Depres I

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen
psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen
somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut
nadi sedikit menurun.
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian
(Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal
(Hawari Dadang, 2001)
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau
berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan Sukamto).
Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada
alam perasaan (afektif

mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,

ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang
pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai
dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang
bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak
dapat dimengerti oleh orang lain.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi,
pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti
kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang depresi :

Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8),


Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian
seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih,
murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah
depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa
kesal, tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga.

Menurut John & James (1990 : 2)


Individu yang menderita depresi aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat lambat,
kepercayaan diri menurun, semangat dan minat hilang, kelelahan yang sangat,
insomnia, atau gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, rasa sesak
didada, hingga keinginan untuk bunuh diri

Menurut A. Supratiknya (1995 : 67)


Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan motorik yang serba lamban
(retardasi psikomotor), fungsi kognitif terganggu. Jadi depresi mencakup dua hal
kesadaran yaitu menurunnya aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan perilaku
orang yang depresi berbeda - beda dari yang ringan sampai pada kesulitan - kesulitan
yang mendalam disertai dengan tangisan, ekspresi kesedihan, tubuh lunglai dan gaya
gerak lambat

Menurut Maramis (1998 : 107)


Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis
seperti rasa sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan, putus asa, dan penyesalan
yang patologis. Depresi juga disertai dengan komponen somatik seperti anorexia,
konstipasi, tekanan darah dan nadi menurun. Dengan kondisi yang demikian, depresi
dapat menyebabkan individu tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam hidupnya.

Menurut Mendels (dalam Meyer, 1984 : 159) mengatakan bahwa individu mengalami
depresi jika individu mengalami gajala-gejala rasa sedih, pesimis, membenci diri sendiri,
kehilangan energi, kehilangan konsentrasi, dan kehilangan motivasi. Selain itu individu
juga kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, insomnia, kehilangan libido, dan
selalu ingin menghindari orang lain.
2.2 Aspek Depresi
Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan depresi memiliki beberapa
aspek emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.

2.2.1 Aspek yang dimanifestasikan secara emosional


1) Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood) ;
Perasaan ini menggambarkan keadaan sedih, bosan dan kesepian yang dialami
individu. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan sesaat hingga kesedihan yang terus menerus.
2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri ;

Perasaan ini mungkin berhubungan dengan perasaan sedih yang dijelaskan di atas,
hanya bedanya perasaan ini khusus ditujukan kepada diri sendiri.
3) Hilangnya rasa puas ; maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa yang dilakukan.
Perasaan ini dapat terjadi pada setiap kegiatan yang dilakukan termasuk hubungan
psikososial, seperti aktivitas yang menuntut adanya suatu tanggung jawab.
4) Hilangnya keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan atau hubungan dengan
orang lain ; keadaan ini biasanya disertai dengan hilangnya kepuasan diatas. Hal ini
dimanifestasikan dalam aktivitas tertentu, kurangnya perhatian atau rasa keterlibatan
emosi terhadap orang lain.
5) Kecenderungan untuk menangis diluar kemauan ; gejala ini banyak dialami oleh
penderita depresi, khususnya wanita. Bahkan mereka yang tidak pernah menangis
selama bertahun-tahun dapat bercucuran air mata atau merasa ingin menangis tetapi
tidak dapat menangis.
6) Hilangnya respon terhadap humor ; dalam hal ini penderita tidak kehilangan
kemampuan

untuk

mempersepsi

lelucon,

namun

kesulitannya

terletak

pada

kemampuan penderita untuk merespon humor tersebut dengan cara yang wajar.
Penderita tidak terhibur, tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.

2.2.2 Aspek depresi yang dimanifestasikan secara kognitif


1) Rendahnya evaluasi diri ; hal ini tampak dari bagaimana penderita memandang dirinya.
Biasanya mereka menganggap rendah ciri - ciri yang sebenarnya penting, seperti
kemampuan prestasi, intelegensi, kesehatan, kekuatan, daya tarik, popularitas, dan
sumber keuangannya.
2) Citra tubuh yang terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada wanita. Mereka merasa
dirinya jelek dan tidak menarik.
3) Harapan yang negatif ; penderita mengharapkan hal - hal yang terburuk dan menolak
uasaha terapi yang dilakukan.
4) Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul dalam bentuk anggapan
penderita bahwa dirinya sebagai penyebab segala kesalahan dan cenderung mengkritik
dirinya untuk segala kekurangannya.

5) Keragu-raguan dalam mengambil keputusan ; ini merupakan karakteristik depresi yang


biasanya menjengkelkan orang lain ataupun diri penderita. Penderita sulit untuk
mengambil keputusan, memilih alternatif yang ada, dan mengubah keputusan.
2.2.3 Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional
Meliputi pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang usaha, dorongan,
dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif motivasi penderita, penderita
tampaknya menarik diri dari aktifitas yang menuntut adanya suatu tanggung jawab,
inisiatif bertindak atau adanya energi yang kuat.
2.2.4 Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik

Kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan libido, dan kelelahan yang
sangat.

2.3 Etiologi
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa
berupa:
2.3.1 Faktor Biologis
Hal ini bisa berupa faktor genetis, gangguan pada otak terutama sistem
cerebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin, perubahan
endokrin dll.
a) Faktor Genetis:
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa gen-gen
yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi kardiovaskular dapat
meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif.
Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan depresif mayor
pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.
b) Gangguan pada Otak:

Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu penyebab
timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit cerebrovaskular,
yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi, presipitasi atau
mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang usia lanjut.
c) Gangguan Neurotransmitter:
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk., mendapatkan bahwa
konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia,
tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai pertambahan
usia.
d) Perubahan Endokrin:
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen pada
wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita.
Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena
pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel
dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses
degenerasi

sel-sel

organ

tubuh

yang

memproduksi

hormon

tersebut

makin

berkurang. Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi
produksi neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.
2.3.2 Faktor Psikologis
Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif.
a) Teori Perilaku:
Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia lanjut oleh
karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-peristiwa kehidupan
yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga terjadinya gangguan
depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-stressor kehidupan yang
dialaminya tersebut. Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan
depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang negatif yang
dialami individu usia lanjut.
b) Teori Psikodinamis:
Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut,
oleh

karena

pada orang usia

lanjut sering terjadi ketidaksanggupan

untuk

menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan yang


tak terelakkan oleh individu tersebut.
c) Teori Kognitif:

Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya
distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang
terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu usia lanjut
tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat generalisasi yang
berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak menyenangkan
individu tersebut.
2.3.3 Faktor Sosial
Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan
sosial yang selama ini dimilikinya.
2.4 Patofisiologi
Struktur neocortical dorsal mengalami hipometabolis dan struktur limbic ventral
mengalami hipermetabolis selama dalam keadaan gangguan depresif. Selain itu jalur
fronto-striatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarah ke afek (alam perasaan)
yang positif, dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk
mendorong antisipasi yang mana ini akan mempredisposisikan keadaan depresif.
Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan iritabilitas,
dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula kerusakan
cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif. Kerusakan
sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat, dalam belajar
dan generasi daftar kata. Abnormalitas perilaku-perilaku ini menyerupai gejala-gejala
pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks prefrontodorsolateral dan
gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan gangguan psikomotor dan gangguan
depresif.
2.5 Gambaran Klinik
Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa dijumpai
sebagai berikut:
a) Depresi dan dysphoria
Walaupun demikian kadang-kadang mood depresif bisa tidak dijumpai pada pasien
tersebut, oleh karena ada juga pasien yang menyangkal (denial) terhadap perasaan
yang demikian.
b) Menangis ( Tapi pada pasien pria agak jarang )
c) Ansietas ( kecemasan ) dan agitasi

Pada pasien ini bisa dijumpai: pasien menjadi gugup waktu berkomunikasi dengan
seseorang, mudah tersinggung atau tingkah laku yang mengganggu bersama-sama
dengan gejala-gejala ansietasnya. Dan hal ini bisa dijumpai pada sekitar 80% dari
pasien usia lanjut yang mengalami gangguan depresif.
d) Menurunnya energi dan kelelahan (fatigue)
e) Anhedoni
Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu yang dulu disenanginya.
f) Retardasi fisik
Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan lain-lain.
g) Defisit kognitif
Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang mengalami gangguan depresif dan
kadang-kadang bisa mencapai suatu level yang parah sehingga diduga sedang
mengalami pseudodementia. Bahkan dari suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh
Kral & Emery pada tahun 1999, dari pasien sampel penelitiannya tersebut berkembang
menjadi penyakit Alzheimer.
Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan depresif pada orang
usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif, kecepatan psikomotor, atensi dan
inhibisi, serta kemampuan visiospasial. Timbulnya gangguan defisit kognitif ini diduga
disebabkan oleh penurunan fungsi dari lobus frontalis.
h) Somatisasi
i) Hypokhondriasis
j) Insight
Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung pada keparahan
penyakitnya.
k) Suicide (bunuh diri)

Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering terjadi pada
usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan dari segi jenis kelamin
didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering melakukan tindakan bunuh diri dibandingkan
dengan wanita yang usia lanjut.
Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang depresif, gejalasuicide pada
orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa hal antara lain: belum kawin, kesehatan
fisik yang memburuk yang bersifat subyektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory,
tinggal di rumah perawatan atau panti. Walaupun demikian ide suicide berhubungan
erat dengan keparahan depresi yang dideritanya
l) Gejala-gejala psikoti
Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa berupa rasa
bersalah, cemburu atau persekutorik.
m) Gangguan Perilaku
Hal ini bisa dalam bentuk gejala-gejala sebagai berikut yaitu: penolakan untuk makan,
buang air besar dan buang air kecil yang tak terkontrol, menjerit-jerit, dan jatuh
teatrikalitas, tingkah laku merusak, menggigit, menggaruk-garuk atau bertengkar
dengan orang lain atau pasien-pasien lainnya.
n) Gangguan tidur, terutama late insomnia
Selain gejala-gejala yang saya sebutkan di atas tadi dapat dikatakan bahwa pasien
gangguan depresif usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan penyakit-penyakit
lain, yaitu:
Co-morbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya antara lain gangguan cemas
(ansietas) dan lain-lain.
Co-morbiditas dengan penyakit-penyakit fisik, antara lain: penyakit Alzheimer, penyakit
Parkinson, stroke, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain.
Tanda dan Gejala yang mudah dijumpai :
penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur terutama terbangun dini hari
dan sering terbangun malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan dan
keluhan somatik.
1. Suasana Hati

Sedih

Kecewa

Murung

Putus Asa

Rasa cemas dan tegang

Menangis

Perubahan suasana hati

Mudah tersinggung
2. Fisik

Merasa kondisi menurun, lelah

Pegal-pegal

Sakit

Kehilangan nafsu makan

Kehilangan berat badan

Gangguan tidur

Tidak bisa bersantai

Berdebar-debar dan berkeringat

Agitasi

Konstipasi

2.6 Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya Depresi pada Lanjut Usia
Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan perkembangan
terjadinya suatu gangguan depresif dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan
dan mentargetkan kelompok risiko tinggi, yaitu:
a) Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau ketidaksanggupan, kondisi
kesehatan menurun dan tubuh lemah
b) Merasa kesepian, atau anggota keluarga terlalu sibuk, perhaulan kurang dan rekreasi
terbatas
c) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
d) Gangguan pendengaran.
e) Adanya riwayat keluarga dengan gangguan depresif.
f) Dementia dini.
g) Penghasilan menurun
h) Ada penggunaan obat-obat tertentu seperti: steroid, mayor transquilizer, dan lain-lain.

Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab yang
paling sering terjadinya kematian pada pasien gangguan depresif usia lanjut adalah
oleh karena kondisi kardiovaskular yang bisa berupa: stroke,myocard infarct, dan
sebagainya. Kemudian kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai
penyebab kematian pada penderita gangguan depresif pada usia lanjut.
Faktor lain yang memberikan kontribusi timbulnya depresi tersebut berdasarkan
hasil angket dan observasi adalah strategi coping pada lansia itu sendiri yang kurang
baik. Strategi coping adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan seseorang untuk
mengurangi atau menghilangkan tekanan-tekanan psikologis atau stres dengan tujuan
untuk menyelesaikan masalah atau tugas.
2.7 Tingkatan Depresi pada Lansia
Menurut Depkes RI 2001
1)

Depresi ringan : Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan
mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang,
perasaan salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan
perbuatan yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang

2)

Episode Depresi Sedang : Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga

3)

Depresi berat tanpa gejala manik. Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan
perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri
2.8 Dampak Depresi

1) Tekanan darah tinggi


2) Gastritis
3) Vertigo
4) Migrain
5) Kanker
6) Stroke
7) Penyakit Jantung
8) Dimensia
9) Reumatik
2.9 Manajemen Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,
mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejalanya, untuk

memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam
mengembangkan keterampilannya.
Tindakan terapinya dapat berupa :
a) Pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya.
b) Pemberian obat anti depressant dan psikoterapi (cognitive behavior therapy,
psychodynamic psychotherapy, dsb.).
Selain itu Electro Convulsive Therapy (ECT) harus dipertimbangkan bila pasien tidak
menunjukkan respons terhadap obat antidepressant, atau memiliki depresi berat,
dengan risiko suicide, dan lain-lain.
Obat antidepressant golongan S.S.R.I. dan S.N.R.I. adalah obatantidepressant pilihan,
diikuti dengan Bupropion dan Mirtazapine. Sedangkan beberapa jenis
obat antidepressant seperti: Amitriptyline, Maprotyline, dan lain-lain harus dihindari.
Selain itu pada fase rehabilitasi, maka penatalaksanaan rehabilitasi perilaku sebaiknya
dikombinasikan

dengan

pengobatan antidepressantuntuk

memperbaiki

status

fungsionalnya setelah gejala-gejala depresinya hilang.


Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan
masyarakat, yaitu :
1. Diri Sendiri ( Lansia)

Berfikir positif

Terbuka bila ada masalah

Menerima kondiri apa adanya

Ikut Kegiatan pengajian

Tidur yang cukup

Oleh raga teratur

Optimis

Rajin beribadah

Latihan relaksasi

Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan


2. Keluarga

Dukung lansia tetap berkomunikasi

Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali

Mendengarkan keluahan lansia

Berikan bantuan ekonomi

Dukung kegiatan lansia

Ikut serta anak dan cucu merawat lansia

Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan

3. Masyarakat

Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia

Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia

Support group

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI
A.

Pengkajian

1. Identitas diri klien


2. Struktur keluarga : Genoogram
3. Riwayat Keluarga
4. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
1.

Kaji adanya depresi.

2.

Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat,

seperti geriatric depresion scale.


3.

Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan

4.

Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.

Lakukan observasi langsung terhadap :


1.

Perilaku.

Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup
sehari-hari?

Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?

Apakah klien sering mengluyur danmondar - mandir?

Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?


2.

Afek

Apakah kilen menunjukkan ansietas?

Labilitas emosi?

Depresi atauapatis?

lritabilitas?

Curiga?

Tidak berdaya?

Frustasi?

3. Respon kognitif

Bagaimana tingakat orientasi klien?

Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang halhal yang baru saja atau yang
sudah lamaterjadi?

Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan?

Kurang mampu membuat penilaian?

Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau,apraksia?


Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga

1. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi
pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
2. ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga
yang lain.
3. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas
(catat hal-hal yang perlu diajarkan).
4. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
5. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberiasuhan
tentang dirinya sendiri.
Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi
a) Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara harus
membina

hubungan

saling

percaya

dengan

pasien

lansia.

Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore / malam
atau sesuai dengan konteks agama pasien.

Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan


bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.

Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.

Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.

Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.

Bersikap empati dengan cara:

1) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan
perhatian
2) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab

3) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik


4) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
b) Mengkaji pasien lansia dengan depresi
Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective
depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:

Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri
kurang)

Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung, lesu, lemah,
komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah
lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau
tidak

sesuai,

apakah

lansia

mempunyai

ide

untuk

bunuh

diri.

Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara
dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale)

B. Klasifikasi Data

Data Subyektif

1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.


2) Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia,
sakit punggung,pusing.
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa
putus asa dan cenderung bunuh diri.
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.

Data Obyektif

1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap
yang merosot.
2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.

5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu, tidak


mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal.
Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak
masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang
pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable)
dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang
dan keterbelakangan psikomotor.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
3. Ketidak berdayaan
4. Risiko bunuh diri
5. Gangguan pola tidur

D. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Dx 1 : Mencederai diri berhubungan dengan depresi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak
mencederai diri.
Kriteria Hasil:
1.

Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.

2.

Lansia tampak lebih bahagia.

3.

Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.

No Intervensi

Rasional

hubungan saling percaya

Bina hubungan saling percaya dengan lansia.

dapat

mempermudah

dalam mencari data-data


tentang lansia.
2

Lakukan

interaksi

dengan

pasien

sesering Dengan sikap sabar dan

mungkin dengan sikap empati dan Dengarkan empati

lansia

akan

pemyataan pasien dengan sikap sabar empati merasa

lebih

dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. diperhatikan


Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
3

Pantau

dengan

seksama

resiko

dan

berguna.

bunuh Meminimalkan terjadinya

diri/melukai diri sendiri. Jauhkan dan simpan alat- perilaku mencederai diri
alat yang dapat digunakan olch pasien untuk
mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang
aman dan terkunci
2. Dx 2 : Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa tidak
stres dan depresi.
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat meningkatkan harga diri
2. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
3. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
No Intervensi
1

Rasional

Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun


mengatasi keputusasaannya.

Kaji

dan

kerahkan

motivasi

pada lansia

sumber-sumber

internal Individu lebih percaya diri

individu
3

Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan Menumbuhkan semangat


(misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal- hidup lansia
hal untuk diselesaikan).

Klien

dapat

menggunakan dukungan
social
4

Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal Lansia

tidak

merasa

individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan sendiri


kesehatan, kelompok pendukung, agama yang
dianut).
5

Kaji

sistem

pendukung

keyakinan

(nilai, Meningkatkan

nilai

pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia


kepercayaan agama).
6

Lakukan

rujukan

sesuai

indikasi

(misal

: Untuk menangani klien

konseling pemuka agama).


7

secara cepat dan tepat

Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, Klien


efek dan efek samping minum obat).

dapat

menggunakan

obat

dengan benar dan tepat


Untuk

memberi

pemahaman

kepada

lansia tentang obat


8

Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat


benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

memaksimalkan

fungsi

obat secara efektif


9

Anjurkan membicarakan efek dan efek samping Menambah pengetahuan


lansia tentang efek efek

yang dirasakan.

samping obat.
10

Beri reinforcement positif bila menggunakan obat Lansia


dengan benar.

merasa

dirinya

lebih berharga

3. Dx 3 :Ketidakberdayaan
Tujuan nya gar pasian mampu :
1) Berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
2) Melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya.
Tindakan pada lansia :
1) Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggungjawab terhadap perawatan dirinya

Beri kesempatan memilih tujuan perawatan dirinya

Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai


Tujuan :
a) Membantu pasien untuk melakukan aktivitas yang telah ditetapkan.
b) Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya
c) Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
d) Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
Tindakan untuk keluarga
Tujuan :

Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien.

Keluarga
Tindakan

mampu

membantu

pasien

mengoptimalkan

kemampuannya.

a) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien


b) Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
c) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki
pasien
d) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki
e) Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan
jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
4. Dx 4 : Resiko Bunuh Diri
Tujuan
a) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
b) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.
Tindakan pada Lansia
a) Diskusikan dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri
b) Buat kontrak dengan pasien untuk tidak melakukan bunuh diri
c) Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri
d) Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif
e) Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
f) Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
Tindakan pada Keluarga
Tujuan nya agar keluarga mampu:
a.Mengidentifikasi
b.Menciptakan

tanda-tanda

lingkungan

yang

perilaku
aman

untuk

bunuh
mencegah

diri
perilaku

pasien
bunuh

diri

c.Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif


Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide
bunuh diri
b. Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien

Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-benda yang
memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali pengikat, ikat pinggang,
dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)

Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri

Lakukan pengawasan secara terus menerus


c.Anjurkan

keluarga

meluangkan

waktu

bersama

klien

d. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah
e. Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif dalam
menyelesaikan masalah
f. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping positif yang
telah digunakan oleh klien.
5. Dx 5 : Gangguan Pola Tidur
Tindakan untuk Pasien Lansia
Tujuan :

Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur

Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

Tindakan
a.

Bersama

klien

mengidentifikasi

gangguan

pola

tidur

b. Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur ( Kurangi tidur pada siang hari,
Minum

air

hangat/susu

hangat

sebelum

tidur

Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola, Mandi air hangat sebelum
tidur,

Dengarkan

musik

yang

lembut

sebelum

tidur

c. Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya


d. Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
tidurnya.
Tindakan untuk Keluarga
Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
b. Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada
pasien
b. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi
agar pasien dapat tidur.

E. Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
1. Ketidakberdayaan,
Kemampuan pasien:
a. Berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri
b. Melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah
Kemampuan keluarga
a. mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
b. Membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
2. Risiko bunuh diri
Kemampuan pasien:
a. Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
b. mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
c. Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga dapat mengenali tanda dan gejala awal perilaku bunuh diri
b. Keluarga menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
c. Keluarga mampu membantu pasien dalam menetapkan cara-cara yang positif untuk
mengatasi masalah
3. Gangguan pola tidur
Kemampuan klien:
a. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur
b. Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab gangguan tidur yang dialami pasien
b. Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang nyaman untuk memfasilitasi
pemenuhan kebutuhan tidur pasien
c. Keluarga mampu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang
cukup sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena
faktor penyebab dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh
orang usia lanjut. Di lain pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa
dilaksanakan namun hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat
kekurangan secara fisik dan psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat
dikembalikan seperti semula.
4.2 Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan
komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada
lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek
yang lain, olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan
psikososial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat
jasmani dan rohani.

DAFTAR PUSTAKA

http://abiums.blogspot.com/2007/05/askep-lansia-depresi.html

http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi

http://pinkersaya.wordpress.com/2012/11/24/askep-lansia-dengan-gangguanpsikologis-depresi

http://mklh12depresi.blogpot.com

http://id.wikipedia.org/wiki.Depresi

http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/Depresi-pada-lansia

Anda mungkin juga menyukai