Latar Belakang Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih
sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2002-2003)
Angka kematian ibu adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada tahun 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup angka tersebut masih tergolong tinggi1. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortaliatas dan morbiditas ibu bersalin2. Salah satu bagian dari hipertensi dalam kehamilan yang sering terjadi adalah preeclampsia. Preeklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, dengan penyebab yang masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang utama dalam kebidanan2. Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel2,3. Penyakit ini merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya terjadi pada triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga seperti pada pasien mola hidatidosa3,5,6,7,8. Preeklampsia dikelompokkan menjadi preeklampsia berat dan ringan5. Preeklampsia ringan dipandang tidak memiliki resiko bagi ibu dan janin, tetapi tidaklah lepas dari kemungkinan terjadinya berbagai masalah akibat dari preeklampsia itu sendiri. Preeklampsia berat membawa resiko bagi ibu janin yang lebih besar yang membutuhkan penanganan medicinal atau bahkan sampai pada pertimbangan untuk terminasi kehamilan2,4. Beratnya gejala preeclampsia sangat berkaitan dengan peningkatan tekanan arteri yang menyertainya. Tekanan yang meningkat menimbulkan lingkaran setan yang memperberat spasme arteri dan pengaruh patologis lain dari preeclampsia7.
Berbagai
kepustakaan menjabarkan beragam
patofisiologi
preeklampsia, hingga kini penanganan preeklampsia masih berdasarkan empiris
dan simptomatis. Masih menjadi pilihan untuk penatalaksanaan definitif adalah terminasi kehamilan2,4. Menurut WHO angka kejadian preeclampsia pada tahun 2005 berkisar antara 0,51%-38,4%. Di Negara maju angka kejadiannya berkisar antara 6-7%, sedangkan angka kejadian di Indonesia sekitar 3,4-8,5%9. Hal ini disebabkan oleh etiologi yang tidak jelas, perawatan dalam persalinan oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang belum sempurna2. Besarnya pengaruh preeklampsia berat terhadap tingginya angka mortalitas dan morbiditas ibu, maka sudah selayaknya dilakukan upaya pencegahan dengan mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang memiliki nilai prediksi dan memberikan penanganan kasus preeklampsia dengan tepat.