Anda di halaman 1dari 5

AKTIVITAS YANG TELAH, SEDANG DAN AKAN DILAKSNAKAN BERKAITAN DENGAN PENGELOLAAN LAMUN OLEH PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

1. PENDAHULAUAN Lamun Indonesia merupakan sumberdaya pesisir yang paling sedkit dipelajari dibanding ekosistem tetangganya, mangrove dan terumbu karang. Koleksi herbarium lamun dari perairan Indonesia dibuat sejak taun 1847 oleh Zollenger dan sampai 1962 oleh Kostermans (Den Hartog (1970). Sebelum tahun 1970, belum ada publikasi tentang tumbuhan ini dari perairan Indonesia. Den Hartog (1970) menyatakan ada 12 species lamun dari perairan Indonesia, tetapi tidak memasukkan Ruppia maritima yang dalam Herbarium Bogoriense tercatat dikoleksi dari Ancol, Teluk Jakarta dan Halophila beccarii yang informasi lokasinya tidak lengkap (Kiswara, 1996). Informasi awal tentang ekosistem lamun di Indonesia dipublikasikan oleh Hutomo & Matosewojo (1977), yang mempelajari komunitas ikan di padang lamun Pulau Pari. Suatu penelitian ekosistem lamun yang intensif dilakukan di perairan Indonesia pada tahun 1984, sebelum dan setelah Ekspedisi Snellius II, kerjasama antara Indonesia dan Belanda. Setalah itu penelitian lamun mulai lebih intensif dilakukan, dan makalah pendek ini menggambarkan kegiatan penelitian yang telah, sedang dan akan dilaksanakan Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2. PENELITIAN DAN INVENTARISASI Pengetahuan kita tentang komunitas lamun tropik di Indo-Pasifik sangat sedikit dibanding dengan pengetahuan para ahli di Laut Karibia. Pengetahuan ekosistem ini di Indonesia juga lebih sedikit dibanding engan dua ekosistem tetangganya, mangrove dan terumbu karang. Berikut ini adalah program penelitian yang telah, sedang dan akan dikerjakan P2O-LIPI dalam beberapa dekade yang lalu samapi saat ini dan rencana yang akan datang. 2.1.1. Program LIPI Biologi dan Inventarisasi Sumberdaya Laut (1973-1998) Program ini bertujuan untuk mengoloksi data keragaman, struktur, kerapatan dan sebaran lamun di Indonesia termasuk biota yang berasosiasi. Dalam survei lapangan, bekerjasama dengan peneliti lain yang bekerja di bidang ekosistem terkait, mangrove dan terumbu karang. Beberapa lokasi yang telah diteliti antara lain terumbu karang Taka Bone Rate, PulauPulau Padaido, Riau, Kalimantan Timur dan Maluku. Penelitian intensive dilakukan di Teluk Kotania, Seram, termasuk pemetaan dengan menggunakan pengeinderaan jauh dan sisten informasi geografi 2.1.2. Ekspedisi Snellius II (1985-1986) Kerjasama penelitian laut antara Indonesia dan Belanda ini mempunyai lima tema: Sistem Pelagis, Input Sungai terhadap Sistem Bahari, Ventilasi Laut Dalam, Terumbu Karang dan Geologi dan Gefisika. Lamun termasuk dalam tema 4, Terumbu Karang,. Beberapa lokasi penelitian lamun meliputi Pulau-Pulau Taka Bone Rate, Pulau Komodo, dan Pulau Sumbawa dimana data yang

dikumpulkan antara lain keragaman jenis dan struktur komunitas termasuk substratnya. Eksperimen mengenai produksi dan respirasi juga dilakukan.. 2.1.3. ASEAN-Australia Cooperative Program on Marine Science (1986-1995) Program ini telah memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan kapasitas peneliti ASEAN dalam mengkaji status sumberdaya hayati pesisir yang meliputi mangrove, terumbu karang, padang lamun dan komunitas dasar lunak (soft bottom community). Program ini telah berhasil menyusun panduan sampling lapangan dan managemen basis data. Manualnya telah dipakai dalam program pemantau terumbu karang dunia. Program I ni merupakan salah satu program ASEAN yang berhasil bekerja sama dengan partner dialognya. 2.1.4. Proyek Buginesia (1993-1996) LIPI secara fisik tidak terlibat dalam kerjasama penelitian antara Indonesia yang diwakili oleh Universitas Hasanuddin dan Belanda. Program ini meliputi berbagai disiplin ilmu dan yang penting adalah dimulainya penelitian dinamika dan proses ekologis di ekosistem lamun. Ada dua disertasi mengenai dinamika nutrient di padang lamun (Erftemeyer, 1993) dan faktor-faktor yang menentukan konservasi dan kehilangan nitrogen dan fosfor di padang lamun (Stapel, 1997). Kedua disertasi ini merupakan sumbangan ilmu penegetahuan yang penting di bidang dinamika nutrient di padang lamun tropika. 2.1.5. LIPI-JSPS (Japan Society for the Promotion of Science) (1985-sekarang) CooperativePprogram on Indonesian Marine Biodiversity Pada dasarnya, program ini didanai oleh LIPI (bagi peneliti Indonesia) dengan mengundang partner dari Jepang untuk bekerja sama guna meningkatkan luaran dari program penelitian LIPI ini. Peneliti Indonesia yang terlibat mendapat kesempatan untuk mengolah data di lembagalembaga penelitian di Jepang dimana mitra mereka bekerja, dengan dana dari JSPS. Fase pertama Fase pertama program ini dilaksanakan di Lombok dan difokuskan di padang lamun Teluk Kuta, pantai selatan Lombok. Salah satu luaran yang siginifikan adalah tersusunnya Panduan Identifikasi Biota di Padang Lamun Lombok: Field Guide to Lombok Island: Identification Guide to Marine Organisms in Seagrass Beds of Lombok Isaland, Indonesia. (Matsuura et al., 2000) 2.1.5. Sensus Biota Laut (2003-2007?) Program ini merupakan sub program dari program riset kompetitif LIPI yang terhenti di tengah jalan dan digabungkan dengan sub-program lain. Salah satu kegiatan yang berkaitan dengan ekosistem lamun adalah kegiatan riset konektivitas lamun dan terumbu karang di Pulau Derawan. Hasil riset ini tidak terlalu bermakna untuk menjelaskan konektivitas lamun dan terumbu karang. 3. 3.1. PERENCAAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR Marine Resources Evaluation and Planning Project (1993-1998)

Program ini didanai dari pinjaman Bank Pembangunan Asia yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitan perencanaan dan pengelolaan laut dan pesisir di 10 provinsi dan pengembanagan serta penguatan system informasi laut dan pesisir. Keterlibatan LIPI dalam program ini diwakili oleh peneliti dari Balai Penelitian Sumberdaya Laut Ambon. Kegiatan yang banyak melibatkan peneliti dalam survey lapangan untuk pemetaan ekosistem pesisir dan laut, termasuk pdang lamun. Luaran dari proyek ini tidak begitu jelas dan data serta informasi yang telah terkumpul juga sulit dilacak lagi keberadaannya. Meskipun demikian manfaat yang diperoleh oleh peneliti LIPI cukup bermakna dalam bidang pemetaan ekosistem melalui penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. 3.2. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (1998-sekarang) Tujuan utama dari program ini adalah perlindungan, rehabilitasi dan pemanfaatan berkelanjutan sumbrdaya terumbu karang Indonesia dan ekosistem yang terkait. Meskipun ada perkataan ekosistem terkait, tetapi program ini sangat terfokus pada terumbu karang. Kegiatan berkaitan dengan penelitian dan pengelolaan padang lamun hamper tidak pernah didiskusikan. Ada kegiatan kecil di pantai Tanjung Merah, Selat Lembah, Kota Bitung yang mempelajari konektivitas lamun dan terumbu karang. Kegiatan disini dintegrasikan juga dengan program JSPS dan menghasilkan buku Fishes of Bitung (Kimura & Matsuura, 2003) dan buku tentang Biota yang berasosiasi di padang lamun (Susetiono, 200?) 3.3. Banten Bay Integrated Coastal Zone Management (1998-

Proyek ini merupakan kerjasama antara Indonesia dan Belanda yang merupakan bagian dari program LOICZ (Land Ocean Interaction in the Coastal Zone) dibawah International Geosphere and Biosphere Programme (IGBP). Lingkup kegiatan meliputi riset, analisis data dan pengembanagan system informasi dan SIG. Aktivitas riset meliputi aspek biotik dan abiotik. Penelitian biotik meliputi topik-topik sebagai beriku: The function of Enhalus acoroides in Banten Bay Technical interactions in the major demersal fisheries and the importance of vegetated habitats as nursery ground of fry young groupers and snappers in Banten Bay Coral community dynamics of an Indonesian coral reef under stress focus Banten Bay; and Population dynamics of bird selected species in Banten Bay, their food requirements and changing environment. Topik riset pertama dikerjakan oleh peneliti LIPI dan diharapkan menjadi disertasi Wawan Kiswara untuk memperoleh gelar Ph.D. Tetapi sampai saat ini penyelasian disertasi tersebut masih belum final dan diharapkan Desmber tahun ini dapat diselesaikan oleh yang bersangkutan. 3.4. UNEP/GEF South China Sea Project (2002 2010). Program regional ini diikuti oleh 7 negara, terdiri dari enam negara ASEAN, Cambodia, Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam ditambah China. Tujuan akhir programnya tercermin dalam tema programnya: Reversing Environmental Degradation Trends in the South China Sea and Gulf of Thailand sedangkan tujuan utamanya adalah: to create an environment at the

regional level, in which collaboration and partnership in addressing environmental problems of the South China Sea, between stakeholders, and at all levels is fostered and encouraged; and to enhance the capacity of the participating governments to integrate environmental consideration into national development planning. Program kegiatan terdiri dari 2 komponen: (i) Pollution from Land-based sources dan (ii) Habitat Degradation and loss. Kompenen 2 terdiri dari 4 subkomponen: (i) mangrove; (ii) coral reef; (iii) seagrass; dan (iv) wetland. Di Indonesia, kegiatan ini dikordinasikan oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. P2O-LIPI melaksanakan dua kegiatan sub-komponen yaitu terumbu karang dan lamun. Dalam pelaksanaannya, proyek ini dibagi dlam 2 fase: fase persiapan (2002-2005) dan fase pelaksanaan (2005-2008). Dalam fase persiapan, sub-komponen lamun telah menyiapkan beberapa dokumen: (1) National Seagrass Report (2002) (2) Review National Data: A. The Status of Indonesian Seagrass Ecosystem; dan B. Past and Going Activities related to Management of Indonesian Seagrass Ecosystem (2003); (3) Policy, Strategy and Action Plan for management of Seagrass Ecosystem in Indonesia (2003) (4) Kuriandewa T.E., W. Kiswara, M. Hutomo, and S. Soemodihardjo (2003). The seagrass of Indonesia. In: E.P. Green and F.T. Short, (eds). World Atlas of Seagrass: pp. 171-182. Prepared by UNEP World Conservation Monitoring Centre, University California Press, Berkeley, USA. (5) Kajian Asosiasi Ekosistem Padang Lamun dan Terumbu Karang di Pesisir Timur Pulau Bintan (2004), bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Program COREMAP II; (2004) (6) Kajian Valuasi Ekonomi Padang Lamun di Pesisir Timur P. Bintan (2006) Dalam fase pelaksanaan, LIPI memperoleh hibah dana dari GEF melalui saluran UNEP di Nairobi untuk melaksanakan proyek Demoste Pengelolaan Padang Lamun di Pantai Trikora, Pesisir Timur P. Bintan. Program ini merupakan program Pengelolaan Padang Lamun pertama di Indonesia yang dimulai awal tahun 2008 dan akan berakhir pada Desember 2010. Tujuan utama proyek in adalah Mengurangi tekanan lingkungan terhadap salah satu ekosistem lamun yang penting di tingkat regional melalui cara yang efektif. Sedangkan manfaat yang diharapkan adalah: (1) Mafaat bagi ekosistem: perlindungan terhadap ekosistem lamun; dan (2) Manfaat bagi ikan dan biota lainnya; konservasi daerah asuhan dan pemijahan bagi ikan dan biaota lainnya yang mempunyai makna litas batas negara; (3) Manfaat masyarakat: peningkatan matapencaharian bagi penduduk etempat (1) (2) (3) Proyek ini mempunayi 3 komponen kegiatan: Komponen 1: Meningkatkan Pengelolaan Lamun dan Habitat Trkait Komponen 2: Meningkatkan Kesadaran dan Pembangunan Kapasitas Penigkatan Aktivitas Ekonomi yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Capaian utama saat ini adalah penetapan Daerah Perlindungan Padang Lamun berbasis masyarakat di tiga desa: Berakit, Malang Rapat dan Teluk Bakau. Capaian ini akan ditindak lanjuti dengan Peraturan Desa yang diharapkan keluar pada akhir tahun 2009 ini. Capaian lain yang diharapkan

selesai pada akhir tahun ini adalah ( i) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Timur Pulau Bintan; dan (ii) Rencana Pariwisata Bahari Berkelanjutan dan Penataan Ruangnya. 3.5. Riset Kompetitif-LIPI (2004-sekarang) Pada tahun anggaran 2008 dan 2009 ada satu kegiatan yang dibiayai oleh program kompetitif LIPI yang berkaitan dengan penelitian lamun dan penelitian sosial ekonomi masyarakat pesisir. Penelitian ini dimaksudkan sebagai bagian dari dana pendamping dari hibah GEF/UNEP untuk pelaksanaan proyek demosite lamun. Salah satu luaran yang diharapkan adalah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Timur Pulau Bintan. 3.6. Inventarisasi dan Pemetaan Sumberdaya Lamun Indonesia (LIPI-DKP)( 2008-sekarang Sejak tahun 2007/2008 DKP ( Direktorat Konservasi) dibantu oleh tenaga peneliti P2O-LIPI melaksanakan inventarisasi dan pemetaan lamun Indonesia. Beberapa lokasi telah terpetakan antara lain Pengudang (Bintan), Sanur (Bali), Gili Sulat (Lombok), Minahasa Utara (Sulawesi Utara), Teluk Kotania (Seram, Maluku) dan Kei (Maluku Tenggara). Pada tahun-tahun mendatang sudah direncakan lokasi-lokasi lain untuk iinventarisasi dan dipetakan sehingga dapat dihitung secara akurat luasnya. Setelah diinventarisasi dan dipetakan, timbul pertanyaan mau diapakan? Seyogyanya mulai dilakukan program konservasi terhadap ekosistem ini, misalnya dikembangkan demosite pengelolaan di lokasi-lokasi yang sudah ada informasi dasar awal tersebut. 4. DAFTAR PUSTAKA Brouns, J.J.W.M. 1985. A preliminary study of the seagrass Thalassodendron ciliatum (Forsk) den Hartog, from eastern Indonesia. Biological Results of the Snellius II Expedition. Aquatic Botany 23:249-260 Den Hartog, C. 1970. Seagrass of the world. North-Holand Pub. Co. Amsterdam. Erftemeyer, P..L.A. 1993. Factors limiting growth and production of tropical seagrass: Nutrient dynamics in Indonesian Seagrass Beds. Ph.D. Thesis Nijmegen Catholoc University, Nijmegen, the Netherlands. Hutomo, M. 1985. Telaah ekologik komunitas ikan pada padang lamun (Seagrass, Anthophyta) di perairan Teluk Banten. Thesis Doktor, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hutomo, M. and S. Martosewojo 1997. The fishes of seagrass community on the west side of Burung Island (Pari Island, Seribu Island) and their variation in abundance. Marine Research in Indonesia 17:147-172. Kiswara, W. and M. Hutomo 1985. Seagrass, its habitat and geographical distribution. Oseana X(1): 21-30 Stapel, J. 1997. Nutrient dynamics in Indonesian Seagrass Beds: factors determining conservation and loss of nitrogen and phosphorus . Phd. Thesis. Nijmegen Catholic University, Nijmegen, the Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai