Anda di halaman 1dari 15

Indentifikasi Isu Strategis

Mengidentifikasi Isu Strategis


Oleh:
Randy R. Wrihatnolo

I. Pengantar

Pengidentifikasikan isu strategis merupakan jantung dari proses perencanaan strategis. Misi organisasi sering secara
eksplisit maupun implisit dimaknai sebagai suatu isu. Isu strategis sangat penting, karena mereka berperan sentral
dalam pengambilan keputusan politis. Pengambilan keputusan politis selalu beranjak dari isu-isu. Perencanaan
strategis dapat meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan dengan cara membingkai isu-isu yang penting
dan mengirim isu-isu itu ke pengambil keputusan kunci. Ketika isu strategis berhasil diidentifikasi, maka selanjutnya
disusun kerangka rincinya dalam beberapa subsekuensi, beberapa keputusan, dan kerangka aksi. Apabila isu strategis
berhasil dirinci seeprti itu, maka secara politis akan mudah diterima dan lebih lanjut secara teknis dan administratif
dapat lebih mudah dikerjakan. Bahkan, secara filosofis dapat dikaitkan dengan nilai dan dasar organisasi baik ditinjau
secara moral etis maupun legal. Identifikasi isu strategis secara tipikal harus melalui serangkaian proses berjenjang
yang harus dilakukan pelaku perencanaan strategis.

II. Hasil Yang Diharapkan

Proses identifikasikan isu strategis ini diharapkan menghasilkan agenda isu strategis yang melekat pada organisasi.
Agenda ini merupakan suatu intermediate outcome yang dapat berkontribusi pada hasil utama, yaitu pertama,
tercapainya daftar isu-isu yang dihadapi organisasi. Daftar isu dapat berasal dari beberapa sumber, namun harus
disimpulkan hati-hati oleh para palaku perencanaan strategis. Kedua, pemilahan daftar isu-isu ke dalam dua kategori,
yaitu kelompok isu strategis dan kelompok isu operasional. Dan ketiga, adanya pengaturan isu strategis secara
berurutan berdasarkan prioritas, logika, dan/atau daftar isu sementara.

III. Manfaat

Beberapa manfaat dari adanya upaya pengidentifikasikan isu strategis dapat dipetakan sebagai berikut.Pertama,
perhatian difokuskan pada hal-hal yang benar-benar paling penting. Indikasinya adalah isu yang terdaftar bukan isu
yang selama ini tidak kita perhitungkan. Misalnya, pengidap prevalensi HIV bukanlah dari kalangan keluarga
miskin. Kedua, perhatian difokuskan pada isu, bukan difokuskan pada jawaban. Isu disusun bukan dari suatu jawaban
atas suatu pertanyaan, namun sebaliknya harus mengandung pemecahan masalah. Misalnya, agar sekolah dapat
gratis maka anggaran belanja negara untuk pendidikan ditingkatkan tanpa mengindahkan defisit penerimaan
negara. Ketiga, pengidentifikasikan isu strategis biasanya menjadi alat penekan yang diperlukan dalam percepatan
perubahan organisasi. Organisasi jarang berubah kecuali organisasi merasa perlu berubah, atau ada dorongan
(pressure) dari dalam untuk berubah, ataupun jika ada tekanan (tension) dari luar untuk berubah. Keempat,
pengidentifikasikan isu strategis menyediakan petunjuk berguna tentang bagaimana memutuskan tiap isu. Indikasinya
adalah adanya pernyataan misi organisasi, mandate (dari luar lingkungan organisasi), serta faktor internal dan faktor
eksternal yang menjadikan sebuah isu sebagai isu strategis. Penentuannya dapat menggunakan analisis, Strengths,

Weaknesses, Opportunities, dan Challenges (SWOC). Kelima, jika suatu proses perencanaan strategis belum menjadi
nyata bagi para pelaku perencanaan strategis sebelumnya, maka mereka belum tentu juga tidak nyata bagi perencana
strategis sesudahnya. Indikasinya adalah isu strategis mengikuti dinamika perkembangan situasi terkini.

Berkenaan dengan penyusunan isu strategis, terdapat tiga hal penting untuk diperhatikan, yaitu (1) krisis kepercayaan
dapat menyebabkan perubahan karakter organisasi; (2) setelah menyelesaikan langkah pengidentifikasikan isu
strategis ini, maka pembuat keputusan kunci dalam organisasi memutuskan perlu mendorong penguatan karakter
organisasi; dan (3) penguatan karakter organisasi hanya dapat tumbuh apabila para perencana mempertanyakan
pendekatan konvensional.

V. Menguraikan Isu Strategis

Isu strategis yang baik dapat digambarkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Pertama, frasa isu berupa kalimat pertanyaan tentang apa yang dapat dilakukan oleh organisasi. Uraian atas isu
tersebut dapat lebih dari satu jawaban. Jawaban atas isu yang digagas sebaiknya mengikuti rambu-rambu sebagai
berikut: (1) jika organisasi tidak melakukan respon apa pun terhadap suatu situasi, maka sesungguhnya tidak ada isu
strategis, atau tidak ada isu strategis yang perlu dilakukan oleh organisasi; (2) perencanaan strategis yang efektif
mempunyai orientasi aksi. Jika perencanaan strategis tidak menghasilkan suatu keputusan aksi yang berguna, maka
perencanaan strategis yang ada kemungkinan tidak berguna dan merupakan pemborosan waktu; (3) pemfokusan
sebaiknya pada pada apa yang organisasi dapat lakukan, bukan sebaliknya. Sehingga organisasi dapat melakukan
pengendalian atas isu yang ada. Jika fokus bukan pada sesuatu yang organisasi tidak dapat lakukan, maka organisasi
hanya memperbesar kekhawatiran terhadap sesuatu yang tidak jelas; (4) organisasi seyogianya memfokuskan pada
bagaimana pembuat keputusan kunci melakukan pengambilan keputusan atas isu-isu strategis yang dapat dilakukan.

Kedua, isu strategis merupakan hasil diskusi persinggungan faktor-faktor dalam SWOC adan mengandung pula misi,
mandat, aspek internal, dan aspek eksternal yang membangun isu strategis. Isu strategis seyogianya mengandung
sebuah tantangan yang mempunyai lebih dari satu solusi. Dan, ketiga, apabila sebuah isu yang disampaikan tidak
mendapatkan artikulasinya, maka konsekuensi yang akan muncul harus dipertimbangkan juga.
Isu strategis dapat muncul dalam tiga bentuk situasi, yaitu sebagai berikut. Pertama, isu strategis dapat muncul ketika
terdapat suatu kejadian yang berada di luar kendali organisasi. Hal ini kelak dapat menyebabkan kesulitan atau
menyebabkan ketidakmungkinan untuk menyelesaikan tujuan dasar yang diterima dan layak. Situasi dapat dianggap
sebagai ancaman atau tantangan (challenges). Kedua, isu strategis dapat muncul ketika teknologi, biaya, staf,
manajemen, atau pilihan-pilihan politis untuk mencapai tujuan dasar ternyata berubah atau sering berubah-ubah.
Situasi dapat menghadirkan tantangan (challenges) atau peluang (opportunities). Ketiga, isu strategis dapat muncul
ketika terjadi perubahan pada misi, mandat, faktor internal, atau faktor eksternal. Hal ini dapat menghadirkan peluang
(opportunities) kekinian atau peluang masa depan. Apabila hal ini terjadi maka diperlukan penyesuaian, antara lain: (1)
penyempurnaan kuantitas/kualitas produk/pelayanan, (2) pengurangan biaya untuk penyediaan produk/pelayanan, (3)
pengenalan produk/pelayanan baru, (4) mengkombinasikan, mengurangi, atau membatasi produk atau pelayanan
tertentu, atau (5) menciptakan nilai publik yang baru.

Gambar 1.

Siklus Perencanaan

Strategis

VI. Pendekatan Identifikasi Isu Strategis

Sekurang-kurangnya terdapat tujuh pendekatan untuk melakukan identifikasi isu strategis. Pendekatan-pendekatan ini
merupakan jantung dari siklus perencanaan strategis. Setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Pemilihan yang terbaik tergantung kepada sifat alami dari lingkungan, organisasi, dan
masyarakat. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah berikut ini.
1. Pendekatan langsung (the direct approach).
2. Pendekatan sasaran (the goals approach).
3. Pendekatan visi keberhasilan (the vision of success).
4. Pendekatan tidak langsung (the indirect approach).
5. pendekatan pemetaan oval (the oval mapping approach).
6. Pendekatan tekanan persoalan (the issue tensions approach).
7. Pendekatan analisis sistem (the system analysis approach).

Gambar 2.
Cara Penentuan Pendekatan Terbaik

Berdasarkan dasar pilihan tersebut maka terdapat tiga cara untuk menentukan pendekatan maba yang terbaik untuk
setiap organisasi yang berbeda sesuai When, Who, dan How yang bekerja di masing-masing pendekatan. Petunjuk
untuk memilih salah satu pendekatan identifikasi isu strategis terhadap seluruh pokok persoalan strategis adalah
sebagai berikut.

Tabel 1.
When, Who, dan How Pada Tujuh Pendekatan Indentifikasi Isu Strategis

VII. Panduan Proses

Berikut pedoman proses yang dapat dilakukan para perencana strategis ketika mengidentifikasi isu strategis
organisasinya:

Pertama, meninjau kembali mandat dan misi organisasi dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan,
termasuk indikator kunci yang digunakan untuk memandang bagaimana organisasi seharusnya.

Kedua, pilih salah satu pendekatan untuk mengidentifikasi isu strategis yang sesuai dari organisasi situasi. Pilihlah salah
satu pendekatan yang paling tepat bagi organisasi. Pendekatan mana yang digunakan untuk menjelaskan isu strategis
dapat ditentukan dari: (1) isu strategis adalah frase masalah merupakan pertanyaan pada organisasi untuk melakukan
sesuatu; (2) isu strategis dapat menerjemahkan misi, mandat, dan serta faktor internal dan faktor eksternal yang membuat
masalah; dan (3) memberikan konsekuensi dari kegagalan untuk mengatasi masalah.

Ketiga, setelah daftar masalah telah disiapkan, maka isu strategis dan isu operasional harus segera
dipisahkan. Masalah operasional harus diserahkan ke salah satu operasi kelompok, tim, atau satuan tugas yang sesuai
grup. Jika tidak ada, harus dibuat.

Keempat, jika akan sangat membantu, gunakan litmus tes untuk mengembangkan beberapa tes yang hanya mengukur
bagaimana isu strategi tersebut.

Kelima, setelah isu-isu strategis telah teridentifikasi, maka kemudian disusun prioritas, kerangka logis, dan susunan
sementara. Hal ini dipakai untuk strategi pengembangan. Perhatian utama pengambil keputusan adalah pada
sumberdaya yang memasok organisasi, sehingga sangat penting untuk memusatkan perhatian pada efektivitas dan
efisiensi. Membangun sebuah urutan yang wajar, atau agenda antara isu strategis memungkinkan kunci keputusan untuk
fokus pada mereka satu demi satu . Pembuatan diagram adalah alat yang efektif untuk memperhitungkan isu-isu utama
yang dihadapi organisasi.

Keenam, tetap sadar bahwa membatasi isu strategis kemungkinan adalah suatu seni. Banyak diskusi dan berpikir
revisi draf pertama dari isu strategis yang mungkin diperlukan untuk kerangka masalah dalam beberapa cara yang paling
berguna.

Ketujuh, ingat bahwa berbagai isu strategis akan membutuhkan berbagai jenis dan perhatian. Setidaknya ada tiga
jenis masalah di sini: (1) yang tidak memerlukan tindakan saat ini, tetapi harus diawasi, (2) yang dapat sebagai bagian dari
organisasi biasa siklus perencanaan strategis, dan (3) mendesak yang memerlukan perhatian dan harus berurusan
dengan urutan organisasi biasa siklus perencanaan strategis.

Kedelapan, fokus pada masalah, bukan pada yang tidak terjawab. Jawaban yang akan dikembangkan setelah langkah
ke-6 adalah menyusun formulasi strategi. Mereka hanya akan bermanfaat jika dikembangkan sebagai jawaban terhadap
isu yang sebenarnya yang dihadapi Organisasi. Tempatkan berbeda, sebuah jawaban tanpa sebuah isu yang tidak
menghasilkan jawaban. Perlu diingat bahwa orang-orang dapat dihitung yang suka mengemukakan solusi, apakah mereka
tidak memiliki banyak waktu dengan melakukan masalah nyata.

Kesembilan, mencapai persetujuan di antara pengambil keputusan kunci yang besar kecil dari waktu mereka
akan bersama-sama, yang ditujukan untuk identifikasi dan resolusi isu strategis. Tanpa persetujuan dari
mengurutkan ini, akan terlalu mudah untuk pengambil keputusan kunci untuk lupa ketika mereka berkumpul mereka yang
salah satu tugas yang paling penting adalah untuk menangani apa yang paling penting untuk organisasi.

Kesepuluh, tetap optimis. Sebagian disebutkan di awal bab ini, langkah ini dalam proses perencanaan strategis dapat
dengan cepat menjadi sangat serius dan berat. Penting bagi anggota tim perencanaan strategis yang mempertahankan
rasa humor, mengakui emosi, dan melepaskan ketegangan dengan baik periang saling perhatian.

Kesebelas, meskipun upaya untuk menjaga hal-hal yang ringan mengingat peserta mungkin jatuh ke dalam "sumur" atau
dinding terjal". Yang jelas perlu untuk mempersempit peran mereka, menetapkan prioritas di antara patrons, dan
mengadopsi yang lebih kewirausahaan dan mentalitas cacat politik mereka profesional identitas dibangun selama
bertahun-tahun. Merasa dirinya dikelilingi oleh dinding mereka tidak tahu bagaimana cara naik, terperosok terowongan di

bawah, Namun dengan melalui banyak diskusi, ventilasi emosi, saling mendukung, dan mempertimbangkan berbagai
pilihan untuk mengatasi masalah, mereka tetap akhirnya mengetahui bagaimana untuk merobohkan tembok.

Keduabelas, perlu diketahui bahwa setelah menyepakati isu strategis yang ada, langkah berikutnya adalah kemungkinan
untuk menandai salah satu titik penting keputusan organisasi. Identifikasi isu-isu strategis yang merupakan jantung dari
proses perencanaan. Mengidentifikasi dasar organisasi menghadapi tantangan yang akan memiliki efek mendalam pada
pilihan yang sebenarnya dilakukan dan pada akhirnya kelangsungan hidup dan keberhasilan organizasi.

Ketigabelas, mengelola transisi untuk strategi pengembangan. Hal ini sangat penting.Terlalu sering organisasi bergerak
dengan cepat untuk identifikasi isu-isu strategis dan kemudian kembali dari mereka yang menyelesaikan masalah. Konflik
atau pilihan tercantum dalam masalah akan tampak terlalu sulit untuk mengganggu. Kepemimpinan yang kuat dan
komitmen untuk proses perencanaan strategis yang harus dilakukan jika organisasi yang efektif untuk menangani
masalah-masalah yang berakar konflik.

POSTED BY ADMINISTRATOR, 08/04/2014 PRITA SAYS COMMENTS CLOSED VIEWS : 647

Isu merupakan sesuatu yang bersifat bertentangan atau yang menimbulkan polemik tentang seseorang (individu)
atau sebuah organisasi. Isu bisa muncul dalam bentuk opini, yaitu pernyataan yang bisa dikemukakan melalui
kata-kata, isyarat, atau cara-cara lain yang mengandung arti tertentu. Misalnya, isu berkaitan dengan
pemberlakuan suatu UU baru seperti: UU ketenagakerjaan, UU penanaman modal asing. Atau Isu mengenai
kebijakan pemerintah terkait kesepakatan regional seperti ASEAN Community. Isu bisa muncul, misalkan
berkisar pada nasib tenaga professional lokal sebagai dampak dari kebijakan ekonomi regional itu. Cara
menangani isu tersebut, memunculkan kajian tentang manajemen isu.
Manajemen isu adalah proses manajemen yang bertujuan membantu melindungi pasar, mengurangi resiko,
menciptakan kesempatan-kesempatan serta mengelola image, sebagai sebuah aset organisasi, baik untuk
kepentingan organisasi itu sendiri maupun kepentingan stakeholders. Manajemen isu meliputi serangkaian
aktivitas yang berkesinambungan. Pada tahap awal, sebuah issue muncul kepermukaan ketika sebuah
organisasi atau kelompok merasa berkepentingan terhadap suatu masalah (atau kesempatan). contoh: terjadi
perkembangan tren politik, perubahan undang-undang, ekonomi dan sosial, perubahan teknologi, dan
sebagainya. Dari sudut pandang manajemen, tren harus diidentifikasi sebagai asal kemunculan isu.
Kedua, menganalisis isu. Yang perlu dicermati, sumber isu bisa dari seorang individu, bisa pula dari organisasi.
Kegiatan pada tahap ini bertujuan, menentukan asal isu tersebut yang seringkali sulit karena biasanya isu tidak
muncul hanya dari satu sumber saja. Disini, kemampuan riset, kualitatif maupun kuantitatif menjadi sangat
penting. Tahap riset dan analisa awal ini akan membantu mengidentifikasi apa yang dikatakan oleh individu dan
kelompok berpengaruh tentang isu-isu dan memberikan ide yang jelas pada manajemen.

Ketiga, pilihan strategi perubahan isu (Issue Change Strategy Options)meliputi tiga cara. Pertama, organisasi
tetap berfokus pada sikap lama dan tidak ingin melakukan perubahan (strategi perubahan reaktif) atau organisasi
melakukan strategi perubahan adaptif, yang berlandaskan pada perencanaan untuk mengantisipasi perubahan
serta menawarkan dialog konstruktif untuk menemukan sebuah bentuk kompromi atau akomodasi. Terakhir
berkaitan dengan pilihan-pilihan strategi adalah menjadikan organisasi sebagai pelopor pendukung perubahan.
Ini yang disebut dengan strategi dinamis.
Keempat, pemrograman tindakan terhadap isu setelah memilih salah satu dari ketiga pendekatan di atas sebagai
respon terhadap setiap isu, organisasi harus memutuskan kebijakan yang menduk

JUMAT, 21 MEI 2010

Proses Penelitian Studi Kasus


Seperti halnya pembahasan tentang pengertian dan jenis-jenis penelitian studi kasus yang berbedabeda, pembahasan proses penelitian studi kasus juga berbeda-beda di antara para pakar. Pada
umumnya perbedaan proses tersebut bersumber dari perbedaan cara pandang mereka terhadap
kasus. Dengan kata lain, perbedaan proses dapat terjadi karena perbedaan paradigma yang digunakan
di dalam penelitian studi kasus.
Dari kesimpulan pembahasan terhadap paradigma dan jenis-jenis penelitian studi kasus, dapat
diketahui bahwa pada dasarnya penelitian studi kasus dapat dikelompokkan menjadi dua. Yang
pertama adalah adalah penelitian studi kasus yang menggunakan paradigma postpositivistik. Jenis
penelitian studi kasus ini lebih menekankan pada kasus sebagai obyek yang holistik sebagai fokus
penelitian, seperti yang sring dijelaskan oleh Stake (2005) dan Creswell (2007). Sedangkan yang lain
adalah penelitian studi kasus yang menggunakan paradigma penelitian positivistik. Penelitian studi
kasus ini secara umum ditandai dengan penggunaan kajian literatur atau teori pada penelitiannya.
Jenis penelitian ini khususnya adalah penelitian studi kasus terpancang (embedded) yang terikat pada
penggunaan unit analisis, seperti yang ditunjukkan dan dijelaskan oleh Yin (2003a, 2009).

Sesuai dengan pendapatnya, yaitu bahwa proses penelitian studi kasus adalah penelitian yang
terfokus pada kasus yang diteliti, Stake (2005) menekankan pada pentingnya kasus pada setiap
tahapan proses penelitian studi kasus. Berdasarkan pendapatnya tersebut, Stake (2005, 2006)
menjelaskan proses penelitian studi kasus adalah sebagai berikut:
1. Menentukan dengan membatasi kasus. Tahapan ini adalah upaya untuk memahami kasus, atau
dengan kata lain membangun konsep tentang obyek penelitian yang diposisika sebagai kasus. Dengan
mengetahui dan memahami kasus yang akan diteliti, peneliti tidak akan salah atau tersesat di dalam
menentukan kasus penelitiannya. Pada proposal penelitian, bentuknya adalah latar belakang
penelitian.
2. Memilih fenomena, tema atau isu penelitian. Pada tahapan ini, peneliti membangun pertanyaan
penelitian berdasarkan konsep kasus yang diketahuinya dan latar belakang keinginannya untuk
meneliti. Pertanyaan penelitian dibangun dengan sudah mengandung fenomena, tema atau isu
penelitian yang dituju di dalam proses pelaksanaan penelitian.
3. Memilih bentuk-bentuk data yang akan dicari dan dikumpulkan. Data dan bentuk data dibutuhkan
untuk mengembangkan isu di dalam penelitian. Penentuan data yang dipilih disesuaikan dengan
karakteristik kasus yang diteliti. Pada umumnya bentuk pengumpulan datanya adalah wawancara
baik individu maupun kelompok; pengamatan lapangan; peninggalan atau artefak; dan dokumen.
4. Melakukan kajian triangulasi terhadap kunci-kunci pengamatan lapangan, dan dasar-dasar untuk
melakukan interpretasi terhadap data. Tujuannya adalah agar data yang diperoleh adalah benar, tepat
dan akurat.
5. Menentukan interpretasi-interpretasi alternatif untuk diteliti. Alternatif interpretasi dibutuhkan
untuk menentukan interpretasi yang sesuai dengan kondisi dan keadaan kasus dengan maksud dan
tujuan penelitian. Setiap interpretasi dapat menggambarkan makna-makna yang terdapat di dalam
kasus, yang jika diintegrasikan dapat menggambarkan keseluruhan kasus.
6. Membangun dan menentukan hal-hal penting dan melakukan generalisasi dari hasil-hasil
penelitian terhadap kasus. Stake (2005, 2006) selalu menekankan tentang pentingnya untuk selalu
mengeksploasi dan menjelaskan hal-hal penting yang khas yang terdapat di dalam kasus. Karena pada
dasarnya kasus dipilih karena diperkirakan mengandung kekhususannya sendiri. Sedangkan
generalisasi untuk menunjukkan posisi hal-hal penting atau kekhususan dari kasus tersebut di dalam
peta pengetahuan yang sudah terbangun.
Berdasarkan pendapat Stake (1995, 2005, dan 2006), Creswell (2007) menjelaskan proses penelitian
studi kasus secara lebih sederhana dan praktis, adalah sebagai berikut:

1. Tahapan pertama yang harus dilakukan oleh peneliti adalahmenentukan apakah pendekatan
penelitian kasus yang akan dipergunakan telah sesuai dengan masalah penelitiannya. Suatu studi
kasus menjadi pendekatan yang baik adalah ketika penelitinya mampu menentukan secara jelas
batasan-batasan kasusnya, dan memiliki pemahaman yang mendalam terhadap kasus-kasusnya, atau
mampu melakukan perbandingan beberapa kasus.
2. Peneliti mengidentifikasikan kasus atau kasus-kasus yang akan ditelitinya. Kasus tersebut dapat
berupa seorang individu, beberapa individu, sebuah program, sebuah kejadian, atau suatu kegiatan.
Untuk melakukan penelitian studi kasus, Creswell (2007) menyarankan penelitinya untuk
mempertimbangkan kasus-kasus yang berpotensi sangat baik dan bermanfaat. Kasus tersebut dapat
berjenis tunggal atau kolektif; banyak lokasi atau lokasi tunggal; terfokus pada kasusnya itu sendiri
atau pada isu yang ingin diteliti (intrinsic atau instrumental) (Stake, 2005; Yin, 2009). Creswell
(2007) juga menyarankan bahwa untuk menentukan kasus dapat mempertimbangkan berbagai
alasan atau tujuan, seperti kasus sebagai potret (gambaran contoh yang bermanfaat maksimal); kasus
biasa; kasus yang terjangkau; kasus yang berbeda dan sebagainya.
3. Melakukan analisis terhadap kasus. Analisis kasus dapat dilakukan dalam 2 (dua) jenis, yaitu
analisis holistik (holistic) terhadap kasus, atau analisis terhadap aspek tertentu atau khusus dari kasus
(embedded) (Yin, 2009). Melalui pengumpulan data, suatu penggambaran yang terperinci akan
muncul dari kajian peneliti terhadap sejarah, kronologi terjadinya kasus, atau gambaran tentang
kegiatan dari hari-ke hari dari kasus tersebut.
Setelah menggambarkan secara holistik, kajian dilakukan lebih terperinci pada beberapa kunci atau
tema yang terdapat di balik kasus, yang dilakukan dengan maksud tidak untuk melakukan
generalisasi, tetapi lebih banyak untuk mengungkapkan kompleksitas kasus. Caranya dapat dilakukan
dengan mengkaji isu-isu yang membentuk kasus, yang diikuti dengan menggali tema-tema yang
berada di balik isu tersebut. Kajian ini bersifat sangat kaya terhadap penjelasan tentang konteks atau
seting dari kasus tersebut (Yin, 2009). Ketika melakukan penelitian studi kasus jamak, format kajian
pertama yang dilakukan adalah kajian terhadap setiap kasus terlebih dahulu untuk mengambarkan
isu-isunya dan tema-temanya secara terperinci, yang disebut sebagai within-case analysis (Yin
2009). Selanjutnya, tema-tema hasil kajian per-kasus dikaji saling-silangkan dengan menggunakan
analisis saling-silang kasus, atau yang disebut sebagai sebuah cross-case analysis, dan melakukan
pemaknaan serta mengintegrasikan makna-makna yang berhasil digali dari kasus-kasus tersebut.
4. Sebagai tahapan akhir analisis interpretif, peneliti melaporkan makna-makna yang dapat dipelajari,
baik pembelajaran terhadap isu yang berada di balik kasus yang dilakukan melalui penelitian kasus
instrumental (instrumental case research), maupun pembelajaran dari kondisi yang unik atau jarang
yang dilakukan melalui penelitian studi kasus mendalam (intrinsic case study research). Menurut
Lincoln dan Guba (1985), tahapan ini disebut sebagai tahapan untuk menggali pembelajaran terbaik
yang dapat diambil dari kasus yang diteliti.
Berdasarkan penjelasan proses penelitian studi kasus yang dijelaskan oleh Creswell (1998), Hancock

dan Algozzine (2006) memberikan pandangan mereka tentang proses penelitian studi kasus.
Meskipun demikian, pada kenyataannya, penjelasannya mereka relatif jauh berbeda dengan konsep
proses penelitian studi kasus Creswell (1998) yang cenderung berdasarkan paradigma postpostivistik.
Sementara itu, mereka lebih cenderung memandang penelitian studi kasus sebagai penelitian yang
berdasarkan kepada paradigma positivistik, karena menempatkan kajian teori pada bagian awal
penelitian. Berikut ini adalah penjelasan Hancock dan Algozzine (2006) tentang proses penelitian
studi kasus, sebagai berikut:
1. Mempersiapkan panggung. Tahapan ini adalah tahapan pertama yang harus dilakukan oleh seorang
peneliti studi kasus. Tahapan ini bertujuan untuk mempersiapkan berbagai hal yang perlu diketahui
sebagai bekal peneliti untuk melakukan penelitian studi kasus. Persiapan tersebut meliputi
pengetahuan dan ketrampilan peneliti di dalam menjalankan penelitian studi kasus. Hancock dan
Algozzine (2006) menyarankan untuk memahami karakteristik penelitian studi kasus, sehingga
peneliti dapat memastikan bahwa pendekatan dan metoda penelitian studi kasus adalah tepat untuk
penelitiannya.
2. Menentukan apa yang telah diketahui. Tahapan ini dilakukan dengan melakukan kajian teori dari
literatur. Tujuannya adalah untuk membangun konsep dasar penelitian, menentukan pentingnya
penelitian; pertanyaan penelitian; mengkaji kelebihan dan kelemahan pendekatan dan metoda
penelitian lain yang pernah dipergunakan untuk meneliti isu atau kasus yang sama; penentuan
pendekatan dan metoda penelitian studi kasus; menentukan gaya atau bentuk yang akan
dipergunakan oleh peneliti untuk mengembangkan pengetahuan yang berkaitan dengan pertanyaan
penelitian. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan teori sebagai pengetahuan yang
terdapat di dalam litreratur sebagai acuannya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kutipan berikut ini:
Your purposes in reviewing the literature are to establish the conceptual foundation for the study, to
define and establish the importance of your research question, to identify strengths and weaknesses
of models and designs that others have used to study it, and to identify the style and form used by
experts to extend the knowledge base surrounding your question (Hancock dan Algozzine, 2006, 26).
3. Menentukan rancangan penelitian. Pada tahapan ini, peneliti menentukan rancangan penelitian
yang tepat terhadap maksud dan tujuan penelitiannya, serta khususnya terhadap kasus yang
ditelitinya. Di dalam menentukan rancangan penelitian, hal perlu dilakukan adalah menentukan jenis
penelitian studinya. Jenis-jenis tersebut dapat berupa apakah penelitian studi kasus yang dipilih
berupa penelitian studi kasus tunggal, majemuk, mendalam, holistik, dan sebagainya. Untuk
menentukan hal tersebut, Hancock dan Algozzine (2006) menyarankan untuk mempertimbangkan
fungsi kasus di dalam penelitian, apakah sebagai lokus atau instrumen; karakteristik penelitiannya,
seperti mengungkapkan, menggambarkan atau menjelaskan sesuatu; dan disiplin ilmu dari
penelitiannya. Jenis penelitian studi kasus yang dipilih akan menentukan rancangan penelitiannya,
termasuk jenis data yang dibutuhkan, metoda pengumpulan data, dan metoda analisisnya.
4. Mengumpulkan informasi melalui wawancara. Pada tahapan ini, peneliti melakukan pengumpulan

data, khususnya melalui metoda wawancara. Wawancara merupakan metoda utama di dalam
penelitian studi kasus kualitatif pada khususnya, dan pendekatan penelitian kualitatif pada
umumnya. Bentuk-bentuk wawancara dapat berupa wawancara individu maupun kelompok. Untuk
melakukan tahapan ini, peneliti harus mempersiapkan panduan wawancara, yang dikembangkan dai
hasil kajian literatur. Disamping itu, peneliti juga harus menentukan sumber informasi dan teknikteknik wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan pada saat sumber informan di lokasi
sebagaimana ia melakukan kegiatan sehari-harinya.
5. Mengumpulkan informasi melalui pengamatan lapangan. Pada tahapan ini, peneliti melakukan
pengamatan terhadap berbagai obyek pada kondisi nyata di kejadian sehari-harinya. Obyek yang
diamati bermacam-maca, dapat berupa kondisi lingkungan kasus, individu atau kelompok orang yang
sedang melakukan kegiatan yang terkait dengan unit analisis, dan operasionalisasi suatu peralatan. Di
dalam pengamatannya, peneliti mencatat dan memberikan tema atas obyek atau kejadian yang
diamatinya.
6. Merumuskan dan menginterpretasikan informasi. Pada tahapan ini, peneliti melakukan perumusan
dan interpretasi atas informasi yang dilakukannya. Seperti halnya pendekatan penelitian kualitatif
pada umumnya, peneliti melakukan perumusan dan interpretasi tidak dilakukan pada akhir
pengumpulan data, tetapi dilakukan selama melakukan pengumpulan data, baik wawancara maupun
pengamatan lapangan. Sehingga pada tahapan akhir penelitian, peneliti dapat memperoleh hasil
akhir dari kesinambungan proses interpretasi atas informasi yang didapatkannya selama melakukan
penelitian. Hancock dan Algozzine (2006) menyarankan agar selama melakukan penelitian studi
kasus, peneliti selalu memfokuskan kepada upaya untuk selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian, agar tidak melenceng dari maksud dan tujuan penelitiannya. Hal ini diperlukan karena
penelitian akan mendapatkan banyak sekali informasi selama melakukan penelitian, sehingga
seringkali dapat membelokkan fokus penelitian dari maksud dan tujuannya.
7. Menyusun laporan penelitian. Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari penelitian studi kasus.
Pada tahapan ini, penulis menuangkan hasil penelitiannya dalam laporan dengan urutan yang logis
dan dapat dicerna oleh pembacanya. Hancock dan Algozzine (2006) menyatakan ada 3 (tiga) strategi
yang dapat dipergunakan untuk menyusun laporan penelitian studi kasus, yaitu analisis tematik,
analisis kategorial dan analisis naratif. Strategi analisis tematik adalah memberikan pelaporan dengan
menekankan pada jawaban-jawaban atas pertanyaan penelitian, sehingga menghasilkan tema-tema
pelaporan yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Karena kemudahannya, strategi ini sangat tepat
digunakan oleh peneliti pemula. Sementara itu strategi analisis kategorial berupaya untuk
mengembangkan pelaporan pada penelitian studi kasus jamak yang menghasilkan kategori-kategori
atas unit-unit analisis atau kasus-kasus yang diteliti. Sementara itu, strategi analisis naratif adalah
pelaporan yang menjelaskan dan menggambarkan kembali data-data yang diperoleh selama
pelaksanaan penelitian berdasarkan maksud dan tujuan penelitinya.
Sementara itu, Yin (2003a, 2009) membagi proses penelitian menjadi 2 (dua) jenis, yaitu proses

penelitian studi kasus tunggal dan proses penelitian studi kasus jamak. Kedua proses tersebut pada
dasarnya mengacu pada proses dasar yang sama. Perbedaannya adalah pada jumlah kasus pada
penelitian studi kasus jamak yang lebih dari satu, sehingga membutuhkan replikatif proses yang lebih
panjang untuk mengintegrasikan hasil-hasil kajian dari tiap-tiap kasus. Untuk lebih jelasnya, proses
penelitian studi kasus menurut Yin (2009) adalah sebagai berikut:
1. Mendefinsikan dan merancang penelitian. Pada tahap ini, peneliti melakukan kajian pengembangan
teori atau konsep untuk menentukan kasus atau kasus-kasus dan merancang protokol pengumpulan
data. Pada umumnya, pengembangan teori dan konsep digunakan untuk mengembangkan
pertanyaan penelitian dan proposisi penelitian. Proposisi penelitian memiliki posisi yang mirip
dengan hipotesis, yaitu merupakan jawaban teoritis atas pertanyaan penelitian. Merkipun demikian,
proposisi lebih cenderung menggambarkan prediksi konsep akhir yang akan dituju di dalam
penelitian. Proposisi merupakan landasan bagi peneliti untuk menetapkan kasus paa umumnya dan
unit analisis pada khususnya. Tahapan ini sama untuk penelitian studi kasus tunggal maupun jamak.
2. Menyiapkan, mengumpulkan dan menganalisis data. Pada tahap ini, peneliti melakukan persiapan,
pengumpulan dan analisis data berdasarkan protokol penelitian yang telah dirancang sebelumnya.
Pada penelitian studi kasus tunggal, penelitian dilakukan pada kasus terpilih hingga dilanjutkan pada
tahapan berikutnya. Pada penelitian studi kasus jamak, penelitian pada setiap kasus dilakukan
sendiri-sendiri hingga menghasilkan laporan sendiri-sendiri juga.
3. Menganalisis dan Menyimpulkan. Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari proses penelitian
studi kasus. Pada penelitian studi kasus tunggal, analisis dan penyimpulan dari hasil penelitian
digunakan untuk mengecek kembali kepada konsep atau teori yang telah dibangun pada tahap
pertama penelitian. Sementara itu, pada penelitian studi kasus jamak, analisis dan penyimpulan
dilakukan dengan mengkaji saling-silangkan hasil-hasil penelitian dari setiap kasus. Seperti halnya
pada penelitian studi kasus tunggal, hasil analisis dan penyimpulan di gunakan untuk menetapkan
atau memperbaiki konsep atau teori yang telah dibangun pada awal tahapan penelitian.
Untuk lebih jelasnya, proses penelitian studi kasus menurut Yin (2003a, 2009) tersebut dapat dilihat
pada gambar diagram berikut ini:

Gambar: Proses Penelitian Studi Kasus (Sumber: Yin, 2009, 57)

Anda mungkin juga menyukai