63 63 ISOLASI DAN SKRINING MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT PEMBAWA GEN GLUKANSUKRASE DARI MAKANAN DAN MINUMAN MENGANDUNG GULA
Amarila Malik *) , Ajitya Kurnia Hermawati, Mahardhika Hestiningtyas, Atiek Soemiati, dan Maksum Radji
Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
*) E-mail: amarila.malik@ui.ac.id
Abstrak
Eksopolisakarida (EPS) mempunyai banyak manfaat dalam industri farmasi, kosmetik, dan makanan. Bakteri asam laktat (BAL) menghasilkan berbagai macam EPS dan mempunyai gen-gen sukrase glukansukrase/glukosiltransferase (gtf) dan fruktansukrase/fruktosiltransferase (ftf) yang berperan dalam produksi EPS. Pada penelitian ini, isolasi dan skrining BAL penghasil EPS (BAL-EPS) dilakukan pada medium agar modifikasi de Mann-Rogosa-Sharpe (MRS) dengan penambahan 10% sukrosa terhadap BAL yang diisolasi dari berbagai makanan dan minuman khas asal sumber lokal yang mengandung gula. Penelitian ini bertujuan memperoleh BAL-EPS beserta skrining molekuler adanya gen gtf maupun identifikasi molekuler galur menggunakan teknik PCR. Sepasang primer degenerate DegFor dan DegRev, dengan sasaran conserved region pada ranah katalitik gen gtf digunakan untuk melacak adanya gen gtf, sedangkan primer LABfw dan LABrv digunakan untuk identifikasi molekuler berdasarkan gen 16S rRNA. Amplikon berukuran kurang lebih 660 pasangan basa (pb) dengan target gen gtf telah diperoleh pada 13 dari 16 galur yang diuji. Hasil PCR untuk identifikasi gen 16S rRNA dan analisis sekuen DNA dengan menggunakan blastn bagi galur positif gtf adalah semua galur teridentifikasi sebagai BAL. BAL yang masih sedikit dilaporkan memproduksi EPS berhasil diperoleh yaitu Weissella. Galur-galur BAL yang diperoleh berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber gen-gen sukrase yang baru maupun produk polimer EPS yang unik.
Abstract
Isolation and Molecular Screening of Glucansucrase Gene Harboring-Lactic Acid Bacteria. Exopolysaccharides (EPS) have been possessed to be used in pharmaceutical, cosmetic and food industries. Lactic acid bacteria (LAB) produce a wide variety of exopolysaccharides and carries sucrase genes glucansucrase/glucosyltransferase (gtf) and fructansucrase/fructosyltransferases (ftf) for EPS production. In this study, the isolation and screening of EPS producing-LAB (EPS-LAB) were carried out on modified de Mann-Rogosa-Sharpe (MRS) agar medium supplemented with 10% of sucrose on LAB isolated from various unique sugar containing-foods and -beverages originated from local sources. Besides obtaining EPS-LAB, this study aimed to screen for gtf gene as well as to molecular identify strains by using PCR technique. Degenerate primer pairs DegFor and DegRev which targeted the conserved region of gtf genes catalytic domain were used, whereas LABfw and LABrv were used to molecular identify strains using 16S rRNA gene. An approximately 660 base pairs (bp) amplicons which targeted gtf gene were obtained from 13 out of 16 srains chosen. Result from PCR of 16S rRNA gene identification on gtf positive strains revealed that all strains were molecular identified as LAB after DNA sequencing analysis by using blastn. A rare EPS-producing LAB were obtain i.e. Weissella. Strains obtained in this study are potential sources for exploring novel sucrase gene/s and obtain unique EPS polymer product/s.
Eksopolisakarida (EPS) merupakan polisakarida yang telah banyak diaplikasikan dalam industri makanan serta berpotensi dalam industri farmasi dan kesehatan [1]. Berbagai EPS telah digunakan dalam bidang farmasi dan kesehatan yaitu diantaranya dekstran dan inulin. Dekstran banyak diteliti sebagai salah satu matriks bagi MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 63-68
64 sistem penghantaran obat baru berbentuk konjugat yang berikatan dengan protein [2]. Inulin dan fruktooligosakarida (FOS) dengan derajat polimerisasi (DP) tertentu sangat penting untuk bidang pangan, seperti dietary supplement, maupun untuk bidang farmasi, yaitu sebagai bahan penstabil obat protein/peptida [3].
Bakteri asam laktat (BAL) yang dikenal dengan status GRAS (generally recognized as safe) diketahui sebagai mikroba penghasil EPS [4]. Eksopolisakarida dari mikroba dibedakan menjadi dua tipe, yaitu homopolisakarida (HoPS) dan heteropolisakarida (HePS). Untuk sintesis homopolisakarida dari sukrosa, BAL memperkerjakan enzim ekstraseluler berukuran besar, yaitu enzim glukansukrase atau glukosiltransferase (gtf) dan fruktansukrase atau fruktosiltransferase (ftf). Enzim-enzim ini berguna untuk sintesis EPS glukan atau EPS fruktan berbobot molekul besar dari substrat sukrosa [5,6].
Indonesia berpotensi sebagai sumber organisme langka, dalam hal ini BAL penghasil EPS (BAL-EPS), dan berpotensi pula sebagai sumber BAL-EPS dengan gen- gen sukrase yang unik maupun produk polimer EPS yang selama ini belum/belum banyak dilaporkan [7]. Sumber dan spesies galur BAL akan berkontribusi terhadap kekayaan dan keragaman gen gtf dan ftf. Penemuan gen-gen gtf maupun ftf baru akan berkontribusi pada keragaman enzim yang terlibat dalam sintesis EPS yang dampaknya akan memperkaya jenis-jenis polimer dan kemanfaatannya baik di industri bidang farmasi, kesehatan dan pangan [8,9].
Saat ini juga tengah banyak diteliti gen penyandi sukrosafosforilase (SPase) dari BAL yang berpotensi untuk diaplikasikan dalam bidang kefarmasian untuk modifikasi non-kimiawi berbagai bahan baku. Salah satunya adalah transglukosilasi untuk memperoleh bentuk glukosil yang lebih stabil atau lebih mudah larut dalam air. Potensi SPase juga telah dilaporkan berperan dalam sintesis senyawa antikanker yang potensial yaitu bekerja terhadap substrat sukrosa dan fosfat anorganik, maka SPase akan mengkatalisis sukrosa menjadi glukosa-1 fosfat (G1P) dan fruktosa [10-12].
Makanan dan minuman yang banyak mengandung gula sukrosa dilaporkan berpotensi besar untuk dapat menjadi sumber galur-galur BAL-EPS yang mengandung gen gtf maupun ftf [8]. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan isolasi BAL-EPS dari berbagai sumber makanan dan minuman khas yang dilanjutkan dengan skrining molekuler gen gtf terhadap DNA genomik koleksi BAL-EPS. Metode skrining molekuler dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer degenerate DegFor dan DegRev yang digunakan oleh Kralj, et al, 2003 [6] dan telah dimanfaatkan pula pada penelitian sebelumnya [8,9]. Target primer degenerate Deg
Gambar 1. Sekuens Primer Degenerate dan Situs Pelekatannya pada Ranah Katalitik gtfA Lb.reuteri 121 [6]
mengikuti struktur gen gtfA Lb.reuteri 121, yaitu terdiri dari i). sekuens sinyal terminal-N, ii). daerah yang bervariasi, iii). ranah katalitik, dan iv). ranah terminal-C yang diduga sebagai situs pengikatan glukan. Metode ini dipilih karena terbukti efisien dan tepat untuk mengidentifikasi gen gtf pada BAL penghasil EPS.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh BAL-EPS dengan cara melakukan isolasi BAL-EPS dari beberapa makanan dan minuman khas dari sumber lokal yang mengandung gula, serta melakukan skrining molekuler gen gtf dari DNA genomik koleksi galur BAL-EPS tersebut dengan teknik PCR menggunakan primer degenerate. Identitas BAL-EPS pembawa gen gtf juga akan diidentifikasi secara molekuler dengan menggunakan gen 16S rRNA dan PCR.
2. Metode Penelitian
Sampel makanan dan minuman serta galur BAL. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 macam makanan dan minuman khas asal sumber lokal yang beredar di pasaran, yaitu es cendol, es cincau, bajigur, tape ketan, es podeng, dan es buah dari daerah Ciputat, puli dan wedang ronde dari Solo, serta gatot dari Yogyakarta. Kontrol positif untuk skrining molekuler gen gtf adalah DNA genomik yang diisolasi dari Weisella confusa MBF 8-1 koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah dikarakterisasi [9]. Sedangkan kontrol negatif yang digunakan adalah DNA genomik Lactobacillus gasseri pemberian Prof. Dr. L. Dijkhuizen, Departement of Microbial Physiology, Rijksuniversiteit Groningen (RuG), The Netherlands.
Penyiapan sampel. Untuk sampel yang bersifat cairan, sebanyak 5,0 mL sampel dipipet, dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL, dan disuspensi dalam akuabides steril hingga tanda batas sehingga diperoleh pengenceran 10x. Suspensi tersebut kemudian divortex dan dipipet sebanyak 0,1 mL serta dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 9,9 mL akuabides steril sehingga diperoleh pengenceran 10 3 x. Selanjutnya dibuat pengenceran 10 4 x, 10 6 x dan 10 7 x. Sebanyak 0,03 mL sampel hasil pengenceran 10 3 x, 10 4 x, 10 6 x, dan 10 7 x disebar di medium modifikasi agar MRS-sukrosa 2% dengan penambahan sikloheksimida 0,01%. Sampel diinkubasi pada suhu 32
C selama 24 jam atau sampai 3 hari. MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 63-68
65 Untuk sampel yang bersifat padatan, sebanyak 5,0 g sampel ditimbang dalam botol timbang, dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL, dan disuspensi dalam akuabides steril hingga tanda batas sehingga diperoleh pengenceran 10x. Suspensi tersebut divortex, dan selanjutnya dilakukan sebagaimana tahapan yang sama dengan sampel cairan yang telah dideskripsikan sebelumnya.
Isolasi BAL-EPS. BAL-EPS diisolasi berdasarkan produksi EPS dari koloni yang tumbuh berupa lendir mukoid dan/atau ropy pada medium agar. Selanjutnya dilakukan pemindahan koloni tunggal ke medium agar MRS untuk purifikasi dan kemudian dipindahkan lagi ke medium modifikasi agar MRS-sukrosa 2% dan 10% untuk pengamatan pada skrining BAL-EPS. BAL dinilai positif sebagai BAL-EPS apabila terjadi peningkatan produksi lendir dari medium MRS ke medium MRS- sukrosa 2% dan ke medium MRS-sukrosa 10%.
Ekstraksi DNA Genomik. Ekstraksi DNA genomik dilakukan menggunakan metode modifikasi Murray dan Thompson menggunakan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) [13] sebagaimana dideskripsikan pada penelitian sebelumnya [7-9]. DNA yang diperoleh diperiksa kualitasnya pada gel agarosa dengan konsentrasi 1,5% dalam dapar TAE (Tris Asetat EDTA) 1 X. Pita-pita DNA diamati di bawah UV transilluminator pada panjang gelombang 590 nm dan didokumentasikan dengan sistem analisis BioDocAnalyze 2.2 R (Biometra, Germany).
PCR. PCR untuk skrining molekuler gen gtf dilakukan menggunakan RTG R PCR beads (GE Healthcare) pada mesin thermal cycler model MJ Mini (Biorad). Beads tersebut mengandung campuran siap pakai Taq polimerase beserta buffer dan dNTP. Komposisi untuk campuran reaksi PCR dengan total volum 25 L adalah sebagaimana dideskripsikan [9], yakni, 1 M masing-masing pasangan primer, lebih kurang 50 ng DNA, dan setengah bagian dari 1 (satu) beads yang telah diresuspensi dengan ddH 2 O dengan konsentrasi polimerase 1,25 unit/reaksi. MgCl 2 25 mM yang digunakan dalam reaksi adalah 3,75 L per reaksi.
Semua primer oligonukleotida yang digunakan di dalam penelitian ini tercantum dalam Tabel 1. Kondisi PCR yang digunakan untuk skrining molekuler gen gtf sebagaimana yang diuraikan oleh Kralj, et al. [6] dan yang telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya [8,9]. Amplikon yang dihasilkan mempunyai ukuran kurang lebih 660 pb yang diamati pada gel agarosa 1,5% dengan penanda ukuran molekular 1KB Plus DNA ladder (Invitrogen, USA) 5 L yang diresuspensikan dengan 3 L loading buffer.
Untuk identifikasi molekuler galur BAL-EPS pembawa gen gtf dengan gen 16S rRNA dilakukan PCR menggunakan primer LABFw dan LABRv sebagaimana tercantum pada daftar pada Tabel 2. Primer LABfw dan LABrv merupakan primer dengan sekuens target adalah daerah 677-693 penomoran gen 16S rRNA E. coli [14]. Kondisi PCR yang digunakan sebagaimana yang dideskripsikan [7,9]. Amplikon yang dihasilkan mempunyai ukuran kurang lebih 700 pb.
Purifikasi amplikon DNA. Amplikon yang diperoleh dari PCR 16S rRNA diisolasi dan dipurifikasi dari gel agarosa menggunakan Gel/PCR DNA Fragments Extraction Kit [Geneaid, Germany], atau Wizard R Gel Extraction Kit [Promega, USA].
Sekuensing DNA. Analisis sekuens DNA amplikon hasil PCR gen 16S rRNA dilakukan dengan automated DNA sequencer (ABI Prism 3100 Genetic Analyzer, Applied Biosystem, USA) setelah dilakukan purifikasi terlebih dahulu dan dilakukan tahap cycle sequencing menggunakan kit Big Dye Terminator R v3.1 (Applied Biosystem). Purifikasi amplikon, cycle sequencing dan pengumpulan data sekuen dilakukan di Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Jakarta. Selain itu, sekuensing DNA dilakukan pula di Division of Bioinformatics and Genomics, Graduate School of Biological Sciences, Nara lnstitute of Science and Technology (NAIST), Japan dengan mesin dan kit yang sama. Cycle sequencing dilakukan pada mesin thermal cycler Verity (Applied Biosystem, USA) dengan reaksi sebagai berikut: 1 L premixed Big Dye Terminator R v3.1, 0,5 L buffer 5X, 2 pmol primer forward atau reverse, DNA cetakan yang sudah diencerkan 10X, dengan volum total 5 L. Data sekuens diolah menggunakan program Genetyx R (Applied Biosystem, USA).
Accession number nukleotida gen parsial 16S rRNA. Sekuens-sekuens nukelotida yang diperoleh dalam penelitian ini telah tersedia di database GenBank dengan accession number GU049402-GU049414 dan GU056835. Upload dilakukan dengan mengakses melalui situs web GenBank dan selanjutnya disubmit via bankit.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil isolasi BAL-EPS dari 9 sampel makanan dan minuman mengandung gula khas asal sumber lokal dari daerah Ciputat, Tangerang dan Solo serta Yogyakarta, Jawa Tengah pada medium modifikasi agar MRS- sukrosa 2%-sikloheksimida 0,01%, kemudian pada medium agar MRS dan selanjutnya pada medium modifikasi agar MRS-sukrosa 10 % diperoleh 4 isolat dari es cendol, 11 isolat dari es cincau, 5 isolat dari bajigur, 3 isolat dari tape ketan, 15 isolat dari es podeng, 9 isolat dari puli, 6 isolat dari es buah, 8 isolat dari wedang ronde, dan 4 isolat dari gatot dengan total 65 isolat.
MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 63-68
66 Sampel sumber BAL dipilih berdasarkan atas kandungan gula sukrosa. Gula sukrosa yang terdapat dalam sampel merupakan substrat yang baik bagi tumbuhnya BAL-EPS. Dengan substrat gula sukrosa, maka enzim sukrase yang dimiliki BAL baik itu glukansukrase/glukosiltransferase (gtf) dan fruktan- sukrase/fruktosiltransferase (ftf) akan memecah sukrosa dan menggunakan energi yang dilepaskan untuk menggabungkan unit gula sehingga membentuk rantai polimer gula (poligula), yaitu EPS [1].
Koloni yang dipilih pada penelitian ini berdasarkan pengamatan fenotipik dari EPS yang dihasilkan, yaitu mukoid dan ropy. Koloni mukoid memiliki penampakan yang mengkilat dan berlendir, namun tidak membentuk filamen panjang saat diambil dengan ose. Sedangkan koloni ropy membentuk filamen panjang dengan metode ini.
Produksi EPS meningkat sebanding dengan bertambahnya konsentrasi sukrosa dalam medium dan hal itu berkaitan dengan enzim sukrase yang dimiliki BAL [15]. BAL dinilai positif sebagai BAL-EPS apabila terjadi peningkatan produksi lendir dari medium modifikasi agar MRS-sukrosa 2% ke medium modifikasi agar MRS- sukrosa 10%. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap jumlah EPS yang dihasilkan dan isolat BAL yang menghasilkan EPS banyak dipilih untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Isolat BAL yang terbukti positif menghasilkan EPS berjumlah 65 dari total 108 isolat yang dihasilkan saat tahap purifikasi.
Galur BAL yang dipilih untuk ekstraksi DNA dipilih pula untuk diskrining terhadap gen gtf berdasarkan kemampuannya dalam menghasilkan EPS dalam jumlah banyak serta dapat mewakili seluruh sampel makanan dan minuman yang digunakan dalam penelitian. Sebanyak 16 isolat BAL dipilih untuk tahap ekstraksi DNA.
Pada skrining molekuler gen gtf terhadap BAL-EPS dengan PCR diperoleh hasil sebagai berikut: dari 17 isolat DNA yang terpilih mewakili masing-masing sampel, 13 diantaranya positif gen gtf dengan amplikon berukuran lebih kurang 660 pb, sedangkan 4 isolat DNA sisanya tidak menghasilkan amplikon tersebut. Galur BAL-EPS yang positif gtf dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada amplikon dari DNA galur MBFCND13 terdapat tampilan dua pita di sekitar 660 pb (Gambar 2). Galur tersebut diduga membawa dua gen gtf yang berbeda yang dapat teridentifikasi menggunakan primer Deg. Namun kemungkinan tersebut masih harus dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut melalui proses sekuensing dari kedua pita yang dihasilkan.
Hal ini sebagaimana yang telah dilaporkan pada isolat BAL Weisella confusa MBF 8-1, yang digunakan sebagai
Keterangan: M. 1 Kb Plus R DNA Ladder; lajur 1. W. confusa MBF 8- 1; lajur 2. L. gasseri; keduanya merupakan kontrol positif dan negatif; 3. amplikon MBFCND13. Gambar 2. Hasil PCR Gen gtf BAL-EPS MBFCND13 dengan lebih dari Satu Amplikon di sekitar 660 pb
kontrol positif, yang terbukti memiliki dua gen gtf yang berbeda, yaitu pertama yang mempunyai kemiripan dengan gtf dari GTFB Lactobacillus reuteri 121dan kedua dengan gtf dari GTF180 Lb. reuteri 180 [9]. Disamping itu, pada amplikon dari isolat DNA CNC 8 tampak adanya pita DNA yang terletak di bawah amplikon gen gtf berukuran 660 pb. Kemungkinan DNA genomik dari isolat BAL itu memiliki daerah lain yang mempunyai sekuens mirip dengan sekuens daerah lestari dari ranah katalitik sehingga pasangan primer Deg dapat mengamplifikasi daerah non spesifik sebagaimana yang teramati pada gel agarosa.
Skrining molekular gen gtf yang dilakukan dengan primer degenerate DegFor dan DegRev mentarget gen penyandi enzim GS [6]. Primer tersebut dirancang berdasarkan sekuens homolog pada ranah katalitik gen gtf yang disimpulkan dari gen gtf Lb. Reuteri (gtfA), Streptococcus downei (gtfS), S. mutans (gtfC), S. downei (gtfI), S. salivarus (gtfK dan gtfM), serta dsrA Leuconostoc mesenteroides. Primer degenerate berguna untuk mengamplifikasi suatu fragmen DNA yang belum banyak diketahui urutan nukleotidanya sehingga primer yang spesifik tidak dapat dibuat. Primer semacam ini berguna untuk mengamplifikasi suatu gen yang belum diketahui urutan nukleotidanya tetapi gen tersebut termasuk ke dalam kelompok famili gen tertentu [16].
Sebanyak 13 amplikon hasil PCR gen 16S rRNA yang disekuensing di Laboratorium Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta dan di Division of Bioinformatics and Genomics, Graduate School of Biological Sciences, Nara Institute of Science and Technology (NAIST), Japan, semua teridentifikasi sebagai BAL dengan homologi antara 93%-100%. Hasil analisis sekuens dengan program nucleotide BLAST untuk identitas BAL dapat dilihat pada Tabel 1. Primer gen 16S rRNA yang digunakan sudah berhasil mengidentifikasi BAL dari penelitian-penelitian yang dilaporkan [7,9,14].
Konsentrasi MgCl 2 ditingkatkan pada pemelitian ini. MgCl 2 berperan sebagai kofaktor enzim DNA Taq MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 63-68
67 Polymerase yang dapat meningkatkan ketelitian enzim tersebut dalam mempolimerisasi. Untuk proses PCR yang menggunakan primer degenerate MgCl 2 akan lebih banyak dibutuhkan dibandingkan dengan jika menggunakan primer spesifik. Hal ini disebabkan karena primer degenerate merupakan campuran oligonukleotida yang bervariasi dalam hal urutan basa nukleotidanya, yang memiliki kemiripan yang sangat tinggi karena dirancang berdasarkan kemiripan sekuens antar daerah lestari tertentu berbagai gen yang diinginkan. Oleh karena itu, ketelitian yang tinggi dari enzim DNA Taq Polymerase sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi pelekatan primer yang paling spesifik dan sesuai dari campuran primer yang ada tersebut sehingga menghasilkan identifikasi yang efisien dan tepat dari gen target [17].
Namun MgCl 2 juga berfungsi menetralkan gaya tolak menolak antara tulang punggung primer dan tulang punggung DNA cetakan sehingga membantu proses pelekatan primer pada DNA cetakan. Oleh karena itu kelebihan MgCl 2 dapat menyebabkan amplifikasi yang tidak spesifik (primer dapat berikatan ke tempat yang tidak spesifik atau mismatches) sementara kekurangan MgCl 2 dapat menyebabkan kegagalan amplifikasi akibat gaya tolak menolak yang terlalu besar [16].
Primer degenerate telah banyak digunakan untuk mengisolasi gen baru atas dasar kesamaan sekuens DNA dan atau sekuens asam amino, serta dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi gen-gen homolog yang terdapat pada organisme sekerabat yang mempunyai kemiripan tinggi [6,8].
Dari isolat-isolat BAL yang telah diidentifikasi maka diperoleh galur-galur yang masih jarang dipublikasikan menghasilkan eksopolisakarida, yaitu Weissella. Galur galur Weissella tersebut adalah W. salipiscis, W. confusa dan W. cibaria yang diisolasi dari sumber makanan/minuman khas. Terbukti bahwa dari alam Indonesia dapat diperoleh berbagai mikroba potensial dengan cukup mudah, baik dari makanan dan minuman khas asal sumber lokal maupun dari sumber-sumber lainnya, seperti ampas bahan makanan/minuman maupun lingkungan [7-9].
Tabel 1. Primer Oligonukleotida yang digunakan untuk Skrining Molekuler Gen gtf dan Identifikasi Molekuler Galur dengan Gen 16S rRNA
Nama Sekuens Acuan DegFor 5-GAYAAYWSNAAYCCNRYNGTNC-3 Kralj et al., 2003 [6] DegRev 5-ADRTCNCCRTARTANAVNYKNG-3 Kralj et al., 2003 [6] LABfw 5 -AGAGTTTGATYDTGGCTCAG- 3 Heilig et al., 2002 [14] LABrv 5-CACCGCTACACATGGAG- 3 Heilig et al., 2002 [14] (Y= T or C, K= G or T, W= A or T, S= C or G, R= A or G, D= A or C, N= inosin)
Tabel 2. Galur-galur BAL-EPS yang Positif gtf dengan Identitas berdasarkan Gen 16S rRNA No Nama Galur Homologi (% identitas) Identitas GenBank Accession number Sumber, asal 1 MBFPDG-2 96 Leuconostoc citreum GU049407 Es Podeng, Ciputat 2 MBFPDG-10(1) 98 Weissella confusa GU049409 Es Podeng, Ciputat 3 MBFPDG-15 100 Leuconostoc citreum GU049403 Es Podeng, Ciputat 4 MBFCNC-2(1) 98 Weissella confusa GU049406 Es Cincau, Ciputat 5 MBFCNC-8 99 Leuconostoc citreum GU049411 Es Cincau, Ciputat 6 MBFCNC-11 99 Weissella cibaria GU056835 Es Cincau, Ciputat 7 MBFCND-13 99 Leuconostoc lactis GU049408 Es Cendol, Ciputat 8 MBFWRS-3 98 Weissella cibaria GU049404 Wedang Ronde, Solo 9 MBFWRS-5 100 Leuconostoc mesenteroides GU049412 Wedang Ronde, Solo 10 MBFWRS-6 98 Leuconostoc mesenteroides GU049410 Wedang Ronde, Solo 11 MBFBJG-1 93 Leuconostoc citreum GU049405 Bajigur, Ciputat 12 MBFBJG-5(1) 100 Weissella cibaria GU049402 Bajigur, Ciputat 13 MBFGTT-2 100 Weissella confusa GU049413 Gatot, Yogyakarta
MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 63-68
68 4. Simpulan
Hasil skrining dan isolasi BAL-EPS memperoleh 65 BAL-EPS dari 9 macam makanan dan minuman khas daerah. Primer degenerate DegFor dan DegRev dapat digunakan secara efisien untuk menskrining gen gtf dengan teknik PCR. Dari 16 galur yang dipilih, 13 galur menunjukkan sebagai pembawa gen gtf. Ketigabelas galur tersebut diidentifikasi secara molekuler dengan gen 16S rRNA sebagai BAL, tiga spesies yang masih jarang diketahui sebagai BAL-EPS berhasil diperoleh, yaitu Weissella salipiscis, W. confusa dan W. cibaria.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. L. Dijkhuizen dan Dr. S. Kralj, GBB, Rijksuniversiteit Groningen (RuG), Belanda atas dukungan bahan DNA genomik dan galur kontrol serta diskusi yang sangat bermanfaat. Terima kasih disampaikan pula kepada Prof. N. Ogasawara, Division of Bioinformatics and Genomics, Graduate School of Biological Sciences, Nara lnstitute of Science and Technology (NAIST), Jepang atas kesempatan bagi penulis melakukan sekuensing gen parsial 16S rRNA sebagian galur BAL- EPS.
Daftar Acuan
[1] F. Vaningelgem, M. Zamfir, F. Mozzi, T. Adriany, M. Vancanneyt, J. Swings, L. De Vuyst, Appl. Environ. Microbiol. 70 (2004) 900. [2] F.M. Veronese, P. Caliceti, Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of Biotech Drug: Principles and Case Studies in Drug Development, Meibohm: Wiley-CH, Weinheim, 2006, p.272. [3] W.L.J. Hinrichs, M.G. Prinsen, H.W. Frijlink, Int. J. Pharm. 215/1-2 (2001) 163. [4] G.H. van Geel-Schutten, E.J. Faber, E. Smit, K. Bonting, M.R. Smith, B. Ten Brink, J.P. Kamerling, J.F.G. Vliegenthart, L. Dijkhuizen, Appl. Environ. Microbiol. 65 (1999) 3008. [5] S.A.F.T. van Hijum, G.H. van Geel-Schutten, H. Rahaoui, M.J.E.C van der Maarel, L. Dijkhuizen, Appl. Environ. Microbiol. 68 (2002) 4390. [6] S. Kralj, G.H. van Geel-Schutten, M.J.E.C. van der Maarel, L. Dijkhuizen, Biocatal. Biotransform. 21 (2003) 181. [7] A. Malik, Felicia, M. Radji, A. Oetari, Sains Indones. 12 (2007) 1. [8] A. Malik, D.M. Ariestanti, A. Nurfachtiyani, A. Yanuar, Makara Seri Sains 12 (2008) 1. [9] A. Malik, M. Radji, S. Kralj, L. Dijkhuizen, FEMS Microbiol. Lett. 300 (2009) 131. [10] M. Kim, T. Kwon, H.J. Lee, K.H. Kim, D.K. Chung, G.E. Ji, E.S. Byeon, J.H. Lee, Biotechnol Lett. 25 (2003) 1211. [11] J.H. Lee, Y.H. Moon, N. Kim, Y.M. Kim, H.K. Kang, J.Y. Jung, E. Abada, S.S. Kang, D. Kim, Biotechnol Lett 30 (2008) 749. [12] J.H. Lee, S.H. Yoon, S.H. Nam, Y.H. Moon, Y.Y. Moon, D. Kim, Enz. Microb. Technol. 39 (2006) 612. [13] J. Sambrook, D.W. Russel, Molecular Cloning a Laboratory Manual, Third Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York, 2001, p.999. [14] H.G.H.J. Heilig, E.G. Zoetendal, E.E. Vaughan, P. Marteau, A.D.L Akkermans, W.M. de Vos, Appl. Environ. Microbiol. 68 (2002) 114. [15] M. Kojic, M. Vujcic, A. Banina, P. Cocconcelli, J. Cerning, L. Topisirovic, Appl. Environ. Microbiol. 58 (1992) 4086. [16] T. Compton, In: M. Innis, PCR Protocol: A Guide to Methods and Applications, Academic Press Inc., San Diego, 1990, p.39. [17] Anon., PCR 10X Taq Buffer with MgCl 2 . 2 hlm. http://www.bio.net/bionet/mm/methods/2006- October/101217.html, 2006.