R.Hermawan,
SP,MP*)
A. LATAR BELAKANG
Sejak Orde pembangunan dimulai di Indonesia, pemerintah dan rakyat Indonesiatelah menetapkan
Trilogi Pembangunan Nasional (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pembangunan dan
hasil pembangunan, stabilitas nasional yang mantap dan dinamis) sebagai doktrin pelaksanaan
pembangunan nasional. Strategi dan kebijaksanaan, program-program pembangunan setiap sektor
pembangunan nasional dijiwai dan mengacu pada pencapaian Trilogi Pembangunan Nasional
tersebut. Upaya pencapaian Trilogi Pembangunan diwujudkan melalui pembangunan ekonomi
dengan titik berat pada pertanian primer.
Selama 25 Tahun pembangunan ekonomi dengan titik berat pertanian berlangsung, pertumbuhan
ekonomi mampu mencapai sekitar 7 persen pertahun, laju inflasi dapat dikendalikan dibawah dua
digit, swasembada beras tercapai pada tahun 1984, pendapatan perkapita meningkat dari sekitar US
$ 70 pada tahun 1969 menjadi sekitar US $ 700 pada akhir PJP I.
Dengan perubahan struktur perekonomian nasional yang demikian, pada tahap selanjutnya prioritas
pembangunan ekonomi nasioanl mengalami perubahan. Pembangunan industri yang didukung oleh
pertanian yang tangguh menjadi titik berat pembangunan ekonomi nasional. Disini muncul
pertanyaan besar, bagaimana wujud pembangunan industri yang didukung pertanian tangguh. Disini
dapat diartikan bahwa industri yang perlu dikembangkan adalah industri-industri yang mengolah hasil
pertanian primer menjadi produk olahan, yakni agroindustri. Namun sekali lagi adalah bahwa
agroindustri tidak mungkin berkembang dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia, bila tidak didukung
oleh pertanian primer sebagai penghasil bahan baku. Kemudian, pertanian primer tidak akan mampu
berkembang bila tidak didukung oleh pengembangan industri-industri yang menghasilkan sarana
produksi (industri hulu pertanian). Dan agroindustri, pertanian primer dan industri hulu pertanian tidak
dapat berkembang dengan baik bila tidak didukung oleh sektor atau lembaga yang menyediakan jasa
yang dibutuhkan.
B. AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM
Agribisnis sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri
dari dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara
reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.
Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran.
Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya
agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah,
tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.
b. Subsistem Usahatani atau proses produksi
Sub sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka
meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan
pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi
primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan
produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah
pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang
berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka
c. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut
keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat
pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi
primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan,
pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.
d. Subsistem Pemasaran
Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar
domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan
informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
e. Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :
Sarana Tataniaga
Perbankan/perkreditan
Penyuluhan Agribisnis
Kelompok tani
Infrastruktur agribisnis
Koperasi Agribisnis
BUMN
Swasta
Transportasi
Kebijakan Pemerintah
Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada tahap ini peranan
Litbang menjadi sangat penting dan menjadi penggerak utama sistem agribisnis secara
keseluruhan. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini
merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.
Perlu orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya pada
peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan
permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara
efisien..
3. Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis. Oleh
karena itu untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan semua pihak yang berkaitan
dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta
perlu seorang Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.
4. Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector. Agroindustri adalah industri yang
memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan
komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai
bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan
yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa
kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku(input) lain diluar komoditas pertanian,
seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan
berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri pestisida,
industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri
seperti industri mesin perontok dan industri mesin pengolah lain. Dikatakan Agroindustri sebagai
A Leading Sector apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga kemajuan
yang dicapai dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total.
b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.
c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga mampu menarik
pertumbuhan banyak sektor lain.
d. Keragaan dan Performanya berbasis sumberdaya domestik
Sistem
Agribisnis
melalui
pengembangan
sistem
informasi
agribisnis. Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan
serta informasi pasar.
9. Tahapan pembangunan cluster Industri Agribisnis.
Tahapan pembangunan sistem agribisnis di Indonesia:
a. Tahap kelimpahan faktor produksi yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja tidak terdidik.
Serta dari sisi produk akhir, sebagian besar masih menghasilkan produk primer.
Perekonomian berbasis pada pertanian.
b. Akan digerakkan oleh kekuatan Investasi melalui percepatan pembangunan dan pendalaman
industri pengolahan serta industri hulu pada setiap kelompok agribisnis. Tahap ini akan
menghasilkan produk akhir yang didominasi padat modal dan tenaga kerja terdidik,
sehingga selain menambah nilai tambah juga pangsa pasar internasional. Perekonomian
berbasis industri pada agribisnis.
c. Tahap pembangunan sistem agribisnis yang didorong inovasi melalui kemajuan teknologi
serta peningkatan Sumberdaya manusia.Tahap ini dicirikan kemajuan Litbang pada setiap
sub sistem agribisnis sehingga teknologi mengikuti pasar. Perekonomian akan beralih dari
berbasis Modal ke perekonomian berbasis Teknologi.
10. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis
Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap daerah.
11. Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
Untuk membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan
memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat
menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya
alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis. Selama
30 tahun terakhir, keluaran kredit pada on farm agribisnis di daerah hanya kurang dari 20 %
dari total kredit perbankan. Padahal sekitar 60 % dari penduduk Indonesia menggantungkan
kehidupan ekonominya pada on farm agribisnis. Kecilnya alokasi kredit juga disebabkan dan
diperparah oleh sistem perbankan yang bersifat Branch Banking System. Sistem Perbankan
yang demikian selama ini, perencanaan skim perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat)
ditentukan
oleh
Pusat
bank
yang
bersangkutan/sifatnya
sentralistis,
yang
biasanya
menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga tabungan yang berhasil dihimpun
didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak akan kembali ke daerah lagi. Oleh
karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu dengan merubah sistem perbankan menjadi
sistem Unit Banking system (UBS), yakni perencanaan skim perkreditan didasarkan pada
karakteristik ekonomi lokal. Kebutuhan kredit antara subsistem agribisnis berbeda serta
perbedaan juga terjadi pada setiap usaha dan komoditas. Prasyarat agunan kredit juga
disesuaikan. Disamping agunan lahan atau barang modal lainnya, juga bisa penggunaan
Warehouse Receipt System (WRS) dapat dijadikan alternatif agunan pada petani. .WRS adalah
suatu sistem penjaminan dan transaksi atas surat tanda bukti (Warehouse Receipt).
12. Pengembangan strategi pemasaran
Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama menghadapi
masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan, keadaan pasar
heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi
menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen). Sehingga dengan berubahnya paradigma
tersebut, maka pengetahuan yang lengkap dan rinci tentang preferensi konsumen pada setiap
wilayah, negara, bahkan etnis dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk segmentasi
pasar dalam upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Selain itu
diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang didasarkan preferensi konsumen, yang
selanjutnya digunakan untuk pemetaan produk (product mapping).. Selain itu juga bisa
dikembangkan strategi pemasaran modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi
produsen-konsumen, yang didasarkan pada kajian mendalam dari segi kekuatan dan
kelemahan.
13. Pengembangan sumberdaya agribisnis. Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya
agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan
kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan agribisnis.
Dalam pengembangan teknologi, yang perlu dikembangkan adalah pengembangan teknologi
aspek: Bioteknologi, teknologi Ekofarming, teknologi proses, teknologi produk dan teknologi
Informasi. Sehingga peran Litbang sangatlah penting. Untuk mendukung pengembangan
jaringan litbang diperlukan pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan
mengkomunikasikan informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar komponen jaringan,
mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna langsung dan mengkomunikasikan
konsep dan atribut produk agribisnis kepada konsumen. Dalam pengembangan SDM Agribisnis
perlu menuntut kerjasama tim (team work) SDM Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM
Agribisnis pelaku langsung dan SDM Agribisnis pendukung sektor agribisnis.
14. Penataan dan pengembangan struktur Agribisnis. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat
telah menciptakan masalah transisi dan margin ganda. Oleh karena itu penataan dan
pengembangan struktur agribisnis nasional diarahkan pada dua sasaran pokok yaitu:
a. Mengembangkan struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti suatu aliran
produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis pertanian
primer dan subsektor agribisnis hilir berada dalam suatu keputusan manajemen.
yang
didasarkan
pada
peta
perkembangan
komoditas
agribisnis,
potensi
Agribisnis. Dalam
Agribisnis, perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi
(laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor
dan lain-lain.
17. Kebijaksanaan terpadu pengembangan agribisnis. Ada beberapa bentuk kebijaksanaan
terpadu dalam pengembangan agribisnis.
a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.
litbang
teknologi
untuk
mendorong
pasar
domestik
dan
internasional.
18. Pengembangan agribisnis berskala kecil. Ada 3 kebijaksanaan yang harus dilakukan adalah:
a. Farming Reorganization
Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang
menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen usahatani.
Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata kepemilikan hanya
0,1 Ha.
b. Small-scale Industrial Modernization
Modernisasi
teknologi,
modernisasi
sistem,
organisasi
dan
manajemen,
serta
pengelolaan
agribisnis
yang
integratif,
yaitu
melalui
satu
Departemen
Penyuluhan
pada
b) produsen atau penyedia jasa seperti perdagangan , kredit, tenaga kerja ( SDM) dan sebagainya.
2. Subsistem budidaya atau produksi biologis di tingkat usahatani sebagai subsistem utama, semua
input ( lahan, modal, tenaga kerja) diramu dalam suatu proses produksi untuk menghasilkan biji
kedelai sebagai produk utamanya dan hasil ikutannya seperti daun, akar dan batangna uang bila
dikeringkan dapat dipakai untuk bahan bakar atau yang masih segar bias dijadikan makanan ternak.
Buah kedelai dipanen, dikeringkan dn dipisahkan biji dari polonngnya, disortir, dikemas dan
sebagainya
Biji kedelai diolah untuk menjadi benih atau menjadi komoditas yang siap dipasarkan dengan suatu
standar perdangangan tertentu.
Biji kedelai diolah lebih lanjut untuk menjadi produk konsumsi atau setengah matang seperti tahu,
tempe atau lainnya.
Atau oleh warung makanan atau pedagang kaki lima diolah dari tempe setengah matang menjadi
produk akhir siap santap seperti tempe goreng,, kripik tempe atau pepes tahu.
Daun , akar dan batangnya serta kulit polong nya diolah untuk menjadi pupuk kompos atau untuk
media budidaya jamur.
4. Subsistem agro marketing, semua komoditas atau produk konsumsi tersebut dipasarkan melalui
serangkaian kegiatan promosi, dan distribusikan melalui pedagang besar, eceran dan sebagainya.
5. Subsistem penunjang yang meliputi system informasi, litbang tanaman pangan,hokum dan
perundangan, kebijaksanaan pemerintah.
Subsistem subsistem input , agro inustri dan pemasaran secara bersama sama sering disebut
sebagai subsistem off faram, (luar usahatani), sedangkan subsistem yang kedua disebut on
farm ( pada usahatani ).
BAB. I
PENDAHULUAN
Saat ini tanaman kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting setelah
beras disamping sebagai bahan pakan dan industri olahan. Karena hampir 90% digunakan
sebagai bahan pangan maka ketersediaan kedelai menjadi faktor yang cukup penting
(Anonimous, 2004c). Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan
protein yang memiliki arti penting sebagai sumber protein nabati untuk peningkatan gizi dan
mengatasi penyakit kurang gizi seperti busung lapar Perkembangan manfaat kedelai di
samping sebagai sumber protein, makanan berbahan kedelai dapat dipakai juga sebagai
penurun cholesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Selain itu, kedelai dapat
berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kanker.
Oleh karena itu, ke depan proyeksi kebutuhan kedelai akan meningkat
seiring dengan kesadaran masyarakat tentang makanan sehat. Produk kedelai
sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri
kecil menengah bahkan sebagai komoditas ekspor.
Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri
baru mencapai 0,71 juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar 1,31 juta ton (Anonimous
2005c) Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri
sendiri. Upaya untuk menekan lajuimpor tersebut dapat ditempuh melalui strategi
peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan
kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses
pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infra struktur, serta pengaturan tataniaga
dan insentif usaha (Anonimous, 2004c; 2005c). Mengingat Indonesia dengan jumlah
penduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat
maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di dalam negeri untuk
menekan laju impor (Anoniomus, 2005b).
Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran tentang arah pengembangan
produksi kedelai ke depan dan kebijakan penelitian, sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan pengembangan komoditas kedelai.
BAB. II
BUDIDAYA TANI KEDELAI
a. Teknik Budidaya
1. Pembibitan
1) Penyiapan Benih
Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum benih ditanam harus dicampur dengan legin, (suatu
inokulum buatan dari bakteri atau kapang yang ditempatkan di media biakan, tanah, kompos untuk memulai
aktifitas biologinya (Rhizobium japonicum). Pada tanah yang sudah sering ditanam dengan kedelai atau kacangkacangan lain, berarti sudah mengandung bakteri tersebut. Bakteri ini akan hidup di dalam bintil akar dan
bermanfaat sebagai pengikat unsur N dari udara.
Cara pemberian legin:
a) sebanyak 5-10 gram legin dibasahi dengan air sekitar 10 cc;
b) legin dicampur dengan 1 kg benih dan kocok hingga merata (agar seluruh kulit biji terbungkus dengan
inokulum;
c) setelah diinokulasi, benih dibiarkan sekitar 15 menit baru dapat ditanam. Dapat juga benih diangin-anginkan
terlebih dahulu sebelum ditanam, tetapi tidak lebih dari 6 jam.
Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam hal memilih benih yang baik adalah:
kondisi dan lama penyimpanan benih tersebut. Biji kedelai mudah menurun daya kecambah/daya tumbuhnya
(terutama bila kadar air dalam biji 13% dan disimpan di ruangan bersuhu 25 derajat C, dengan kelembaban
nisbi ruang 80%.
2) Pembentukan Bedengan
Pembuatan bedengan dapat dilakukan dengan pencangkulan ataupun denga bajak lebar 50-60 cm, tinggi 20 cm.
Apabila akan dibuat drainase, maka jarak antara drainase yang satu dengan lainnya sekitar 3-4 m.
3) Pengapuran
Tanah dengan keasaman kurang dari 5,5 seperti tanah podsolik merah-kuning, harus dilakukan pengapuran
untuk mendapatkan hasil tanam yang baik. Kapur dapat diberikan dengan cara menyebar di permukaan tanah,
kemudian dicampur sedalam lapisan olah tanah sekitar 15 cm. Pengapuran dilakukan 1 bulan sebelum musim
tanam, dengan dosis 2-3 ton/ha. Diharapkan pada saat musim tanam kapur sudah bereaksi dengan tanah, dan pH
tanah sudah meningkat sesuai dengan yang diinginkan.
Kapur halus memberikan reaksi lebih cepat daripada kapur kasar. Sebagai
sumber kapur dapat digunakan batu kapur atau kapur tembok. Pemberian kapur
tidak harus dilakukan setiap kali tanam, tetapi setiap 3-4 tahun sekali. Dengan
pengapuran, tanah menjadi kaya akan Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dan
pH-nya meningkat. Selain itu peningkatan pH dapat menaikkan tingkat persediaan Molibdenum (Mo) yang
berperan penting untuk produksi kedelai dan golongan ketela pohon.
4) Waktu Tanam
Pemilihan waktu tanam kedelai ini harus tepat, agar tanaman yang masih muda tidak terkena banjir atau
kekeringan. Karena umur kedelai menurut varietas yang dianjurkan berkisar antara 75-120 hari, maka sebaiknya
kedelai ditanam menjelang akhir musim penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih mengandung
cukup air.
Waktu tanam yang tepat pada masing-masing daerah sangat berbeda. Sebagai pedoman: bila ditanam di tanah
tegalan, waktu tanam terbaik adalah permulaan musim penghujan. Bila ditanam di tanah sawah, waktu tanam
paling tepat adalah menjelang akhir musim penghujan. Di lahan sawah dengan irigasi, kedelai dapat ditanam
pada awal sampai pertengahan musim kemarau.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penjarangan dan Penyulaman
Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari. Dalam kenyataannya tidak semua biji yang ditanam dapat
tumbuh dengan baik, sehingga akan terlihat tidak
seragam. Untuk menjaga agar produksi tetap baik, benih kedelai yang tidak tumbuh sebaiknya segera diganti
dengan biji-biji yang baru yang telah dicampur
Legin atau Nitrogen. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah benih yang tidak
tumbuh mencapai lebih dari 10 %. Waktu penyulaman yang terbaik adalah sore
hari.
2) Penyiangan
Penyiangan ke-1 pada tanaman kedelai dilakukan pada umur 2-3 minggu.
Penyiangan ke-2 dilakukan pada saat tanaman selesai berbunga, sekitar 6 minggu setelah tanam. Penyiangan ke2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2 (pemupukan lanjutan). Penyiangan dapat dilakukan dengan
cara mengikis gulma yang tumbuh dengan tangan atau kuret. Apabila lahannya luas, dapat juga dengan
menggunakan herbisida. Sebaiknya digunakan herbisida
seperti Lasso untuk gulma berdaun sempit dengan dosis 4 liter/ha.
3) Pembubunan
Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran tanaman. Luka
pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya.
4) Pemupukan
Dosis pupuk yang digunakan sangat tergantung pada jenis lahan dan kondis tanah. Pada tanah subur atau tanah
bekas ditanami padi dengan dosis pupuk tinggi, pemupukan tidak diperlukan. Pada tanah yang kurang subur,
pemupukan dapat menaikkan hasil. Dosis pupuk secara tepat adalah sebagai berikut:
a) Sawah kondisi tanah subur: pupuk Urea=50 kg/ha.
b) Sawah kondisi tanah subur sedang: pupuk Urea=50 kg/ha, TSP=75 kg/ha dan KCl=100 kg/ha.
c) Sawah kondisi tanah subur rendah: pupuk Urea=100 kg/ha, TSP=75 kg/ha dan KCl=100 kg/ha.
d) Lahan kering kondisi tanah kurang subur: pupuk kandang=2000-5000 kg/ha;
e) Urea=50-100 kg/ha, TSP=50-75 kg/ha dan KCl=50-75 kg/ha.
5) Pengairan dan Penyiraman
Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini dibutuhkan sejak benih
ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang panen, tanah sebaiknya dalam keadaan kering. Kekurangan
air pada masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat
Pengendalian:
(1) waktu tanam pada saat tanah masih lembab dan subur (tidak pada bulan-bulan kering);
(2) penyemprotan Agrothion 50 EC, Azodrin 15 WSC, Sumithoin 50 EC, Surecide 25 EC
c) Kumbang daun tembukur (Phaedonia Inclusa)
Bertubuh kecil, hitam bergaris kuning. Bertelur pada permukaan daun. Gejala: larva dan kumbang memakan
daun, bunga, pucuk, polong muda, bahkan seluruh tanaman.
Pengendalian: penyemprotan Agrothion 50 EC, Basudin 50 EC, Diazinon 60 EC, dan Agrothion 50 EC.
d) Cantalan (Epilachana Soyae)
Kumbang berwarna merah dan larvanya yang berbulu duri, pemakan daun dan merusak bunga.
Pengendalian: sama dengan terhadap kumbang daun tembukur.
e) Ulat polong (Etiela Zinchenella)
Ulat yang berasal dari kupu-kupu ini bertelur di bawah daun buah, setelah
menetas, ulat masuk ke dalam buah sampai besar, memakan buah muda. Gejala:
pada buah terdapat lubang kecil. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar
berubah warna, di dalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotorannya.
Pengendalian:
(1) kedelai ditanam tepat pada waktunya (setelah panen padi),
sebelum ulat berkembang biak;
(2) penyemprotan obat Dursban 20 EC sampai 15 hari sebelum panen.
f) Kepala polong (Riptortis Lincearis)
Gejala: polong bercak-bercak hitam dan menjadi hampa.
Pengendalian: penyemprotan Surecide 25 EC, Azodrin 15 WSC.
g) Lalat kacang (Ophiomyia Phaseoli)
Menyerang tanaman muda yang baru tumbuh.
Pengendalian: Saat benih
ditanam, tanah diberi Furadan 36, kemudian setelah benih ditanam, tanah ditutup dengan jerami . Satu minggu
setelah benih menjadi kecambah dilakukan
penyemprotan dengan insektisida Azodrin 15 WSC, dengan dosis 2 cc/liter air,
volume larutan 1000 liter/ha. Penyemprotan diulangi pada waktu kedelai berumur 1 bulan.
h) Kepik hijau (Nezara Viridula)
Panjang 16 mm, telur di bawah permukaan daun, berkelompok. Setelah 6 hari telur menetas menjadi nimfa
(kepik muda), yang berwarna hitam bintik putih. Pagi hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke
polong, memakan polong dan bertelur. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6 bulan.
Gejala: polong dan biji mengempis serta kering. Biji bagian dalam atau kulit
polong berbintik coklat.
Pengendalian: Azodrin 15 WCS, Dursban 20 EC,
Fomodol 50 EC.
i) Ulat grayak (Prodenia Litura)
Seranggan: mendadak dan dalam jumlah besar, bermula dari kupu-kupu berwarna keabu-abuan, panjang 2 cm
dan sayapnya 3-5 cm, bertelur di permukaan daun. Tiap kelompok telur terdiri dari 350 butir.
Gejala: kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol, memakan daun, dan berpencar mencari rumpun lain.
Pengendalian: (1) dengan cara sanitasi; (2) disemprotkan pada sore/malam hari
(saat ulat menyerang tanaman) beberapa insektisida yang efektif seperti Dursban 20 EC, Azodrin 15 WSC dan
Basudin 50 EC.
7.2. Penyakit
a) Penyakit layu lakteri (Pseudomonas solanacearum)
Penyakit ini menyerang pangkal batang. Penyerangan pada saat tanaman berumur 2-3 minggu. Penularan
melalui tanah dan irigasi.
Gejala: layu mendadak bila kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat. Pengendalian:
(1) biji yang ditanam sebaiknya dari varietas yang tahan layu dan kebersihan sekitar tanaman dijaga, pergiliran
tanaman dilakukan dengan tanaman yang bukan merupakan tanaman inang penyakit tersebut. Pemberantasan:
belum ada.
b) Penyakit layu (Jamur tanah : Sclerotium Rolfsii)
P enyakit ini menyerang tanaman umur 2-3 minggu, saat udara lembab, dan tanaman berjarak tanam pendek.
Gejala: daun sedikit demi sedikit layu,
menguning. Penularan melalui tanah dan irigasi.
Pengendalian:
(1) varietas yang ditanam sebaiknya yang tahan terhadap penyakit layu;
(2) menyemprotkan Dithane M 45, dengan dosis 2 gram/liter air.
c) Penyakit lapu (Witches Broom: Virus)
Penyakit ini menyerang polong menjelang berisi. Penularan melalui singgungan tanam karena jarak tanam
terlalu dekat.
Gejala: bunga, buah dan daun mengecil.
Pengendalian: menyemprotkan Tetracycline atau Tokuthion 500 EC.
d) Penyakit anthracnose (Cendawan Colletotrichum Glycine Mori)
Penyakit ini menyerang daun dan polong yang telah tua. Penularan dengan perantaraan biji-biji yang telah kena
penyakit, lebih parah jika cuaca cukup lembab.
Gejala: daun dan polong bintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang
paling rendah rontok, polong muda yang terserang hama menjadi kosong dan isi
polong tua menjadi kerdil.
Pengendalian:
(1) perhatikan pola pergiliran tanam
yang tepat;
(2) penyemprotan Antracol 70 WP, Dithane M 45, Copper Sandoz.
e) Penyaklit karat (Cendawan phakospora Phachyrizi)
Penyakit ini menyerang daun. Penularan dengan perantaraan angin yang
menerbangkan dan menyebarkan spora.
Gejala: daun tampak bercak dan bintik
coklat.
Pengendalian:
(1) cara menanam kedelai yang tahan terhadap penyakit;
(2) menyemprotkan Dithane M 45.
f) Penyakit bercak daun bakteri (Xanthomonas phaseoli)
Penyakit ini menyerang daun.
Gejala: permukaan daun bercak-bercak menembus
ke bawah.
Pengendalian: menyemprotkan Dithane M 45.
g) Penyakit busuk batang (Cendawan Phytium Sp)
Penyakit ini menyerang batang. Penularan melalui tanah dan irigasi. Gejala: batang menguning kecokllatcoklatan dan basah, kemudian membusuk dan mati.
polong kedelai akan mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna, pada
saat penjemuran hendaknya dilakukan pembalikan berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena
dengan pembalikan banyak polong pecah dan banyak biji lepas dari polongnya. Sedangkan biji-biji masih
terbungkus polong dengan mudah bisa dikeluarkan dari polong, asalkan polong sudah cukup kering.
Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih, dijemur secara terpisah. Biji tersebut sebenarnya telah dipilih
dari tanaman-tanaman yang sehat dan dipanen tersendiri, kemudian dijemur sampai betul-betul kering dengan
kadar air 10-15 %.
Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dari pukul 10.00 hingga 12.00 siang.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polongan. Diantaranya dengan cara memukul-mukul
tumpukan brangkasan kedelai secara langsung dengan kayu atau brangkasan kedelai sebelum dipukul-pukul
dimasukkan ke dalam karung, atau dirontokkan dengan alat pemotong padi.
Setelah biji terpisah, brangkasan disingkirkan. Biji yang terpisah kemudian ditampi agar terpisah dari kotorankotoran lainnya. Biji yang luka dan keriput dipisahkan. Biji yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai
kadar airnya 9-11 %. Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan.
Sebagai perkiraan dari batang dan daun basah hasil panen akan diperoleh biji kedelai sekitar 18,2 %.
9.3. Penyimpanan dan pengemasan
Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Caranya kedelai disimpan di
tempat kering dalam karung. Karung-karung kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak
langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu lama, maka setiap 2-3 bulan
sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar 9-11 %.
B. Usahatani
Tanaman kedelai yang merupakan tanaman cash crop dibudidayakan di lahan sawah dan di lahan kering. Sekitar
60% areal pertanaman kedelai terdapat
di lahan sawah dan 40% lainnya di lahan kering. Areal pertanaman kedelai
tersebar di seluruh Indonesia dengan luas masing-masing seperti disajikan pada
menunjukkan bahwa luas areal tanam mencapai puncaknya tahun 1992, yaitu 1,67 juta ha. Namun sejak tahun
2000 areal tanam terus menurun menjadi 0,53 juta ha pada tahun 2003. Penurunan areal tanam ada kaitannya
dengan banjirnya kedelai impor sehingga nilai kompetitif dan komparatif tanaman kedelai merosot. Secara
finansial usahatani kedelai di tingkat petani menguntungkan, di mana pendapatan bersih yang diperoleh sekitar
Rp 2.048.500/ha dengan R/C 2,14 (Anonimous, 2005a).
b. Sistem pendukung
Benih bermutu varietas unggul merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas pertanaman kedelai.
Dalam mendukung penyediaan
benih bermutu industri benih di komoditas kedelai belum berkembang dengan
baik. Produsen benih nasional maupun penangkar lokal masih kurang berperan
(Nugraha, 1996, Siregar, 1999) Berbeda dengan komoditas padi dan jagung,
Usaha perbenihan untuk tanaman kedelai masih tertinggal, petani lebih banyak memakai benih asalan atau
turunan dari pertanaman sebelumnya. Pemakaian benih unggul bersertifikat pada tanaman kedelai kurang dari
10% (Anonimous 2004b). Industri pangan berupa tahu, tempe dan kecap banyak menyerap biji kedelai.
Konsumsi tertinggi adalah untuk bahan industri tahu dan tempe.
Berdasarkan perhitungan, konsumsi kedelai untuk tahu dan tempe pada tahun 2002 mencapai 1,776 juta ton,
atau 88% dari total kebutuhan dalam negeri digunakan sebagai bahan baku olahan tahu dan tempe (BPS, 2002)
Industri pakan ternak (unggas) merupakan kegiatan agribisnis hilir yang cukup penting dalam agribisnis kedelai.
Dalam pembuatan pakan ternak, bungkil kedelai merupakan bahan terpenting kedua setelah jagung, yaitu sekitar
1520% dari komposisi pakan. Kedelai juga sebagai bahan baku penting industri lain, di antaranya tepung,
olahan pangan, dan pati. Namun kebutuhan industri lain ini hanya menyerap biji kedelai sekitar 12% dari total
kebutuhan konsumsi kedelai.
BAB. III
POTENSI, DAN ARAH PENGEMBANGAN KEDELAI
1. Potensi Lahan
Potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai dapat diarahkan ke provinsi-provinsi yang pernah
berhasil menanam kedelai Peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi kedelai dan Location
Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator kesesuaian agroekosistem bagi usaha tani kedelai (Fagi, 2005)
Potensi lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai, baik untuk program peningkatan produktivitas maupun
perluasan areal. Namun untuk pengembangan tanaman kedelai masih banyak kendalanya antara lain nilai
komparatif dan kompetitif kedelai paling rendah di antara komoditas lainnya. Pengembangan areal tanam
kedelai dapat dilakukan pada lahan sawah, lahan kering (tegalan), lahan bukaan baru dan lahan pasang surut
yang telah direklamasi.
2. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi
Data statistik dari FAO menunjukkan bahwa selama periode 19901995,
areal panen kedelai masih meningkat dari 1,33 juta ha pada tahun 1990 menjadi
1.48 juta ha pada tahun 1995, atau meningkat rata-rata 2,06 persen per tahun.
Sejak tahun 1995, terjadi penurunan areal panen secara tajam dari sekitar 1,48
juta ha menjadi sekitar 0,83 juta ha pada tahun 2000, atau menurun rata-rata
11,00 persen per tahun. Selama periode 20002004, areal panen kedelai masih
terus menurun rata-rata 9,66 persen per tahun.
Secara keseluruhan, selama periode 15 tahun terakhir (19902004) luas
areal kedelai di Indonesia menurun tajam dari sekitar 1,33 juta ha pada tahun
1990 menjadi 0,55 juta ha pada tahun 2004, atau turun rata-rata 6,14 persen per
tahun, seperti terlihat pada Tabel 4 diatas.
Perkembangan teknologi, baik penggunaan varietas maupun teknologi
budidaya sedikit berhasil meningkatkan produktivitas kedelai dari rata-rata 1,11
ton/ha pada tahun 1990 menjadi rata-rata 1,29 ton/ha pada tahun 2004, atau
meningkat rata-rata 1,03 persen per tahun. Peningkatan produktivitas mencapai
puncaknya pada periode 19952000, yaitu mencapai rata-rata 1,65 persen per
tahun. Meskipun produktivitas meningkat, namun peningkatan tersebut jauh lebih rendah daripada penurunan
luas areal, sehingga total produksi pada periode tersebut turun rata-rata 9,53 persen per tahun.
4. Pasar, Harga dan Daya Saing
Diduga penurunan harga riil menjadi disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal panen kedelai.
Selain itu, persaingan penggunaan
lahan dengan palawija lainnya juga diduga merupakan salah satu penyebab
turunnya areal panen kedelai. Indikatornya ialah kenaikan harga riil jagung.
Secara teoritis, kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam
komoditas tersebut. Konsekuensinya ialah bahwa kenaikan areal tanam jagung
(sebagai komoditas pesaing) dengan sendirinya akan mengurangi areal untuk
kedelai, karena lahan yang digunakan adalah lahan yang sama. Perkembangan
harga riil kedelai dan jagung sebagai pesaing. Harga yangdigunakan dalam bahasan ini adalah harga riil, yaitu
harga nominal dideflasi dengan indeks harga umum dengan tahun dasar 1983. Berdasarkan data statistik dari
FAO, harga riil kedelai selama periode 19912002 berfluktuasi dari tahun ketahun. Namun demikian, secara
umum mengalami penurunan dari Rp 493/kg pada tahun 1991 menjadi Rp 344/kg pada tahun 2002, atau turun
rata-rata 3,21 persen per tahun. Di lain pihak, harga riil jagung ternyata meningkat rata-rata 0,98 persen per
tahun selama periode yang sama. Perkembangan harga kedua komoditas ini merupakan salah satu indikator
adanya persaingan penggunaan lahan. Kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam jagung,
sehingga akan menurunkan areal tanam kedelai.
a. Pemasaran
Seperti telah diungkapkan di atas, bahwa kedelai pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan. Oleh
karena itu, pemasarannya mulai
dari daerah sentra produksi ke industri pengolahan melalui pedagang, dan bermuara ke konsumen akhir. Selain
dari petani, kedelai di pasar domestik juga
sebagian berasal dari impor. Kedelai impor umumnya dibeli oleh koperasi pengerajin tahu dan tempe (KOPTI),
untuk selanjutnya dipasarkan ke pengerajin tahu dan tempe.
Dalam pemasaran kedelai, petani umumnya berada dalam posisi tawar
yang lemah, sehingga harga kedelai di tingkat petani lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Oleh karena itu,
harga riil di tingkat produsen (petani) selama 15 tahun terakhir cenderung terus menurun. Dalam pengembangan
diperlukan perbaikan tataniaga kedelai dari produsen hingga konsumen.
b. Daya Saing Usahatani
Seperti telah diungkapkan di atas, bahwa secara finansial usahatani kedelai di Indonesia menguntungkan
(Anonimous, 2004b). Namun demikian, keuntungan finansial belum dapat menggambarkan tingkat efisiensi
ekonomi usahatani, karena masih banyak terdapat komponen subsidi atau proteksi. Oleh karena itu, untuk
mengevaluasi daya saing suatu komoditas diperlukan evaluasi secara ekonomi.
Studi daya saing yang pernah dilakukan oleh Gonzales (1993) menunjukkan bahwa secara ekonomi usahatani
kedelai di Indonesia belum mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, baik yang dilakukan secara
tradisional maupun secara komersial, untuk ketiga rezim pemasaran, yaitu perdagangan antar wilayah (IRT),
substitusi impor (IS), dan promosi ekspor (EP).
Padi dan jagung mempunyai keunggulan komparatif jika diproduksi untuk perdagangan antar wilayah dan
substitusi impor. Sedangkan untuk promosi ekspor tidak mempunyai keunggulan komparatif. Untuk kedelai,
tidak mempunyai keunggulan komparatif untuk ketiga regim pemasaran. Hal ini diperlihatkan oleh nilai RCR
yang lebih besar dari 1,00. Artinya ialah bahwa untuk memperoleh penerimaan US$ 1.00 memerlukan korbanan
(biaya) melebihi US$ 1.00. Padahal pada tahun 19921993 Indonesia mencapai puncak luas areal tanam kedelai,
yang mencerminkan adanya insentif harga untuk menanam kedelai.
B. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai adalah:
a) Berfungsinya sistem pengelolaan plasma nutfah tanaman kedelai untuk melayani kebutuhanprodusen, dengan
prioritas dapat dilestarikannya.
b) Tersedia dan berfungsinya sistem dan teknik produksi kedelai lahan sawah irigasi dan tadah hujan serta lahan
kering masam.
c) Dihasilkannya, tersedianya dan dimanfatkannya benih penjenis VUB kedelai.
IV. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa:
a) Pengembangan kedelai di dalam negeri diarahkan melalui strategi
b) peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Peningkatan
c) produktivitas dicapai dengan penerapan teknologi yang sesuai (spesifik) bagi
d) agroekologi/wilayah setempat. Perluasan areal tanam diarahkan melalui
e) peningkatan indeks pertanaman (IP) di lahan sawah irigasi sederhana, sawah tadah hujan dan lahan kering
yang telah diusahakan
PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2004. Strategi peningkatan produksi kedelai sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor. Orasi
Pengukuhan APU. Badan Litbang Pertanian. 50 hlm.