangan sarjana-sarjana hukum Romawi masa klasik
mengenai perolehan sesuatu yang menggunakan alat atau bahan orang
lain menjadi tuntutan masing-masing dari orang yang menyediakan
bahan-bahan. Ada yang menetapkan bahwa dalam hal ini orang-
orang Proculia sesuatu benda yang dibuat harus menjadi milik
pembuatnya, sebab itu dulunya belum ada. Se-baliknya orang-orang
Sabinia menetapkannya sebagai hak pihak yang mempunyai bahan-
bahan, karena tanpa bahan-bahan itu benda baru tersebut tidak akan
dapat dibuat. Pada tingkatan kematangan hukum Romawi diadakanlah
satu kompromi yang mana para sarja-na hukum Romawi menamakan
apa yang diperoleh di bawah sistem masyarakat, ekonomi dan hukum
yang berlaku sebagai perolehan sipil dan dipahamkan
bahwa asas suum cuique tribuere menjamin, bahwa benda yang
diperoleh secara demikian atau dibuat seseorang adalah kepunyaan
seseorang itu. Untuk mengantisipasi timbulnya masalah ini maka
dalam Undang-undang tentang HKI telah diatur dengan tegas
kepemilikan HKI yang ditemukan dengan mengguna kan atau atas
bantuan orang lain. Hanya dalam Rahasia Dagang pengaturan
demikian belum ada.
Perolehan hak milik pribadi ini juga dipengaruhi oleh gagasan
Stoa yang naturalis ratio bahwa kebanyakan barang di alam ini dapat
dikuasai oleh manusia. Penguasaan tersebut menun-jukkan tujuan
alamiah dari barang-barang itu. Akan tetapi meskipun demikian ada
sebagian barang-barang yang tidak dibolehkan untuk dikuasai secara
pribadi karena dianggap berlawanan dengan tujuan yang ditentukan
oleh hukum alam. Barang-barang ini disebut res extra
commercium dan ada tiga kriterianya, yaitu[45] :
1. res communes, barang-barang milik umum yang dapat di-
gunakan karena sifatnya, namun tidak dapat dimiliki. Mi-
salnya sungai, langit/udara.
2. res publicae, barang-barang yang menurut sifatnya sengaja
dibuat untuk dipakai oleh umum (pejabat pemerintah atau
kaum politik). Misalnya. jalan, jembatan.
3. res sanctae, res sacrae, atau res religiosae, barang-barang
yang telah diwakafkan untuk tujuan keagamaan.

Menurut Pound,[46] dalam hukum modern ada beberapa ke-
keliruan yang dikarenakan kekuasaan yang berdaulat untuk menga-
tur pemakaian barang-barang (imperium) dengan pemilikan (domi-
nium) dan gagasan mengenai negara sebagai satu badan hukum,
maka res publica dikategorikan sebagai milik badan perusahaan
Negara. Hal ini juga disebabkan adanya pemisahan antara barang
yang tidak dapat dipunyai sama sekali, seperti manusia, barang yang
boleh dipunyai oleh perusahaan publik tetapi tidak boleh dipindahkan
dan barang yang dipunyai oleh perusahaan dengan hak pemilikan
sepenuhnya. Kekeliruan ini terjadi juga karena adanya kecenderungan
untuk membatasi gagasan pertemuan dan pendu- dukan dengan
menjadikan res nullius(barang yang tidak ada empu- nya, seperti
binatang liar) ke res publicae (barang kepunyaan negara). Demikian
pula untuk membenarkan satu pengaturan lebih keras terhadap
pemakaianres communes oleh perseorangan (misalnya, pemakaian
aliran sungai untuk pengairan atau pembangkitan tenaga) dengan
menyatakan bahwa barang-barang itu adalah milik negara
ataudipunyai oleh negara sebagai amanat dari rakyat..
Pembelaan atas kekeliruan ini adalah bahwa pada hakikat-
nya res communes dan res nuliius yang dikatakan kepunyaan nega- ra,
tidak lain dari semacam penjagaan untuk tujuan masyarakat. Itulah
yang dikatakan imperium (mengatur pemakaian barang-ba
rang), bukan dominium (pemilikan).Pemeliharaan sumber masyara-
kat yang penting menghendaki pengaturan buat penggunaan res
communes, untuk mencegah perbenturan dan menghindarkan pem-
borosan serta menghendaki pembatasan waktu, tempat dan orang yang
boleh mengambil faedah dari res nullius itu, supaya dapat dicegah
pemusnahan barang-barang yang tak berpemilik itu[47].
Menurut Roscoe Pound, ada enam kelompok besar
teoriyang digunakan untuk memberikan keterangan yang masuk akal
ten tang milik pribadi sebagai satu lembaga sosial dan hukum,
yaitu[48] :
1. Kelompok Teori hukum alam, menjelaskan bahwa milik pri-
badi diperoleh dari mengambil asas-asas akal alamiah sifat
benda dan sifat manusia. Sifat benda diperoleh dari cara pen-
dudukan maupun dari ciptaan sedangkan sifat manusia
didasarkan pada sifat asasi manusia atau hubungan kontrak
sosial yang menyatakan atau menjamin hak-hak yang disim-
pulkan oleh akal dari sifat manusia abstrak.
2. Kelompok Metafisik (Metaphysical
Theories) berangkat dari tabiat manusia yang abstrak atau
diatas suatu perjanjian yang dianggap ada [49]. Berdasarkan
pada meum dantuum[50] (punya saya dan punya kau). maka
kepribadian manusia perseorang- an tidak boleh diganggu.
Suatu benda adalah sah kepunyaan saya, apa bila saya berhu-
bungan rapat sekali dengan benda itu sehingga orang lain yang
memakainya tanpa ijin saya, adalah merugikan saya.
3. Teori sejarah, mengemukakan bahwa pengakuan atas pemi-
likan pribadi atas harta benda tumbuh dari pengakuan atas ke-
pentingan kelompok, sama dengan pengakuan terhadap
kepentingan pribadi perorangan dipisahkan secara berangsur-
angsur dari kepentingan kelompok.
4. Teori Positif, pada dasarnya sama dengan teori metafisik dan
sejarah. Perbedaannya hanya pada asal usul benda tersebut
yang menitik beratkan penciptaaan benda-benda baru melalui
kerja sedangkan dalam kelompok metafisik dan teori
sejarah didasarkan pada pendudukan primitif atas benda-
benda yang tidak ada pemiliknya.
5. Teori psikologis (Psychological Theories) mendasarkan pada
pendapat mengenai adanya instink manusia untuk menguasai
benda-benda dalam alam milik pribadi
6. Teori sosiologis (Sociological Theories) mendasarkan pada
adanya interrelasi dari kepentingan-kepentingan dalam
masyarakat.

Menurut Ahmad M. Ramli, perlindungan rahasia dagang
didasarkan atas beberapa teori, yaitu :[51]

a. Teori Tentang Hak Milik;
Menurut teori ini, kedudukan Rahasia Dagang merupakan
benda immaterial yang sama dengan benda lainnya, sebagai salah satu
bentuk hak milik yang identik dengan aset atau investasi bagi
perorangan atau perusahaan[52]. Pemilik mempunyai hak yang sebe-
sar-besarnya untuk mempergunakan sendiri hak tersebut demi ke-
pentingan perusahaannya yang merupakan sifat eksklusif dari hak
milik rahasia dagang. Kelemahan teori ini adalah kurang memper-
hatikan kepentingan umum.[53] .

b. Teori Kontrak;
Teori ini menganut prinsip perlindungan rahasia dagang
dalam kontrak, yang diperjanjikan bahwa pihak penerima
informasi harus merahasiakan informasi yang diberikan.
Perlindungan rahasia dagang ini dapat dilihat dalam kasus American
Eutetic Weldingn Alloys Sales Co. v Dytron Aloys Corp. (2nd Cir.
1971)[54]. Selain kasus ingkar janji, teori kontrak ini juga diperluas
sampai pada hubungan kepercayaan yang disalahgunakan. Hal ini
nampak dalam kasus Rodgard Corp. v. Miner Enters, Inc. (WD NY
1989)[55],

c. Teori Perbuatan Melawan Hukum;
Menurut teori ini, seseorang dianggap telah melakukan
perbuatan melawan hukum dan dapat dituntut jika secara tanpa hak
memgunakan informasi tersebut dengan cara :
(a) diperoleh melalui tata cara yang tidak lazim atau
(b) pengungkapan atau penggunaannya mengakibatkan dilang-
garnya kerahasiaan yang diperolehnya dari orang lain yang
mengungkapkan rahasia itu kepadanya, atau
(c) mempelajari rahasia dari orang ketiga yang memperoleh
informasi itu secara tidak patut atau pengungkapan pihak
ketiga ini merupakan pelanggaran, atau
(d) orang itu mempelajari rahasia itu dan kemudian mengung-
kapkannya dengan menyatakan bahwa hal tersebut meru-
pakan pembukaan rahasia dengan sengaja.

Teori ini merupakan salah satu solusi atas konsekuensi perlindungan
Rahasia Dagang yang tidak perlu didaftarkan. Prinsip ini banyak
diterapkan di berbagai negara untuk mengatasi kegiatan persaingan
curang (unfair competition) yang dilakukan oleh kompetitor yang tidak
beritikad baik, misalnya dalam kasus Lindenbaum v Cohendengan
dasar hukum Pasal 1365 BW.[56]

d. Teori Kepentingan ;
Menurut teori ini, perlindungan rahasia dagang adalah seba-
gai penghargaan kepada masyarakat atas segala jerih payahnya berupa
kreativitas dalam melahirkan hal-hal baru yang dapat digu-nakan
untuk meningkatkan usahanya dalam mencapai kese-jahteraan umat
manusia dan kepentingan umum yang lebih luas[57]. Pemberian hak
ekslusif kepada penemu atau pemilik hak adalah un-tuk melindungi
kepentingan individu dengan ketentuan harus dise-imbangkan antara
kepentingan individu dengan kepentingan umum.

Anda mungkin juga menyukai