Anda di halaman 1dari 84

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN DI INDONESIA

Beberapa bentuk badan usaha yang dikenal di Indonesia adalah perusahaan perseorangan , firma,
perseroan komanditer, perseroan terbatas, perusahaan Negara, dan koperasi. Masing-masing
bentuk badan usaha tersebut mempunyai cirri-ciri tersendiri dengan kelemahan serta
kelebihannya masing-masing.
Pemilihan bentuk badan usaha harus disesuaikan dengan modal yang tersedia. Contohnya,
perusahaan perorangan pada umumnya memiliki kegiatan berskala kecil sampai menengah,
ehingga perusahaan jenis ini kurang dapat kepercayaan dari penyedia modal. Sehingga
kemungkinan untuk mendapatkan pinjaman dana amat sangat terbatas. Di sisi lainnya,
perusahaan-perusahaan yang mempunyai modal besarbiasanya mempunyai pilihan dan
penggunaan dana yang tepat.
Adapun jenis-jenis perusahaan :
1. Usaha Perseorangan,
2. Firma (Fa),
3. Perseroan Komanditer (CV),
4. Perseroan Terbatas Negara (Persero),
5. Perusahaan Negara Umum (PERUM),
6. Koperasi, dan
7. Yayasan
1. PERUSAHAAN PERORANGAN
Seluruh modal dari perusahaan jenis ini hanya dimiliki oleh satu orang saja, sehingga tanggung
jawabnya pun dibebankan kepada satu orang saja, yaitu pemilik modal selaku pengusaha
tunggal. Adapun orang lain yang terlibat dalam perusahaan ini hanya sebatas membantu
pengusaha berdasarkan perjanjian kerja atau pemberian kuasa.
Dalam hukum positif di Indonesia, tidak ditemukan satu pun aturan hukum yang mengatur secara
khusus tentang perusahaan perseorangan ini. Menurut H.M.N. Purwosutjipto, bentuk perusahaan
perseorangan secara resmi tidak ada. Namun dalam dunia bisnis, masyarakat telah mengenal dan
menerima bentuk perusahaan perseorangan ini. Pada umumnya masyarakat yang ingin
menjalankan usahanya dalam bentuk perusahaan perseorangan ini menggunakan bentuk
Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD).
Adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang. Sehingga semua keuntungan yang
didapatkan akan menjadi haknya secara penuh, dan jika terdapat kerugian maka yang
bersangkutan harus menanggung resiko tersebut secara sendiri.
Kebaikan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mudah dibentuk dan dibubarkan


Bekerja dengan sederhana
Pengelolaannya sederhana
Tidak perlu kebijaksanaan pembagian laba.
Pemilik bebas mengambil keputusan
Seluruh keuntungan perusahaan menjadi hak pemilik perusahaan
Rahasia perus ahaan terjamin

8. Pemilik lebih giat berusaha


Keburukan :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tanggung-jawab tidak terbatas


Kemampuan manajemen terbatas
Sulit mengikuti pesatnya perkembangan perusahaan
Sumber dana hanya terbatas pada pemilik
Resiko ditanggung oleh pemilik secara sendiri.
Kelangsungan hidup perusahaan kurang terjamin

7. Seluruh aktivitas manajemen dilakukan sendiri, sehingga pengelolaan manajemen menjadi


kompleks
2. Ciri-ciri perusahaan perseorangan
Adapun ciri-ciri perusahaan perseorangan antara lain :
1. Dimiliki perseorangan (individu atau perusahaan keluarga)
2. Pengelolaannya sederhana
3. Modalnya relative tidak terlalu besar
4. Kelangsungan usahanya tergantung pada para pemiliknya
5. Nilai penjualannya dan nilai tambah yang diciptakan relative kecil
2. FIRMA
Persekutuan antara dua orang atau lebih dengan bersama untuk melaksanak an usaha, umumnya
dibentuk oleh orang-orang yang memiliki Keahlian sama atau seprofesi dengan tanggungjawab
masing-masing anggota tidak terbatas, laba ataupun kerugian akan ditanggung bersama.
Bentuk badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nana bersama
atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua anggota bertanggungjawab sepenuhnya,
baik sendiri-sendiri maupun bersam terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lainnya. Bila
perusahaan menglami kerugian akan ditanggung bersama, kalau perlu dengan keseluruhan
kekayaan pribadi mereka
Kebaikan :
1. Prosedur pendirian relatif mudah
2. Mempunyai kemampuan financial yang lebih besar, Karen gabungan modal dimiliki
beberapa orang.
3. Keputusan bersama dengan pertimbangan seluruh anggota firma sehingga keputusankeputusan menjadi lebih baik.
4. Kemampuan manajemen lebih besar, karena ada pembagian kerja diantara para anggota

Keburukan :
1. Utang-utang perusahaan ditanggung oleh kekayaan pribadi para anggota firma.
2. Kelangsungan hidup perusahaan tidak terjamin, sebab bila salah seorang anggota keluar,
maka firma pun bubar.
3. Kerugian yang disebabkan oleh seorang anggota, harus ditangung bersama anggota
lainnya
Ciri ciri bentuk badan usaha firma

a. Anggota firma biasanya sudah saling mengenal dan saling mempercayai.


b. Perjanjian firma dapat dilakukan di hadapan notaris maupun di bawah tangan.
c. Memakai nama bersama dalam kegiatan usaha.
d. Adanya tanggung jawab dan resiko kerugian yang tidak ter
3. PERSEROAN KOMANDITER (CV)
Bentuk Badan Usaha CV adalah bentuk perusahaan kedua setelah PT yang paling banyak
digunakan para pelaku bisnis untuk menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia. Namun tidak
semua bidang usaha dapat dijalankan Perseroan Komanditer (CV), hal ini mengingat adanya
beberapa bidang usaha tertentu yang diatur secara khusus dan hanya dapat dilakukan oleh badan
usaha Perseroan Terbatas (PT).
Perseroan Komanditer adalah bentuk perjanjian kerjasama berusaha bers ama antara 2 (dua)
orang atau dengan AKTA OTENTIK sebagai AKTA PENDIRIAN yang dibuat dihadapan
NOTARIS yang berwenang. Para pendiri perseroan komanditer terdiri dari PESERO AKTIF dan
PERSERO PASIF yang membedakan adalah tanggungjawabnya dalam perseroan.
Persero Aktif yaitu orang yang aktif menjalankan dan mengelola perusahaan termasuk
bertanggung jawab secara penuh atas kekayaan pribadinya. Persero Pasif yaitu orang yang hanya
bertanggung jawab sebatas uang yang disetor saja kedalam perusahaan tanpa melibatkan harta
dan kekayaan peribadinya. Persekutuan komanditer dapat dianggap sebagai perluasan bentuk
badan usaha perorangan. Persekutuan Komanditer adalah persekutuan yang didirikan oleh
beberapa orang sekutu yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam
persekutuan. Para anggota persekutuan menyerahkan uangnya sebagai modal perseroan dengan
jumlah yang tidak perlu sama sebagai tanda keikut-sertaan di dalam persekutuan. Sekutu pada
perseroan dapat dikelompokkan menjadi sekutu komplementer dan sekutu komanditer. Sekutu
komplementer adalah orang yang bersedia memimpin pengaturan perusahaan dan bertanggungjawab penuh dengan kekayaan pribadinya. Sedangkan sekutu komanditer adalah sekutu yang
mempercayakan uangnnya dan bertangugng jawab terbatas pada kekayaan yang diikut-sertkan
dalam perusahaan tersebut.
Kebaikan :
1.
2.
3.
4.
5.

Pendiriannya relatif mudah.


Modal yang dapat dikumpulkan lebih banyak.
Kemampuan untuk memperoleh kredit lebih besar.
Manajemen dapat didiversifikasikan.
Kesempatan untuk berkembang lebih besar.

Keburukan :
1. Tanggung jawab tidak terbatas.
2. Kelangsungan hidup tidak terjamin.
3. Sulit untuk menarik kembali investasinya.
4. PERSEROAN TERBATAS ( PT/NV atau Naamloze Vennotschap )
Bentuk badan usaha PT adalah bentuk perusahaan yang paling populer dalam bisnis dan paling
banyak digunakan oleh para pelaku bisnis di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usaha

diberbagai bidang. Selain memiliki landasan huk um yang jelas seperti yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PERSEROAN TERBATAS bentuk PT ini juga
dirasakan lebih menjaga keamanan para pemegang saham/pemilik modal dalam berusaha.
Sama halnya dengan CV pendirian PT juga dilakukan minimal oleh 2 (dua) orang atau lebih,
karena sistem hukum di Indonesia menganggap dasar dari perseroan terbatas adalah suatu
perjanjian maka pemegang saham dari perseroan terbatas pun minimal haruslah berjumlah 2
(dua) orang, dengan jumlah modal dasar minimum Rp. 50.000.000,-, sedangkan untuk bidang
usaha tertentu jumlah modal dapat berbeda seperti yang ditentukan serta berlaku aturan khusus
yang mengatur tentang bidang usaha tersebut.
Berdasarkan Jenis Perseroan, maka Perseroan Terbatas (PT) dibagi menjadi :
- PT-Non Fasilitas Umum atau PT. Biasa
- PT-Fasilitas PMA
- PT-Fasilitas PMDN
- PT-Persero BUMN
- PT-Perbankan
- PT-Lembaga Keuangan Non Perbankan
- PT-Us aha Khusus
Berdasarkan penanaman modalnya jenis perseroan terbatas dibagi menjadi :
Perseroan Terbatas dalam rangka rangka Penanaman Modal Asing (PT-PMA)
Perseroan Terbatas dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PT-PMDN)
Perseroan Terbatas yang modalnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia/Badan Hukum
Indonesia (PT-SWASTA NASIONAL)
PT-Perseron BUMN,Perseroan Terbatas yang telah go public (PT-Go Public) yaitu perseroan
yang sebagian modalnya telah dimiliki Publik dengan jalan membeli saham lewat pasar modal
(Capital Market) melalui bursa-bursa saham.
Suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari
kekayaan, hak sereta kewajiban para pendiri maupun pemilik. Berbeda dengan bentuk bdan
usaha lainnnya, PT mempunyai kelangusungan hidup yang panjang, karena perseroan ini akan
tetap berjalan meskipun pendiri atau pemiliknya meninggal dunia. Tanda keikut-sertaan
seseorang sebagai pemilik adalah saham yang dimilikinya. Makin besar saham yang dimiliki
seseorang, makin besar pula peran dan kedudukannya sebagai pemilik perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut.
Tanggungjawab seorang pemegang saham terhadap pihak ketiga terbatas pada modal sahamnya.
Dengan kata lain, bahwa tanggung-jawab pemilik terhadap kewajiban-kewajiban finansialnya
ditentukan oleh besarnya modal yang diikut-sertakan pada perseroan.
Pada perseroan terbatas, kekayaan pribadi para pemegang saham maupun pemilik para pimpinan
perusahaan itu tidak dipertanggung-jawabkan sebagai jaminan terhadap utang-utang perusahaan.
Sesuai dengan namanya, perseroan terbatas , keterlibatan dan tanggung-jawab para pemilik
terhadap utang pihutnag perusahaan terbatas pada saham yang dimilikinya.
Walaupun populer dalam kegiatan bisnis bentuk PT pun memiliki kebaikan dan keburukan
antara lain :
Kebaikan :
* Pemegang saham bertanggung jawab terbatas terhadap hutang-hutang perusahaan
* Mudah mendapatkan tambahan dana/modal misalnya dengan mengeluarkan
saham baru
* Kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin

* Terdapat efesiensi pengelolaan sumber dana dan efesiensi pimpinan, karena


pimpinan dapat diganti sewak tu-waktu melalui Rapat Umum Pemegang Saham
* Kepengurusan perseroan memiliki tanggung jawab yang jelas kepada pemilik atau
pemegang saham.
* Diatur dengan jelas oleh undang-undang perseroan terbatas serta peraturan lain
yang mengikat dan melindungi kegiatan perusahaan
Keburukan :
* Merupakan subjek pajak tersendiri dan deviden yang diterima pemegang saham
akan dikenak an pajak
* Kurang terjamin rahasia perusahaan, karena semua kegiatan harus dilaporkan
kepada pemegang saham
* Proses pendiriannya membutuhkan wak tu lebih lama dan biaya yang lebih besar
dari CV
* Proses Pembubaran, Perubahan Anggaran Dasar, Penggabungan dan
Pengambilalihan perseroan membutuhk an waktu dan biaya serta persetujuan dari
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Contoh : PT PERTAMINA, PT.Jasa Marga, PT. PLN, PT Asuransi Jiwasraya.

Badan Usaha Milik Negara.

BUMN ialah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun
yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain
berdasarkan Undang-undang.
BUMN adalah bentuk bentuk badan hukum yang tunduk pada segala macam hukum di
Indoensia. Karena perusahaan ini milik Negara, maka tujuan utamnya adalah membangun
ekonomi social menuju tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Di Indonesia terdapat
beberapa bentuk perusahaan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Ciri-ciri utama dari Badan Usaha Milik Negara :
1. Tujuan utama usahanya adalah melayani kepentingan umum sekaligus mencari
keuntungan.
2. Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang.
3. Pada umumnya bergerak pada bidang jasa-jasa vital.
4. Mempunyai nama dan kakayaan serta bebas bergerak untuk mengikat suatu perjanjian,
kontrak serta hubungan-hubungan dengan pihak lainnya.
5. Dapat dituntut dan menuntut, sesuai dengan ayat dan pasal dalam hukum perdata.
6. Seluruh atau sebagian modalnya dimiliki Negara serta dapat memperoleh dana dari
pinjman dalam dan luar negeri atau dari masyarakat dalam bentuk obligasi
7. Pada prinsipnya secara financial harus dapat berdiri sendiri.
8. Setiap tahun perusahaan menyusun laporan tahunan yang memuat neraca dan laporan
rugi laba untuk disampaikan kepada yang berkepentingan.
Contoh perusahaan BUMN adalah : Bank Mandiri, PT. Telkom, PT. Kereta Api Indonesia, PT.
Garuda Indonesia dll.
5. Perum / Perusahaan Umum
Perusahaan umum atau disingkat perum adalah perusahaan unit bisnis negara yang seluruh

modal dan kepemilikan dikuasai oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan penyediaan
barang dan jasa publik yang baik demi melayani masyarakat umum serta mengejar keuntungan
berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan.Organ Perum yaitu dewan pengawas, menteri dan
direksi.Contoh perum / perusahaan umum yakni : Perum Peruri / PNRI (Percetakan Negara RI),
Perum Perhutani, Perum Damri, Perum Pegadaian, dll.
6. KOPERASI
Bagi masyarakat Indonesia koperasi sudah tidak asing lagi, karena kita sudah merasakan jasa
Koperasi dalam rangka keluar dari kesulitan hutang lintah darat. Secara harfiah Kpoerasi yang
berasal dari bahasa Inggris Coperation terdiri dari dua suku kata :
Co berarti bersama dan operation berarti bekerja.
Jadi koperasi berarti bekerja sama,sehingga setiap bentuk yang bekerja sama selalu disebut
dengan koperasi.
Pengertian pengertian pokok tentang Koperasi :
Merupakan perkumpulan orang orang termasuk badan hukum yang mempunyai kepentingan dan
tujuan yang sama.
Kerugian dan keuntungan ditanggung dan dinikmati bersama secara adil.
Pengawasan dilakukan oleh anggota.
Mempunyai sifat saling tolong menolong.
Menurut UU no. 25 Tahun 1992, Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang beranggotakan
orang-orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya serta ikut membangun perekonomian nasional dalam rangka memuwudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Prinsip Koperasi :
1. Keanggotaan bersifat suka rela
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebnding dengan besarnya jasa masingmasing anggota.
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
5. Kemandirian.
Keanggotaan koperasi bersifat murni, pribadi dan tidak dapat dialihkan. Dibandingkan dengan
bentuk badan usaha lainnya koperasi mempunyai ciri tersendiri yaitu :
1. Lebih mementingkan keanggotaan dan bersifat persamaan.
2. Anggota-anggotanya bebas keluar masuk.
3. Koperasi merupakan badan hukum yang menjalankan usaha untuk kesejahteraan
anggotanya.
4. Koperasi didirikan secara tertulis dengan akte pendirian dari notaris.
5. Tanggung-jawab kelancaran usaha koperasi berada di tangan pengurus koperasi.
6. Para anggota koperasi turut bertanggung-jawb atas utang-utang koperasi terhadap pihak
lainnya.
7. kekuasaan tertinggi di dalam rapat anggota.

Pengelompokan koperasi
Menurut bidang usahanya, Koperasi dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu :
1. Koperasi Produksi adalah komperasi yang para anggotanya terdiri dari produsen
(penghasil) bang atau jasa. Koperasi ini mngusahakan kemudahan bagai para anggotanya
dalam melaksanakan kegiatan- kegiatan sehari-hari, seperti misalnya menyediakan bahan
baku yang diperlukan, bahan pembantu, serta perlengkapan produksi lainnya bahkan
sampai pada penyaluran hasil produksi kepada konsumen (pembeli).
2. Koperasi konsumsi adalah koperasi yang bergerak dalam penyediaan kebutuhan pokok
bagi para anggotanya. Anggota-anggota koperasi tentunya bukan lagi produsen
3. Koperasi simpan pinjman adalah koperasi yang bergerak dalam penghimpunan dana dari
para anggota, dan menyalurkan kedapa anggotanya yang membutuhkan. Jadi pada
koperasi simpan pinjam, dana yang dipinjamkan bersal dari simpanan anggota lainnya.
4. Koperasi serba usaha adalah koperasi yang mempunyai bidang usaha rangkap/beraneka
ragam sesuai dengan kebutuhan para anggota.
Menurut luas wilayahnya koperasi di Indoensia dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat ) macam
yaitu :
1. Koperasi Primer adalah koperasi sebagai satuan terkecil dengan wilayah yang kecil pula
dan melibatkan secara langsung orang-orang sebagai anggotanya.
2. Pusat Koperasi adalah koperasi yang anggotanya adalah koperasi koperasi primer,
sedikirnya lima. Dengan demikian anggota koperasi primer adalah anggota tak langsung
pada puat koperasi.
3. Gabungan koperasi adalah koperai yang dibentuk secara bersama-sama oleh pusat
koperasi (paling sedikti 3 pusat koperasi)
4. Induk Koperasi adalah koperasi yang dibentuk secara bersama-sama oleh gabungan
koperasi (paling sedikit tiga gabungan koperasi)
Pengeloaan koperasi, terutama koperasi primer, relativf sederhana. Pihak-pihak yang terlibat
dalam menentukan maju mundurnya koperasi adalah :
1. Rapat yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi adalahAnggota ;
seluruh angota. Merke berkewajiban ikut serta mengembangkan, menjaga keutuhan serta
ketertiban organiasi koperai. Merke juga berkewajiban membantu pengurus dan badan
pemmerikasa dalam menjalankan tugasnya dan berhak meminta pertanggung-jawaban
pengurus jika terjadi penyimpoangan dari Anggaran Dasar Koperasi.
2. Pengurus adalah orang-orang yang secara aktif menjalankan tugas pengelolaan koperasi,
mereka adalah penentu keberhasilan koperasi. Sebagai imbalannya , pengurus menerima
uang jasa/honorarium yang biasanya tidak begitu tinggi, sehingga dipilih orang yang
cakap, trampil dan berjiwa social.
3. Pengawas pengawas /Dewan Komisaris tururt berperan mengembangkan koperasi. Merke
dipilih sebagai wakil-wakil anggota dan harus memperjuangkan kepentingan anggotanya.
Pengawas bertugas dalam menentukan cara pembagian keuntungan yang dibagikan.

7.YAYASAN
Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang
ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004 menyetujui undang-undang ini, dan
Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengesahkannya pada tanggal 6 Oktober 2004.

Macam-Macam Bentuk Perusahaan

guys, sebelum saya menyebutkan sekaligus menjelaskan macam-macam bentuk perusahaan, saya akan
memberikan sedikit pendahuluan

Sebelum kita memilih salah satu dari bentuk-bentuk yang sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh perusahaan yang nantinya akan kita jalani dan kita miliki. Pemilihan bentuk
perusahaan harus diputuskan pada saat permulaan dalam melakukan kegiatan perusahaan. Berhasil
tidaknya usaha-usaha yang akan dijalankan bergantung pada keputusan tersebut. Jadi, jika kalian ingin
membuat suatu perushaan alangkah baiknya untuk mengetahui sekaligus mempelajari apa saja bentukbentuk perusahaan yang ada. This is it !!!

Bentuk-Bentuk Perusahaan
1. Usaha Perseorangan
Usaha Perseorangan merupakan salah satu bentuk yang banyak sekali dipakai di Indonesia. Bentuk ini
biasanya dipakai untuk kegiatan usaha yang kecil, atau pada saat permulaan mengadakan kegiatan
usaha. Usaha perseorangan ini dimiliki oleh seseorang, dan ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
semua risiko dan kegiatan perusahaan.
Kelebihan Usaha Perseorangan :
a. Seluruh laba menjadi miliknya
b. Adanya kepuasan pribadi

c. Kebebasan dan fleksibilitas


d. Lebih mudah memperoleh kredit
e. Sifat kerahasiaan
Kelemahan Usaha Perseorangan :
a. Tanggung jawab pemilik tidak terbatas
b. Sumber keuangannya terbatas
c. Kesulitan dalam manajemen
d. Kelangsungan usaha kurang terjamin
e. Kurangnya kesempatan pada para karyawan

2. Firma (Fa)
Firma adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama
bersama, dalam mana tanggung jawab masing-masing anggota firma (disebut firman) tidak terbatas;
sedangkan laba yang akan diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi bersama-sama. Demikian pula
halnya jika menderita rugi, semuanya ikut menanggung.
Kelebihan Firma :
a. Jumlah modalnya relative besar dari usaha perseorangan sehingga lebih mudah untuk
memperluas usahanya.
b. Lebih mudah memperoleh kredit karena mempunyai kemampuan financial yang lebih besar.
c. Kemampuan manajemennya lebih besar karena adanya pembagian kerja di antara para anggota.
Disamping itu, semua keputusan diambil bersama-sama.
d. Pendiriannya mudah, artinya tidak memerlukan akte.
Kelemahan Firma :
a. Tanggung jawab pemilik tidak terbatas terhadap seluruh utang perusahaan.
b. Kelangsungan perusahaan tidak menentu sebab apabila salah seorang anggota membatalkan
perjanjian untuk menjalankan usaha bersama, maka secara otomatis firma menjadi bubar.
c. Kerugian yang diakibatkan oleh seorang anggota harus ditanggung bersama oleh anggota yang
lain.

3. Perseoran Komanditer (CV)


Dalam perseoran komanditer yang juga disebut Commanditaire Vennootschaap (CV), terdapat hal yang
berbeda yakni salah satu atau beberapa anggota bertanggung jawab tidak terbatas dan anggota yang
lain bertanggung jawab secara terbatas terhadap utang-utang perusahaan. Jadi kesimpulannya CV
adalah suatu bentuk perjanjian kerjasama untuk berusaha bersama antara orang-orang yang bersedia
memimpin, mengatur perusahaan dan bertanggung jawab penuh dengan kekayaan pribadinya, dengan
orang-orang yang memberikan pinjaman dan tidak bersedia memimpin perusahaan serta bertanggung
jawab terbatas pada kekayaan yang diikut sertakan dalam perusahaan tersebut.
Kelebihan CV :
a. Modal yang dikumpulkan lebih besar
b. Mudah memperoleh kredit
c. Kemampuan manajemennya lebih besar
d. Pendiriannya mudah
Kelemahan CV :
a. Sebagian anggota/sekutu mempunyai tanggung jawab tidak terbatas.
b. Kelangsungan hidupnya tidak menentu.
c. Sulit untuk menarik kembali modalnya, terutama bagi sekutu pimpinan.
4. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan terbatas juga disebut NV (Naamloze Vennootschap) terdiri atas para pemegang saham
(persero/stockholder) yang mempunyai tanggung jawab terbatas terhadap utang-utang perusahaan
sebesar modal yang mereka setorkan. Perseroan terbatas ini merupakan suatu badan hokum karena
memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pemegang saham.
Kelebihan Perseroan Terbatas :
a. Tanggung jawab yang terbatas dari para pemegang saham terhadap utang-utang perusahaan.
b. Kontinyuitas perusahaan sebagai badan hukum lebih terjamin, sebab tidak tergantung pada
beberapa peserta; pemilik dapat berganti-ganti.
c. Mudah untuk memindahkan hak milik dengan menjual saham kepada orang lain.

d. Mudah memperoleh tambahan modal untuk memperluas volume usahanya, misalnya dengan
mengeluarkan saham baru.
e. Manajemen dan spesialisasinya memungkinkan pengelolaan sumber-sumber modal untuk tidak
secara efisien.
Kelemahan Perseroan Terbatas :
a. PT merupakan subyek pajak tersendiri, sedangkan dividen yang diterima oleh para pemegang
saham dikenakan pajak lagi sebagai pajak pendapatan dari pemegang saham bersangkutan.
b. Pendiriannya lebih sulit, memerlukan akte notaries dan ijin khusus untuk usaha tertentu.
c. Ongkos pembentukannya relative tinggi.
d. Kurangnya rahasia perusahaan, disebabkan karena segala aktivitas harus dilaporkan kepeda
pemegang saham, terutama yang menyangkut laba perusahaan.
5. Perseroan Terbatas Negara (Persero)
Merupakan salah satu bentuk perusahaan milik Negara yang sebelumnya bernama Perusahaan Negara
(PN). Umumnya persero ini terjadi dari Perusahaan Negara yang kemudian diadakan penambahan
modal yang ditawarkan kepada pihak swasta. Pada nama perusahaan, PT-PT semacam ini biasanya
diberi tanda kurung Persero dibelakangnya. Contoh : PT (Persero) PK Blabak, PT (Persero) Pupuk Kujang,
PT (Persero) Aneka Gas dll.
6. Perusahaan Negara Umum (Perum)
Seperti perusahaan lain pada umumnya. Perum bertujuan mencari keuntungan, tetapi tidak
mengabaikan kesejahteraan masyarakat. Strukur organisasinya juga tidak berbeda dengan struktur
organisasi yang dianut oleh perusahaan-perusahaan pada umumnya.contoh Perum antara lain :
Perusahaan Umum Listrik Negara, Perusahaan Umum Telekomunikasi dan sebagainya.
7. Perusahaan Negara Jawatan (Perjan)
Contoh Perjam di Indonesia adala Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang mempunyai daerah
operasi di Jawa dan Sumatera. Kegiatan yang dilakukan terutama ditujukan untuk kesejateraan umum
(public service) dengan memperhatikan segala segi efisiensinya. Berbeda dengan Perum yang semua
kekayaannya dipisahkan dari kekayaan Negara, maka Perjan dapat memiliki fasilitas-fasilitas Negara
sebab merupakan bagian dari Departemen/Direktorat Jendral.

8. Koperasi
Berdasarkan undang-undang Pokok Perkoperasian Nomor 12 tahun 1967 (disahkan tanggal 18
Desember 1967). Koperasi Indonesia diartikan sebagai :
Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan
hukum. Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas
kekeluargaan dan kegotong-royongan.
Agar tujuan koperasi dapat tercapai, anggota-anggota yang menjalankannya harus aktif memajukan
usaha koperasi dan rajin menghadiri rapat kerja untuk memecahkan persoalan secara bersama-sama;
makin besarnya usaha Koperasi dapat menimbulkan persoalan-persoalan yang lebih besar.
9. Yayasan
Yayasan merupakan sebuah badan hukum dengan kekayaan yang dipisahkan. Tujuan pendiriannya
bukanlah untuk mencari keuntungan, melainkan lebih menitik-beratkan pada usaha-usaha sosial.
Misalnya : Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu, Yayasan Pemberi Beasiswa (supersemar) dan sebagainya.
Jadi yayasan ini dibentuk sebagai badan hukum yang sesuai untuk berbagai macam kegiatan yang akan
dijalankan di luar kondisi persaingan usaha.

TUGAS HUKUM PERUSAHAAN : PERUSAHAAN TERBATAS


2.1 Pengertian Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum.badan hukum itu tidak di
sebut persekutuan tetapi disebut perseroan,sebab modal dari badan hukum itu terdiri dari sero-sero
atau saham-saham.istilah terbatas tertuju pada tanggung jawab persero atau pemegang saham,yang
luasnya terbatas pada nilai nominalsemua saham yang dimilikinya.
Dasar hukum pengertian perseroan terbatas diatur di dalam pasal 36,40,42 dan 45 KUHD yang
dapat di jelaskan sebagai berikut:

a) Pasal 36 ayat (1) KUHD menyatakan bahwa perseroan terbatas tidak mempunyai firma,yaitu nama orang
(sekutu) yang dipergunakan sebagai nama perusahaan.adapun tujuan dari perseroan terbatas itu
diambil dari tujuan perusahaan.
b) Pasal 36 ayat (2) KUHD menghendaki agar naskah akta pendiriannya dimintakan pengesahan kepada
menteri kehakiman dalam hal ini,Kepala Direktorat perdata pada departemen kehakiman.pengesahan
semacam tersebut diatas harus juga dilakukan pada tiap-tiap ada perubahan syarat-syarat pendiriannya
dan juga pada tiap memperpanjang waktu bagi perseroan terbatas itu.
c) Pasal 40 ayat (1) KUHD menentukan bahwa modal perseroan terdiri dari saham-saham atas nama atau
blangko (atas pembawa),sedangkan ayat (2)nya,menentukan bahwa tanggung jawab tiap pemegang
saham terbatas pada jumlah nominal dari saham-saham yang dimilikinya.dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pada perseroan terbatas ada harta kekayaan sendiri,yang terpisah dari dari harta
kekayaan tiap pemegang saham.
d) Pasal 42 KUHD menentukan bahwa saham,baik yang atas nama maupu yang atas pembawa,dapat
diperalihkan kepada orang lain.pengalihan saham atas nama harus diatur dalam anggaran dasar.dari
ketentuan mengenai jenis saham ini dapat timbul dua macam perseroan terbatas.yaitu,perseroan
terbatas tertutup dan perseroan terbatas terbuka.pada perseroan terbatas tertutup,sahamnya bersifat
atas nama,tidak banyak jumlahnya dan pemegangnyapun masih orang-orang yang masih
mengenal.sedangkan

pada

perseroan

terbatas

terbuka,modalnya

terdiri

dari

saham-saham

pembawa,berjumlah besar,dan pada masing-masing pemegang saham tidak diharuskan adanya


hubungan pribadi.perseroan terbatas ini bertujuan untuk mengumpulkan modal sebesar-besarnyauntuk
melaksanakan tujuannya .
e) Pasal 45 KUHD menentukan bahwa pengurus (direksi) hanya bertanggung jawab terhadap tugas yang
telah dibebankan kepadanya oleh ketentuan dalam anggaran dasar.bila mereka melanggarnya sehingga
menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga,meka mereka masing-masing bertanggung jawab secara
pribadi untuk keseluruhan (pasal 45 KUHD).pasal ini menyatakan bahwa pengurus yang merupakan
kesatuan dan berwenang bertindak kedalam dan keluar dan tanggung jawabnya terbatas pada
pelaksanaan tugasnya.
Unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 36,40,42 dan 45 KUHD inilah unsure-unsur yang membentuk
badan usaha tersebut menjadi perusahaan terbatas.unsur-unsur ini merupakan satu kesatuan dan
merupakan pengertia yang lengkap bagi perseroan terbatas yaitu:

1. Adanya kekayaan terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing persero ( pemegang saham),dengan
tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan.
2. Adanya persero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham
yang dimilikinya.sedangkan mereka semua dalam rapat umum pemegang saham merupakan kekuasaan
tertinggi dalam organisasi perseroan,yang berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan
komisaris,berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan,menetapkan
hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar dan lain-lain.
3. Adanya pengurus (direksi) dan komisaris yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan pengawasan
terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya,yang harus sesuai dengan anggaran
dasar dan / atau keputusan rapat umum pemegang saham.
Unsur-unsur tersebut adalah sudah memenuhi syarat bagi suatu subjek hukum,yang dapat memiliki hak
dan kewajiban sendiri.dari itu dapat disimpulkan bahwa perseroan terbatas itu dikehendaki oleh
pembentuk undang undang untuk bertindak sebagai subjek hukum,dan karena itu perseroan terbatas
itu adalah badan hukum,sebab yang dapat bertindak sebagai subjek hukum itu hanya dua benda yaitu
manusia dan badan hukum.sebagai badan hukum,perseroan itu dibebani untuk:
1) Meminta akta pengesahan pendiriannya kepada pemerintah .
2) Mendaftarkan naskah akta pendirian tersebut berserta pengesahannya kepada kepaniteraan pengadilan
negeri.
3)

Mengumumkan naskah akta pendirian pengesahan serta pendaftarannya di dalam Berita Negara
RI,pengumuman ini untuk kepentingan pihak ke tiga dan tanggal Berita Negara RI yang mengumumkan
akta pendirian perseroan itu merupakan tanggal berlakunya perseroan terbatas tersebut sebagai badan
hukum.
2.2 Dasar hukum perseroan terbatas.

1. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007. Sebelum
UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yg diberlakukan sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah
diundangkan) s.d. 15 Agt 2007, UUPT th 1995 tsb sebagai pengganti ketentuan ttg perseroan terbatas
yang diatur dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, dan segala perubahannya .
2. (terakhir dengan UU No. 4 Tahun 1971 yang mengubah sistem hak suara para pemegang saham yang
diatur dalam Pasal 54 KUHD dan Ordonansi Perseroan Indonesia atas saham -Ordonantie op de
Indonesische Maatschappij op Aandeelen (IMA)- diundangkan dalam Staatsblad 1939 No. 569 jo 717.

3. Undang-undang no 40 tahun 2007.


4. Kitab undang-undang hukum perdata (KUH-PERDATA).
5. Kitab undang-undang hukum dagang (WvK).
2.3 Prosedur mendirikan perusahaan tebatas.
a) Pertama,pera pendiri datang ke kantor notaris untuk minta dibuatkan akta pendirian PT.yang disebut
akta pendirian itu termasuk di dalamnya anggaran dasar dari PT yang bersangkutan.anggaran dasar itu
dibuar sendiri oleh para pendiri,sebagai hasil musyawarah dari mereka.kalau para pendiri merasa tidak
sanggup untuk membuat anggaran dasar tersebut maka hal itu dapat diserahkan pelaksanaannya
kepada notaris yang bersangkutan.
b) Kedua,setelah pembuatan akta pendirian itu selesai,maka notaris mengirimkan akta tersebut kepada
kepala direktorat pedata,departemen kehakiman.akta pendirian tersebut juga dapat dibawa sendiri oleh
para pendiri untuk meminta pengesahan dari menteri kehakiman,dalam hal ini kepala direktorat
perdata tersebut,tetapi harus ada pengantar dari notaris yang bersangkutan.kalau penelitian akta
pendirian perseroa terbatas itu tidak mengalami kesulitan,maka kepala direktorat perdata atas nama
menteri kehakiman mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendirian PT yang bersangkutan.
c) Ketiga,para pendiri atau salah seorang atau kuasanya,menbawa akta pendirian yang sudah mendapat
pengesahan dari departemen kehakiman berserta surat keputusan pengesahan dari departemen
kehakiman tesebut ke kantor kepaniteraan pengadilan negeri yang mewilayahi domisili PT tersebut
untuk di daftarkan.panitera yang berwenang mengenai hal ini mengeluarkan surat pemberitahuan
kepada notaris yang bersangkutan bahwa akta pendirian PT sudah di daftar pada buku register PT.
Keempat,para pendiri membawa akta pendirian PT berserta surat keputusan tentang pengesahan dari
departemen kehakiman,serta pula surat dari panitera pengadilan negeri tentang telah di daftarkannya
akta pendirian PT tersebuk ke kantor percetakan Negara,yang menerbitkan tambahan berita Negara
RI.sesudah akta pendirian PT itu di umumkan dalam tambahan berita Negara Ri,maka PT yang
bersangkutan sudah sah menjadi badan hukum
2.4 pendaftaran dan pengumuman
Langkah terakhir dalam rangka pendirian suatu PT adalah pendaftaran dan pengumuman.

Seperti halnya ketentuan sebelumnya KUHD, UU No. 1 Tahun 1995 juga mewajibkan dilaksanakannya
pendaftaran dan pengumuman perseroan. Bedanya jika dalam KUHD pendaftaran dilakukan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, dimana perseroan berkedudukan; dalam UU No. 1 Tahun
1995, kewajiban untuk melakukan pendaftaran dilaksanakan sesuai dan menurut ketentuan Undangundang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Hal ini secara langsung mengurangi atau
bahkan menghapuskan kewajiban pendaftaran sebelumnya pada Pengadilan Negeri di mana perseroan
berdomisili.
Menurut ketentuan Pasal 21 UU No. 1 Tahun 1995, kewajiban untuk melakukan pendaftaran
tersebut dibebankan kepada Direksi perseroan, Adapun yang wajib didaftarkan adalah :
a. Akta pendirian beserta surat pengesahan oleh Menteri Kehakiman;
b.

Akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman atas perubahanperubahan yang disyaratkan persetujuannya;

c.

Akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan yang disampaikan kepada Menteri Kehakiman atas
perubahanperubahan yang disyaratkan pelaporannya kepada Menteri.
Selanjutnya menurut Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1995, perseroan yang telah terdaftar tersebut
wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negera Republik Indonesia yang permohonan
pengumumannya dilakukan oleh Direksi dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pendaftaran. Tata cara pengajuan permohonan pengumuman di lakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilaksanakan, maka Direksi bertanggung
jawab secara tanggung renteng atas segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan. Ketentuan
ini sama dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 39 KUHD, Pelanggaran atau kelalaian atas
pelaksanaan kewajiban untuk mendaftarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, diancam dengan
sanksi pidana atau perdata.
Menurut ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan, bagi suatu PT, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah :

1. nama perseroan dan merek perusahaan;


2. tanggal pendirian dan jangka waktu pendirian perseroan;
3. kegiatan pokok dan kegiatan usaha lainnya dari perseroan, serta izin-izin usaha yang dimiliki;

4.

alamat perseroan pada saat didirikan, termasukperubahan-perubahannya, serta alamat dari


setiapkantor cabang, kantor pembantu, agen serta perwakilanperseroan (jika ada);

5. keterangan-keterangan yang berhubungan dengan Direksi dan Komisaris perseroan, yang melipuiti :
a.

nama lengkap dan alias-aliasnya, termasuk nama kecil;

b. nomor dan tanggal tanda bukti diri;


c. alamat tempat tinggal yang tetap;
d. tempat tanggal lahir dan kewarganegaraan;
e. tanggal mulai menduduki jabatan;
f. tanda tangan;
6. lain-lain kegiatan usaha dari Direksi maupun Komisaris perseroan;
7.

modal dasar, modal ditempatkan dan modal dasar serta nilai nominal tiap-tiap lembar saham yang
dikeluarkan perseroan;

8.

tanggal mulai kegiatan usaha, tanggal dan nomor pengesahan maupun setiap persetujuan ataupun
pelaporan dari perubahan Anggaran Dasar perseroan, serta tanggal pengajuan permintaan pendaftaran;

9. keterangan-keterangan yang berhubungan dengan kepemilikan saham dalam perseroan, yang meliputi :
a.

nama pemilik saham beserta alias-alias serta namakecilnya;

b. nomor dan tanggal tanda bukti diri;


c. alamat tempat tinggal yang tetap;
d. tempat tanggal lahir dan kewarganegaraan;
e. jumlah saham yang dimiliki;
f. jumlah uang yang disetorkan untuk setiap lembar saham yang diambil bagian;
Saat pendaftaran dilakukan perseroan wajib menyertakan Akta Pendirian atau Anggaran Dasar
perseroan berikut setiap perubahan atas Anggaran Dasar perseroan. Sehubungan dengan pendaftaran
dan pengumuman yang harus dilaksanakan oleh Direksi sebagaimana diutarakan dimuka, patut
diperhatikan bahwa dalam hal ini sanksi hukum yang bisa dikenakan terhadapnya adalah sanksi pidana
dan perdata. Dalam hal apa sanksi perdata dan yang mana sanksi pidana, dapat diuraikan berikut ini.
Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa selama pendaftaran dan pengumuman atas
berdirinya perseroan belum dilaksaknakan, maka (anggota) Direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas segala perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan perseroan sesuai dengan
bunyi pasal 23 UU No. 1 Tahun 1995. Pasal ini mengatur sanksi perdata bagi Direksi perseroan yang tidak
melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan perseroan dalam Daftar Perusahaan dan mengumumkan
dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia menurut UU No. 1 Tahun 1995.

Selain kewajiban Direksi dalam hal pendaftaran berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995, Direksi juga
terikat untuk melaksanakan kewajiban pendaftaran berdasarkan UU-WDP, yang apabila dengan sengaja
atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajiban diancam dengan pidana penjara atau denda. Jadi
UU-WDP mengatur sanksi pidana bagi Direksi yang melalaikan atau tidak memenuhi kewajibannya dan
tindakan pidana yang dilakukan merupakan kejahatan.
Oleh karena itu perlu diperhatikan khususnya bagi mereka yang mengemban tanggung jawab
tersebut dan yang terlibat langsung yaitu person in change untuk melaksanakan kewajiban tersebut,
seyogyanya memahami ketentuan tersebut.
Pendaftaran Akta Pendirian Perseroan Terbatas.
Mengenai pendaftaran dan pengumuman dalam UU No. 40 Tahun 2007 diatur dalam Bab II
Bagian Ketiga di bawah judul Daftar Perseroan dan Pengumuman mulai Pasal 29 sampai dengan Pasal 30
UU No. 40 Tahun 2007. Dalam UU No. 1 Tahun 1995 hal tersebut diatur pada Bab II Bagian Ketiga di
bawah judul Pendaftaran dan Pengumuman mulai Pasal 21 sampai Pasal 23 UU No. 1 Tahun 1995.
Dalam KUHD mengenai pendaftaran dan pengumuman diatur pada Pasal 38 dan Pasal 39 KUHD tanpa
judul khusus. Terdapat perubahan mendasar mengenai pendaftaran perseroan menurut UU No. 40
Tahun 2007, UU No. 1 Tahun 1995 dan KUHD.
Dalam UU No. 40 Tahun 2007 disebutkan Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri
Hukum dan HAM, sedangkan menurut UU No. 1 Tahun 1995 pendaftaran perusahaan dilakukan dalam
Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan. Tempat pendaftaran di kantor yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan, misalnya di
Kantor Wilayah Departemen Perdagangan. Menurut Pasal 38 ayat (2) KUHD, pendaftan akta pendirian
seluruhnya beserta pengesahan yang diperoleh dilakukan dalam register umum yang disediakan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri, tempat kedudukan PT. Pasal 29 UU No. 40 Tahun 2007 mengatur halhal yang baru berkaitan dengan Daftar Perseroan tersebut yang semula belum diatur dalam UU No. 1
Tahun 1995 dan KUHD. Disamping terdapat hal-hal baru, juga UU No. 40 Tahun 2007 mengatur secara
rinci hal-hal yang berhubungan dengan Daftar Perseroan tersebut.
Secara garis besar ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Daftar Perseoan seperti dibawah
ini :
1. Daftar perseroan memuat data tentang perseroan yang meliputi :

a.

Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan
permodalan.

b. Alamat lengkap Perseroan sesuai dengan Pasal 5 UU No. 40 Tahun 2007.


c.

Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan sesuai dengan Pasal 7 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007.

d. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sesuai dengan Pasal 23
ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007.
e.

Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh
Menteri sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007.

f.

Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar

g. .Nama dan tanggal alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan.
h.

Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang
pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri.

i.

Berakhirnya status badan hukum Perseroan.

j.

Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.

2.

Data Perseroan tersebut di atas dimasukkan dalam Daftar Perseroan pada tanggal yang bersamaan
dengan tanggal :

a.

Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan
anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;

b. Penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau
c.

Penerimaan pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran
dasar.

3. Daftar Perseroan Terbuka untuk umum;


4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Daftar Perseroan diatur dengan Peraturan Menteri.
UU No. 40 Tahun 2007 mengatur tentang pendaftaran perusahaan dalam Daftar Perusahaan
pada Pasal 21 UU No. 1 Tahun 1995 secara garis besar dan ringkas tidak serinci dan
selengkap pengaturan pada UU No. 40 Tahun 2007. Menurut UU No. 1 Tahun 1995, Direksi perseroan
wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan, yaitu :
1. akta pendirian beserta pengesahan Menteri.
2. akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri dalam hal perubahan tertentu.
3. akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri dalam hal bukan perubahan tertentu.

Pendaftaran perusahaan harus dilakukan dalam waktu paling lambat 30 hari setelah pengesahan
atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan. Pendaftaran perusahaan menurut
UU No. 1 Tahun 1995, berkaitan dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan. Akan tetapi, Penjelasan Umum UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT menyebutkan bahwa
dalam hal pemberian status badan hukum, persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan
perubahan anggaran dasar, dan perubahan lainnya, UU No. 40 Tahun 2007 ini tidak dikaitkan dengan
Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Pengumuman Akta Pendirian Perseroan Terbatas
Mengenai Pengumuman PT, juga terdapat perubahan pengaturan UU No. 40 Tahun 2007
terhadap UU No. 1 Tahun 1995 dan KUHD. Menurut Pasal 22 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1995, untuk dapat
dilakukan pengumuman, Direksi harus mengajukan permohonan pengumuman dalam waktu paling
lambat 30 hari terhitung sejak pendaftarn perusahaan. Hal tersebut berbeda dengan UU No. 40 Tahun
2007 yang menyebutkan bahwa Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia. Tidak diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 mengenai permohonan untuk dilakukan
pengumuman tersebut. Adapun yang harus diumumkan oleh Menteri menurut UU No. 40 Tahun 2007
adalah :
1. akta pendirian perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (3) UU
No. 40 Tahun 2007.
2.

akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta Keputusan Menteri dalam hubungan dengan
perubahan anggaran dasar.

3. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
UU No. 40 Tahun 2007 melalui Pasal 30 ayat (2) mengatur bahwa pengumuman oleh Menteri
tersebut harus dilakukan dalam waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya
Keputusan Menteri dalam hubungan pendirian atau perubahan anggaran dasar PT bersangkutan.
Bagaimana apabila waktu tersebut dilampaui? Tidak terdapat jawaban dalam Penjelasan Pasal yang
berkaitan. Baik UU No. 40 Tahun 2007 maupun UU No. 1 Tahun 1995 menyebutkan bahwa ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan demikian tidak ditemukan dalam KUHD.
Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan pendaftaran PT (yang diatur dalam UU No. 40
Tahun 2007 disebut Daftar Perseroan) dan pengumuman yang harus dilakukan dalam Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia (menurut KUHD dalam Berita Negara). Pengumuman tersebut fungsinya
untuk memenuhi asas publisitas sehingga mereka yang berkepentingan untuk mengetahui suatu PT
dapat membacanya dalam Tambahan Berita Negara yang bersangkutan atau dalam Daftar Perseroan.
2.5 Anggaran dasar perseroan terbatas
Sebagai sebuah badan hukum, Perseroan Terbatas (PT) tak dapat dilihat dan diraba secara fisik
kecuali aset-asetnya (kantor gedung dan para karyawannya). Sekilas badan hukum PT nampak imajiner,
namun dalam bentukreal-nya badan hukum PT dapat diterawang lewat Anggaran Dasar-nya. Anggaran
Dasar PT mencantumkan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajiban seluruh Organ PT, sehingga
Anggaran Dasar PT dapat dikatakan merupakan bentuk konkret dari sebuah badan hukum PT.
Menurut undang-undang tentang PT (UU No. 40 Tahun 2007), Suatu Anggaran Dasar PT harus memuat
sekurang-kurangnya:
1. Nama dan tempat kedudukan PT.
2. Maksud dan tujuan pendirian PT.
3. Kegiatan usaha PT.
4. Jangka waktu berdirinya PT.
5. Modal PT.
6. Jumlah, nilai, dan klasifikasi saham serta hak-hak yang melekat pada setiap saham.
7. Anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT.
8. Tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS.
9. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
10. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Keterangan diatas merupakan keterangan minimal yang wajib dicantumkan dalam Anggaran Dasar PT.
Selain keterangan minimal itu, Anggaran Dasar juga dapat memuat ketentuan-ketentuan lain mengenai
PT selama ketentuan itu tidak bertentangan dengan undang-undang.

Pencantuman nama PT dalam Anggaran Dasar wajib didahului dengan frase Perseroan Terbatas atau
disingkat PT. Untuk PT terbuka, selain menggunakan istilah PT juga pada bagian akhir nama PT
ditambah kata singkatan Tbk.
Perubahan Anggaran Dasar PT
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT dapat melakukan perubahan Anggaran Dasar sesuai
kebutuhan PT tersebut. Perubahan Anggaran Dasar itu harus dilakukan berdasarkan ketetapan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam panggilan RUPS kepada para pemegang saham, acara mengenai
perubahan Anggaran Dasar tersebut wajib dicantumkan dengan jelas. Dalam hal PT yang bersangkutan
dinyatakan pailit, perubahan Anggaran Dasar baru dapat dilaksanakan dengan persetujuan kurator.
Pada dasarnya perubahan Anggaran Dasar merupakan perubahan bentuk badan hukum PT, sehingga
seperti juga dalam pendirian PT, perubahan Anggaran Dasar PT harus mendapat persetujuan dari
Menteri Menteri Hukum dan HAM. Perubahan Anggaran Dasar yang wajib mendapat persetujuan
Menteri antara lain perubahan Anggaran Dasar yang meliputi:
1. Perubahan mengenai nama PT dan/atau tempat kedudukan PT.
2. Perubahan mengenai Maksud, tujuan serta kegiatan usaha PT.
3. Perubahan mengeni Jangka waktu berdirinya PT.
4. Perubahan mengenai besarnya modal dasar PT.
5. Perubahan mengenai pengurangan modal ditempatkan dan disetor.
6. Perubahan status PT tertutup menjadi PT terbuka atau sebaliknya.
Perubahan Anggaran Dasar tersebut mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri
mengeni perubahan Anggaran Dasar. Perubahan Anggaran Dasar selain mengenai hal-hal tersebut
diatas juga dimungkinkan, namun tidak wajib mendapat persetujuan Menteri tetapi cukup
diberitahukan saja kepada Menteri. Perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan
Menteri itu mulai berlaku sejak dikeluarkannya surat penerimaan mengeni pemberitahuan perubahan
Anggaran Dasar tersebut oleh Menteri. Seluruh perubahan Anggaran Dasar wajib dinyatakan dalam akta
notaris.
2.6 Modal dan Saham

STRUKTUR PERMODALAN PT :

MODAL DASAR

MODAL DITEMPATKAN

MODAL DISETOR
Modal Dasar : paling sedikit Rp 50 juta (Ps 32 ayat (1) dan (2) UUPT No. 40/2007).Paling sedikit 25% dari
modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh (Ps 33 ayat (1) UUPT.Modal ditempatkan dan disetor
penuh dibuktikan dg bukti penyetoran yg sah & pengeluaran saham lebih lanjut utk menambah modal
yg ditempatkan hrs disetor penuh.Bentuk setoran modal saham dalam bentuk uang dan/atau dalam
bentuk lainnya (Ps. 34 ayat (1) UUPT 40/2007).
Penilaian Setoran Modal.
Apabila saham dilakukan dalam bentuk lain selain uang, penilaian setoran modal saham ditentukan
berdasarkan nilai wajar yg ditetapkan sesuai harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dg
perseroan, dan jika mrpk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam satu surat kabar atau lebih, dlm
jangka waktu 14 hr setelah akta pendirian dittd atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tsb.
(Ps. 34 ayat (2) dan ayat (3) UUPT)
Dalam praktik di Pasar Modal penyetoran saham dilakukan dengan cara: dengan uang tunai, konversi
hutang PS, kapitalisasi saham ditahan, surplus hasil aktiva tetap, inbreng saham perusahaan lain dan
harta tetap.
Larangan Kompensasi.
Pemegang Saham (PS) dan Kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap perseroan tidak dapat
menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yg telah
diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS (Ps 35 ayat (1).
Hak tagih thd Perseroan yang dapat dikompensasi sbg setoran saham adalah hak tagih thd Perseroan yg
timbul krn (Psl 35 ayat (2):
1. Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau tdk berwujud yg dpt
dinilai dg uang;
2. Pihak yg menjadi penanggung/penjamin utang telah membayar lunas utang perseroan sebesar
yg ditanggung/dijamin; atau

3. Perseroan mjd penanggung atau penjamin utang dr pihak ketiga & Perseroan telah menerima
manfaat brp uang atau barang yg dapt dinilai dg uang yg langsung atau tdk langsung scr nyata
telah diterima perseroan.
Larangan Saham utk Dimiliki Sendiri
Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki Perseroan lain,
yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan (cross holding).
Larangan tsb tidak berlaku thd kepemilikan saham yg diperoleh berdasarkan peralihan krn hukum,
hibah, atau hibah wasiat. Namun dlm jangka waktu 1 th stlh tgl perolehan harus dialihkan kpd pihak lain
yg tdk dilarang memiliki saham dlm perseroan.
PERLINDUNGAN MODAL & KEKAYAAN (Pembatasan Pembelian Saham Kembali).
Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
1. Pembelian kembali saham tersebut tdk menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih
kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yg telah disisihkan; dan
2. Jumlah nilai nominal seluruh saham yd dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau
jaminan fidusia atas saham yg dipegang perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yg sahamnya
secara langsung atau tdk langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% dr jumlah modal
yang ditempatkan dlm perseroan. (Ps 37 ayat (1) UUPT 40/2007).
Konsekuensi Hukum Pelanggaran Pembelian Saham Kembali :
1. Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tdk langsung yang beretentangan dengan Psl
37 ayat (1) batal karena hukum dan pembayaran yang telah diterima oleh pemegang saham harus
dikembalikan kpd perseroan, dan perseroan wajib mengembalikan saham yg telah dibeli tersebut kpd
PS.
2. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita PS yg beritikad
baik akibat batal krn hukum tsb (Ps. 37 ayat (3) UUPT 40/2007).
3. Saham yg dibeli kembali Perseroan hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 tahun (Ps 37 ayat (4).
4. Pembelian kembali saham atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan
persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam Per-UU dibidang Pasar Modal (Ps 38 ayat (1) UUPT).

5. Saham yg dikuasai Perseroan krn pembelian kembali, peralihan krn hukum, hibah atau hibah wasiat tdk
dapat digunakan utk mengeluarkan suara RUPS dan tdk diperhitungkan dlm menentukan jmlh kuorum
yg harus dicapai sesuai dg ketentuan UUPT dan/atau AD (Ps 40 ayat (1) UUPT).
6. Saham yg dikuasai Perseroan tidak berhak mendapat deviden.
Saham.
1. Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
2.

Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan
persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

3. Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang
memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan
saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Hak Pemegang Saham.
1. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
2. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
3. menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang PT
Klasisifikasi Saham

Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.

Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.

Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu di
antaranya sebagai saham biasa.

Klasifikasi saham yang dimaksud tersebut, antara lain:


1. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
2. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris;
3. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham
lain;
4. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari
pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;

5. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari
pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.
Pecahan Nominal Saham.
Anggaran dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang
pecahan nilai nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal saham lainnya
yang klasifikasi sahamnya sama memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi
tersebut.
Pemindahan Hak atas Saham.

Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak.

Akta pemindahan hak atas saham atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan.

Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam
daftar pemegang saham atau daftar khusus dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal pencatatan pemindahan hak.

Dalam hal pemberitahuan belum dilakukan, Menteri menolak permohonan persetujuan atau
pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang belum
diberitahukan tersebut.

Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur
dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:
1. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu
atau pemegang saham lainnya;
2. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
3. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Persyaratan tersebut di atas tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan
hak karena hukum, kecuali keharusan mendapatkan instansi berwenang berkenaan dengan kewarisan.

Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu
sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham
tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada
pihak ketiga.

Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya berhak menarik kembali
penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari

Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain hanya
berlaku 1 (satu) kali.
2.7

direksi dan komisaris

Komisaris
Berbicara mslah komisaris dalam pasal 44 kuhd di sebut sebagai alat perlengkapan perseroan,
penyinggungan itu tidak mendalam karna pda ujung kalimat pasal 44 ayat (1) KUHD itu hanya
menyatakan dan dengan atau tidak diawasi oleh beberapa komisaris, dari bunyi ujung kalimat tersebut
dapat di smpulkan , komisaris mungkin ada atau tidak dalam suatu perseroan, kalu pengurus di jamin
adanya dalam pasal 44 ayat (1) KUHD yang berbunyi, setiap perseroa terbatas harus di urus oleh
beberapa orang pengurus.maka adanya komisaris tidak adanya jaminan,kqrna itu mungkin komisaris
tidak ada. Disini jumlah pengurus dan komisaris itu jelas,yakni harus lebih dari satu orang, sebab pada
umumnya perseroan terbatas itu suatu badan usaha bermodal besar, tanggung jawab besar dan resiko
besar, dari itu kalu di urus oleh seorng komisaris dan seorang pengurus saja tidak memadai.
Tentang tugas kommisaris dalam pasal 44 kuhd hanya dikatakan tentang mengawasi, karna tugas
mengawasi itu hanya salah satu tugas komisaris , rugas komisaris yang lengkap ada dalam Aangaran
Dasar.
Dalam hal pemeriksaan buku perseroan komisaris diberikan ksempatn oleh direksi untuk melakukan
pemeriksaan,
Komisaris dapat memberikan teguran, nasihat atau petunjuk-petunjuk,
Kalau ada beberapa orang komisaris, tugasnya dapat ditetpkan dalam peraturan tersendiri (reglement)
tugasnya terpisahdari akta pendirian. Dalam peraturan itu ditetapkan tugas masing-masingkomisarus
sesuai dengan bidangnnya, ketentuanyang ditetapkan dalamm peraturanyang demikian, kalau

bertentangan dengan undang-undang atau ketentuan dalam akta pendirian adalah batal. Peraturan
iniberlaku bagi pihak ketiga bila telah ditetapkan dikantor perseroan. Yang dapat diketahuioleh siapa
saja dengan Cuma-Cuma.
Komisaris limpahan :
Pasal 44 kuhd tidak mengatur tentang komisaris limpahan bentuk ini timbul dalam praktik karena
adanya suatu keadaan, dimana komisaris telah ditetapkan dalam akta pendirian atau rapat umum
pemegang saham. Dalam hal ini tugas komisaris yaitu, pengawasan dan penasehat, dengan begitu harus
dilimpahkan kepada orang lain yang ahli, yang mempunyai waktu cukup untuk menjalankan tugas
komisaris setiap orang, orang ahli inlah yang disebut komisaris limpahan.
Status hukum komisaris :
Komisaris menduduki status hukum yang bemacam-macamseperti pengurus yaitu :
a. komisaris yang diangakt tanpa upah dan bukan pemegang saham yang status hukumnya adalah
pemeganng kuasa perseroaan atau rapat umum pemegang saham (bab XVI, buku III KUHPER)
b. komisaris bukan pemegang saham yang diangkat dengan upah maka status hukumnya buruh
pemegang kuasa (BAB VII-A BAB XVI Buku III KUHPER)
c. komisaris pemegang saham yang diangkat dengan diberi upah maka status hukumnya buruh
pemegang kuasa dan angggota rapat umum pemegang saham (BAB VII BAB XVI, Pasal 40 ayat 2 KUHPER)
Tanggung jawab komisaris :
Rapat komisaris dibagi 2 :
`Tanggung jawabtethadap pihak ketiga dan tanggung jawab terhadap perseroan tanggung jawab
terhadap perseroan adalah sesuai dengan pengurus sedangkan, tanggung jawab tehadap pihak ketiga
tidak begitu banyak, sebab komisaris hanya dalam keadaaan khusus saja mewakili perseroan.
Beberapa hak dan kewajiban khusus komisaris :
Akta pendirian dapat menetapkan mengkaji komisaris atau hal yang diserahkan kepada rapat umum
pemegang saham.
Pengawasan komisaris dapat diuraikan sebagai berikut :

a. komisaris dapat mewakili perseroan dalam semua hal, dimana ada kepentingan yang bertentangan
dengan seorang ataubeberapa orang pengurus.
b. termasuk dalam lingkungan kerja komisaris, berdasarkan akta pendirian, juga member persetujuaan
atau kekuasaan pada pengutus untuk melakukan transaksi penting, misalnya memindah tangankan dan
membebani benda tetap, dan memberikan jaminan dengan jumlah terbatas atau tak terbatas.
c.akta pendiriran juga dapat menetapkan, bila pengurus berhalangan atau pengurus tidak ada, maka
komisaris dapat melakukan pekerjaan pengurus.
d. komisaris dapat, kecuali kalau akta pendirian menetapkan lain, memberhentikan untuk sementara
pengurus perseroan.
e. komisaris dapat mengawasi perbuatan neraca dan daftar perhitunang laba rugi
DIREKSI :
Direksi adalah suatu organ perseroan di samping organ perseroan lainnya, berupa komisaris berupa
rapat umum saham, yang memiliki tugas kwenangan dan tangung jawab penuh trerhadap pengurus dan
jalan nya perseroan.
Kareaketrristik dari direksi perseroan.
1. direksi haruslah ornag persrorangan
2. direksi bertugas untuk mewakaili perseroan dan melaksanakan mengurus, dan mengarahkan , kegiatan
dari perseroan.
3. Direksi bertangung jawab untuk melaksanakan penmgontrolan terhadap pegawai perseroan .
4. Direksi siaangkat sesuai hukum yang berlaku, dalam hal ini direksi diangkat oleh rapat umum pemegang
saham(RUPS)
5. Direksi merupakan organ perseroan, di samping itu ada yang lainnya yatiu berupa komisaris dan rapat
umum pemegang saham.
6. Kepengurusan dilaksanakan untuk kepentingan dan tujuan perseorangan
7. Direksi mewakili dan bertindak untuk dan atas nama poerseroan

8. Direksi mewakili dan bertindak didalam maupun diluar pengadilan


9. Dierksi melaksanakan tugas sesaui dengan perundang-undangan
Ada 4 macam deriksi alam perseroan :
1. Direksi biasa : direksi yang dipioih untuk rpat umum pemegang saham,
2. Direksi de facto : derektur yang tidak di plih rapat umum pemegang umum
3. Direksi subtitusi : direksi yang sifatnya semtara atau yang di tugaskan untuk tugas tertentu
4. Deresi bayangan : yang mnjadi pejanagan belaka , dimana setiap pekerjan dilakukan oleh pihak lain
Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, hanya perorangan yang dpat menjadi direktur di suatu
perseroan terbatas.
Adapun persyaratan yuridis bagi orang direktur menurut hukum Indonesia sebagai berikut :
1. Direktur haruslah orang yang cakap berbuat . jadi, deriktur haruslah cukup umur, waras dan sebagainya.
2. Untuk perusahaan tertentu di syaratkan minimal 2 orang direktur, yaitu perusaaan
ebagai berikut :

Perseroan yang bidang usahanya mengarahkan dana masyarakat

Perseroan yang menerbitkan surat pegakuan hutang

Perseroan terbuka

3. Orang yang menjadi direktur tersebut tidak pernah dinyatakan pailit secara pribadi selama 5 terakhir.
4. Orang yang menjadi direktur tersebut tidak pernah menjadi direktur menjadi direktur atau komisaris
dari perusahan yang dinyakan pailit dalam waktu 5 tahun trakhir.
5. Orang yang menjadi direktur tersebut tidak pernah dihukum karna melakukan tindak pidana yang
merugikan keungan Negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan.
Stastus hukum direksi :
Pengangkatan dan pemberhentian direksi :
a) Pengangkatan direksi dapat dilakukan dg beberapa cara sebagai berikut :
1. Diangkat oleh rapat umum pemegang saham dengan suara terbanyak sebesar yang diatur dalam
anggaran dasar perseroan

2. Diangkat oleh rapa umum pemegang saham berdasarkan system penjatahan asalkan cara tersebut
diatur dalam rapat umum pemegang saham .
3. Diangkat dengan cara mencantumkan dalam angaran dasar dalam hal ini dilakukan terhadap direksi
yang pertama sekali diangkat( pasal 80 ayat (2) uu PT)
Seorang direksi harus diangkat untuk masa jabatan tertentu tetapi untuk kemungkinan mangangkatnya
kmbali jika disetujui RUPS, sedangkan cara pencalonan pencaonan dan pengangkatan sireksi dpat
diatyur cara rinci dalm anggaran dasar. Asal tidak menghilangkan hak pemegang saham dalm
pencalonannya (liahat pasal 80 ayat (4) uu pT.
b) Bagaimana cara proses pemberhentian direksi :
1. Pemberhentian sementara maksimal 30 hari, dalam hal ini dilakakukan oleh komisaris atau RUPS (pasal
92 (2) UUPT,
2. Pemberhetian tetap dalam hal ini dilakukan oleh RUPS
2.8 Neraca Dan Perhitungan Laba Rugi Perusahaan
Neraca merupakan sebuah laporan yang menunjukkan keadaan atau posisi keuangan sebuah
perusahaan pada rentang poriode tertentu. Selain menggunakan istilah neraca, laporan keadaan
keuangan tersebut juga kerap kali dikenal sebagai balance sheet atau statement of financial position.
Mengenai perhitungan laba rugi maka Untuk membuat laporan laba rugi kita harus mengetahui
tentang pengertian laporannya. Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang sistematis tentang
penghasilan, biaya, rugi-laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Yang kita
dapatkan dalam laporan ini dimana dalam laporan ini menggambarkan mengenai kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan rugi-laba dalam suatu periode tertentu
Laporan laba rugi mempunyai 2 unsur yaitu pendapatan dan beban/biaya
PENGHASILAN (income)
Adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akutansi dalam bentuk pemasukan atau
penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan seperti
penjualan barang dagang, penghasilan jasa (fee), pendapatan bunga dan lainnya.
BEBAN (expanse)

Adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akutansi dalam bentuk arus keluar atau
berkurangnya nilai aktiva atau kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak
menyangkut pembagian kepada penanam modal. Contoh yang termasuk dalam kategori beban/biaya
adalah harga pokok (penjualan atau produksi/HPP), biaya pemasaran, biaya gaji karyawan, biaya
penyusutan dan sejenisnya.
Format atau bentuk laporan laba rugi dapat disajikan dalam 2 bentuk
SINGLE STEP
Yaitu bentuk laporan yang disusun dengan menggabungkan semua penghasilan menjadi suatu kelompok
dan semua biaya dalam satu kelompok lainnya yang terjadi dalam suatu periode. Sehingga untuk
menghitung laba rugi bersih hannya memerlukan satu langkah yaitu mengurangkan total penghasilan
dengan total biaya. Selisih positif antara kelompok penghasilan dengan biaya disebut dengan istilah
penghasilan bersih atau laba, sedangkan jika selisih tsb negative disebut dengan rugi.
MULTIPLE STEP
Yaitu bentuk laporan yang disusun secara bertahap penghasilan dan beban disajikan sesuai dengan
uturan aktivitas yaitu kegiatan usaha diluar usaha dan luar biasa
Untuk menyajikan pos luar biasa seperti kebakaran, gempa, dan sebagainya perusahaan dapat
menganut salah satu dari 2 perlakuan berikut ini:
ALL INCLUSIVE
Pencatatan kerugian dari pos luar biasa tsb dapat disajikan dalam laporan laba rugi, sedangkan dalam
laporan laba yang ditahan hanya berisi net income yang ditransfer dari laporan rugi laba deklarasi
(pembayaran dividend), penyisihan dari laba (appropriation of retained earning)
CURRENT OPERATING PERFORMANCE/NON CLEAN SURPLUS CONCEPT
Pecatatan kerugian dari pos luar biasa tidak boleh disajikan dalam laporan laba rugi melainkan disajikan
dalam laporan laba ditahan atau laporan perubahan modal maka laporan laba rugi hanya menentukan
hasil dari operasi normal periode tersebut.
2.9

pembubaran perseroan terbatas

Praktek Pelaksanaan Pembubaran PT


Dalam praktek pembubaran Perseroan menurut UU 40/2007 akibat keputusan RUPS ternyata
terdapat inkonsistensi pelaksanaan pasal 152 ayat 5 UU 40/2007 yang mengatur tentang pencatatan
berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dalam Daftar Perseroan.
Pembubaran Perseroan dalam UU 40/2007 diatur dalam pasal 142 sampai dengan pasal 152, dimana
yang berbeda dengan pengaturan dalam UU 1/1995(pasal 114 s/d pasal 124) adalah mengenai
berakhirnya status badan hukum Perseroan. Dalam UU 40/2007 ditegaskan bahwa Menteri akan
mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan yaitu setelah mendapatkan pemberitahuan dari
Likuidator tentang hasil akhir proses likuidasi yang dicantumkan dalam RUPSterakhir.

Untuk lebih jelasnya berikkut ini diuraikan langkah-langkah pembubaran PT berdasarkan


RUPS :
1. Pelaksanaan RUPS dengan materi acara Pembubaran PT diikuti dengan penunjukan Likuidator untuk
melakukanproseslikuidasi(pasal142ayat1dan2 )

2. Dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, Likuidator harus
mengumumkan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia serta memberitahukan
kepada Menteri ( pasal 147 ayat 1). Catatan : Dalam tahap ini Menteri hanya mencatat bahwa
Perseroan dalam likuidasi.
3. Dalam tahap pemberesan harta kekayaan Perseroan, Likuidator wajib mengumumkan dalam
Surat Kabar dan BNRI mengenai Rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (pasal 149 ).
4. Dan terakhir diadakan RUPS tentang pertangggung jawaban Likuidator dalam melaksanakan proses
likuidasi, sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan kepada Likuidator; yang diikuti
pengumuman dalam Surat Kabar mengenai hasil akhir proses likuidasi dan pemberitahuan kepada
Menteri.(pasal 152 ayat 3).

5. Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan
dari Daftar Perseroan diikuti dengan pengumuman dalam BNRI (pasal 152 ayat 5 jo ayat 8).

Singkatnya Likuidator harus mengumumkan 3 kali dalam Surat Kabar ( mengenai pembubaran, rencana
pembagian kekayaan hasil likuidasi dan hasil akhir proses likuidasi ) dan 1 kali dalam BNRI (mengenai
pembubaran), serta memberitahukan kepada Menteri 2 kali (mengenai pembubaran dan hasil akhir
likuidasi).

Dalam praktek ketika memasukkan data untuk memenuhi ketentuan pasal 152 ayat 3
(proses pemberitahuan hasil akhir likuidasi ) ternyata data di database sisminbakum telah
dihapus. Rupanya pada waktu pertama kali melaporkan/memberitahukan pembubaran Perseroan,
seketika itu pula Menteri ( melalui Sisminbakum ) melakukan pencatatan berakhirnya status
badan hukum Perseroan. ( seharusnya Menteri hanya melakukan pencatatan bahwa Perseroan
dalam proses likuidasi ).
Jadi dalam praktek Berita Acara RUPS terakhir yang berisi hasil akhir proses likuidasi dan pelunasan
serta pembebasan likuidator tidak dapat diberitahukan kepada Menteri melalui Sismnbakum, oleh
karena data Perseroan telah dihapus.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan kapan status badan hukum suatu Perseroan benar-benar
berakhir; yaitu bukan oleh karena pencatatan yang dilakukan oleh Menteri namun pada saat telah
dilakukan pemberesan dan pertanggungjawaban likuidator telah diterima oleh RUPS demikian sesuai
pasal 143 UU 40/2007 ayat 1.
KESIMPULAN
Setelah mempelajari makalah ini,maka dapat disimpulkan Perseroan terbatas adalah persekutuan
yang berbentuk badan hukum.badan hukum itu tidak di sebut persekutuan tetapi disebut
perseroan,sebab modal dari badan hukum itu terdiri dari sero-sero atau saham-saham.istilah terbatas
tertuju pada tanggung jawab persero atau pemegang saham,yang luasnya terbatas pada nilai
nominalsemua saham yang dimilikinya. Unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 36,40,42 dan 45 KUHD
inilah unsure-unsur yang membentuk badan usaha tersebut menjadi perusahaan terbatas.unsur-unsur
ini merupakan satu kesatuan dan merupakan pengertia yang lengkap bagi perseroan terbatas yaitu:
4. Adanya kekayaan terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing persero ( pemegang saham),dengan
tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan.

5. Adanya persero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham
yang dimilikinya.sedangkan mereka semua dalam rapat umum pemegang saham merupakan kekuasaan
tertinggi dalam organisasi perseroan,yang berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan
komisaris,berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan,menetapkan
hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar dan lain-lain.
6. Adanya pengurus (direksi) dan komisaris yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan pengawasan
terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya,yang harus sesuai dengan anggaran
dasar dan / atau keputusan rapat umum pemegang saham.
Ketentuan mengenai perusahaan terbatas diatur secara khusus di dalam undang-undang no 40
tahun 2007,dan juga di atur di dalam kitab undang-undang hukum perdata,kitab undang-undang hukum
dagang.

ri jumlah seluruh anggota komisaris.

2.

Menurut Black's Law Dictionary 7th Edition, piercing the corporate veil adalah

The judicial act of imposing personal liability on otherwise immune corporate


officers, directors, and shareholders for the corporation's wrongful acts.

Prinsip piercing the corporate veil ini berkaitan dengan prinsip tanggung jawab
terbatas yang dianut oleh PT. Dalam suatu PT, tanggung jawab dari pemegang saham,
Direksi dan Komisaris atas perbuatan PT dibatasi.

Prinsip piercing the corporate veil ini diadopsi dalam UUPT, yaitu dalam:

1)

Pasal 3 ayat (2), yang mengatur mengenai pengecualian tanggung jawab terbatas
pada pemegang saham dalam PT:

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila:


a)

Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum ata tidak terpenuhi;

b)

Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung


dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk
kepentingan pribadi;

c)

pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan


hukum yang dilakukan perseroan; atau

d)

pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung


secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang Perseroan.

2)

Pasal 104, tentang pengecualian tanggung jawab terbatas dewan direksi dalam
hal kepailitan yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi

3)

Pasal 115, tentang pengecualian tanggung jawab terbatas dewan komisaris


dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian dewan komisaris
melakukan pengawasan terhadap pengurusan perseroan.

--------------------

Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas


Dalam perusahaan, bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik saham minoritas? Jika
pemilik saham mayoritas ingin mendilusi pemilik saham minoritas dengan menambah kapital
(dari dana sendiri ataupun dari pihak luar), bagaimana perlindungan terhadap pemilik saham
minoritas yang tidak bisa mengikuti penambahan modal? Terima kasih atas bantuannya.
gandawjy

Jawaban:
Rizky Dwinanto, S.H., M.H.

Terkait dengan permasalahan hukum berkenaan dengan perlindungan terhadap pemegang saham (PS) minoritas
dapatlah kita merujuk kepada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) khususnya:

- Kewenangan PS dalam mengajukan gugatan terhadap perseroan apabila dirugikan sebagai akibat dari keputusan
RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris (Vide Pasal 61 [1] UUPT)
- Kewenangan PS dalam meminta kepada Persero agar sahamnya dapat dibeli kembali akibat tidak setujunya PS
terhadap tindakan perseroan tentang perubahan AD, pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang
nilainya lebih dari 50 % dan penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan (Vide Pasal 62 UUPT).
- Kewenangan PS untuk diselengarakannya RUPS, tanpa kewenangan memutuskan diadakannya RUPS (Vide
Pasal 79 ayat [2] UUPT)
- Kewenangan untuk mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota direksi yang menyebabkan
kerugian perseroan (Vide Pasal 114 ayat [6] UUPT)
- Kewenangan PS untuk dilakukannya audit terhadap perseroan, atas dugaan terjadinya Perbuatan Melawan Hukum
yang merugikan yang dilakukan oleh Perseroan, Direksi atau komisaris. (Vide Pasal 138 ayat [3] UUPT)
- Kewenangan PS untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan (Vide Pasal 144 ayat [1] UUPT)

Selain dari ketentuan hukum yang diatur dalam UUPT di atas, Persero dalam menjalankan roda perusahaan dituntut
untuk menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG), sebagaimana diketahui dalam prinsip GCG
mengedepankan: fairness (keseimbangan), transparency (transparan), accountability (akuntabilitas) and
responsibility (bertanggung-jawab).

Permasalahan adanya corporate action terkait penambahan/peningkatan modal suatu perseroan acap kali digunakan
para pemilik saham mayoritas untuk mendilusi kepemilikan saham minoritas. Namun, sepanjang corporate action
ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku pada UUPT, maka tidak adanya pelanggaran hukum yang dapat
dialamatkan kepada perseroan.

Langkah yang dapat dilakukan oleh para PS minoritas atas tindakan yang dilakukan perseroan adalah meminta agar
perseroan membeli saham-saham PS minoritas tersebut dengan harga wajar (Vide Pasal 62 UUPT) atau
dalam hal PS minoritas dapat membuktikan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan persero terkait dengan
tindakan tersebut atau dapat membuktikan adanya kerugian atas tindakan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan
wajar tersebut, PS minoritas dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tempat kedudukan
perseroan (Vide Pasal 61 UUPT).

Hak Derivatif adalah hak pemegang saham minoritas untuk mewakili kepentingan perseroan, yang
diberikan kepada satu atau lebih pemegang saham yang memiliki paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara yang sah.
Yang termasuk Hak Derivatif :
1. Hak untuk meminta kepada ketua Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukum tempat kedudukan
perseroan, agar diijinkan untuk menyelenggarakan RUPS.
2. Hak untuk mengajukan gugatan kepada pengadilan negeri terhadap anggota direksi dan/atau dewan
komisaris yang menimbulkan kerugian bagi perseroan dan tindakan tersebut disebabkan karena salah
atau lalainya anggota direksi dan/atau dewan komisaris.
3. Hak untuk mengajukan permohonan kepada PN tempat kedudukan perseroan untuk melakukan
pemeriksaan terhadap perseroan
4. Hak untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan kepada RUPS
Piercing The Corporate Veil adalah tanggung jawab direksi terbatas namun jika terjadi kerugian akibat
ultra virus maka soerang direksi dapat diminta pertanggung jawaban sampai harta pribadi.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN


TERBATAS TERBUKA

Negara

Indonesia

sebagai

Negara

berkembang

yang

menitikberatkan

peningkatan

pembangunan di segala bidang. Dewasa ini arah dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah
pada dasarnya bertumpu pada Trilogi pembangunan, dengan penekanan pada segi pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, disamping usaha mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi serta stabilitas nasional yang mantap. Pengembangan dunia usaha merupakan salah satu faktor
yang ikut menentukan berhasil tidaknya pembangunan. Arah pembangunan di sektor ekonomi
merupakan kewajiban pemerintah dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam rangka
pengembangan dunia usaha dan penciptaan iklim usaha yang baik yang mendorong kearah
pertumbuhan, merupakan kenyataan bahwa investasi dalam jumlah yang besar sangat diperlukan untuk
pembiayaan pembangunan.1[1]
Salah satu bentuk investasi yang popular saat ini adalah dengan investasi melalui porto folio
saham atau dengan kata lain indirect investment. Yaitu investasi dengan menanamkan sejumlah modal

1[1]

Ibid, Hal, 35

kedalam bursa saham di lantai bursa, yang kemudian pengelolaan investasi tersebut dikelola oleh
perusahaan yang bersangkutan. Yang dalam kenyataannya akan membentuk dua komunitas pemegang
saham, yaitu pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Terhadap pemegang saham
mayoritas pada prinsipnya perlindungan hukum kepadanya cukup terjamin terutama melalui
mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham, yang jika tidak dapat diambil keputusan secara
musyawarah, akan diambil dengan keputusan yang diterima oleh mayoritas. Dari sinilah awal masalah
terjadi, yakni jika keputusan diambil secara mayoritas, bagaimana kedudukan suara minoritasnya.
Padahal suara minoritas juga mesti mendapat perlindungan, meskipun tidak harus sampai menjadi pihak
yang mengatur perusahaan. Konsep dan pengaturan hukum tentang prinsip perlindungan pemegang
saham minoritas merupakan hal yang baru dan kurang mendapatkan porsi yang cukup dalam peraturan
perundang-undangan hukum korporat di Indonesia selama ini, hal ini dikarenakan oleh:2[2]
1. Kuatnya berlaku prinsip bahwa yang dapat mewakili perseroan hanyalah direksi.
2.

Kuatnya berlaku pendapat bahwa yang dianggap demokratis adalahyang berkuasa adalah

pihak

mayoritas.
3. Kuatnya rasa keengganan dari pengadilan untuk mencampuri urusan bisnis dari suatu perusahaan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Pasal 36 sampai dengan Pasal 56), secara eksplisit
konsep tentang perlindungan pemegang saham minoritas ini pada prinsipnya tidak dikenal. Tetapi KUHD
memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas justru dengan membuka kemungkinan
diberlakukannya sistem quota dalam pengambilan suara dari rapat umum pemegang saham yang tidak
memberlakukan prinsip one share one vote, dalam KUHD tidak terdapat ketentuan yang khusus
mengatur tentang perlindungan pemegang saham minoritas. Namun demikian, semasa masih
berlakunya KUHD, memang terdapat beberapa ketentuan yang menjurus kepada perlindungan
pemegang saham minoritas. Misalnya ketentuan yang berkenaan dengan pemberlakuan prinsip
mayoritas super terhadap tindakantindakan penting dalam perseroan, seperti terhadap tindakan
perubahan anggaran dasarnya. Karena itu, pengawasan terhadap berlakunya ketentuan seperti ini
waktu itu sangat ampuh, yakni dengan tidak mensahkan anggaran dasar yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip yang telah digariskan tersebut.

2[2]
Chatamarrasjid, Penerobosan cadar perseroan dan soal-soal aktual hukum perusahaan. Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti2000:220)

Dengan prinsip majoritas super, yang dimaksudkan adalah bahwa dalam suatu rapat umum
pemegang saham, keputusan baru dapat diambil manakala suara yang menyetujuinya melebihi jumlah
tertentu, misalnya lebih dari 2/3 atau dari suara yang sah. Jadi kuorum atau voting dengan mayoritas
biasa (lebih dari setengah suara atau lebih banyak suara yang menyetujuinya) belum dianggap
mencukupi.
Prinsip Quota dalam KUHD sebenarnya juga bermuara untuk melindungi pihak pemegang saham
minoritas. Sistem quota, yang member jatah tertentu kepada para pemegang saham tersebut terdapat
dalam pasal 54 ayat (4) KUHD dimana jika ingin dilakukan pembatasan jumlah suara, pada prinsipnya hal
tersebut diserahkan kepada anggaran dasar perseroan, dengan ketentuan bahwa seorang pemegang
saham tidak dapat mengeluarkan lebih dari enam suara jika modal perseroan terdiri dari 100 saham
atau lebih, dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari tiga suara jika modal perseroan kurang dari 100
saham.
Akan tetapi, prinsip pembatasan hak suara dengan sistem quota ini kemudian dinyatakan tidak
berlaku dan digantikan dengan sistem one share one vote penuh oleh Undang-undang No. 4 Tahun 1971
tentang Perubahan dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang
(Stbl. 1847:23)., hal mana juga kemudian dianut oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1995 yang kemudian
diperbaharui oleh Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan
diberlakukannya sistem one share one vote, maka setiap Pemegang Saham mempunyai hak satu suara,
kecuali anggaran dasar menentukan lain (Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas).
Pemegang saham mempunyai hak suara sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki, Sehingga
dapat disimpulkan bahwa UUPT ini tidak membatasi kekuatan Pemegang saham dalam jumlah yang
besar dalam perolehan hak suara yang didapat. Seperti yang tercantum dalam Pasal 54 KUHD.
Pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas Perseroan
terbatas terbuka lebih ditekankan dalam UUPT yang baru yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
dimana dalam Undang-undang ini posisi tawar pemegang saham minoritas dalam pengambilan
kebijakan suatu perusahaan lebih terperinci dengan hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 yaitu antara lain :

1.

Pasal 61 ayat (1), Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke
Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa
alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.

2.

Pasal 62, Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan
pemegang saham atau Perseroan, berupa: Perubahan anggaran dasar, Pengalihan atau penjaminan
kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50 % (lima puluh persen) kekayaan bersih
perseroan; atau Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan

3. Pasal 79 ayat (2), Pemegang Saham perseroan meminta diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang
Saham, pemegang saham minoritas hanya sekedar mengusulkan tanpa ada kewenangan untuk
memutuskan diadakannya RUPS.
4. Pasal 97 ayat (6), mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota direksi yang karena
kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap perseroan.
5. Pasal 114 ayat (6), mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota dewan komisaris
yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap perseroan, diatur dalam.
6. Pasal 138 ayat (3), meminta diadakannya pemeriksaan terhadap perseroan, dalam hal terdapat dugaan
bahwa perseroan, anggota direksi atau komisaris perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
7. Pasal 144 ayat (1), mengajukan permohonan pembubaran perseroan.

Hakhak pemegang saham minoritas diatas merupakan terobosan baru dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia dengan lahirnya Undang-Undang No.40 Tahun 2007, akan tetapi dari
hak-hak diatas belum merupakan cerminan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas
yang sempurna karena aturan mengenai perlindungan hukum pemegang saham minoritas sesuai
dengan prinsip good corporate governance masih sulit untuk diterapkan di Indonesia.
Kepentingan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas dalam
suatu perseroan terbatas seringkali bertentangan satu sama lain.3[3] Minority shareholders atau
pemegang saham minoritas tidak jarang hanya dijadikan sebagai pelengkap dalam sebuah perusahaan.
Dalam mekanisme pengambilan keputusan di perusahaan dapat dipastikan pemegang saham minoritas

3[3]

Munir Fuady, Opo. Cit. hal. 48

ini akan selalu kalah disbanding pemegang saham mayoritas, sebab pola pengambilan keputusan
didasarkan atas besarnya prosentase saham yang dimiliki. Keadaan demikian akan semakin parah, jika
ternyata pemegang saham mayoritas menggunakan peluang ini untuk mengendalikan perusahaan
berdasarkan kepentingannya saja dan tidak mengindahkan kepentingan pemegang saham minoritas.4[4]
Seperti yang telah dijelaskan diatas, pemegang saham minoritas kurang mendapatkan porsi
perlindungan hukum dalam pengambilan keputusan di suatu perusahaan, maka ada berbagai
kepentingan yang oleh hukum mesti dijaga, antara lain kepentingan-kepentingan seperti kutipan berikut
:5[5]
1. Pihak pemegang saham minoritas sama sekali tidak berdaya dalam suatu perusahaan karena selalu kalah
suara dengan pemegang saham mayoritas dalam rapat umum pemegang saham selaku pemegang
kekuasaaan tertinggi.
2. Pihak pemegang saham minoritas tidak mempunyai kewenangan untuk mengurus perusahaan karena
tidak mempunyai cukup suara untuk menunjuk direktur atau komisarisnya sendiri, atau kalaupun ada
kesempatan untuk menunjuk direktur atau komisaris, biasanya direktur atau komisaris tersebut juga
tidak berdaya karena kalah suara dalam rapat-rapat direksi atau komisaris.
3.

Pihak pemegang saham minoritas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal-hal yang penting
baginya, seperti kewenangan untuk mengangkat pegawai perusahaan, menandatangani cek, mereview
kontrak perusahaan, dan melakukan tindakan-tindakan penting lainnya

4. Jika perusahaan berbisnis secara kurang baik, pihak pemegang saham minoritas umumnya tidak dapat
berbuat

banyak,

kecuali

membiarkan

perusahaan

tersebut

terus-menerus

merugi

sambil

mempertaruhkan sahamnya disana.


5.

Terutama dalam suatu perusahaan tertutup, saham pihak minoritas umumnya tidak marketable,
sehingga sangat sulit dijual ke pihak luar

4[4]
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek hukum pasar modal Indonesia.. Jakarta .Kencana Prenasa
Media Group, 2004, hal. 279

5[5]

Ibid, hal. 91-92

6. Prinsip personan in judicio atau capacity standing in court or in judgement, yakni hak untuk mewakili
perseroan, yang hanya boleh dilakukan oleh organ perseroan. Pemegang saham minoritas tidak boleh
melakukan tindakan derivative.6[6]

Untuk itu, agar terpenuhinya unsur keadilan, diperlukan suatu keseimbangan sehingga pihak
pemegang saham minoritas tetap dapat menikmati haknya selaku mayoritas, termasuk mengatur
perseroan. Di lain pihak, pihak pemegang saham minoritaspun perlu diperhatikan kepentingannya dan
tidak bisa begitu saja diabaikan haknya. Untuk menjaga kepentingan di kedua belah pihak, dalam ilmu
hukum perseroan dikenal prinsip Mayority Rule minority Protection, yaitu yang memerintah (the
ruler) di dalam perseroan tetap pihak mayoritas, tetapi kekuasaan pihak mayoritas tersebut haruslah
dijalankan dengan selalu melindungi (to protect) pihak minoritas. Hal
ini jika tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah di khawatirkan akan mengganggu iklim investasi
dan mematikan investor-investor kecil.

Untuk lebih memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat dibahas dengan lebih
terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka penulis perlu merumuskan suatu
permasalahan yang disusun secara sistematis, sehingga akan memberikan gambaran yang jelas dan
memudahkan pemahaman terhadap masalah yang diteliti, sehingga penelitian mencapai tujuan yang
diharapkan. Adapun perumusan masalah dalam penelitian yang dirumuskan penulis sebagai berikut :
1. Apa saja asas-asas yang harus dipenuhi peraturan perundang-undangan untuk melindungi pemegang
saham minoritas Perseroan Terbatas Terbuka?
2.

Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas
terhadap pemegang saham minoritas perseroan terbatas Terbuka dalam melakukan penanaman modal
di Indonesia?

3.

Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh undang-undang pasar modal terhadap
pemegang saham minoritas perseroan terbatas Terbuka dalam melakukan penanaman modal di
Indonesia?
A. Asas-asas yang harus terpenuhi untuk melindungi pemegang saham minoritas

1.

Keadilan antar pemegang saham untuk melindungi pemegang saham minoritas

6[6]
120

Rachmadi Usman, 2004.Dimensi hukum perusahaan perseroan terbatas.PT. Alumni Bandung, 2004, hal.

Secara umum yang dimaksud dengan asas keadilan adalah kesetaraan atau kewajaran dalam
menemukan rasa adil bagi pihak-pihak yang terkait. Namun bila dikaitkan dengan perlindungan
terhadap pemegang saham minoritas maka asas keadilan yang dimaksud adalah perlakuan yang sama
terhadap para pemegang saham, baik pemegang saham mayoritas maupun minoritas dengan
keterbukaan informasi yang penting. Dalam hokum perusahaan ataupun hukum secara umum nilai
keadilan merupakan tujuan yang paling utama sehingga perangkat hukum tentang perlindungan hukum
terhadap pemegang saham minoritas juga harus dititikberatkan kepada usaha pencapaian keadilan.
Pemberlakuan prinsip keadilan dalam perseroan terbuka mengharuskan diberikan kekuasaan
tertinggi kepada RUPS dimana suara terbanyak yang akan menentukan arah kebijakan perusahaan,
tetapi kepada pihak pemegang saham minoritas seharusnya dijamin pula keadilan dengan memberikan
kepadanya hak-hak yang sesuai dengan asas Good Corporate Governance. Hal tersebut terkait dengan
kepentingan pemegang saham minoritas yang sering kali bertentangan dengan kepentingan pemegang
saham mayoritas. Untuk menjaga agar dapat terwujud suatu keseimbangan antara kedua belah pihak
maka perlu diterapkan prinsip majority rule minority protection. Menurut prinsip ini yang memerintah di
dalam perseroan tetaplah pihak mayoritas, tetapi kekuasaan tersebut harus dijalankan dengan selalu
melindungi pihak minoritas.
Kurangnya ketentuan hukum yang mengatur tentang perlindungan pemegang saham minoritas
dalam perseroan terbatas terbuka terhadap sikap dan perilaku pemegang saham mayoritas, direksi dan
komisaris yang sewenang-wenang serta kurangnya modal pengetahuan dan ketrampilan dan
kemampuan untuk mengelola perusahaan menyebabkan pemegang saham minoritas berada dalam
posisi yang lemah dan otomatis hal tersebut menyebabkan terdesaknya kepentingan pemegang saham
minoritas. Hal inilah yang menyebabkan tidak tercapainya keadilan sebagai suatu syarat terwujudnya
prinsip Good Corporate Governance.
Menurut John Rawls seperti dikutip oleh Munir Fuady, keadilan antara lain dapat diperincikan
sebagai berikut :7[1]
a. Terpenuhinya hak yang sama terhadap kebebasan dasar (equal liberties).

7[1]

Munir Fuady, Op. Cit, hal. 25

b. Perbedaan ekonomi dan sosial harus diatur sehingga tercipta keuntungan maksimum yang reasonable
untuk setiap orang, termasuk bagi yang lemah (maximum minimorium) dan terciptanya kesempatan
bagi semua orang.

Senada dengan pendapat John Rawls maka mengingat posisi pemegang saham mayoritas yang
sedemikian dominannya maka diperlukan suatu perlindungan khusus bagi pemegang saham minoritas
untuk mencapai suatu kondisi keseimbangan antar pemegang saham. Usaha untuk mencapai keadilan
bagi pemegang saham minoritas ini dilakukan antara lain dengan memberikan hak-hak tertentu kepada
pemegang saham minoritas.

2. Transparansi dalam perseroan terbatas terbuka untuk melindungi pemegang saham minoritas
Kewajiban disclosure atau transparansi (keterbukaan informasi) dalam pengelolaan suatu
perseroan merupakan hal pokok yang harus dilakukan untuk mewujudkan prinsip Good Corporate
Governance. Hal tersebut dinyatakan pula oleh Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) seperti dikutip oleh Siswanto Sutojo dan E John Aldridge the corporate
governance framework should ensure that timely and accurate disclosure is made on all material
matters regerding the corporation, including the financial situation, performance ownershipand
governance of the company.8[2]
Dalam kutipan diatas jelas bahwa transparansi dan tepat waktu pengungkapan informasi
perusahaan (termasuk kondisi keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan tata kelola perusahaan)
sebagai salah satu inti dari Good Corporate Governance. Kewajiban disclosure bagi suatu perseroan
terbatas juga merupakan suatu dilema. Pada satu sisi kepentingan masyarakat atau pihak-pihak lainnya
termasuk pihak pemegang saham minoritas perlu dilindungi dengan mengharuskan adanya keterbukaan
informasi, akan tetapi di sisi lain sampai batas-batas tertentu kepentingan perseroan atau kepentingan
organ-organ perseroan juga perlu dilindungi dengan tidak terlalu membuka diri pada pihak luar.
Prinsip Good Corporate Governance mensyaratkan kewajiban disclosure tersebut dengan
pendekatan yang bersifat lebih aktif. Bukan saja keterbukaan secara konvensional lewat pengumuman
di berita negara, tambahan berita negara atau surat-surat kabar, melainkan juga secara aktif melakukan
keterbukaan dengan menerapkan prinsip manajemen secara terbuka dengan memberikan secara
akurat, tepat waktu dan tepat sasaran terhadap sebanyak mungkin akses kepada pihak pemegang
saham minoritas, bahkan juga kepada pihak stakeholder lainnya mengenai informasi dan kebijaksanaan
dari perusahaan tersebut. Dalam hal ini banyak informasi yang harus dibuka, seperti informasi tentang
transaksi yang berbenturan kepentingan (conflic of interest), kepemilikan saham oleh direksi atau
komisaris, investasi perusahaan lain, transaksi material, penjualan dan penjaminan aset penting dari
perusahaan.
Prinsip ini dapat diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akuntasi (accounting
system) yang berbasiskan standar akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan

8[2]
Siswanto Sutojo dan E John Aldridge, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia, 2005,
hal. 178)

keuangan dan pengungkapan yang berkualitas, mengembangkan information technology (IT) dan
management information system (MIS) untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dan
proses pengambilan keputusan yang efektif oleh dewan komisaris dan direksi, mengembangkan
enterprise risk management yang memastikan bahwa semua resiko signifikan telah diidentifikasi, diukur,
dan dapat dikelola pada tingkat toleransi yang jelas, mengumumkan jabatan yang kosong secara
terbuka.
Penerapan prinsip transaparansi ini bertujuan agar dapat menghindarkan perusahaan dari
kerugian besar karena tertutupnya informasi sebagai akibat tidak dapat diprediksi sebelumnya. Dengan
adanya transparansi maka pemilik dalam hal ini pemegang saham dapat mendeteksi penyebab kerugian
tersebut ataupun memperkirakan resiko yang mungkin terjadi sebelumnya.
Secara praktis memang penerapan asas transparansi dalam pengelolaan perusahaan demi
terwujudnya prinsip Good Corporate Governance tidak ada hubungannya dengan perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas perseroan terbatas terbuka, namun sebenarnya penerapan keterbukaan
informasi ini sangat melindungi kepentingan pemegang saham minoritas, karena pemegang saham
minoritas dapat mengetahui dan membaca kondisi perseroan tepat pada waktunya sehingga kalau
terjadi suatu hal maka dapat secepatnya menentukan sikap agar resiko kerugian dapat diminimalkan.
Selain itu adanya keterbukaan informasi juga memberikan koridor yang akan memberikan batasan
dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkuasa seperti pemegang saham mayoritas,
direksi dan komisaris untuk menyetujui suatu transaksi tertentu yang menguntungkan pihak-pihak
tersebut tapi mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas.

3. Akuntabilitas dalam perseroan terbatas terbuka untuk melindungi pemegang saham minoritas
Sebagimana diketahui, Akuntabilitas merupakan salah satu unsur dari Good Corporate
Governance. Dengan prinsip Akuntabilitas ini, maka keterbukaan informasi khususnya yang berkenaan
dengan keadaan keuangan sangatlah penting artinya dalam suatu perusahaan. Untuk dapat dilakukan
transparansi terhadap keadaan finansial perusahaan tersebut, perhitungan keuangan, pembuatan
neraca laba rugi dan pembukuan haruslah menurut caracara yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam rangka keterbukaan informasi ini, patut didayagunakan kelebihan sistem two-tier dari
manajemen perusahaan sebagaimana yang dianut oleh negara-negara yang menerapkan sistem hukum

Eropa Kontinental termasuk Indonesia. Dengan sistem two-tier ini, yang dimaksudkan adalah bahwa
manajemen suatu perusahaan dipimpin oleh dua komando, dimana yang satu melaksanakan
operasional perusahaan yang dalam hal ini dilaksanakan oleh direksi, sedangkan komando yang lain
adalah dewan komisaris yang bertugas untuk mengawasi, termasuk mengawasi bidang keuangan,
terhadap direksi yang berarti juga mengawasi jalannya perusahaan.9[3]
Demi dapat berfungsinya secara baik organ komisaris ini, yang berarti ikut mengawasi keadaan
keuangan perusahaan, maka kepada dewan komisaris tersebut diberikan kewenangan untuk dapat
mengakses ke pembukaan perusahaan, sehingga unsur Akuntabilitas dapat terpenuhi. Agar fungsi
control dari komisaris tersebut dapat diwujudkan secara baik, maka komposisi dewan komisaris harus
sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta
dapat bertindak secara independen sehingga menjalankan tugasnya dengan mandiri dan kritis, dan
dapat mewakili kepentingan seluruh stakeholder dalam perseroan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan (financial statement)
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite audit dan resiko untuk
mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali
peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategis berdasarkan best practice (bukan sekedar
audit), menjaga manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani pertentangan (dispute),
penegakan hokum (sistem penghargaan dan sanksi), menggunakan external auditor yang memenuhi
syarat (berbasis profesionalisme).
Dari sinilah Akuntabilitas yang merupakan unsur dari prinsip Good Corporate Governance
mampu memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas karena adanya dewan
komisaris dan proses pengawasan yang efektif maka praktek-praktek kecurangan di dalam perusahaan
dapat ditekan menjadi lebih rendah dan dominasi pihak pemegang saham mayoritas yang merugikan
pemegang saham minoritas juga dapat ditanggulangi lebih baik lagi. Dengan demikian pemegang saham
minoritas merasa lebih aman dalam berinvestasi dan juga tidak merasa terabaikan.
4. Responsibilitas dalam perseroan terbatas terbuka untuk melindungi pemegang saham minoritas
Yang ditekankan dalam asas Responsibilitas disini adalah perusahaan haruslah berpegang
kepada hukum yang berlaku dan melakukan kegiatan dengan bertanggungjawab kepada seluruh
9[3]

Munir Fuady, Op. Cit, hal. 72

stakeholder dan kepada masyarakat, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan para
stakeholder tersebut. Untuk dapat mencapai sasaran dari asas Responsibilitas tersebut, sangat
diperlukan kejelasan tanggung jawab, termasuk kejelasan tanggungjawab antar organ perseroan atau
antara tanggungjawab perseroan dengan tanggungjawab individu. Dalam hubungannya untuk mencapai
adanya suatu Responsibilitas maka harus ada hal-hal yang menjadi tanggung jawab Board of Directors
(Dewan pengurus) yaitu:
a. Menyusun strategi dan mengarahkan bisnis perusahaan.
b. Memonitor kinerja manajemen senior perusahaan dalam mencapai tujuan strategis perusahaan.
c. Menghasilkan keuntungan yang optimal bagi para pemegang saham.
d.

Menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak yang terkait dalam perusahaan misalnya
keseimbangan kepentingan pemegang saham mayoritas dan minoritas, kepentingan pemegang saham
dan kreditur.

Disamping keempat hal diatas Board of Directors tanggungjawab yang lain adalah menjaga
perusahaan mereka selalu mematuhi undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, termasuk
undang-undang perpajakan, ketentuan hukum tentang persaingan usaha yang sehat, perburuhan,
lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu Board of Directors juga
bertanggungjawab melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholder non pemegang saham,
termasuk karyawan perusahaan, para kreditur, pelanggan, perusahaan pemasok dan masyarakat sekitar
lokasi perusahaan atau proyek yang mereka dirikan.
Dalam rangka menjalankan prinsip Good Corporate Governance, direksi suatu perusahaan pada
prinsipnya haruslah bertanggung jawab secara pribadi tidak hanya terhadap perbuatan yang dilakukan
dalam kapasitasnya sebagai pribadi, tetapi juga dalam hal-hal tertentu terhadap perbuatan yang dia
lakukan dalam kedudukannya sebagai direktur perusahaan. Apabila melakukan secara sah suatu
perbuatan tertentu dalam kedudukannya sebagai direksi perusahaan tersebut, dalam artian bukan
dalam kapasitasnya sebagai pribadi, maka direksi tersebut telah melakukan tindakan perseroan, baik
atau buruk akan dipikul oleh perseroan. Namun dalam hal-hal tertentu terdapat pengecualian dimana
sungguhpun itu merupakan tindakan perseroan, dibuka kemungkinan bukan perusahaan yang
bertanggungjawab tapi pihak lainnya, dimana dalam hal tersebut sesuai dengan prinsip piercing the
corporate veil, ultra vires dan fiduciary duty yang pada dasarnya melegitimasi pemindahan kewajiban

hukum dari pundak perusahaan kepada pihak lain seperti pemegang saham mayoritas, direksi atau
komisaris.
Dari sinilah tampak peranan Responsibilitas dalam perseroan terbatas terbuka untuk melindungi
stakeholder termasuk juga pemegang saham minoritas dari tindakan salah atau tidak terpuji yang
dilakukan oleh mereka, manakala kewajiban tersebut dipikulkan ke pundak perusahaan, sama saja
dengan membebankan kepada seluruh stakeholder mengingat kerugian perusahaan akan menyebabkan
bagian yang diterima stakeholder akan berkurang atau terancam.

B. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Pemegang Saham Minoritas


1. Teori perlindungan pemegang saham minoritas
Secara eksplisit pengertian pemegang saham minoritas tidak begitu dapat di definisikan, hal ini
dikarenakan antara perusahaan yang satu dengan yang lain seringkali berbeda prosentase antara
pemegang saham minoritas dan mayoritasnya, sehingga definisi minoritas tiap perusahaan pun
berbeda-beda, akan tetapi Pengertian pemegang saham minoritas dapat kita simpulkan dari ketentuan
Pasal 79 ayat (2) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu satu orang
pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar
PT yang bersangkutan.
Pemegang saham minoritas juga dibedakan berdasarkan kedudukan dan kepentingannya, yaitu:
a. Seluruh pemegang saham minoritas
b. Pemegang saham minimal 1 %
c. Pemegang saham minimal 10 %
d. Pemegang saham minimal 1/3
e. Pemegang saham minoritas independent

Dalam banyak hal, undang-undang perseroan terbatas hanya membeda-bedakan hak para
pemegang saham minoritas sebagai berikut :

a.

Seluruh pemegang saham minoritas. Misalnya dalam ketentuan Pasal 62 ayat (1), Pasal 100 ayat (3)
UUPT

b. Pemegang saham minimal 10 %. Misalnya ketentuan dalam Pasal 138 ayat (3) huruf a UUPT.
Menurut penulis yang dimaksud dengan pemegang saham minoritas adalah pemegang saham
atau kesatuan pemegang saham yang memiliki saham yang nilainya tidak melebihi 1/3 bagian dari
seluruh nilai saham yang dikeluarkan perusahaan, sehingga tidak memiliki suara banyak untuk
menentukan arah kebijakan perusahaan.
Sehingga seringkali suaranya hanya sebagai pelengkap dalam RUPS. Pemegang saham minoritas
dan pemegang saham mayoritas mempunyai kepentingan yang seringkali bertentangan satu sama lain,
untuk itu agar dapat mencapai adanya suatu keadilan maka diperlukan suatu keseimbangan sehingga
pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas mendapatkan haknya secara proporsional.
Untuk menjaga kepentingan di kedua belah pihak dikenal adanya prinsip Majority Rule Minority
Protection. Berdasarkan prinsip tersebut, maka setiap tindakan perseroan tidak boleh membawa akibat
kerugian terhadap pemegang saham minoritas perseroan terbatas. Banyak tindakan curang yang dapat
dilakukan dalam perseroan oleh direksi yang dikontrol oleh pemegang saham mayoritas seperti tindakan
yang mempunyai konflik kepentingan dengan direksi atau pemegang saham mayoritas, seperti akuisisi
internal, self deadling dan tindakan corporate opportunity, menerbitkan saham lebih banyak sehingga
pemegang saham minoritas tenggelam dengan saham yang dipegangnya, mengalihkan asset perusahaan
lain sehingga nilai perusahaan yang mengalihkan tersebut menjadi kecil, tawaran berbagai cara untuk
membeli saham-saham dari pemegang saham minoritas, menjalankan perusahaan lain dengan cara
membeli saham-saham dari pemegang saham minoritas; membuat pengeluaran perusahaan menjadi
besar, seperti membayar gaji yang tinggi, sehingga perusahaan berkurang keuntungannya,
konsekuensinya deviden yang akan dibagikan kepada pemegang saham minoritas menjadi berkurang,
tidak membagi deviden dengan berbagai alasan, memecat direktur dan/atau komisaris yang pro
terhadap pemegang saham minoritas, menerbitkan saham khusus yang dapat merugikan pemegang
saham minoritas dan menghilangkan pengakuan pre-emptive rights dalam anggaran dasar.
Bagi pemegang saham mayoritas seringkali pihak pemegang saham minoritas ibarat duri dalam
daging. Terutama ketika perusahaan sudah mulai berkembang, dalam hubungan dengan pihak
pemegang saham minoritas, pihak pemegang saham mayoritas mempunyai berbagai kepentingan,
antara lain :

a.

Pihak mayoritas berniat untuk menanam lebih banyak lagi uang dalam perusahaan tersebut, tetapi
pemegang saham mayoritas segan untuk mempertaruhkan uangnya jika ada pihak lain dalam
perusahaan tersebut.

b. Pemegang saham mayoritas melalui direksi yang diangkatnya bekerja cukup keras untuk membesarkan
perusahaan, sedangkan pemegang saham minoritas umumnya diam saja, tetapi dia ikut menikmati hasil
dari perusahaan atas jerih payah pemegang saham mayoritas tersebut. Jadi dalam hal ini pemegang
saham minoritas ibarat penunggang bebas .
c.

Pihak pemegang saham mayoritas cenderung membeli saham dari pihak minoritas pada saat harga
masih rendah, tidak masuk akal jika pembelian saham tersebut dilakukan pada saat sahamnya menjadi
mahal, dimana mahalnya saham tersebut juga akibat kerja keras dari pemegang saham mayoritas lewat
direksi yang di nominasinya.

d. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung tidak terlalu terbuka kepada pemegang saham minoritas
berkenaan dengan keadaan financial perusahaannya, agar pihak minoritas tidak memprotes
penggunaan pemasukan perusahaan yang dianggap kurang layak, seperti membayar gaji dan bonus yang
terlalu besar. Lagipula, jika keadaan keuangan perusahaan berkembang baik, maka membuka informasi
kepada pihak minoritas akan cenderung membuat pemegang saham minoritas menjual sahamnya
kepada pihak mayoritas dengan harga yang mahal, jika nantinya pihak mayoritas ingin membeli saham
tersebut.
Mengingat begitu dominannya posisi pemegang saham mayoritas dalam suatu perusahaan
maka prinsip majority rule minority protection memberikan perlindungan terhadap pemegang saham
minoritas dengan memberikan hak-hak tertentu kepada pihak pemegang saham minoritas perseroan
terbatas yakni dengan memberikan kesempatan kepada pemegang saham minoritas untuk mengambil
inisiatif-inisiatif tertentu sehingga pelaksanaan bisnis perusahaan tidak menimbulkan kerugian terhadap
kepentingannya. Tanpa adanya inisiatif yang diambil oleh pemegang saham minoritas bisa saja
perusahaan tersebut ujung-ujungnya akan merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Inisiatif
tersebut misalnya dengan memberikan kesempatan untuk memanggil dan menentukan mata agenda
Rapat Umum Pemegang Saham untuk membicarakan hal-hal khusus. Pemegang saham minoritas perlu
juga diberikan hak untuk memblokir atau menghambat tindakan-tindakan tertentu yang diambil oleh
perusahaan yang merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Misalnya dalam perusahaan
terbuka, ditangan pemegang saham minoritas (pemegang saham independent) ada hak untuk melarang
perusahaan melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan dengan direksi atau komisaris atau
pemegang saham mayoritas.

Selain hal tersebut diatas pemegang saham minoritas juga perlu diberikan hak untuk memaksa
perusahaan untuk mengelola perusahaan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan
perundangundangan atau dalam peraturan anggaran dasar perusahaan, hal ini penting karena
pelanggaran hukum oleh perusahaan juga akan mengakibatkan kerugian pada pemegang saham
minoritas. Berikutnya perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas diberikan dengan
memberikan kompensasi atau ganti kerugian kepada pemegang saham minoritas apabila memang
terbukti adanya suatu kerugian yang diderita. Hak pemegang saham Menurut Sumantoro dalam
bukunya Nindyo Pramono berjudul Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di
Indonesia, secara umum dapat disebutkan bahwa hak-hak pemegang saham itu berkaitan dengan
antara lain :
a. Hak untuk mengeluarkan suara
b. Hak untuk mengetahui jalannya perusahaan
c. Hak untuk menerima keuntungan
d. Hak untuk memeriksa pembukuan perusahaan
e. Hak-hak yang berhubungan dengan likuiditas perusahaan
f.

Hak untuk menentukan pengurusan perusahaan.


Sebagaimana dikemukakan diatas penulis menyimpulkan bahwa ketujuh hak diatas seharusnya
menjadi hak seluruh pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas, sehingga tidak ada
kesenjangan dalam hal menentukan arah kebijakan perusahaan.

2. Doktrin-doktrin yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas
Dalam UUPT kita banyak mengadopsi doktrin-doktrin hukum modern yang berlaku secara
universal di bidang korporasi. Diantara yang berkaitan dengan perlindungan hukum pemegang saham
minoritas perseroan terbatas adalah piercing the corporate veil, ultra vires, dan fiduciary duty yang
mempunyai tujuan utama yang sama yaitu untuk melindungi kepentingan pihak stakeholder, termasuk
pemegang saham minoritas.
a. Doktrin Piercing The Corporate Veil
Kata piercing the corporate veil terdiri dari kata-kata : pierce, yang artinya menyobek/
mengoyak/ menembus, dan veil, yang diartikan kain/ tirai/ kerudung dan corporate, yang artinya
perusahaan. Jadi secara harfiah istilah piercing the corporate veil berarti menyingkap tirai perusahaan.

Sedangkan dalam ilmu hukum perusahaan merupakan suatu prinsip/ teori yang diartikan sebagai suatu
proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang lain, oleh suatu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh perusahaan pelaku, tanpa melihat kepada fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya
dilakukan oleh perusahaan pelaku tersebut.10[4] Penerapan prinsip ini mempunyai misi utama, yaitu
untuk mencapai keadilan khususnya bagi pihak pemegang saham minoritas dan pihak ketiga yang
mempunyai hubungan tertentu dengan pihak perusahaan.
Adapun yang menjadi kriteria dasar universal agar suatu piercing the corporate veil secara
hukum dapat dijatuhkan adalah sebagai berikut :
a. Terjadinya penipuan
b. Didapatkan suatu ketidakadilan
c. Terjadi suatu penindasan (oppresion)
d. Tidak memenuhi unsur hukum (illegality)
e. Dominasi pemegang saham yang berlebihan
f. Perusahaan merupakan alter ego dari pemegang saham mayoritas11[5]

Dalam tatanan hukum perusahaan Indonesia yaitu dapat dilihat dalam UUPT yang secara
terbatas mengakui berlakunya teori ini, sebagaimana diketahui bahwa penerapan teori ini ke dalam
perseroan menyebabkan tanggung jawab hukum tidak hanya dimintakan kepada perseroan tersebut
tetapi juga terhadap pemegang sahamnya, bahkan organ perseroan seperti direksi atau komisaris. Ciri
utama perseroan terbatas adalah bahwa PT merupakan subyek hukum yang berstatus badan hukum,
yang pada gilirannya membawa tanggung jawab terbatas (limited liability) bagi para pemegang saham,
anggota direksi, dan komisaris. Prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham tetap dianut dalam
UUPT yaitu dalam pasal 3 ayat (1): Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi
atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi nilai saham yang telah diambilnya.
Pertanggungjawaban terbatas tersebut tidaklah mutlak. Dalam keadaaan tertentu tanggung
jawab tersebut tidak berlaku karena ada pengecualiannya. Disini terlihat bahwa UUPT menganut prinsip

10[4] Munir Fuady, Op. Cit. Hal. 8


11[5]

Ibid, hal, 10

Piercing the Corporate veil yang terlihat dalam pasal-pasalnya. Bagi pemegang saham yang memiliki
tanggung jawab terbatas sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 ayat (1) UUPT menjadi tidak terbatas
dalam hal yang dinyatakan pada pasal 3 ayat (2), apabila :
a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi
b.

Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi.

c.

Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
perseroan, atau

d.

Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk
melunasi utang perseroan.

Terlihat bahwa dalam hal-hal tertentu antara lain apabila terbukti telah terjadi pembauran harta
kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga perseroan didirikan
semata-mata sebagai alat untuk memenuhi tujuan pribadinya maka tanggung jawab terbatas itu tidak
berlaku. Disamping itu tanggung jawab direksi dan komisaris juga menjadi tidak terbatas dalam hal
membuat dokumen perhitungan tahunan yang tidak benar dan menyesatkan sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 69 ayat (3) UUPT. Dalam ayat (4) dijelaskan pula bahwa anggota direksi yang tidak terlibat
dibebaskan dari tanggung jawab, seperti dalam kutipan berikut ini :(Pasal 69 ayat (3) dan (4) UUPT ) Ayat
(3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang
dirugikan.
Ayat (4) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena
kesalahannya.
Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip penting, yaitu prinsip yang
lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan
prinsip yang merujuk pada kemampuan dan kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care). Kedua
prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai itikad baik, semata-mata untuk
kepentingan dan tujuan perseroan.

Pelanggaran terhadapnya membawa konsekuensi yang berat bagi direksi, karena ia dapat
dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Terlihat dalam pasal 97 dan pasal 104 UUPT:
Pasal 97 UUPT :
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
apabila dapat membuktikan:
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap
anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau
anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.

Pasal 104 UUPT :


(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga
sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian
Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan
tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban
yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau
lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
apabila dapat membuktikan:
a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang dilakukan; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi
dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Komisaris yang bertugas sebagai pengawas kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan tidak
lepas dari prinsip yang sama diterapkan pada direksi, sebagaimana diatur dalam pasal 69 ayat (3) dan (4)
diatas, mengenai pertanggungjawaban komisaris ini juga tercantum dalam pasal 114 UUPT :

(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
108 ayat (1)

(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam
menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila
yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan
Komisaris.
(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila dapat membuktikan :
a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan
Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena
kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
a. Doktrin Fiduciary Duty
Istilah fiducuary duty berasal dari dua kata, yaitu : fiduciary, dan Duty. istilah duty banyak dipakai
dimana-mana, yang berarti tugas. Istilah fiduciary berasal dari bahasa latin yaitu fiduciarius dengan akar
kata fiducia yang berarti kepercayaan atau dengan kata fidere yang berarti mempercayai, sehingga
dengan istilah fiduciary diartikan sebagai memegang suatu kepercayaan atau seseorang yang
memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain. Misalnya di bidang bisnis
seseorang dikatakan mempunyai tugas fiduciary (fiduciary duty) manakala bisnis yang ditransaksikannya
atau uang atau properti yang dihandel bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya, melainkan
milik orang lain dan untuk kepentingan orang lain itu dimana orang lain tersebut memiliki kepercayaan

yang besar (great trust) kepadanya. Sementara itu di lain pihak ia wajib mempunyai itikad baik yang
tinggi (high degree of faith) dalam menjalankan tugasnya.
Black Laws Dictionary mendefinisikan fiduciary Duty seperti dikutip munir Fuady sebagai : Fiduciary
Duty, a duty to act for someone elses benefit, while sub ordinating ones personal interest to that of the
other person. It is the highest standart of duty by law.12[1] (suatu tindakan untuk dan atas nama orang
lain, dimana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi dalam
hukum)
Chatamarrasjid menyatakan, direksi harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang
diperolehnya berdasarkan dua prinsip dasar, yaitu pertama, kepercayaan yang diberikan perseroan
kepadanya (fiduciary duty) dan kedua duty of skill and care.13[2]
Di era sebelum berlakunya UUPT baik Undang-undang No. 40 Tahun 2007 maupun UUPT terdahulu yaitu
Undang-undang No. 1 Tahun 1995, jelas bahwa hukum indonesia tidak menganut prinsip Fiduciary duty.
hal ini disebabkan KUHD Indonesia merupakan penjelmaan dari KUHD Belanda dimana KUHD Belanda
diambil dari Perancis setelah Code Napoleon. Sebagaimana diketahui bahwa Code Napoleon tidak
mengakui adanya prinsip fiduciary duty/ trustee ini. Hubungan antara direksi dengan perseroan yang
dipimpinnya dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah hubungan hukum keagenan atau pemberian
kuasa. Jadi bukan hubungan fiduciary yang menimbulkan fiduciary duty.
Setelah berlakunya UUPT, banyak teori hukum yang semula tidak ada atau tidak berlaku diadopsi dan
diberlakukan di Indonesia , termasuk teori fiduciary duty ini yang juga ikut diberlakukan oleh UUPT
tersebut. Pasal 97 Undang-undang Perseroan Terbatas menyebutkan sebagai berikut :
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab.

12[1]
Nindyo Pramono. Sertifikasi saham PT Go Publik dan hukum pasar modal di Indonesia.. Bandung. PT. Citra
Aditya Bakti 2001, hal. 1
13[2]

Munir Fuady, Perlindungan pemegang saham minoritas. Bandung .CV. Utomo.2005, hal 5

(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
apabila dapat membuktikan:
a) Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehatihatian untuk kepentingan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan;
c) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d) Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap
anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau
anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.

Dan dalam Penjelasan pasal 97 ayat (6) : Dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan, pemegang
saham yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan pada ayat ini dapat mewakili Perseroan
untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.
Indikasi berlakunya semacam prinsip fiduciary duty ini terlihat dalam pasal 97 UUPT tersebut, khususnya
Pasal 97 Ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, yang dipertegas
melalui penjelasan pasal tersebut yaitu Yang dimaksud dengan penuh tanggung jawab adalah
memperhatikan Perseroan dengan saksama dan tekun.

Menurut pendapat penulis mengenai Fiduciary Duty adalah kepercayaan penuh yang diberikan oleh
pemegang saham secara keseluruhan untuk mengelola perusahaan maupun untuk menjalankan tugastugas tertentu seperti tugas direksi, komisaris, dan bertanggung jawab secara penuh atas segala
tindakannya yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Sehingga penerima kepercayaan mempunyai
tanggung jawab kepada pemegang saham. Dalam hubungannya dengan perlindungan kepada pemegang
saham minoritas adalah adanya suatu jaminan kerugian yang timbul karena kesalahan organ perseroan
yang merugikan pemegang saham secara keseluruhan, umumnya pemegang saham minoritas yang
seringkali menjadi objek tindakan kesewenangwenangan.

b. Doktrin Ultra Vires


Istilah ultra vires berasal dari bahasa latin yang berarti diluar atau melebihi kekuasaan (outside the
power) yaitu kekuasaan yang diizinkan oleh hukum terhadap suatu badan hukum. Prinsip ultra vires ini
berasal dari negara Common law (Inggris), tetapi negara-negara Eropa sudah lama memberlakukan
prinsip ini. Di Perancis misalnya ada konsep specialite statuaire, dimana suatu perusahaan dilarang
untuk membuat transaksi yang tidak termasuk kedalam ruang lingkup objek perseroan sebagaimana
disebutkan dalam anggaran dasarnya. Blacks law Dictionary mendefinisikan ultra vires seperti dikutip
dari Munir Fuady sebagai : ultra vires. Acts beyond the scope of the power of a corporation, as defined
by its charter or laws of state of incorporation14[3] (suatu tindakan yang dilaksanakan tanpa
wewenang, tindakantindakan tersebut di luar wewenang yang ada sesuai anggaran dasar atau hukum
perusahaan).
Di dalam KUHD, prinsip ultra vires ini terdapat dalam Pasal 45 KUHD : Tanggung jawab para pengurus
adalah tidak lebih daripada untuk menunaikan tugas yang diberikan kepada mereka dengan sebaikbaiknya, merekapun karena segala perikatan dari perseroan, dengan sendiri tidak terikat kepada pihak
ketiga. Berbeda dengan KUHD yang mengatur secara tegas prinsip ultra vires ini, UUPT menyerahkan
sepenuhnya pengaturan prinsip ultra vires ini di dalam anggaran dasar, yaitu di dalam Pasal 98 Ayat (2)
UUPT : Dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili adalah
setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.

14[3]

Ibid, hal. 89

Menurut penulis prinsip ini merupakan suatu kebebasan organ perseroan dalam menjalankan tugasnya.
Sepanjang tidak keluar dari pranata-pranata yang telah diatur sebelumnya baik oleh undang-undang
maupun anggaran dasar perseroan.

A. Bentuk perlindungan hukum pemegang saham minoritas menurut UUPT


Kepercayaan dan kredibilitas pasar investasi merupakan hal utama yang harus tercermin dari
keberpihakan sistem hukum korporat pada kepentingan investor dari perbuatan-perbuatan yang dapat
menghancurkan kepercayaan investor. Selain itu, UUPT memberdayakan pemegang saham minoritas
untuk tidak diabaikan kepentingannya oleh siapa saja termasuk pemegang saham mayoritas.
Penegakan hukum tidak boleh terlepas dari kerangka keadilan, karena kalau tidak penegakan
hukum malah akan menjadi counter productive, yang pada gilirannya akan menjadi bumerang bagi
perkembangan pasar investasi di Indonesia.15[4] Secara umum yang dimaksud dengan asas keadilan
adalah kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang undangan yang berlaku. Namun bila dikaitkan dengan upaya perlindungan
terhadap pemegang saham minoritas maka asas keadilan yang dimaksud adalah perlakuan yang adil
terhadap pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Dalam bidang hukum
perusahaan nilai keadilan merupakan tujuan yang paling utama sehingga perangkat hukum tentang
perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas juga harus dititikberatkan kepada usaha
pencapaian keadilan.
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas melakukan beberapa
terobosan, yang sebenarnya telah dilakukan oleh berbagai Undang-undang Perseroan di negara-negara
maju. Diantara terobosan tersebut adalah perlindungan terhadap pemegang saham minoritas.
Perlindungan tersebut terlihat dari beberapa pasal dalam UUPT, baik kepentingan pribadi pemegang
saham maupun kepentingan pemegang saham sebagai bagian dari perseroan, terhadap
perbuatan/tindakan yang dilakukan oleh organ perseroan. Perlindungan ini berdasarkan hak
perseorangan (personal rights), dan kepentingannya sebagai bagian dari perseroan (hak derivatif).
Perlindungan tersebut meliputi hak-hak dalam UUPT sebagai berikut:
1. Hak meminta keterlibatan pengadilan
15[4]

(www.rifq1.wordpress.com/2008/05/01/perlindungan-terhadap-minority-shareholders)

Pihak pemegang saham minoritas sebagai pihak yang merasa dirugikan kepentingannya berhak
untuk meminta dipulihkan haknya, untuk hal tersebutlah pemegang saham minoritas berhak meminta
keterlibatan pengadilan. UUPT mengatur hak meminta keterlibatan pengadilan dalam Pasal 61 ayat (1),
Pasal 80 ayat (1), Pasal 97 ayat (6), Pasal 114 ayat (6), Pasal 138 ayat (2).

Pasal 61 ayat (1) :


Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri apabila
dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat
keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.

Pasal 80 ayat (1):


Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang meminta
penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon
melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Pasal 97 ayat (6):


Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap
anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.

Pasal 114 ayat (6):


Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena
kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan ke Pengadilan Negeri.

Pasal 138 ayat (2):

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara
tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Perseroan.

Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114 ayat (6) diatas merupakan derivative action atau derivative suit
yang telah diberikan UUPT kepada pemegang saham minoritas perseroan. Derivative suit berarti
gugatan yang berdasarkan pada hak utama (primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh
pemegang saham atas nama perseroan, atau dengan perkataan lain derivative suit merupakan gugatan
yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan. Jadi, jika dalam gugatan
biasa, direksi yang mewakili perseroan, tetapi dalam gugatan derivatif, justru pemegang sahamlah yang
mewakili perseroan. Dalam gugatan derivatif ini pihak tergugat adalah direksi perseroan atau bisa jadi
perseroan itu sendiri dalam statusnya sebagai badan hukum yang bisa menjadi subjek hukum perdata.
Sebenarnya ada beberapa sistem otoritas dan pembatasan tanggung jawab, namun dalam
hubungannya untuk melindungi pemegang saham minoritas perseroan terbatas, kedua ayat inilah yang
paling berperan. Hak meminta keterlibatan pengadilan sangatlah diperlukan karena apabila ada hal yang
dianggap tidak adil oleh pemegang saham minoritas maka sector hukumlah yang berperan untuk
membalikkan keadaan sehingga keadilan yang telah hilang dapat diketemukan kembali oleh pihak yang
dieksploitasi.

2. Hak melakukan pemeriksaan dokumen perusahaan


Secara teoritis, pemegang saham minoritas mempunyai hak untuk mendapatkan akses terhadap
informasi yang berkenaan dengan perusahaan termasuk hak untuk mengakses ke dokumen perusahaan.
Hal ini dalam UUPT diatur dalam Pasal 138 ayat (3) huruf a.
Pasal 138 ayat (3) huruf a:
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh 1 (satu) pemegang saham atau
lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara.

Hal itu sangat kontra sekali dengan maksud Pasal tersebut, karena dalam peraturan selanjutnya,
yakni Pasal 138 sampai dengan Pasal 141 UUPT, jelas terlihat bahwa adanya ketentuan tersebut putus

ditengah jalan. Sebab Pasal-Pasal ini hanya memberikan kewenangan kepada pengadilan sebatas
mengangkat ahli untuk memeriksa, menerima laporan ahli yang memeriksa, dan menentukan biaya yang
diperuntukkan untuk maksud pemeriksaan tersebut. Kewenangan pengadilan dalam prosedur
pemeriksaan sesuai dengan Pasal-Pasal dalam UUPT hanya sampai disitu saja. Misalnya setelah
dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan ada perbuatan melawan hukum, maka pengadilan tidak
dapat secara otomatis dapat melanjutkan prosesnya, karena itu terserah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan untuk memproses dalam prosedur lain. Jika harus dilanjutkan dengan menggunakan
jasa pengadilan maka harus melalui prosedur pengajuan gugatan kembali, baik menggunakan gugatan
biasa atau dengan gugatan derivatif.
Idealnya dalam hal ini diberikan juga tambahan kewenangan kepada pengadilan seperti
kewenangan memerintahkan penghentian perbuatan melawan hukum tersebut yang cenderung
merugikan pemegang saham minoritas, pemberian ganti rugi, pemberhentian direksi yang merugikan
tersebut, mengangkat direksi baru atas permohonan dari pemohon dan bahkan pembubaran
perusahaan bila keadaan memang sudah serius.

3. Hak mengusulkan dilaksanakannya RUPS


Pemegang saham minoritas juga mempunyai hak untuk mengusulkan agar diadakannya RUPS
jika beranggapan bahwa ada hal-hal penting yang perlu diputuskan dalam rapat. Hal tersebut diatur
dalam Pasal 79 ayat (2) UUPT: Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan atas permintaan 1 (satu) atau lebih pemegang saham yang bersamasama mewakili 1/10 (satu
persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan suatu jumlah yang lebih kecil.
Namun apabila direksi atau komisaris tidak mau menyelenggarakan RUPS atas permintaan
pemegang saham minoritas, pihak pemegang saham yang meminta diselenggarakannya RUPS dapat
mengajukannya ke Pengadilan Negeri untuk memberi izin agar pemegang saham yang bersangkutan
dapat menyelenggarakan sendiri RUPS. Hal ini diatur dalam Pasal 80 UUPT ayat (1) Dalam hal Direksi
atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri
pemanggilan RUPS tersebut.

Disamping itu sebagai konsekuensi dari adanya hak untuk meminta diselenggarakannya RUPS
seharusnya pihak pemegang saham minoritas berhak pula untuk mengusulkan mata agenda RUPS
tersebut. Akan tetapi dalam batang tubuh UUPT tersebut tidak secara jelas disebutkan mengenai hal
tersebut.

4. Hak untuk meminta RUPS membubarkan perseroan.


UUPT memberikan hak kepada pemegang saham minoritas dalam hal mengusulkan kepada
RUPS untuk membubarkan perusahaan yakni dalam Pasal 144 ayat (1) UUPT Direksi, Dewan Komisaris
atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
Sesuai dengan ketentuan Pasal tersebut RUPS dapat tapi tidak harus membubarkan perseroan jika
ada usulan dari pemegang saham minimal 10% (sepuluh perseratus). Hal tersebut senada dengan Pasal
144 ayat (2) UUPT bahwa pembubaran PT sah apabila keputusan pembubaran tersebut telah diambil
RUPS yang sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 yaitu :

Pasal 87 ayat (1):


Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

Pasal 89 :
(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan
permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran
Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui
paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS
kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari

jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9)
mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan
Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Selain dari pengajuan pembubaran dalam RUPS, Pemegang saham (baik mayoritas maupun
minoritas) dapat mengajukan pembubaran perseroan kepada pengadilan, hal ini sesuai dengan Pasal
146 ayat (1) :
Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas:
a.

Permohonan Kejaksaan berdasarkan alasan perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan
melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan.

b. Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian.
c.

Permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak
mungkin untuk dilanjutkan. UUPT tidak menentukan dengan alasan apakah suatu perusahaan dapat
dibubarkan pengadilan atas permintaan pemegang saham, namun UUPT menggarisbawahi bahwa
alasan permohonan pembubaran perseroan berdasarkan alasan perseroan tidak mungkin untuk
dilanjutkan. Akan tetapi secara ideal dapat dikatakan bahwa pengadilan membubarkan perusahaan jika
setelah dipertimbangkan ternyata perusahaan tersebut lebih baik dibubarkan daripada terus
dilanjutkan.
Suatu perusahaan lebih baik dibubarkan oleh pengadilan manakala terjadi salah satu atau lebih
dari hal-hal sebagai berikut :

1)

Perusahaan, Direksi dan/atau Dewan Komisaris telah melakukan kegiatan untuk dan atas nama
perusahaan yang menyebabkan kerugian bagi stakeholder.

2) Sebelumnya telah ada kesepakatan tertulis antara seluruh pemegang saham bahwa pihak pemegang
saham minoritas tersebut berwenang meminta pembubaran perusahaan jika terjadi hal-hal tertentu.
3)

Meskipun barangkali belum insolvent tetapi keadaan keuangan perusahaan sudah sedemikian parah
sehingga memang perusahaan tersebut lebih tepat untuk dibubarkan.

4) Masa berlaku bagi perusahaan sudah berakhir.

5. Hak memperoleh keterbukaan informasi


UUPT sebagai sentral dalam perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas di
Indonesia, juga mengatur mengenai perwujudan dari asas transparansi yang merupakan bagian
terpenting dalam kerangka piker perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas, dalam hal
ini UUPT mengimplementasikan asas transparansi terhadap pemegang saham pada umumnya dan
pemegang saham minoritas pada khususnya dalam Pasal-Pasal yang mewajibkan PT untuk
mengumumkan kegiatan atau dokumen tertentu PT melalui beberapa sarana. Kewajiban pengumuman
tersebut diantaranya adalah :
1) Pendirian perseroan yang diumumkan dalam Tambahan Berita Negara, diatur dalam Pasal 30 ayat (1):
Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:
a. Akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
b. Akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1);
c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
Pengaturan mengenai pengumuman perseroan juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan HAM
nomor M. 02.HT.01.10 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengumuman Perseroan Dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia, yang berdasarkan peraturan menteri tersebut dalam pasal 2 kewenangan
untuk mengumumkan tersebut dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan
Departemen Hukum dan HAM.
2)

Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau bentuk lainnya, untuk
penyetoran dalam bentukbenda tidak bergerak UUPT mengharuskan diumumkan dalam satu surat
kabar atau lebih, seperti yang diatur dalam Pasal 34 ayat (3): Penyetoran saham dalam bentuk benda
tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham
tersebut.

3)

Mengenai pengurangan modal, UUPT mewajibkan direksi sebagai organ pengurus perseroan untuk
memberitahukan tentang pengurangan modal perseroan yang merupakan hasil keputusan RUPS yang
telah dianggap sah dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju

kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam satu surat kabar atau lebih. Hal tersebut seperti
diatur dalam Pasal 44 ayat (2):
Direksi wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada semua kreditor
dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih Surat Kabar dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.

4)

Perwujudan asas transparansi dalam UUPT juga nampak dalam hal laporan tahunan, yang sangat
memungkinkan pemegang saham untuk memeriksa secara langsung laporan tahunan tersebut, hal ini
sesuai dengan amanat Pasal 67 ayat (1): Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat
pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS
untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.

5) Senada dengan transparansi dalam laporan tahunan, UUPT juga mewajibkan audit laporan keuangan
perseroan terbuka untuk dilakukan oleh akuntan publik, bukan akuntan internal yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil audit yang lebih valid dan terpercaya yang akan berimbas pada melindungi para
pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas. Hal ini diatur dalam Pasal 68 ayat (1),
Pasal 68 ayat (1)
Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/ atau mengelola dana masyarakat;
Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
Perseroan merupakan persero;
Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. dan lebih lanjut lagi perwujudan transparansi dalam
perseroan terbuka terlihat dari neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan yang diaudit oleh
akuntan publik tersebut juga diumumkan dalam satu surat kabar, hal ini sesuai dengan Pasal 68 ayat (4).

Pasal 68 ayat (4)


Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar.

6)

Keterbukaan dalam RUPS perseroan terbuka juga dianut UUPT yaitu kewajiban dilakukannya
pengumuman sebelum dilakukannya pemanggilan RUPS, hal ini diatur dalam Pasal 83 ayat (1):
Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman
mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.

7) Mengenai pembatalan penggangkatan anggota direksi yang ternyata tidak memenuhi persyaratan yang
ditentukan juga wajib diumumkan dalam surat kabar, hal ini sangat beralasan karena posisi direksi yang
tidak berkualitas akan mengakibatkan kerugian pada perseroan. Hal ini diatur dalam Pasal 95 ayat (2):
Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau
Dewan Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan
dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

8)

Untuk menjamin dilaksanakannya kewajiban disclosure, UUPT memberikan tugas pelaporan kepada
organ-organ tertentu dalam perseroan diantaranya adalah laporan tahunan, laporan sewaktu-waktu,
laporan kepada Menteri Hukum Dan HAM dan laporan Conflict Of Interest. Mengenai laporan Conflict Of
Interest, UUPT telah mengatur kewajiban disclosure direktur dan komisaris tersebut dalam Pasal 101
ayat (1) dan 116 :
Pasal 101 ayat (1):
Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi
yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat
dalam daftar khusus.

Pasal 116
Dewan Komisaris wajib :
a. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
b. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan
tersebut dan Perseroan lain; dan
c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru
lampau kepada RUPS.

Diberlakukannya ketentuan wajib lapor oleh direktur maupun komisaris yang sebenarnya
merupakan salah satu pengejawantahan dari pemberlakuan prinsip fiduciary duty, bertujuan antara lain
untuk menghindari hal-hal yang tidak fair yang mungkin timbul dan dapat merugikan kepentingan
pemegang saham minoritas.

9)

Perwujudan transparansi dalam UUPT juga nampak dalam hal rencana dilakukannya penggabungan,
pengambilalihan, atau pemisahan yaitu dengan mengumumkan ringkasan rancangan dalam surat kabar
dan pengumuman secara tertulis kepada karyawan sebagai salah satu stakeholder yang akan cukup
mendapatkan dampak dari proses tersebut.
Hal ini diatur dalam Pasal 127 ayat (2):
Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan
wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan
secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
pemanggilan RUPS.

Sejalan dengan rencana dilakukannya penggabungan, pengambilalihan, atau pemisahan yang


harus diumumkan ke publik, maka hasil peleburan juga wajib diumumkan dalam surat kabar, sesuai
dengan amanat Pasal 133 ayat (1):
Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan atau Direksi Perseroan hasil Peleburan wajib
mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau
Peleburan.

1) Dalam hal likuidasi, juga terselip asas transparansi didalamnya, yaitu dalam Pasal 147 ayat (1),Pasal 149
ayat (1), Pasal 152 ayat (3):
Pasal 147 ayat (1):
Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan,
likuidator wajib memberitahukan:
1)

Kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran
Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
2) Pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam
likuidasi.

Pasal 149 ayat (1):


Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi
meliputi pelaksanaan:
a. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan;
b. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian
kekayaan hasil likuidasi;
c. Pembayaran kepada para kreditor;
d. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.

Secara garis besar perwujudan transparansi dalam UUPT menganut sistem pengumuman
tunggal, hanya dalam pendirian dan likuidasi yang menganut sistem pengumuman ganda. Pengumuman
tunggal disini lebih mengarah pada pengumuman dengan media massa surat kabar, karena dengan
pengumuman melalui surat kabar cukup beralasan karena dewasa ini surat kabar sudah menjangkau
pelosok negeri dan sudah merupakan kebutuhan bagi setiap masyarakat sehingga pengumuman melalui
media massa surat kabar lebih transparan, efektif, dan cepat.

1. Hak untuk tidak menanggung kerugian yang diakibatkan oleh organ perseroan.
Hak ini berkaitan erat dengan asas responsibilitas. UUPT juga telah mengatur tentang
responsibilitas yaitu dalam Pasal 97 ayat (3): Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara

pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Pasal 114 ayat (3) : Setiap anggota
Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Secara
umum kedua Pasal diatas menunjukkan bahwa tanggung jawab seorang direksi dan komisaris tidak
hanya bertugas semata-mata untuk menjalankan bisnis perusahaan sehari-hari, membuat financial
report, mengikuti seluruh aturan hukum yang berlaku, akan tetapi prinsip resposibilitas mengharapkan
juga agar direksi dapat memenuhi kehendak masyarakat di lingkungannya dan memenuhi kepentingan
sleuth stakeholdernya.
Hal lain yang juga terlihat sebagai perwujudan asas responsibilitas dalam UUPT adalah Pasal 97
ayat (4) : Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Ini berarti bahwa
dalam hal lebih dari seorang direktur yang mewakili perseroan, apabila ada tindakan salah satu direksi
yang merugikan perusahaan, meskipun direksi yang lain tidak ikut selama itu masih tindakan perseroan
maka direktur yang lainnya yang sebenarnya tidak ikut berbuat, juga ikut bertanggung jawab secara
bersama-sama (renteng).
Dalam hal menghadapi kemungkinan adanya tindakan-tindakan direksi, komisaris ataupun
pemegang saham mayoritas yang merugikan kepentingan pemegang saham minoritas, UUPT telah
mengakomodasi tiga jenis gugatan yakni gugatan derivatif berdasarkan Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114
ayat (6), gugatan pemegang saham yang bersifat keperdataan untuk mempertahankan hak yang diatur
dalam Pasal 61 ayat (1), dan gugatan pemegang saham yang berkaitan dengan penyelenggaraan RUPS
yang diatur dalam Pasal 79 ayat (2).

A. Bentuk perlindungan hukum pemegang saham minoritas menurut UUPM


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar Modal yang selanjutnya
disebut UUPM maupun peraturan perundang-undangan dibawahnya juga ikut pula mengatur mengenai
upaya perlindungan terhadap pemegang saham minoritas, yaitu dalam bentuk :
1.

Pasal 82 ayat (2) UUPM jo. peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tahun 2008 tentang pengaturan
terhadap transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu (conflict of interest)

Secara jelas dalam UUPM yaitu dalam Pasal 82 ayat (2) UUPM pemegang saham minoritas
terlindungi dalam hal terjadinya transaksi berbenturan kepentingan, akan tetapi dalam pasal tersebut
keterlibatan pemegang sahm minoritas tidak mutlak, hal ini dikarenakan dalam pasal tersebut UUPM
hanya memberi otoritas kepada Bapepam untuk Dapat mewajibkan, jadi dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa otoritas sepenuhnya ada di Bapepam, bukan UUPM.seperti kutipan Pasal 82 ayat (2)
UUPM di bawah ini:
Bapepam dapat mewajibkan emiten atau perusahaan publik untuk memperoleh persetujuan
pemegang saham independen untuk secara sah dapat melakukan transaksi yang berbenturan
kepentingan, yaitu antara emiten atau perusahaan publik dengan kepentingan ekonomis pribadi direksi
atau komisaris atau juga pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.

Dengan adanya otoritas yang diberikan oleh UUPM kepada Bapepam yang menentukan wajib
tidaknya keterlibatan pemegang saham minoritas dalam persetujuan transaksi berbenturan
kepentingan, maka Bapepam mempertegas dengan peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tahun 2008
tentang benturan kepentingan transaksi tertentu yang tercantum dalam pasal 3 huruf b :
Transaksi yang mengandung Benturan Kepentingan wajib terlebih dahulu disetujui oleh para Pemegang
Saham Independen atau wakil mereka yang diberi wewenang untuk itu dalam Rapat Umum Pemegang
Saham sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Persetujuan mengenai hal tersebut harus ditegaskan
dalam bentuk akta notariil.

Dengan peraturan Bapepam diatas maka semakin jelas bahwa secara mutlak pemegang saham
minoritas harus menyetujui apabila akan ada transaksi yang berbenturan kepentingan.
Pada umumnya pemegang saham independen adalah pemegang saham publik atau pemegang
saham minoritas yang harus mendapatkan perlindungan hukum, sebagaimana diatur dalam Undangundang Perseroan Terbatas. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 pada pokoknya merupakan
penghormatan hak dan perlindungan kepentingan pemegang saham minoritas.
Ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu menunjukkan
bahwa peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menjunjung hak dan perlindungan
pemegang saham minoritas suatu perseroan berdasarkan asas kesetaraan. Setiap pemegang saham
secara hukum dinyatakan berhak untuk ikut menentukan kebijakan perseroan berkaitan dengan

pengambilan keputusan dalam RUPS yang teramat penting dan membawa dampak bagi kepentingan
pemegang saham. Secara prinsip peraturan ini bertujuan :
a.

Melindungi kepentingan pemegang saham independen yang umumnya merupakan pemegang saham
minoritas dari perbuatan yang melampaui kewenangan direksi dan komisaris serta pemegang saham
mayoritas dalam melakukan transaksi benturan tertentu (Pasal 82 ayat (2) UUPM jo. Peraturan
Bapepam Nomor IX.E.1).

b.

Mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh direksi, komisaris, atau pemegang saham
mayoritas untuk melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu.

c. Melaksanakan prinsip keterbukaan dan penghormatan terhadap hak pemegang saham berdasarkan asas
kesetaraan, persetujuan pemegang saham independen yang mewakili lebih dari 50 % saham yang asa
merupakan keharusan (Pasal 82 ayat (1) UUPM).

Pengaturan ini memberikan koridor yang akan membatasi pengambilan keputusan oleh pihakpihak yang berkuasa seperti pemegang saham mayoritas, direksi, dan komisaris perseroan untuk
bersepakat mengenai transaksi tertentu yang memberikan keuntungan pada pihak-pihak tersebut
dengan mengabaikan hak dan kepentingan pemegang saham minoritas. Pada dasarnya ketentuan
mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan tertentu bersifat preventif, menerapkan
prinsip keterbukaan sebagai asas fundamental dalam pasar modal dan lebih memberdayakan pemegang
saham minoritas.
Pasal 82 ayat (2) jo. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 merupakan bentuk perlindungan dari dua
sisi. Pertama, Bapepam sebagai otoritas tertinggi di bidang pasar modal mempunyai kapasitas untuk
menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang berkaitan dengan transaksi
benturan kepentingan tertentu. Penegakan hukum atas pelanggaran benturan kepentingan tertentu
merupakan tindakan represif. Artinya, perbuatan telah terjadi dan kemungkinan kerugian pun telah
dialami, sedangkan penerapan prinsip keterbukaan dan pemberdayaan pemegang saham independen di
dalam proses pengambilan keputusan merupakan sarana hukum untuk mencegah transaksi benturan
kepentingan tertentu yang biasa menguntungkan pihak-pihak tertentu dan sekaligus merugikan
perseroan.

Penerapan prinsip keterbukaan dan pemberdayaan pemegang saham independen merupakan


sarana preventif. Tindakan preventif jauh lebih baik daripada tindakan represif, namun pemegang saham
perlu memahami hak dan menggunakan haknya untuk memproteksi kepentingannya sendiri.

2.

Hak mendapatkan jaminan keamanan atas efek yang dimiliki, yang diatur dalam pasal 48 dan 49
UUPM
Dalam pasal 48 UUPM yang berbunyi : Kustodian hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana
yang tercatat pada rekening Efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau Pihak yang diberi
wewenang untuk bertindak atas namanya. Dalam hal ini UUPM memberikan perlindungan kepada
pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dalam hal penitipan efek oleh Kustodian, yaitu
Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain,
termasuk menerima dividen, bunga, dan hak - hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili
pemegang rekening yang menjadi nasabahnya yang memberikan hak kepada pemegang saham pada
umumnya dan pemegang saham minoritas pada khususnya untuk mendapatkan jaminan keamanan atas
seluruh efek yang dititipkan, sehingga secara yuridis kustodian juga harus bertanggung jawab atas
kerugian yang timbul akibat kelalaian dan kesalahannya. Hal ini sejalan dengan asas responsibilitas
dalam asas Good Corporate Governanace.
Dalam pasal 49 UUPM memungkinkan pemegang saham memperoleh kenyamanan dan
keamanan dalam mendaftarkan sahamnya dengan memperbolehkan perusahaan melimpahkan
wewenang pengadministrasian, pemindahan pemilikan, penyerahan atau penerimaan efek kepada Biro
Administrasi Efek (BAE). Dalam peraturan No. IX.J.1 angka 11 diatur mengenai tata cara pemindahan hak
atas nama harus dibuktikan dengan dokumen yang ditandatangani oleh atau atas nama pihak yang
menerimanya. Biro Administrasi Efek (BAE) bertanggung jawab baik sendiri-sendiri maupun bersamasama kepada pemegang saham atas kerugian yang timbul sebagai akibat kelalaiannya dalam
melaksanakan tugas selain itu hak dasar pemegang saham juga diwujudkan dengan adanya hak untuk
mendapatkan informasi yang relevan tentang perseroan tepat waktu dan mudah.
Dengan adanya jaminan keamanan dalam pendaftaran maka akan menimbulkan rasa aman
kepada investor dalam hal ini pemegang saham minoritas sesuai dengan tujuan pembangunan di bidang
pasar modal yaitu ikut meningkatkan minat investasi dan peningkatan pembangunan ekonomi secara
makro di Indonesia.

3. Hak memperoleh keterbukaan informasi


Dalam UUPM juga mengatur mengenai keterbukaan informasi dalam bidang pasar modal yang
merupakan pasar bagi perseroan terbuka dalam menawarkan perusahaan dan memberikan pelayanan
kepada investor yang termasuk didalamnya adalah pemegang saham minoritas. Hak memperoleh
keterbukaan informasi ini diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 89 UUPM yang mengatur
kewajiban emiten atau perusahaan publik memberikan informasi kepada publik termasuk pemegang
saham minoritas mengenai keadaan perseroan baik secara berkala maupun secara insidentil dalam hal
terjadi peristiwa-peristiwa materiil yang menyangkut perseroan.
Hak mengenai keterbukaan informasi yang terdapat dalam UUPM juga diperkuat dengan
peraturan Bapepam Nomor X.K.1 tahun 1996 Tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera
Diumumkan Kepada Publik yang mewajibkan Setiap Perusahaan Publik atau Emiten yang Pernyataan
Pendaftarannya telah menjadi efektif, harus menyampaikan kepada Bapepam dan mengumumkan
kepada masyarakat secepat mungkin, paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah keputusan atau
terdapatnya Informasi atau Fakta Material yang mungkin dapat mempengaruhi nilai Efek perusahaan
atau keputusan investasi pemodal. Fakta material yang dimaksud adalah :
a. Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, atau pembentukan usaha patungan.
b. Pemecahan saham atau pembagian dividen saham.
c. Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya.
d. Perolehan atau kehilangan kontrak penting.
e. Produk atau penemuan baru yang berarti.
f. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen.
g. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran Efek yang bersifat utang.
h. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang material jumlahnya.
i.

Pembelian, atau kerugian penjualan aktiva yang material.

j.

Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting.

k. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan, dan atau direktur dan komisaris perusahaan.
l.

Pengajuan tawaran untuk pembelian Efek perusahaan lain.

m. Penggantian Akuntan yang mengaudit perusahaan.


n. Penggantian Wali Amanat.
o. Perubahan tahun fiskal perusahaan.

Dari uraian diatas mengenai bentuk perlindungan hukum yang diberikan peraturan perundangundangan di Indonesia maka secara ringkas dapat kita tarik suatu benang merah antara bentuk dengan
asas yang menjadi nilai ukur mengenai perlindungan terhadap pemegang saham minoritas. Di Indonesia
terdapat dua peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur mengenai Perseroan
Terbatas dan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas, yakni Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 tahun 2007 sebagai sumber hukum utama dalam perseroan Terbatas dan Undangundang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar modal, dan turunan dari Undang-undang yang berupa
peraturan Bapepam.

Dari perumusan masalah yang telah diungkapkan diatas juga pembahasan berdasarkan teori
yang penulis dapatkan selama mengadakan penelitian maka penulis mengambil simpulan sebagai
berikut:
1.

Asas-asas yang harus terpenuhi oleh suatu sistem perundang-undangan di suatu negara, khususnya
Indonesia ada empat asas menurut good corporate governance sebagai wujud perlindungan hukum
terhadap pemegang saham minoritas, yaitu:

a.

Asas keadilan dengan memberikan hak-hak tertentu kepada pemegang saham minoritas, yaitu Hak
untuk meminta keterlibatan pengadilan, Hak untuk melakukan pemeriksaan dokumen perusahaan, Hak
untuk mengusulkan dilaksanakannya RUPS, Hak untuk mengusulkan agenda tertentu dalam RUPS, Hak
untuk minta pengadilan membubarkan perusahaan, Hak voting dalam system voting kumulatif, Hak
berdasarkan kontrak antar pemegang saham, Hak berdasarkan kontrak ikatan jual beli antar pemegang
saham, Hak berdasarkan voting trust, Hak berdasarkan proxy, Hak appraisal.

b. Asas transparansi, mensyaratkan adanya keterbukaan informasi secara transparan.


c.

Asas akuntabilitas, mensyaratkan adanya pengawasan terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan
melalui lembaga yang bersifat independen, untuk menghasilkan keakuratan informasi.

d. Asas responsibilitas yang merupakan wujud pemindahan kewajiban hukum dari pundak perseroan ke
pihak lain yang bertanggung jawab seperti direksi dsan komisaris sebagai bentuk pertanggungjawaban.

2. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan undang-undang perseroan terbatas :


a. Hak meminta keterlibatan pengadilan.
b. Hak melakukan pemeriksaan dokumen perusahaan
c. Hak mengusulkan dilaksanakannya RUPS
d. Hak untuk meminta RUPS membubarkan perseroan
e. Hak memperoleh keterbukaan informasi
f.

Hak untuk tidak menanggung kerugian yang diakibatkan oleh

g. organ perseroan
3. Perlindungan yang diberikan oleh Undang-undang di bidang pasar modal:
a. Pengaturan terhadap transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflik of interest).
b.

Hak mendapatkan jaminan keamanan atas efek dalam pendaftaran pemilikan dan pengalihan
sahamnya.
Hak mendapatkan keterbukaan informasi

Diposkan oleh Fiki Warobay di 5/13/2012 01:28:00 AM


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Aturan-Aturan Hukum Corporate Social Responsibility


Apakah perusahan benar-benar wajib untuk membudidaya atau membangun desa setempat?
Kalau misalnya ada kewajiban itu tolong dijelaskan juga undang-undangnya.
Tampik muliadi

Jawaban:
Letezia Tobing, S.H.

Mengenai perusahaan membangun desa setempat, hal ini terkait dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
atau Corporate Social Responsibility (TJSL). TJSL tidak hanya mengenai kegiatan yang dilakukan perusahaan
dimana perusahaan ikut serta dalam pembangunan ekonomi masyarakat setempat, tetapi juga terkait kewajiban
perusahaan dalam melestarikan lingkungan.

Dalam hal ini, Anda tidak menyebutkan apa jenis perusahaan tersebut. Oleh karena itu kami akan memaparkan
mengenai TJSL dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:

1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) serta Peraturan Pemerintah
No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (PP 47/2012)

Mengenai TJSL, diatur dalam Pasal 74 UUPT dan penjelasannya. Pengaturan ini berlaku untuk perseroan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT, Perseroan (Perseroan Terbatas) adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.

Menurut Pasal 1 angka 3 UUPT, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada
umumnya.

Pasal 74 UUPT pada dasarnya mengatur mengenai hal-hal berikut ini:


a. TJSL ini wajib untuk perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam.
Yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam
adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.

Sedangkan yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan
dengan sumber daya alam adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber
daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
b.

TJSL ini merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

c. Mengenai sanksi, dikatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban TJSL akan dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait.

Dalam Pasal 4 PP 47/2012, dikatakan bahwa TJSL dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja
tahunan perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) sesuai dengan anggaran dasar perseroan. Rencana kerja tahunan perseroan tersebut memuat rencana
kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan TJSL.

Pelaksanaan TJSL tersebut dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS
(Pasal 6 PP 47/2012).

2. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU 25/2007)

Dalam Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL. Yang
dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf b UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang
melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang,
dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan
penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing (Pasal 1 angka 4
UU 25/2007).

Selain itu dalam Pasal 16 UU 25/2007 juga diatur bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk
menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian dari TJSL.

Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan TJSL, maka berdasarkan Pasal 34 UU
25/2007, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa:
a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan usaha;


c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 34 ayat (3) UU 25/2007).

3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU
32/2009)

Berdasarkan Pasal 68 UU 32/2009, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara
benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.

4. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tahun
2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina
Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No.
PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan (Permen BUMN 5/2007)

Dalam peraturan ini diatur mengenai kewajiban Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum
(Perum), dan Perusahaan Perseroan Terbuka (Persero Terbuka).

Berdasarkan Pasal 2 Permen BUMN 5/2007, Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan
BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Sedangkan Persero Terbuka dapat melaksanakan
Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan dengan berpedoman pada
Permen BUMN 5/2007 yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil
agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana BUMN (Pasal 1 angka 6 Permen BUMN
5/2007). Sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh
BUMN melalui pemanfaatan dana BUMN (Pasal 1 angka 7 Permen BUMN 5/2007).

5. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi (UU 22/2001)

Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja
Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan
mengenai pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3)
huruf p UU 22/2001).

Selain itu dalam Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut
bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

Melihat pada ketentuan-ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa memang ada peraturan-peraturan yang mewajibkan
perusahaan untuk membangun masyarakat di sekitar.

Anda mungkin juga menyukai