PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Disusun Oleh,
Putri Ayu Ratnasari
04121001123
Praditya Briyandi
04121001124
Yolanda Davinora
04121001125
04121001126
Mohammad Hazem
04121001127
Fauzan Ditiaharman
04121001128
Muhammad Faqih H.
04121001129
04121001130
04121001131
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Tugas
Mata Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan: Analisis Kasus Prita
Mulyasari ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas ini dibuat untuk memenuhi
proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan Tim Penulis dalam menempuh
pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kurnisar,
S.Pd.,M.H. atas bimbingannya dan kepada
pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penulis menyadari
bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang
senantiasa akan penulis lakukan.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
3.3 Analisis Kasus Prita Mulyasari Berdasarkan Kajian Negara Hukum .............
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di Indonesia, masih sering kita jumpai pelanggaran-pelanggaran terhadap
HAM. Salah satunya adalah hak dalam kebebasan berpendapat yang masih sering
dilanggar. Sampai saat ini, masih banyak orang yang belum menghargai dan
menghormati hak kebebasan berpendapat seseorang. Tidak sedikit kasus yang
terjadi akibat pelanggaran HAM, khususnya hak kebebasan dalam berpendapat.
Banyak sekali orang-orang yang mengeluarkan pendapatnya di media sosial biasbisa berujung di pengadilan. Padahal mereka hanya mengeluarkan pendapatnya.
Banyak juga orang yang hanya sekedar iseng berpendapat atau berbicara di media
sosial bisa bermasalah dengan hukum.
Setiap orang berhak atas hak yang dimilikinya. Terutama hak mengeluarkan
pendapat. Mereka berhak mengeluarkan pendapatnya secara bebas tetapi
bertanggungjawab. Mereka bebas mengeluarkan pendapat asalkan tidak
merugikan orang lain. Hak kebebasan berpendapat masih butuh bukti nyata, dan
butuh penegakan agar tidak terjadi pelanggaran HAM.
HAM sangat penting untuk dijamin perlindungan, pemajuan, perangkaian,
dan pemenuhannya. Salah satunya adalah hak kebebasan berpendapat. Karena
sampai saat ini, masih banyak pelanggaran terhadap HAM tersebut, hak
kebebasan berpendapat sangat penting untuk dilindungi, dan sangat penting untuk
dijamin pemenuhannya, agar tidak ada pihak yang dirugikan. Contoh kasus
pelanggaran HAM pencemaran nama baik di sosmed adalah Kasus Prita
Mulyasari yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit lewat e-mail yang kemudian
menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Pihak rumah sakit tidak terima
dan melaporkan Prita Mulyasari ke pengadilan.
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1
1.2.2
1.2.3
BAB II
PERMASALAHAN
pasal tersebut dirancang untuk menjerat bagi pelaku yang diduga melakukan
pencemaran nama baik dan penghinaan.
Ibu beranak dua ini dituntut oleh penuntut umum yang diketuai oleh jaksa
Riyadi selama enam bulan penjara. Dalam tuntutannya, terdapat hal yang
memberatkan. Bahwa perbuatan Prita dengan mengirimkan surat elektronik
(email) kepada 20 alamat dinilai tidak akan hilang terkecuali dihapus oleh
penerima. Alasan kedua, bahwa tidak terjadi kesepakatan untuk berdamai di
dalam persidangan meskipun ada upaya dari pihak Walikota Tangerang Selatan
HM Sholeh dengan manajemen RS Omni.
Majelis hakim melihat unsur dalam dakwaan pertama. Untuk unsur setiap
orang, dinilai majelis terpenuhi karena Prita diajukan ke persidangan dalam
keadaan sehat. Lalu, unsur dengan sengaja, majelis berpendapat, perbuatan Prita
dengan mengirimkan email berbunyi Saya informasikan juga dr H praktek di
RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan
perawatan medis dari dokter ini adalah perbuatan yang dikehendaki. Sehingga,
majelis berpendapat perbuatan Prita telah tercapai alias terpenuhi.
Ketiga, unsur mendistribusikan akses elektronik. Ketidakpuasan Prita atas
pelayanan dan tidak transparansinya dokter yang merawat menjadi pemacu
mengirimkan keluhan melalui email kepada sejumlah temannya. Namun majelis
justru mempertanyakan apakah isi dari keluhan email tersebut berupa muatan
pencemaran dengan judul Penipuan RS Omni Internasional. Majelis hakim
tentu menelaah dengan tidak sepotong kalimat. Tapi harus dilihat hubungan
hukum terdakwa dengan dr Hengki dan dr Grace, ujarnya Arthur.
Dalam uraian pertimbangannya, majelis berpendapat Prita mengirimkan
email kepada sejumlah temannya bukan pencemaran, melainkan sebatas kritikan
kepada dokter Hengki dan dokter Grace. Setelah berpidah ke RS Bintaro
Internasional, hasil deteksi menyatakan Prita menderita penyakit Gondongan dan
menular. Gara-gara diagnosis itu Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi.
Setelah tiga hari, Prita kembali ke rumah. Dengan demikian, pernyataan Prita
dalam email hanya sebatas kritikan kepada sang dokter. Kalimat terdakwa
merupakan satu cara agar masyarakat terhindar dan tidak mendapat pelayanan
medis dari dokter yang tidak baik. Demikian halnya kalimat terdakwa terhadap dr
Grace adalah kritikan sebagai customer service, ujarnya.
sambung Arthur, kasus ini telah menjadi perhatian publik. Namun sayangya,
belum adanya tindakan dari majelis kehormatan kedokteran disiplin. Dalam
pertimbangannya, lantaran salah satu unsur dakwan pertama tidak terpenuhi,
maka Prita tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana dakwaan pertama. Oleh karena itu terdakwa harus
dibebaskan dari dakwaan tersebut, ujarnya.
Sedangkan pada dakwaan kedua dan ketiga, yakni Pasal 310 ayat (2) dan
Pasal 311 ayat (1) KUHP, dalam pertimbangan majelis pada pokoknya sama
yakni tindak pidana menyerang kehormatan orang lain dengan tulisan.
Sedangkan Dalam Pasal 310 ayat (2) menyerang kehormatan dengan tulisan dan
gambar. Dalam Pasal 310 ayat (3), sambung Arthur, menyebutkan Tidak
termasuk pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Majelis berpendapat perbuatan terdakwa semata-mata demi kepentingan
umum. Majelis merujuk pada Pasal 310 ayat (3) KUHP. Sehingga, perbuatan
Prita Mulya Sari tidak secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan kedua
dan ketiga. Oleh karena itu terdakwa harus dibebaskan dari kedua dakwaan
tersebut, ujarnya.
Sumber:
2012. Awal s/d Akhir Kasus Prita Mulyasari vs RS Omni (Pencemaran Nama
Baik). http://doskow.blogspot.com/2012/11/awal-sd-akhir-kasus-prita-vsrs-omni.html, diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 20.17 WIB.
2.1
2.2
2.3
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
sebagai anugerah dari Tuhan YME dalam hubungannya dengan tata kehidupan
masyarakat. Hak dasar manusia tersebut termasuk hak hidup, memeluk agama,
menyatakan pendapat, menentukan nasib sendiri. Hak asasi manusia ini tidak
boleh dirampas oleh siapapun. Selanjutnya manusia juga mempunyai hak dan
tanggung jawab yang timbul sebagai akibat perkembangan kehidupan dalam
masyarakat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948 telah mengeluarkan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Right). Oleh
karena itu, bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam
deklarasi tersebut sebagaimana tertulis dalam mukadimah Deklasari Universal
Hak Asasi Manusia:
Memproklamirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
sebagai standar umum keberhasilan semua manusia dan semua bangsa
dengan tujuan bahwa setiap individu dan setiap organ masyarakat,
dengan senantiasa mengingat Deklarasi ini, akan berusaha melalui cara
pengajaran dan pendidikan untuk memajukan penghormatan terhadap hak
dan kebebasan ini, dan melalui upaya-upaya yang progresif baik secara
nasional dan internasional, menjamin pengakuan dan ketaatan yang
universal dan efektif, baik oleh rakyat Negara Pihak maupun rakyat yang
berada di dalam wilayah yang masuk dalam wilayah hukumnya.
Perumusan hak asasi manusia pada dasarnya dilandasi oleh pemahaman
suatu bangsa terhadap citra harkat dan martabat diri manusia itu sendiri. Bangsa
Indonesia memandang bahwa manusia hidup tidak terlepas dari Tuhannya, sesama
manusia, dan lingkunga, Bangsa Iindonesia pada hakikatnya menyadari, mengakui,
dna menjamin serta menghormati hak asasi manusia orang lain juga sebagai suatu
kewajiban. Oleh karena itu hak asasi manusia dan kewajiban manusia terpadu dan
melekat pada diri manusia sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat,
anggota suatu bangsa dan warga negara serta anggota masyarakat bangsa-bangsa.
Didorong oleh jiwa dan semangat Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai pandangan mengenai hak asasi dan
kewajiban manusia, yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan
nilai luhur budaya bangsa serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Right)
dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar utama dalam penegakan HAM
di Indonesia.
Kasus Prita yang terjadi pada tahun 2008 lalu dinilai sebagai salah satu
contoh kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Prita Mulyasari,
seorang ibu dari dua orang anak ini, dianggap melakukan pencemaran nama baik
Rumah Sakit OMNI dan dokternya padahal Prita hanya menggunakan haknya
untuk mengemukakan pendapat dan menceritakan kekecewaanya mengenai
pelayanan rumah sakit tersebut. Prita mengirimkan electronic mail bercerita
tentang keluhannya kepada beberapa kerabatnya, yang kemudian sempat
menyebar milis dan forum online, seta membuat sebuah tulisan (surat pembaca) di
media elektronik detik.com. Tulisan Prita inilah yang kemudian mendapat
tuntutan dari Rumah Sakit OMNI atas tuduhan pencemaran nama baik.
Hak untuk menyampaikan pendapat, yang diatur dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pasal 19 bahwa:
Setiap
orang
berhak
atas
kebebasan
berpendapat
dan
Memang, setelah pasal tersebut, terdapat pasal lain dalam DUHAM yaitu
pasal 29 ayat 2 yang menyatakan bahwa:
Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya
tunduk pada batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum, semata-mata
untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan
kebebasan orang lain, dan memenuhi persyaratan-persyaratan moral,
ketertiban umum dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat
yang demokratis
yangmana pasal ini menjelaskan bahwa meskipun memiliki kebebasan, perilaku
bebas tersebut tetap harus terpelihara sehingga tidak menciptakan disintegrasi
social.
Apabila dipandang dari UUD 1945, adalah pasal 28F yang menyatakan
tentang kebebasan berpendapat:
Setiap orang berhak untuk berkomuniksasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialny, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia
isi dan tafsiran dari pasal ini kurang lebih sama dengan yang terdapat pada
DUHAM pasal 19. Kemudian untuk lebih menjelaskan dan mengatur tentang
kebebasan berpendapat ini, dibentuklah suatu Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Dalam UU No. 9 Tahun 1998 ini kembali ditegaskan bahwa setiap warga
negara berhak menyampaikan pendapat di muka umum sesuai dengan ketentuan
undang-undang. Namun dalam UU ini lebih dijelaskan mengenai apa saja asas,
tujuan, hak, serta kewajiban dalam mengemukakan pendapat. Asas dan tujuan,
tertulis dalam pasal 3:
Kemerdekaan
menyampaikan
pendapat
di
muka
umum
keseimbangan
atara
hak
dan
kewajiban,
artinya
meskipun
yang
adil
bagi
moralitas,
ketertiban,
serta
3.2
3.2.2
salah satu kasus yang termasuk pelanggaran UU No. 11 Tahun 2008. Alur
mula dari kasus ini adalah ketika Prita mulyasari menyampaikan keluh
kesal atas perlayanan yang diberikan kepada dirinya saat berobat di RS
Omni melalui surat elektronik yang disebarkan kepada teman-temannya.
Surat elektronik yang diberikan kepada teman-temannya sebagai sarana
"curhat" ini menjadi masalah ketika RS Omni menganggap tindakan
tersebut sebagai tindakan pencemaran nama baik. Prita mulyasari pun
akhirnya dijerat dengan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE, pasal yang
dikenakan adalah pasal 27 dari undang-undang tersebut.
Dari sepenggal kasus diatas kita dapat mengambil sedikit gambaran
mengenai tindakan apa saja yang dapat dijerat ke dalam pasal 27 tersebut.
Pasal 27 sendiri berbunyi bahwa yang dimaksud dengan tindakan terlarang
adalah dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang mengandung muatan kesusilaan,
penghinaan, perjudiaan, pencemaran nama baik dan pemerasan.
Dari penjelasan mengenai pasal 27 mengenai tindakan yang
dilarang tersebut kita dapat melihat bahwa tindakan mengirimkan e-mail
yang berisi keluh kesah dari Prita Mulyasari tersebut dianggap oleh RS
Omni sebagai salah satu perbuatan mencemarkan nama baik. Namun, kita
tidak bisa menyalahkan Prita begitu saja karena e-mail yang ditulis Prita
tersebut tujuannya adalah pribadi dan tidak disebarkan untuk masyarakat
umum apalagi untuk menjatuhkan nama RS besar tersebut. Jadi perbuatan
Prita ini tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Keluhan
Prita tersebut pun merupakan fakta yang dialaminya sendiri dan bukan
suatu hal yang dibuat dengan sengaja. Dari kasus Prita ini kita juga dapat
belajar bahwa masih banyak RS yang tidak bertindak sesuai dengan
standart hukum. Dan sebagai individu yang akan mengabdikan diri di
dunia medis, kita juga dapat belajar untuk menjadi dokter yang
mementingkan kesehatan pasien dan tidak bertindak seenaknya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pasal 27 tersebut adalah
bahwa pada beberapa kasus seperti kasus prita mulyasari tersebut faktanya
membuktikan bahwa meskipun tindakan prita menyebarkan e-mail
mengenai ketidakpuasannya terhadap RS Omni menggunakan media
teknologi, itu merupakan salah satu bentuk dari kebebasan menyatakan
pendapat
yang
harus
lebih
hati-hati
disingkapi
sehingga
tidak
3.3
1. Supremacy Of Law
Dalam suatu negara hukum, maka kedudukan hukum merupakan
posisi tertinggi, kekuasaan harus tunduk pada hukum bukan
sebaliknya hukum tunduk pada kekuasaan, bila hukum tunduk pada
kekuasaan, maka kekuasaan dapat membatalkan hukum, dengan kata
lain hukum dijadikan alat untuk membenarkan kekuasaan. Hukum
harus menjadi tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat.
3. Human Rights
Human rights, meliputi 3 hal pokok, yaitu :
a. The rights to personal freedom (kemerdekaan pribadi), yaitu hak
untuk melakukan sesuatu yang dianggap baik bagi dirinya, tanpa
merugikan orang lain.
b. The rights to freedom of discussion (kemerdekaan berdiskusi),
yaitu hak untuk mengemukakan pendapat dan mengkritik, dengan
ketentuan yang bersangkutan juga harus bersedia mendengarkan
orang lain dan bersedia menerima kritikan orang lain.
3.3.2
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Dalam kedua pasal tersebut Ny. Prita berhak
mengeluarkan pendapat dan berhak mendapat pelayanan kesehatan yang
baik.
Tapi dalam pasal 28 J (2) disebutkan juga pembatasan dalam hak
dan kebebasan tersebut yang berbunyi Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokrastis. Oleh karena itu RS Internasional Omni dan
nama-nama dokter yang tercantum secara jelas dalam email yang dikirim
oleh Ny. Prita juga melanggar HAM dari mereka.
UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 7 : Setiap
orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab dan pasal 8 : Setiap orang berhak
memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan
dan pengobatan yang telah maupun akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.
Dikaji dari UU No.36 tahun 2009 diatas, apabila benar cerita yang
disampaikan Ny. Prita Mulyasari, beserta saksi dan bukti yang jelas dan
valid maka RS Internasional Omni dan dokter terkait telah melanggar UU
No. 36 tahun 2009 dan dapat dijatuhi hukuman kurungan paling lama 1
(satu) tahun berdasarkan UU No. 29 tahun 2004 pasal 79 huruf b (dengan
sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 46 ayat (1))., dll.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Terjadi pelanggaran HAM, UU No. 36 Tahun 2009 dan UU No. 11 Tahun
2008, serta kajian Indonesia sebagai negara hukum. Dilihat dari sudut pandang
HAM yang bersumber dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Declaration
of Human Right) dan Undang-Undang Dasar 1945, dapat dinyatakan bahwa
terjadi pelanggaran hak dari Prita Mulyasari untuk menyampaikan pendapat.
Tindakan Prita yang mengadukan kekecewaannya terhadap Rumah Sakit OMNI
terjadi karena tidak adanya tanggapan atas keluhan Prita yang sebelumnya ia
sampaikan kepada pihak rumah sakit. Dalam hal ini Prita semata-mata menuntut
haknya sebagai pasien. Hal ini tidak menyalahi asas mengemukakan pendapat.
Selain itu, berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009, Prita memang sudah sepantasnya
menuntut RS Omni dikarenakan Prita tidak mendapatkan hak nya sebagai pasien,
sehingga ia mengadukan keluhannya ke dalam surel yang ia kirim dan bersifat
pribadi dan tidak bermaksud untuk menjelekkan RS Omni. Surel itu sendiri
berisikan fakta yang dialami Prita yang jelas-jelas bukan rekayasa sehingga Prita
sudah seharusnya tidak dipermasalahkan berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008.
Namun sayangnya, Prita dianggap bersalah dan putusan ini terkesan berat sebelah
dimana RS Omni yang seharusnya mendapatkan hukuman memenangkan kasus
ini sehingga dapat dikatakan Prita tidak mendapatkan hak yang sama di depan
hukum (RS Omni lebih berkuasa) dan tindakan ini jelas-jelas tidak sesuai dengan
kajian Indonesia sebagai negara hokum dimana setiap orang memiliki derajat
yang sama di mata hokum.
4.2
Saran
Melalui kasus Prita ini diharapkan kita dapat mengubah hal-hal yang tidak
sesuai dengan norma, hukum, undang-undang, serta HAM yang berlaku di negara
kita. Sebagai warga negara Indonesia yang merupakan negara hukum, sudah
sepantasnya kita menegakkan hukum, HAM, dan undang-undang yang berlaku di
negara kita. Orang-orang yang melanggar hal-hal tersebut harus diberikan sanksi
yang tegas. Kita juga harus menciptakan warga negara yang bermoral dan beradab
untuk mencegah pelanggaran HAM, hukum, serta undang-undang yang berlaku di
negara kita sehingga terciptalah masyarakat yang madani, bertanggung jawab, dan
taat pada peraturan yang berlaku demi kedamaian, kesejahteraan, dan kesetaraan
bersama.
DAFTAR PUSTAKA
2009. Kronologi Kasus Prita Mulyasari.
http://hukum.kompasiana.com/2009/06/03/kronologi-kasus-pritamulyasari-13940.html, diunduh pada 30 Oktober 2014, pukul 20.00 WIB.
2012. Awal s/d Akhir Kasus Prita Mulyasari vs RS Omni (Pencemaran Nama
Baik). http://doskow.blogspot.com/2012/11/awal-sd-akhir-kasus-prita-vsrs-omni.html, diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 20.17 WIB.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, 10 Desember 1948.
Gradien Mediatama. Undang-Undang Internet & Transaksi Elektronik. Jakarta :
Transmedia Pustaka.
Kasus Prita Mulyasari. http://id.safenetvoice.org/2009/06/kasus-prita-mulyasari/,
diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 20.09 WIB.
Lbhmasyarakat. 2009. Wrong Diagnosis: The case of Prita Mulyasari and the
threat to free speech. Diakses pada http//www.indonesia.ahrchk.net pada
Kamis, 30 Oktober 2014.
Mulyasari, Prita. 2008. RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif.
http://suarapembaca.detik.com/read/2008/08/30/111736/997265/283/rsomni-dapatkan-pasien-dari-hasil-lab-fiktif, diakses pada 30 Oktober 2014,
pukul 20.29 WIB.
Redaksi Kawan Pustaka. 2010. UUD 1945 dan Perubahannya + Susunan Kabinet
RI Lengkap (1945-2014). Jakarta: Penerbit PT Kawan Pustaka.
Simanjuntak, P.N.H. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan SMP dan MTs Kelas
VII. Jakarta: PT Gramedia Widiasarna
Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek
Hukum Pidana, Jakarta : Tatanusa.
Tempo. Edisi 14 Juni 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1998 Tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Zulkarnaen, Iskandar. 2009. Kronologi Kasus Prita Mulyasari. Diakses pada
http//www.kompasiana.com pada Kamis, 30 Oktober 2014.
LAMPIRAN
Kronologis Kasus Prita Mulyasari
Inilah kronologi lengkap kasus yang menimpa Prita Mulyasari mulai dari awal dia
berobat ke RS Omni International sampai kemudian digugat secara perdata dan
pidana lalu dipenjara selama tiga minggu lamanya. Saya hanya bisa bilang,
Cukup Prita yang mengalami kejadian seperti ini:
8 Agustus 2008
Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai
mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai
membangkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke
39 derajat.
9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara.
Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya
Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan
kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik
lagi.
10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian
lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan
mata kiri.
11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita
memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis
yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi
thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000.
Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat
inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya
memang tidak valid.
Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia
terserang virus yang menular.
15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak
rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain
dengan judul Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra. Emailnya menyebar
ke beberapa milis dan forum online.
30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.
5 September 2008
RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
22 September 2008
Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh
costumernya.
8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi
email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.
24 September 2008
Gugatan perdata masuk.
11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita
terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis
membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di
koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan
banding.
13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga
dilaporkan oleh Omni.
2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima
keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.
3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA
membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul
kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.
4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN
Tangerang.
Kuasa Hukum
OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA,
Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N
RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS.
Ttd. Ttd.
Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H.
Advokat & Konsultan HKI. Advokat.
Ttd. Ttd.
Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H.
Advokat. Advokat.
Sumber:
2009. Kronologi Kasus Prita Mulyasari.
http://hukum.kompasiana.com/2009/06/03/kronologi-kasus-pritamulyasari-13940.html, diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 20.00 WIB.
Kasus Prita Mulyasari
Akhirnya,
17
September
2012, Mahkamah
Agung
(MA)
mengabulkan
Sumber:
Kasus Prita Mulyasari. http://id.safenetvoice.org/2009/06/kasus-prita-mulyasari/,
diakses pada 30 Oktober 2014, pukul 20.09 WIB.
Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen
yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima
oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam
tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar
dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya
sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta
tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen.
Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service
Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang
terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat
pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan
181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi
thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah
komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain
dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai
dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan
dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas
(Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa
ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena
sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan
perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang
telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan
suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.
Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya
tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000
tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta
diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya
saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang
dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan
keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4
sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya.
Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada
tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya
tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari
datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda
terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya
sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan
mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai
pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini
cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat
tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis
saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak
manajemen
hanya
menyebutkan
mohon
maaf
atas
ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang
menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang
mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS
Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya
ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya
RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya
adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu
rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak
makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini
dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya
semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni
(dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan
kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya
yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas
dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang
cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masingmasing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang
dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS
Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang
tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan
tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah
karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H,
dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi
perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak
mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter
ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@yahoo.com
081513100600
Sumber:
Mulyasari, Prita. 2008. RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif.
http://suarapembaca.detik.com/read/2008/08/30/111736/997265/283/rsomni-dapatkan-pasien-dari-hasil-lab-fiktif, diakses pada 30 Oktober 2014,
pukul 20.29 WIB.